Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PADA PASIEN PNEUMONIA DI


RUANG ANTORIUM RUMAH SAKIT dr. SOEBANDI JEMBER

Oleh:

Devi Paramita Luckyanti Sanjaya

NIM 212311101167

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2022
BAB 1. ANATOMI DAN FISIOLOGIS
1.1 Sistem Pernapasan
Pernapasan (Respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang,mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak
memngandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Pengisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi
(Irianto, K., 2012).
Sistem respirasi berperan dalam menjamin ketersediaan oksigen untuk
kelangsungan metabolisme sel-sel tubuh dan pertukaran gas. Melalaui peran
sistem respirasi oksigen di ambil dari atmosfir, di transport masuk ke paru-paru
dan terjadi pertukaran gas oksigen dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya
oksigen akan di difusi masuk kapiler darah untuk di manfaatkan oleh sel dalam
proses metabolisme (Irianto K., 2012).

Gambar 1.1 Sistem Pernapasan Manusia

1.2 Anatomi Sistem Pernapasan


Berikut anantomi sistem pernapasan (Irianto, K. 2012) :
a. Rongga Hidung
Hidung merupakan organ utama saluran pernapasan yang langsung
berhubungan dengan dunia luar yang berfungsi sebagai jalan masuk dan
keluarnya udara melalui proses pernapasan. Selain itu hidung juga
berfungsi untuk mempertahankan dan menghangatkan udara yang masuk,
sebagai filter dalam membersihkan benda asing yang masuk dan berperan
untuk resonansi suara, sebagai tempat reseptor alfaktorius. Rongga hidung
adalah organ yang sangat penting karena berfungsi sebagai tempat
masuknya udara menuju tenggorokan. Di samping itu, rongga hidung
menjaga kelembapan, suhu, dan tekanan udara. Di dalam rongga, terdapat
selaput lendir dan bulu hidung (silia). Bagian rongga dibentuk oleh tulang
tengkorak yang membentuk dinding-dinding hidung.
b. Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
c. Laring
Laring merupakan saluran pernapasan yang terletak antara orofaring dan
trakea , fungsi dari laring adalah sebagai jalan masuknya udara,
membersihkan jalan masuknya makanan ke esofagus dan sebagai produksi
suara. Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas epiglotis:
daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan
dan glotis: ostium antara pita suara dalam laring.
d. Trakhea
Trakea merupakan suatu cincin tulang rawan berbentuk U, terdiri dari 16-
20 buah, panjang : 10 cm, tebal 4-5 mm, diameter : 2.5 cm dan luas
permukaan : 5 cm2. Lapisan mukosa, kelenjar submukosa, jaringan otot.
e. Bronkus
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang dua keparu-paru
kanan dan paru-paru kiri.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
diameternya. Bronkus kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih sempit.
1. Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri Disebut bronkus lobaris kanan
(3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus). Bronkus lobaris kanan
terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi
menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian
terbagi lagi menjadi subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat
yang memiliki: arteri, limfatik dan saraf.
2. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus
mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas.
3. Brokiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis
yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia.
4. Bronkiolus Respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori.
Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara
jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar berada pada
rongga dada bagian atas, di bagian samping di batasi oleh otot dan rusuk
dan di bagianb bawah di batasi oleh diafragma yang berotot kuat.
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut Terletak dalam rongga
dada atau toraks Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang
berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar Setiap paru
mempunyai apeks dan basis Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3
lobus oleh fisura interlobaris Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2
lobus. Lobus-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai
dengan segmen bronkusnya.
g. Alveolus
Merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan bertanggung
jawab akan struktur paru-paru yang menyerupai kantong kecil terbuka
pada salah satu sisinya dan tempat pertukaran O2 dan CO2 Terdapat sekitar
300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.
1.3 Fisiologis Sistem Pernapasan
Fungsi paru–paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada
pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di
dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada
tekanan oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh
oksigen (LeMone dkk., 2016).
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme,
menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah
melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru
menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah
datang di paru – paru membawa terlalu banyak CO 2 dan terlampau sedikit O2;
jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri
bertambah. Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk memperbesar
kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2
dan memungut lebih banyak O2 (LeMone dkk., 2016).
Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah menjenuhkan
hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) megintari seluruh tubuh dan
akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan
memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung,
dan darah menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon dioksida (LeMone dkk.,
2016).
BAB 2. KONSEP DAN TEORI PNEUMONIA
2.1 Pengertian Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan gas setempat. Pneumonia
adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Sebagian besar disebabkan oleh
mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain
(aspirasi, radiasi, dan lain-lain). Penyebab penumonia adalah infeksi bakteri,
virus, maupun jamur. Pneumonia mengakibatkan jaringan paru mengalami
peradangan. Pada kasus pneumonia, alveoli terisi nanah dan cairan menyebabkan
kesulitan penyerapan oksigen sehingga terjadi kesulitan bernapas (Sari dan
Cahyati, 2019).
Menurut Bolon dkk (2020) pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran
pernapasan akut pada paru-paru. Pneumonia adalah infeksi parenkim paru yang
disebabkan oleh berbagai organisme, seperti bakteri, virus, dan jamur. Paru-paru
terdiri dari kantung-kantung kecil yang disebut alveoli, yang diisi dengan udara
ketika bernapas. Pada pneumonia infeksi dapat terjadi pada kantung udara disalah
satu atau kedua paru-paru (Bolon dkk., 2020). Ketika seseorang menderita
pneumonia maka alveoli diisi dengan nanah dan cairan, yang membuat seseorang
ketika bernapas terasa menyakitkan serta membatasi asupan oksigen (WHO,
2014).
2.2 Epidemiologi Pneumonia
Prevalensi pneumonia di Jawa Timur, penyakit pneumonia termasuk dalam 10
besar penyakit terbanyak rawat inap pada tahun 2012 dengan jumalah 2384
penderita. Jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2013 dengan jumlah
sampai sebanyak 2.841 jiwa, dan menjadi 3.856 jiwa pada 2014. Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa kejadian pneumonia meningkat pesat tiap tahunnya
(Hanifa, 2019).
2.3 Etiologi Pneumonia
Menurut American Lung Association; Mayo Clinic, (2020) penyebab dari
pneumonia sebagai berikut:
1. Pneumonia bacterial / tipikal karena infeksi streptococcus pneumonia,
stafilokokus aureus, streptokokus piogenesis, stafilokokus piogenes,
klebsiella pneumonia, escherichia coli, pseudomonas aeruginosa, yersinia
pestis, legionnaires bacillus.
2. Pneumonia atipikal (primer) karena infeksi mycoplasma, legionella dan
chlamydia.
3. Pneumonia virus karena infeksi adenoviruses, rhinovirus, influenza virus,
respiratory syncytial virus (RSV).
4. Pneumonia jamur (Sekunder) karena infeksi actinomyces Israeli,
aspergillus fumigatus, histoplasma capsulatum, kokidioides imitis,
histoplasma kapsulatum, blastomises dermatitidis, fikomisetes.
Terjadinya pneumonia dapat didukung dengan faktor predisposisi, seperti:
1. Kebiasaan merokok
2. Pasca infeksi virus
3. Penyakit jantung kronik
4. DM
5. Status imunodefisiensi
6. Tindakan invasife: infuse, intubasi, trakeostomi, pemasangan ventilator.
7. Lingkungan tempat tinggal lembab, kurang cahaya, dan kotor.
8. Keadaan alkoholik
2.4 Klasifikasi Pneumonia
Menurut (Mackenzie, 2016) pneumonia dapat diklasifiasikan menjadi 3 yaitu
sebagai berikut.
1) Berdasarkan klinis dan epidemologi :
a) Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia), pneumonia
menular antar orang yang belum atau baru saja dirawat di rumah sakit
dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur.
b) Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia atau nosokomial
pneumonia) adalah pneumonia diperoleh selama atau setelah rawat inap
untuk penyakit lain atau prosedur dengan onset setidaknya 72 jam
setelah masuk
c) Pneumonia Ventilator (Ventilator Acquired Pneuminia) disebabkan
karena penggunaan ventilator pada pasien setelah 48-72 jam atau
setelah proses intubasi trakea. Infeksi ini dapat muncul jika bakteri
masuk melalui lubang intubasi dan masuk ke pau-paru.
d) Pneumonia pada penderita immunocompromised
2) Berdasarkan bakteri penyebab
a) Pneumonia backerial atau tipikal, beberapa bakteri misalnya Klebsiella
pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi
influenza.
b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c) Pneumonia virus, disebabkan oleh virus influenza
d) Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised) disebabkan oleh Aspergillus Fumigatus
3) Berdasarkan predileksi infeksi
1. Pneumonia lobaris, seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat
terutama terdapat intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella
merupakan organisme penyebab tersering.
b. Bronkopneumonia, ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru, dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus.
c. Pneumonia interstisial, melibatkan daerah di antara alveoli dan dapat
disebut pneumonitis interstisial. Hal ini lebih cenderung disebabkan
oleh virus atau oleh bakteri atipikal.
2.5 Tanda dan Gejala
Gambaran klinis pneumonia ditunjukkan dengan adanya pelebaran cuping
hidung, ronki, dan retraksi dinding dada (chest indrawing). Biasanya ditandai
dengan ciri-ciri adanya demam, batuk disertai napas cepat. Gejala dan tanda
pneumonia tergantung kuman penyebab, usia, status imunologis, dan beratnya
penyakit. Gejala dan tanda dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik),
gejala pulmonal, pluera dan ekstraspulmonal. Gejal-gejala tersebut meliputi:
(Utama, 2018)
1. Demam dan menggigil
2. Sefalgia
3. Gelisah
4. Muntah, kembung,diare terjadi pada pasien dengan komplikasi gangguan
gastrointesinal)
5. Wheezing
6. Otitis medi, konjungtivitis, sinusitis
2.6 Patofisiologi
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan
oleh bakteria, virus atau fungi. Pneumonia dapat terjadi akibat masuknya
mikrorganisme ke paru-paru. Jika melalui saluran napas, mikrorganisme yang
masuk akan dilawan oleh berbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya
dengan batuk-batuk atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir di
tenggorokan untuk mengeluarkan mukus (lendir) dan terjadi proses peradangan.
Peradangan dan infeksi pada paru-paru mengakibatkan penurunan ventilasi karena
alveoli dipenuhi dengan eksudat inflamasi. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
umumnya bermanifestasi sebagai hipoksemia. Respon sistemik terhadap
pneumonia merupakan respons tubuh terhadap infeksi serius yakni demam.
Respons sistemik tidak langsung ini dapat menjadi petunjuk bahwa proses infeksi
adalah penyebab infiltrat paru. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus
menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan Jain dkk.,
(2020) :
1. Kongesti (24 jam pertama)
Eksudat yang kaya protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui
pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru
menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama
dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga
dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti
eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa
mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan
bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Terjadi kumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah
putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat
karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang
terserang.
4. Resolusi (8-11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan
kotoran inflamasi ke alveolus. Akibat dari masuknya mukus ke dalam
alveoli terjadi peningkatan konsentrasi protein cairan alveoli sehingga
menyebabkan tekanan hidrostatik meningkat dan tekanan osmosis
meningkat dan terjadi penurunan difusi sehingga terjadi akumulasi cairan
pada alveoli yang akan menekan saraf sehingga alveoli akan mengalami
cidera, menyebabkan timbulnya nyeri Akut, ganggun polat tidur.
Akumulasi cairan pada alveoli akan menyebabkan terjadinya gangguan
Pertukaran gas. Eksudat yang masuk ke dalam alveoli akan menyebabkan
konsolidasi di alveoli yang kemudian menyebabkan suplai oksigen
menurun yang menimbulkan terjadinya dispnea dan batuk sehingga
menyebabkan pola nafas tidak efektif. Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer dan intoleransi aktivitas. Penumpukan sekret akan terakumulasi di
jalan nafas sehingga timbul masalah keperawatan bersihan jalan tidak
efektif.
Bakteri Virus Jamur
2.6 Clinical Pathway

Infeksi Parenkim Paru

Antigen-Antibodi saling
berikatan Antigen Cedera Jaringan dan Kerusakan Sel

Pelepasan mediator nyei


Aktifasi Sel Mast
Pelepasan
dan Basofil Merangsang Nosiseptor sitokin
Fagositosis oleh
Netrogil dan Makrofag Pelepasan Histamin Medulla Spinalis
Aktivasi Bradikinin Mencapai Sistem
Saraf Pusat
Penampakan Fibrin, Nyeri Akut
Eksudat, Eritrosit dan Vasodilatasi Kapiler
Leukosit meningkat Gangguan Merangsang
Permeabilitas Kapiler Meningkat Pola Tidur hipotalamus

Penumpukan Hipertermia
Oedem Ruang Kapiler Alveoli
sekret pada Penurunan Saturasi O2 Metabolisme anaerob
bronkus meningkat
Perubahan membran Hipoksia Jaringan
Batuk, Respon SSP- alveolus-kapiler Ketidakseimbangan
Dyspneau Peningkatan
CNS Perfusi Perifer suplai dan
asam laktat
Hipoventilasi kebutuhan O2
tidak efektif
Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Penurunan Difusi Nyeri akut
Dyspneau Intoleransi Aktivitas
Nafas O2-CO2

Pola Nafas Gangguan


Tidak Efektif Pertukaran Gas
2.7 Komplikasi
Menurut Utama (2018) komplikasi yang sering terjadi menyertai pneumonia
adalah sebagai berikut.
1) Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
2) Efusi pleural adalah terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura
3) Empiema adalah efusi pleura yang berisi nanah
4) Gagal nafas
5) Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
6) Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
7) Pneumonia interstitial menahun
8) Atelektasis adalah (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi
karena obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Utama (2018) menjelaskan ada beberapa pemeriksaan penunjang
yang digunakan untuk menegakkan diagnose pneumonia :
1. Radiografi Dada
Radiografi dada pada pandangan posteroanterior dan lateral. Radiografi
tidak hanya mengkonfirmasi adanya pneumonia tetapi juga menunjukkan
distribusi dan luasnya penyakit dan kadang-kadang memberikan petunjuk
tentang sifat agen etiologi. Radiografi thoraks juga berguna untuk
menunjukkan adanya cairan pleura, yang sering menyertai pneumonia,
terutama yang berasal dari bakteri. Cairan pleural dapat berupa tipis dan
serosa atau kental dan purulen (Empyema).
2. BGA (Blood Gas Analysis)
Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru-
paru. Terjadi hipoksia (SaO2<95%) dan dapat berlanjut pada asidosis-
alkalosis (Abnormalitas PaCO2, PaO2, HCO3, pH)
3. Darah Lengkap
Tes darah digunakan untuk memastikan infeksi dan mencoba
mengidentifikasi jenis organisme yang menyebabkan infeksi. Secara
laboratorik ditemukan leukositosis 15.000-40.000/m
4. Tes Kultus Sputum
Sampel cairan dari paru-paru (dahak) diambil setelah batuk yang dalam
dan dianalisis untuk membantu menentukan penyebab infeksi dengan
cara needle biopsy, aspirasi trantrakheal, fiberoptic bronchoscopy, atau
biopsi paru-paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab.
Lebih dari satu tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti
Diplococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, A. Hemolytic
streptococcus, dan Hemophilus influenzae
5. Bilirubin biasanya mengalami peningkatan
2.9 Penatalaksanaan Medis
Menurut Utama (2018) penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan yaitu
dengan :
1. Penatalaksanaan farmakologi
a. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik harus disesuaikan usia, keadaan umum, dan
dugaan penyebab. Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam.
Bila tidak ada perbaikan klinis dilakukan perubahan pemberian
antibiotik sampai dinyarakan sembu. Lama pemberian antibiotik
tergantung dengan keamjuan klinis penderita dan hasil labolatorium
serta foto toraks.
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung
bawaan, keganasan, infeksi HIV) pemberian antibiotik harus segera
dimulai saat tanda awal pneumonia muncul dengan pilihan antibiotik:
sefalosporin generasi 3.
b. Pemberian oksigenasi dapat diberikan oksigen nasal atau masker,
monitor dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal napas segera beri
bantuan ventilasi mekanik
2. Penatalaksanaan non farmakologi
a. Mempertahankan suhu tubuh nornal melalui pemberian kompres
b. Pemberian cairan dan kalori yang cukup sesuai dengan berat badan,
kenaikan suhu dan status hidrasi
c. Jika sesak tidak terlalu parah dapat dilakukan diet melalui selang NGT
d. Koreksi hasil lab mengenai kelainan asam basa atau elektrolit yang
terjadi
BAB 3. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi, nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register,
diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering terjadi pada pasien pneumonia adalah sesak
napas, peningkatan suhu tubuh, dan batuk. Pada pasien dengan
pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul mendadak. Pasien biasanya
mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil. Adanya keluhan nyeri
dada, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas, dan kepala
nyeri
c. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang berhubungan dengan keluhan batuk biasanya
timbul mendadak dan tidak berkurang setelah meminum obat batuk yang
biasanya tersedia di pasaran. Pada awalnya keluhan batuk yang tidak
produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif
dengan mucus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan, dan seringkali
berbau busuk.
d. Riwayat penyakit dahulu
1) Penyakit yang pernah dialami
Penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru), diabetes mellitus,
imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV), ketergantungan alkohol,
aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang baru terjadi (misalnya
influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik, pascaoperasi
2) Alergi
Klien mungkin mengalami alergi yang bisa menimbulkan reaksi
inflamasi seperti peningkatan mucus atau yang lain
3) Imunisasi
Klien umumnya memiliki imunisasi lengkap
4) Life sytle
Kebiasaan terpapar polusi udara
5) Obat yang dikonsumsi
Diperlukan informasi terkait obat yang dikonsumsi oleh klien,
antibiotik atau yang berkaitan dengan peradangan
6) Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada yang mengalami hal
yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada yang mengalami
penyakit degeneratif
e. Pengkajian Keperawatan
1) Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Mengkaji bagaimana persepsi klien dan keluarga terkait sehat dan
sakit. Mengkaji bagaimana kebiasaan klien dan keluarga jika sedang
mengalami sakit (tenaga kesehatan apa yang dijadikan rujukan)
2) Pola nutrisi
Mengkaji berdasarkan Antopometri, Biomedical sign, clinical sign,
dan Diit makan. Umumnya pasien bisa mengalami penurunan energi
yang menyebabkan munculnya masalah mual muntah, dan perubahan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
3) Pola eliminasi
Mengkaji terkait balance cairan, serta mengkaji adanya masalah diare,
kontipasi, yang berhubungan dengan pola eliminasi. Umumnya jarang
ditemukan masalah terkait pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
Mengkaji terkait kemandirian klien dalam melakukan ADL dan
bagaimana kemampuan oksigenasi dan energi dalam melakukan
aktivitas. Umumnya klien akan mengalami intoleransi aktivitas
5) Pola tidur dan istirahat
Mengkaji terkait durasi frekuensi dan kualitas pada tidur pasien.
Umumnya karena sakit klien akan memiliki gangguan dalam pola
tidur atau insomnia
6) Pola kognitif dan persepsi
Mengkaji fungsi kognitif dan indra pasien umumnya tidak ditemukan
masalah pada pasien dengan pneumonia
7) Pola persepsi diri
Mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan gambaran diri,
identitas diri, ideal diri, dan harga diri. Umumnya klien tidak memiliki
masalah
8) Pola peran dan hubungan
Mengkaji terkait support system yang dimiliki klien, seperti keluarga
yang menunggu atau hubungan dengan teman. Dikarenakan pasien
harus menjalani hospitalisasi kemungkinan klien akan mengalami
masalasah interaksi sosial
9) Pola manajemen koping dan stres
Mengkaji koping klien saat menghadapi permasalahan
10) Sistem nilai dan keyakinan
Menanyakan kepada klien terkait keyakinan kepada sang pencipta,
keyakinan untuk sembuh, keyakinan menjalani hidupnya
f. Pengkajian fisik
1) Keadaan umum (TTV)
Mengalami peningkatan RR
2) Kepala
I: bentuk kepala simetris, persebaran rambut merata, warna rambut
hitam, rambut tidak berbau, tidak ada ketombe atau kutu
P : tidak ada penonjolan tulang kepala, tidak ada nyeri tekan
3) Mata
I: mata simetris kanan dan kiri, tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis, sklera putih, pupil bereaksi terhadap cahaya, reflek cahaya
positif ka/ki : 3/3, pupil dekstra dan sinistra isokor, mata tampak lelah
P: tidak ada penonjolan pada area mata, tidak ada nyeri tekan pada
area mata
4) Telinga
I: telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada lesi, tidak ada cairan yang
keluar seperti nanah atau darah (bloody otorhea)
P: tidak ada nyeri tekan pada area telinga
5) Hidung
I: hidung kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, menggunakan
pernafasan cuping hidung, terdapat mucus, memakai bantuan terapi O2
P: tidak ada nyeri tekan pada area hidung
6) Mulut
I: mukosa bibir kering, warna bibir pucat, lidah terlihat kotor, area
sekitar mulut, ada pursed lip breathing.
P: tidak ada nyeri tekan pada area mulut
7) Dada
Paru
I : bentuk simetris, tidak ada lesi, ada otot bantu pernafasan
P:tidak ada nyeri tekan, traktil fremitus seimbang.
P : sonor dari ICS 1-6 dekstra, suara sonor dari ICS 1-4 sinistra
A : ada suara nafas tambahan , ronki, wheezing
Jantung
I: ictus cordis tidak terlihat, tidak ada jejas, warna kulit sama dengan
kulit sekitarnya
P: ictus cordis teraba di ICS 5
P: pekak
A : terdengar bunyi S1 dan S2 tunggal

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan penurunan difusi O2
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
pada bronkus
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan batuk dan dispnea
d. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan saturasi
oksigen
e. Nyeri akut berhubungan dengan cedera jaringan alveoli
f. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan peningkatan metabolisme
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
3.3 Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (I.01014) 1. Mengetahui status
pertukaran keperawatan, pertukaran gas membaik Observasi pernapasan
gas dengan kriteria hasil: 1. Monitor frekuensi, irama, 2. Mengetahui pola
(L.01003) Pertukaran gas kedalaman dan upaya napas nafas
Skala Skala 2. Monitor pola napas (seperti 3. Mengetahui ekspansi
Kriteria hasil
awal akhir bradipnea, takipnea, hiperventilasi, paru
Dyspnea kussmaul, cheyne-stokes, biot, 4. Mencegah hipoksia
Bunyi napas ataksis) 5. Mencegah asidosis-
tambahan 3. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru alkalosis
Napas cuping 4. Monitor saturasi oksigen 6. Mengetahui infiltrat
hidung 5. Monitor nilai AGD dan keparahan
Ket: 1= Meningkat, 2= Cukup 6. Monitor hasil x-ray toraks penyakit
meningkat, 3= Sedang, 4= Cukup Terapeutik 7. Membuat kondisi
menurun, 5= Menurun 7. Atur interval pemantauan respirasi rileks pasien
Skala Skala sesuai kondisi pasien 8. Aspek legal etik
Kriteria hasil 8. Dokumentasikan hasil pemantauan 9. Standart keamanan
awal akhir
PO2 Edukasi pasien
Sianosis 9. Jelaskan tujuan dan prosedur 10. Meningkatkan
Pola napas pemantauan pengetahuan pasien
Warna kulit 10. Informasikan hasil pemantauan
Ket: 1= Memburuk, 2= Cukup
memburuk, 3= Sedang, 4= Cukup
membaik, 5= Membaik
2 Bersihan Setelah dilakukan tindakan Latihan batuk efektif (I.01006) 1. Mengetahui
jalan napas keperawatan, bersihan jalan napas Observasi kemampuan batuk
tidak efektif membaik dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi kemampuan batuk 2. Mencegah obstruksi
(L.01001) Bersihan jalan napas 2. Monitor adanya retensi sputum 3. Mencegah sepsis
Skala Skala 3. Monitor tanda dan gejala infeksi 4. Kepentingan uji lab
Kriteria hasil
awal akhir saluran napas 5. Memperlancar
Batuk efektif 4. Monitor sputum (mis. Jumlah dan sirkulasi udara
Ket: 1= menurun, 2= cukup menurun, karakteristik) 6. Mencegah sumbatan
3= sedang, 4= cukup meningkat, 5= Terapeutik 7. Mencegah
meningkat 5. Atur posisi semi-fowler atau penyebaran virus
Skala Skala fowler 8. Mengedukasi pasien
Kriteria hasil 6. Lakukan penghisapan lendir <15 9. Memberikan efek
awal akhir
Produksi sputum detik nyaman rileks
Mengi 7. Buang sekret pada tempat sputum 10. Membantu
Wheezing Edukasi pengeluaran sputum
Frekuensi napas 8. Jelaskan tujuan dan prosedur
Pola napas batuk efektif
Ket: 1= Meningkat, 2= Cukup 9. Anjurkan tarik napas dalam
meningkat, 3= Sedang, 4= Cukup melalui hidung selama 4 detik,
menurun, 5= Menurun ditahan selama 2 detik, kemudian
keluarkan dari mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan) selama 8
detik. Anjurkan mengulangi Tarik
napas dalam hingga 3 kali.
Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah Tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu
3 Pola napas Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas (I.01011) 1. Mengetahui status
tidak efektif keperawatan, pola napas membaik Observasi pola napas
dengan kriteria hasil: 1. Monitor pola napas (frekuensi, 2. Mencegah obstruksi
(L.01004) Pola napas kedalaman, usaha napas) 3. Meningkatkan
Skala Skala Terapeutik sirkulasi O2
Kriteria hasil
awal akhir 2. Pertahankan kepatenan jalan napas 4. Mengeluarkan
Dyspnea dengan head-tilt dan chin-lift (jaw- sputum
Penggunaan otot thrust jika curiga trauma servikal) 5. Mencegah hipoksia
bantu napas 3. Posisikan semi-fowler atau fowler 6. Meningkatkan suplai
Pernapasan 4. Lakukan fisioterapi dada, jika oksigen
pursed-lip perlu 7. Mengeluarkan
Pernapasan cuping 5. Lakukan hiperoksigenasi sebelum sputum
hidung penghisapan endotrakeal 8. Mengeluarkan
Ket: 1= Meningkat, 2= Cukup 6. Berikan oksigen, jika perlu sputum
meningkat, 3= Sedang, 4= Cukup Edukasi
menurun, 5= Menurun 7. Ajarkan teknik batuk efektif
Skala Skala Kolaborasi
Kriteria hasil 8. Kolaborasi pemberian
awal akhir
Kedalaman napas bronkodilator, ekspektoran,
Ket: 1= Memburuk, 2= Cukup mukolitik, jika perlu
memburuk, 3= Sedang, 4= Cukup
membaik, 5= Membaik

4 Perfusi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan syok (I.02068) 1. Mengetahui status CP


Perifer Tidak keperawatan, perfusi perifer meningkat Observasi 2. Mengetahui status
Efektif dengan kriteria hasil: 1. Monitor status kardiopulmonal Oksigen
(L.02011) Perfusi perifer (frekuensi dan kekuatan nadi, 3. Mencegah syok
Skala Skala frekuensi napas, TD, MAP) 4. Mencegah hipoksia
Kriteria hasil
awal akhir 2. Monitor status oksigenasi 5. Mengatasi gangguan
Warna kulit pucat (oksimetri nadi, AGD) ventilasi spontan
Kelemahan otot 3. Monitor status cairan (masukan 6. Monitor urine output
Ket: 1= Meningkat, 2= Cukup dan haluaran, turgor kulit, CRT) 7. Memberikan KIE/
meningkat, 3= Sedang, 4= Cukup Terapeutik pendidikan pasien
menurun, 5= Menurun 4. Berikan oksigen untuk 8. Mencegah syok
Skala Skala mempertahankan saturasi oksigen 9. Mencegah syok
Kriteria hasil >94% 10. Mencegah inflamasi
awal akhir
Akral 5. Persiapkan intubasi dan ventilasi
Turgor kulit mekanis, jika perlu
Ket: 1= Memburuk, 2= Cukup 6. Pasang kateter urin untuk menilai
memburuk, 3= Sedang, 4= Cukup produksi urin, jika perlu
membaik, 5= Membaik Edukasi
7. Jelaskan penyebab/faktor risiko
syok, tanda dan gejala awal syok
8. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian transfuse
darah, jika perlu
10. Kolaborasi pemberian anti
inflamasi, jika perlu
5 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238) 1. Mengetahui status
keperawatan, tingkat nyeri menurun Observasi nyeri
dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 2. Mengetahui status
(L.08066) Tingkat nyeri durasi, frekuensi, kualitas, nyeri
Skala Skala intensitas nyeri, skala nyeri 3. Mengetahui status
Kriteria hasil
awal akhir 2. Identifikasi respon nyeri non nyeri
Keluhan nyeri verbal 4. Memberikan KIE/
Meringis 3. Identifikasi faktor yang pendidikan pada
Sikap protektif memperberat dan memperingan pasien
Gelisah nyeri 5. Evaluasi terapi
Susah tidur 4. Identifikasi pengetahuan dan 6. Mencegah KTD
Ket: 1= Meningkat, 2= Cukup keyakinan tentang nyeri 7. Memberikan tindakan
meningkat, 3= Sedang, 4= Cukup 5. Monitor keberhasilan terapi untuk mengurangi
menurun, 5= Menurun komplementer yang sudah analgesik untuk
Skala Skala diberikan mengurangi nyeri
Kriteria hasil 6. Monitor efek samping penggunaan 8. Mengurangi nyeri
awal akhir
Frekuensi nadi analgetic berhubungan dengan
Pola napas Terapeutik lingkungan
Tekanan darah 7. Berikan teknik non farmakologis 9. Distraksi nyeri
untuk mengurangi rasa nyeri (mis. 10. Memberikan KIE/
Ket: 1= Memburuk, 2= Cukup
TENS, hypnosis, akupresur, terapi pendidikan pasien
memburuk, 3= Sedang, 4= Cukup
music, biofeedback, terapi pijat, 11. Memberikan KIE/
membaik, 5= Membaik
aromaterapi, teknik imajinasi pendidikan pasien
terbimbing, kompres hangat/dingi, 12. Langkah terakhir
terapi bermain) manajemen nyeri
8. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
9. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
10. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
11. Jelaskan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
6. Intolerasi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi (I. 05178)
Aktivitas keperawatanintoleransi aktivitas dapat Observasi
diatasi dengan kriteria hasil: 1. Identifkasi gangguan fungsi tubuh
(L.05047) Toleransi Aktivitas yang mengakibatkan kelelahan
Skala Skala Rasional: Mengetahui penyebab
Kriteria hasil
awal akhir kelelahan
Kemudahan dalam 2. Monitor kelelahan fisik dan
melakukan emosional
aktivitas sehari- Rasional: Mengetahui status
hari kelelahan
Kekuatan tubuh 3. Monitor pola dan jam tidur
bagian atas dan Rasional: Mengetahui kualitas tidur
bawah Terapeutik
Ket: 1= menurun, 2= cukup menurun, 4. Sediakan lingkungan nyaman dan
3= sedang, 4= cukup meningkat, 5= rendah stimulus (mis. Cahaya,
meningkat suara, kunjungan)
Skala Skala Rasional: Mengurangi kelelahan
Kriteria hasil 5. Lakukan rentang gerak pasif
awal akhir
Keluhan lelah dan/atau aktif
Dispnea saat Rasional: Mengurangi myalgia
aktivitas 6. Berikan aktivitas distraksi yang
Ket: 1= Meningkat, 2= Cukup menyenangkan
meningkat, 3= Sedang, 4= Cukup Rasional: Mengurangi nyeri
menurun, 5= Menurun 7. Fasilitas duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
atau berjalan
Rasional: Meningkatkan
kenyamanan
Edukasi
8. Anjurkan tirah baring
Rasional: Meningkatkan kualitas
istirahat tidur
9. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
Rasional: Mencegah keletihan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan asupan
makanan
Rasional: Meningkatkan imun
7 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan tidur (I.05174) 1. Mengetahui
pola tidur keperawatan gangguan pola tidur Observasi penyebab gangguan
dapat diatasi dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi faktor pengganggu tidur
(L.05045) Pola tidur yang membuat pasien sulit tidur 2. Meningkatkan
Skala Skala Terapeutik kualitas tidur
Kriteria hasil
awal akhir 2. Modifikasi lingkungan (membuat 3. Meningkatkan
Keluhan sulit tidur lingkungan terasa nyaman) kualitas tidur
Keluhan sulit 3. Lakukan prosedur meningkatkan 4. Mencegah adiksi
terjaga kenyamanan (mis: pengaturan 5. Teknik farmakologi
Ket: 1= menurun, 2= cukup menurun, posisi, pijat)
3= sedang, 4= cukup meningkat, 5= Edukasi
meningkat 4. Ajakan cara non farmakologi
Skala Skala lainnya (Relaksasi otot progresif
Kriteria hasil
awal akhir atau berdzikir)
Keluhan tidak Kolaborasi
puas tidur 5. Kolaborasi pemberian obat tidur,
Kemampuan jika perlu
beraktivitas
Ket: 1= Meningkat, 2= Cukup
meningkat, 3= Sedang, 4= Cukup
menurun, 5= Menurun
DAFTAR PUSTAKA

American Lung Association. 2020. What Causes Pneumonia?

Aung, A. Sivakumar, S. K. Gholami, S. P. Venkateswaran, B. Gorain, dan


Shadab. 2019. An Overview of the Anatomy and Physiology of the Lung.
Elsevier Inc. Nanotechnology-Based Targeted Drug Delivery Systems for
Lung Cancer.

Bolon, C., D. Siregar, L. Kartika, A. Supinganto, S. Manurung, Y. Sitanggang, N.


Siagian, dan S. Siregar. 2020. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Mahasiswa
Kebidanan. Medan: Yayasan Kita Menulis.

Irianto, K. 2012. Anatomi dan Fisiologi. Bandung : Alfabeta

Jain, V., R. Vashisht, G. Yilmaz, dan A. Bhardwaj. 2020. Pneumonia Pathology

LeMone, P., K. M. Burke, dan G. Bauldoff. 2016. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Dalam 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Mackenzie, G. 2016. The definition and classification of pneumonia. Pneumonia.


1–5.

Sari, M. P. dan W. H. Cahyati. 2019. Higeia journal of public health tren


pneumonia di kota semarang tahun 2012-2018. 3(3):407–416.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan Indinesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Utama, S. Y. A. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem


Respirasi.Yogyakarