Penyusun
JURUSAN KEPERAWATAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyusun “Penjualan dalam Kewirausahaan” dengan baik dan
tepat waktu. Tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ketua Program Studi DIV
Keperawatan, dosen pembimbing, teman-teman dan masyarakat yang telah membantu
dalam menyusun serta mengembangkan makalah ini.
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan
tambahan wawasan mengenai Kewirausahaan dalam membahas Penjualan dalam
Kewirausahaan yang ditujukan untuk mahasiswa tingkat akhir khususnya mahasiswa
perawat yang akan mendekati masa dimana mereka harus terjun langsung dan
berhadapan dengan banyak pihak dalam dunia sosial dan kerja.
Dalam proses penyusunan makalah ini, tim penyusun mengalami beberapa
kendala. Namun, berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari makalah ini masih belum sempurna, baik dari konten
maupun sistematika penulisannya, maka dari itu penyusun berterima kasih apabila ada
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat segera kami realisasikan dalam bentuk
kegiatan ceramah.
Tim Penyusun
Bab 1
PENDAHULUAN
TINJUAN PUSTAKA
1. Kecepatan
2. Ketepatan
3. Keramahan
4. Kenyamanan
Menurut Zeithaml, Berry, Parasuraman terdapat lima kelompok utama
yang menentukan kualitas layanan jasa meliputi:
1) Reliability
Yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji
yang ditawarkan.
2) Responsiveness
Respon atau kesigapan dalam membantu pelanggan dengan memberikan
layanan cepat, tepat dan tanggap serta mampu untuk menangani keluhan para
pelanggan secara baik.
3) Assurance
Kemampuan karyawan tetang pengetahuan dan informasi suatu produk
yang ditawarkan dengan baik, keramah tamahan, perhatian dan kesopanan dalam
memberikan jaminan pelayanan yang terbaik. Dimensi jaminan (assurance) ini
terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Level Pertama
Harapan pelanggan yang paling sederhana dan berbentuk asumsi, must have,
atau take it for granted, misalnya “saya berharap perusahaan penerbangan
menerbangkan saya sampai tujuan dengan selamat.
2. Level Kedua
Harapan yang lebih tinggi dari level pertama, dimana kepuasan dicerminkan
dalam pemenuhan persyaratan dan / atau spesifikasi. Contohnya :”saya berharap
dilayani dengan ramah oleh pegawai perusahaan penerbangan.”
3. Level Ketiga
Harapan yang lebih tinggi lagi jika dibandingkan dengan level pertama dan
level kedua dan menuntut suatu kesenangan (delightfulness) atau jasa yang
begitu bagusnya sehingga membuat saya tertarik. Misalnya : “perusahaan
penerbangan itu memberi semua penumpang makanan yang sama dengan yang
khusus diberikan kepada penumpang kelas satu oleh perusahaan penerbangan
lainnya.”
Ada dua aspek pasca penjualan yang signifikan bagi organisasi yaitu :
a. “Jasa Pendukung” mencakup kegiatan-kegiatan pasca penjualan tradisional
seperti garansi, suku cadang dan perbaikan, dan pelatihan bagi pengguna.
b. “Umpan Balik dan Ganti Rugi” yaitu cara organisasi menangani keluhan
dan tingkat prioritas yang ditetapkan oleh manajemen untuk kegiatan-
kegiatan semacam itu.
4)Variabel yang berhubungan dengan budaya organisasi
5) Mampu berkomunikasi.
Para karyawan atau penjual harus dapat berkomunikasi dengan bahasa yang jelas
dan mudah dimengerti jangan menggunakan istilah atau perkataan yang berbelit-
belit dan yang sulit dimengerti.
2. Identity Bonding
3. Relationship Bonding
Tingkat relationship bonding mulai membentuk ikatan dan dialog antara pemasar
dan konsumen. Hal ini bertujuan untuk membangun pertukaran manfaat antara
kedua belah pihak. Keberadaan data base pelanggan merupakan syarat mutlak
dalam relationship bonding. Pada tingkat ini dibutuhkan interaksi lebih besar
dengan konsumen. Sistem informasi pemasaran juga sangat dibutuhkan pada
tingkat ini.
4. Community Bonding
Tingkat pengikatan ini dilaksanakan dengan dua syarat yaitu a) loyalitas pelanggan
terhadap merek, produk, atau perusahaan tinggi, dan b) para pelanggan saling
berbagi minat dan pengalaman tentang produk. Pada tingkat ini interaksi tidak lagi
terbatas pada perusahaan dan pelanggan, tetapi juga antara pelanggan dan
pelanggan. Tujuan dari Community Bonding ini adalah mengikat pelanggan
kedalam sebuah komunitas. Pembentukan komunitas ini dapat dilakukan melalui a)
pembentukan klub pemakai atau pelanggan, b) menyediakan fasilitas komunikasi,
c) pengadaan demo, kunjungan, seminar, dan d) mengaitkan merek dengan even-
even tertentu.
5. Advocacy Bonding
Ini merupakan tingkat tertinggi dari proses pengikatan konsumen. Pada tahap ini
perusahaan tidak lagi terlibat secara langsung. Yang bekerja adalah kosumen atas
kemauan sendiri sebagai pemasar (marketer) bagi perusahaan (sering disebut
dengan istilah buyer get buyer atau dalam periklanan disebut dengan worth of
mouth advertising). Menurut Aaker (1995) dalam Simamora (2001:132), ini hanya
bisa terjadi pada konsumen yang memiliki loyalitas tertinggi sebagai commited
buyer. Orang yang puas, suka, dan bangga pada sebuah merek, otomatis menjadi
pemasar untuk merek tersebut. Sebagai balasannya, perusahaan perlu berkomitmen
untuk menjamin kepuasan dan penghargaan terhadap pelanggan. Walaupun tidak
terlibat, untuk mendukung advocacy bonding ini perusahaan dapat : a) memberikan
kesempatan kepada para pelanggan untuk mengetahui dan mengenal produk-
produk baru yang akan atau telah diluncurkan, b) mendorong konsumen sebagai
penganjur merk, namun jangan sampai membuat mereka tersinggung, dan c)
menunjukkan komitmen, perhatian, dan penghargaan secara sungguh-sungguh pada
konsumen.
Ada ungkapan “Pelanggan adalah Raja”. Hal ini tidaklah berlebihan jika
mengingat bahwa hidup mati suatu perusahaan memang tergantung pada para
pelanggan mereka. Untuk dapat mewujudkan kepuasan pelanggan ini maka
diperlukan strategi yang membutuhkan komitmen, baik dari segi dana maupun
sumberdaya manusianya.
Menurut Tjiptono (2004:134) ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk
meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan yaitu :
· Piutang karyawan
· Perlengkapan usaha
· Dan lain-lain
Investasi Jangka Panjang · Investasi dalam surat berharga
· Dan lain-lain
Aktiva Tetap Berwujud · Peralatan Kantor
Adalah semua aktiva yang
berumur lebih dari satu tahun dan · Kendaraan
memiliki wujud fisik
· Mesin
· Tanah
Aktiva Tetap Tidak Berwujud · Goodwill
Dari tabel diatas terlihat bahwa proyeksi neraca pada akhir suatu periode
tertentu sangat dipengaruhi oleh saldo awal periode dari setiap elemen yang ada
pada neraca. Itu berarti, neraca pada awal tahun akan berpengaruh langsung pada
proyeksi neraca pada akhir periode tersebut. Setelah neraca pada awal periode
diketahui, maka proyeksi neraca pada akhir periode akan dipengaruhi dan
ditentukan oleh berbagai hal yang mempengaruhi kenaikan dan penurunan setiap
elemen neraca tersebut.
3. Metode
Untuk menyusun proyeksi neraca, metode yang paling mudah adalah
menggunakan persamaan akuntansi dasar. Dimana didalam metode tersebut
didasarkan pada persamaan bahwa jumlah aktiva akan selalu sama dengan
besarnya utang/kewajiban dan modal/ekuitas dari suatu badan usaha tertentu.
1. Transaksi penerimaan pinjaman uang dari bank (kredit bank). Transaksi ini
jelas akan menambah kas perusahaan (di sisi aktiva) dan menambah utang
bank (di sisi kewajiban).
2. Sebaliknya, transaksi pembayaran utang usaha akan mengurangi kas
perusahaan (di sisi aktiva) dan mengurangi utang usaha (di sisi kewajiban).
3. Sedangkan transaksi pembelian kendaraan (aktiva tetap) secara tunai, akan
mengurangi kas perusahaan dan akan menambah rekening aktiva tetap
(keduanya di sisi aktiva).
Tetapi transaksi yang melibatkan rekening penjualan dan biaya, sering kali
membingungkan bagi pihak yang tidak memiliki latar belakang pendidikan
akuntansi. Misalnya :
a. Transaksi penjualan tunai akan menambah kas (di sisi aktiva) dan menambah
rekening laba ditahan (di sisi kewajiban).
b. Transaksi penjualan kredit akan menambah piutang usaha (di sisi aktiva) dan
menambah rekening laba ditahan (di sisi kewajiban).
c. Transaksi pembayaran biaya secara tunai akan mengurangi kas (di sisi
kewajiban) dan mengurangi rekening laba ditahan (di sisi kewajiban).
d. Transaksi pengakuan biaya secara kredit akan menambah utang usaha dan
mengurangi rekening laba ditahan (keduanya di sisi kewajiban).
Pos yang pengukurannya tidak bisa akurat kemudian tidak dimasukkan atau
dilaporkan dalam laporan laba rugi Meskipun pos-pos yan tidak pasti ini dapat
menentukan kinerja suatu perusahaan, namun pos yang tidak pasti ini tidak dapat
dilaporkan ke dalam laporan laba rugi. Alasannya karena pengukuran dari pos-pos ini
tidak bisa akurat. Contohnya, keuntungan ataupun kerugian yang belum tertealisasi
dari sekuritas investasi saham yang kemudian tidak dapat dicatat di dalam laporan laba
rugi apabila terjadi ketidakpastian realisasi perubahan nilai.
Hal utama yang perlu selalu diperhatikan yang mendasari dalam mengatur
arus kas adalah memahami dengan jelas fungsi dana/uang yang miliki, simpan atau
investasikan. Secara sederhana fungsi itu terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Fungsi likuiditas, yaitu dana yang tersedia untuk tujuan memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan dapat dicairkan dalam waktu singkat relatif tanpa ada
pengurangan investasi awal.
2. Fungsi Anti Inflasi, dana yang disimpan guna menghindari resiko penurunan
pada daya beli di masa datang yang dapat dicairkan dengan relatif cepat.
3. Capital Growth, dana yang diperuntukkan untuk penambahan/perkembangan
kekayaan dengan jangka waktu relatif panjang.
Aliran kas yang berhubungan dengan suatu proyek dapat di bagi menjadi tiga
kelompok yaitu:
1. Aliran kas awal (Initial Cash Flow) merupakan aliran kas yang berkaitan
dengan pengeluaran untuk kegiatan investasi misalnya; pembelian tanah,
gedung, biaya pendahuluan dsb. Aliran kas awal dapat dikatakan aliran kas
keluar (cash out flow)
2. Aliran kas operasional (Operational Cash Flow) merupakan aliran kas yang
berkaitan dengan operasional proyek seperti; penjualan, biaya umum, dan
administrasi. Oleh sebab itu aliran kas operasional merupakan aliran kas masuk
(cash in flow) dan aliran kas keluar (cash out flow).
3. Aliran kas akhir (Terminal Cash Flow) merupakan aliran kas yang berkaitan
dengan nilai sisa proyek (nilai residu) seperti sisa modal kerja, nilai sisa proyek
yaitu penjualan peralatan proyek
Metode proyeksi aliran kas ini sangat sesuai digunakan dalam situasi
penyaluran kredit sebagai berikut:
Proyeksi aliran kas ini dapat disusun dengan periode tertentu. Misanya, per
tahun, per bulan, per minggu, atau bahkan, harian. Tentu saja semakin pendek
interval yang dipakai, hasil proyeksi akan lebih presisi. Tetapi, itu membutuhkan
usaha yang lebih besar dan data yang lebih rinci. Bagi bank, periode bulanan dan
tahunan, umumnya, sudah mencukupi.
1. Pencatatan dilakukan pada saat uang tunai diterima, bukan pada saat penjualan
terjadi. Misalnya, penjualan pada bulan januari dilakukan dengan cara kredit 2
bulan. Pada saat melakukan proyeksi aliran kas, yang diperhatikan adalah pada
saat tagihan diterima, yaitu 2 bulan kemudian. Pendapatan diakui pada saat uang
tunai diterima. Bukan pada saat penjualan dilakukan.
2. Biaya-biaya juga sama, dicatat pada saat uang tunai di keluarkan, bukan pada
saat biaya timbul. Misalnya, perusahaan membeli barang melalui kredit 3 bulan.
Catatan di Cashflow baru muncul pada saat pembayaran dilakukan, bukan pada
saat pembelian.
Sedangkan pada accrual basis, pendapatan dan biaya diakui pada saat kejadian,
dan hal tersebut belum tentu sama dalam waktu terjadi pemindahan uang tunai.
Contoh: PT. A menjual barang secara kredit selama 3 bulan. Pada accrual basis
penjualan dicatat pada saat barang dijual, sedangkan pada cash basis, penjualan baru
dicatat setelah uang diterima (yaitu setelah 3 bulan kemudian).
Contoh: PT. WAHID memiliki sistem penjualan dan pembelian yang dilakukan
secara tunai. Income Statement per akhir tahun adalah sebagai berikut:
Sementara itu analisis impas(Break Event Point) adalah suatu cara untuk
mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi,
tetapi juga belum memperoleh laba (dengan kata lain labanya sama dengan nol).
Dalam analisis break even point memerlukan informasi mengenai
penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Laba bersih akan diperoleh bila volume
penjualan melebihi biaya yang harus dikeluarkan, sedangkan perusahaan akan
menderita kerugian bila penjualan hanya cukup untuk menutup sebagian biaya
yang dikeluarkan, dapat dikatakan dibawah titik impas. Analisis break even
point tidak hanya memberikan informasi mengenai posisi perusahaan dalam
keadaaan impas atau tidak, namun analisis break even point sangat membantu
manajemen dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.Tujuan analisis
titik impas adalah untuk mengetahui tingkat aktivitas dimana pendapatan hasil
penjualan sama dengan jumlah semua biaya variabel dan biaya tetapnya.
Analisa break even adalah teknik analisa untuk mempelajari hubungan
antara volume penjualan dan profitabilitas.Analisa ini disebut juga sebagai
analisa impas, yaitu suatu metode untuk menentukan titik tertentu dimana
penjualan dapat menutup biaya, sekaligus menunjukkan besarnya keuntungan
atau kerugian perusahaan jika penjualan melampaui atau berada di bawah titik
tersebut.
Analisis break even adalah penting bagi manajemen untuk mengetahui
hubungan antara biaya, volume dan laba, khususnya informasi mengenai
jumlah penjualan minimum dan besarnya penurunan realisasi penjualan dari
rencana penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian. Bila asumsi
dasar salah satunya mengalami perubahan, maka akan berpengaruh pada posisi
titik impas, sehingga perubahan tersebut akan berpengaruh juga terhadap laba
perusahaan. Analisis break even point digunakan oleh manajer sebagai sebuah
perkiraan bukan kepastian, karena banyak perusahaan yang tidak memenuhi
asumsi-asumsi dasar secara tepat.
Analisa ini penting dalam tahap perencanaan manajemen keuangan,
karena hubungan antara biaya-volume-laba (oleh karenanya, analisa BEP juga
disebut sebagai Cost-Profit-Volume Analysis) dapat dipengaruhi oleh proporsi
investasi dalam aktiva tetap, dan perubahan rasio aktiva tetap terhadap aktiva
variable ditentukan saat rencana keuangan disusun. Dengan kata lain, bila
perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul
masalah break even. Ini terkait dengan sifat dari biaya variable dan tetap itu
sendiri.
Analisis break even merupakan suatu teknik analisa untuk mempelajari
hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan.
Oleh karena, analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan
volume kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut „Cost Profit Volume
analysis” (CPV analysis).Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even
merupakan “profit-planning approach” yang mendasarkan pada hubungan antara
biaya (cost) dan penghasilan penjualan (revenue). Analisis break even point
adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu usaha
tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba dengan kata lain sama
dengan nol).10
Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam analisa impas adalah biaya-biaya
operasi seperti gaji staf, biaya penyusutan/depresiasi (yang termasuk biaya
operasi tetap), dan komisi penjualan, bahan baku& upah tenaga kerja langsung
(sebagai contoh biaya operasi variabel). Dalam hal ini beban bunga tidak
termasuk biaya operasi sebab biaya bunga termasuk biaya keuangan. Oleh
karenanya, sebagai langkah awal pembahasan difokuskan pada rencana operasi
perusahaan, yaitu perhitungan BEP Operasional. Tahap selanjutnya adalah
pembahasan tentang rencana pembiayaan atau BEP Finansial.Dengan demikian
pula, analisa break even ini terkait dengan konsep Degree of Operating Leverage
(DOL) & Degree of Financial Leverage (DFL).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka
tidak akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah
break-even baru muncul apabila suatau perusahaan di samping mempunyai biaya
variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas
akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan
besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada
perubahan volume produksi.
Adapun biaya yang termasuk golongan biaya variabel pada umumnya adalah
bahan mentah, upah buruh langsung (direct labor), komisi penjualan.Sedangkan
yang termasuk golongan biaya tetap pada umumnya adalah depresiasi aktiva
tetap, sewa, bunga utang, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji staf research, dan
biaya kantor.
Karena adanya unsur variabel di satu pihak dan unsur tetap di lain pihak,
maka dapat terjadi bahwa suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu
menderita kerugian, karena penghasilan penjualannya hanya menutup biaya
variabel dan sebagian biaya tetap. Ini berarti bahwa bagian dan penghasilan
penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap tidak cukup untuk menutup
biaya tetapnya. Penghasilan penjualan setelah dikurangi biaya variabel
merupakan bagian dari penghasilan penjualan yang tersedia untuk menutup biaya
tetap biasanya dinamakan “contribution margin” atau “contribution to fried
cost“. Apabila contribution margin lebih besar daripada biaya tetap, berarti
penghasilan penjualan lebih besar daripada biaya total, maka perusahaan
mendapatkan keuntungan.Berhubung dengan itu maka sangatlah bagi pimpinan
suatu perusahaan untuk mengetahui pada volume kegiatan atau volume produksi
penjualan berapa penghasilan penjualan dapat tepat menutup biaya totalnya untuk
dapat menghindarkan kerugian. Volume penjualan dimana penghasilannya
(revenue) tepat sama besar dengan biaya totalnya, sehinggaperusahaan tidak
mendapatkan keuntungan atau menderita kerugian dinamakan “brek-even point”.
Apabila digunakan konsep “contribution margin” maka break-even point
akan tercapai pada volume penjualan dimana contribution margin-nya tetap sama
besarnya dengan biaya tetap-nya. Oleh karena analisa break-even ini mempelajari
perimbangan antara “revenue minus biaya variabel (contribution to fixed cost) di
satu pihak dengan biaya tetap di lain pihak, maka sering dikatakan bahwa analisa
break even merupakan salah satu alat untuk mempelajari “operating leverage “.
Operating leverage terjadi setiap waktu di mana suatu perusahaan mempunyai
biaya tetap yang harus ditutup betapapun besar biaya volume kegiatannya.
“Leverage” dapat didefinisikan sebagai penggunaan aktiva atau dana untuk
penggunaan mana perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar biaya
tetap. Ada dua macam leverage, yaitu “operating leverage” dan „financial
leverage “.Operating laverage bersangkutan dengan penggunaan aktiva atau
operasinya perusahaan yang disertai dengan biaya tetap. Dikatakan bahwa
operating leverage itu menghasilkan leverage yang “favorable” atau positif kalau
revenue setelah dikurangi biaya variabel (contribution to fixed cost) lebih besar
daripada biaya tetapnya.
Dikatakan bahwa operasinya perusahaan yang disertai dengan biaya tetap
itu (operating leverage) merugikan atau menghasilkan leverage yang negatif
kalau “contribution to fixed cost-nya lebih kecil daripada biaya tetapnya.
Dikatakan bahwa operasinya pemsahaan yang disertai dengan biaya tetap itu
dalam keadaan break-even kalau “contribution to fixed cost-nya tepat sama
besarnya dengan biaya tetapnya sebagaimana telah diuraikan di muka.
Asumsi yang mendasari analisis break even point menurut Horngren et all.
adalah sebagai berikut:11
1. Satu-satunya faktor yang memengaruhi biaya adalah perubahan volume.
2. Manajer menggolongkan setiap biaya ( atau komponen biaya gabungan ) baik
sebagai biaya variabel maupun biaya tetap.
3. Beban dan pendapatan adalah linier di seluruh cakupan volume relevannya.
4. Tingkat persediaan tidak akan berubah.
5. Penjualan atas gabungan produk tidak akan berubah. Penjualan gabungan
merupakan kombinasi produk yang membentuk total penjualan.
Sedangkan menurut Mulyadi beberapa asumsi yang berpengaruh dalam
analisa break even poinadalah sebagai berikut:12
1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang
diramalkan.
2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat
kegiatan.
3. Kapasitas produksi pabrik dianggap secara relative konstan.
4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah.
5. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah.
6. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
7. Komposisi produk yang dijual dianggap tidak berubah.
8. Volume merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya
Analisis Break Even Point berguna apabila beberapa asumsi dasar
dipenuhi.Dalam kenyataan yang sebenarnya lebih banyak asumsi yang tidak
dapat dipenuhi. Namun demikian perubahan asumsi ini tidak mengurangi
validitas dan kegunaan analisa BEP sebagai suatu alat bantu pengambilan
keputusan. Hanya saja diperlukan suatu modifikasi tertentu dalam
penggunaannya.
1. Metode Persamaan
Metode Persamaan (equation method) adalah metode yang berdasarkan pada
pendekatan laporan laba rugi . Dengan persamaan dasar sebagai berikut menurut
Halim:17
Penghasilan total = Biaya total
Penghasilan total = Biaya variabel + Biaya tetap
Persamaan tersebut dapat diuraikan dalam rumus berikut :
px = a + bx
Keterangan:
p = Harga jual per unit produk
x= Unit produk yang dijual/yang diproduksi
a= Total Biaya Tetap
b= Biaya variabel setiap unit produk
Dari persamaan diatas, dapat diuraikan menjadi rumus break even point sebagai
berikut :
a. Break even point dalam satuan uang penjualan
a
BEP (Rupiah)=
bx
1-
px
a
BEP (Unit) =
p - b
Biaya Tetap
BEP (Rupiah) =
Rasio Margin Kontribusi
3. Metode Grafis
Manajer dapat menggambarkan titik impas melalui grafis. Grafis titik
impas akan menunjukkan volume penjualan pada sumbu x atau garis horizontal
dan biaya akan terletak pada sumbu y atau garis vertikal. Sedangkan titik impas
akan terletak pada perpotongan antara garis pendapatan dan garis biaya. Garis
sebelah kiri garis impas menunjukkan sisi kerugian, sebaliknya sisi kanan
menunjukkan sisi laba usaha.
Dengan menggunakan metode grafis manajer dapat menghindari metode
matematis pada waktu tingkat penjualan yang berbeda tengah dipertimbangkan.
Metode grafis akan membantu manajer dalam mengevaluasi akibat perubahan
volume tahun lalu dan dapat memproyeksikan volume penjualan pada tahun
yang akan datang.
Menurut Simamora grafis titik impas mempunyai beberapa hal penting yaitu
selama harga jual melebihi biaya variabel ( margin kontribusinnya positif),
maka penjualan yang lebih banyak akan menguntungkan perusahaan, baik
dengan meningkatkan laba ataupun mengurangi kerugian. Oleh karena itu,
perusahaan lebih baik tetap beroperasi karena kerugian mereka akan lebih
besar lagi jika perusahaan menghentikan atau menutup kegiatan usahanya, hal
ini pada umumnya sering terjadi pada bisnis musiman.19
Dari data PT. Laksamana Raja di Laut tersebut dapat dihitung (break Even
Point (BEP) sebagai berikut:
1. Metode Persamaan
Di mana:
BEP (Rupiah) = Break Even Point dalam Rupiah
a = Biaya Tetap
bx = Biaya Variabel per Unit x Kapasitas produksi Penuh
px = Harga Jual per Unit x Kapasistas Produksi Penuh
140,000,000.00
BEP (Rupiah) =
75,000.00x15,000
1 95,000.00x15,000
140,000,000.00
=
1,125,000,000.00
1 - 1,425,000,000.00
140,000,000.00
=
1- 0,79
140,000,000.00
=
0.21
= 665,000,000.00
Di mana:
BEP (Rupiah) = Break Even Point dalam Rupiah
a = Biaya Tetap
b = Biaya Variabel per Unit
p = Harga Jual per Unit
140,000,000.00 140,000,000.00
BEP (Unit) =
=
95000 - 75,000 20,000
= 7000 unit
140,000,000.00
=
0.21
Biaya Tetap
BEP (Unit) =
Biaya Tetap
Biaya Tetap
BEP (Rupiah) =
Biaya Tetap
=
Margin Kontribusi : Penjualan
140,000,000.00
=665,000,000.00
20,000.00 : 95,000.0
4. Metode Grafis
Dalam menentukan titik Break Even Point (BEP) menggunakan metode
grafis dapat dilakukan dengan beberapa langkah yaitu:
Keterangan:
FC : Biaya Tetap dalam produksi penuh
VC : Biaya Variabel dalam produksi penuh
S : Penjualan dalam produksi penuh
Jumlah yang tertera dalam grafik, baik itu harga maupun jumlah produksi
diasumsikan dalam ribuan rupiah.
Dalam menghitung Break Even Point (BEP) kita dapat menggunakan
metode persamaan, metode kontribusi unit, maupun metode grafis. Apapun
metode yang kita gunakan hasilnyasama. Contoh kasus di atas telah
membuktikan ketiga metode yang digunakan menghasilkan Break Even Point
(BEP) rupiah sebesar Rp 665.000.000,00 dan unit sebesar 7.000 unit.
Dari hasil hitungan Break Even Point (BEP) PT. Laksamana Raja di Laut
tersebut menunjukkan bahwa apabila perusahaan mau mendapat keuntungan,
maka harus memproduksi atau menjual barang dalam jumlah di atas 7.000 unit
sampai batas kapasitas penuh yaitu 15.000 unit. Apabila perusahaan
memproduksi atau menjual produk di bawah jumlah 7.000 unit dipastikan
perusahaan menderita kerugian. Misalnya apabila perusahaan memproduksi
sebanyak 8.000 unit maka dapat dihitung sebagai berikut:
Penjualan 8.000 unit x Rp 95.000 = Rp 760.000.000,00
Biaya = biaya tetap + biaya variabel = Rp 140.000.000,00 + (8.000 x Rp
75.000.000,00) = Rp 140.000.000,00 + Rp 600.000.000,00 = Rp
740.000.000,00.
Sehingga laba/keuntungan yang didapatkan: Penjualan – biaya = Rp
760.000.000,00 – Rp 740.000.000,00 = Rp 20.000.000,00.
Dan jika memproduksi sebanyak 6.000 unit maka dapat dihitung sebagai
berikut:
Penjualan 6.000 unit x Rp 95.000 = Rp 570.000.000,00
Biaya = biaya tetap + biaya variabel = Rp 140.000.000,00 + ( 7.000 x Rp
75.000,00) = Rp 140.000.000,00 + Rp 525.000.000,00 = Rp 665.000.000,00
Sehingga kerugian yang diderita oleh peruahaan: Penjualan – Biaya + Rp
570.000.000,00 – Rp 665.000.000,00 = (Rp 95.000.000,00).
Dalam dunia usaha tidak terkecuali unit perusahaan dari waktu ke waktu
akanmengalami perubahan yang dapat terjadi dalam bulan, triwulan maupun
perbedaan kondisi dari tahun ke tahun disebabkan oleh faktor internal
perusahaan maupun eksternal perusahaan termasuk pengaruh kebijaksanaan
pemerintah. Untuk mengatasi hal ini pimpinan perusahaan harus dinamis, peka
terhadap perubahan, mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam membuat
alternatif pemecahan masalah sehingga tepat dan akurat di dalam mengambil
keputusan khususnya dalam hal untung rugi perusahaan.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Penjualan adalah kegiatan yang terpadu untuk mengembangkan rencana-rencana
strategis yang diarahkan kepada usaha pemuasan kebutuhan serta keinginan
pembeli/konsumen, guna untuk mendapatkan penjualan yang menghasilkan laba atau
keuntungan.
Seni menjual adalah suatu seni yang digunakan untuk mempengaruhi orang lain
supaya tertarik dan bersedia untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan sehingga
konsumen akan merasa mendaptkan keuntungan jika membeli barang atau jasa tersebut
NeracaAkhir dari seluruh penyusunan anggaran komprehensif suatu perusahaan
adalah penyusunan proyeksi neraca.
Proyeksi neraca merupakan tahap akhir dari seluruh tahap yang harus dilalui
untuk menyusun anggaran induk suatu badan usaha. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia pelayanan adalah kemudahan yang diberikan sehubungan dengan proses jual
beli barang dan jasa.
Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi atau yang biasa dikenal dengan ( income
statements) dalam Bahasa Inggris, merupakan suatu laporan yang dapat mengukur
tingkat keberhasilan operasi perusahaan dalam periode kurun waktu tertentu.
Komunitas bisnis dan investasi memanfaatkan laporan laba rugi dalam penentuan baik
profitabilitas, nilai investasi, maupun kelayakan kredit
1.2 Saran
Semoga dari makalah ini, pembaca mendapat pegetahuan tentang berpikir postif
dan kreatif, konsep diri dan mengetahui tipe-tipe penjualan dalam kewirausahaan
Adapaun saran yang dapat diberikan penulis kepada pembaca adalah kenali diri sendiri
untuk mengembangkan diri agar mampu bersaing di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Rusdiana, Manajemen Operasi. (Jakarta: Pustaka Setia, 2014).
Helmi Rony, Akuntansi Biaya Pengantar untuk Peren caaan dan Pengendalian
Biaya Produksi.(Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia,1990).
Horngren et. all, Akuntansi. (Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, Edisi ke-
6, 2006).
,Introduction to Management Accounting. (New Jersey: Pearson Prentice Hall,
2008).
Matz, Usry, dan Hammer, Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian.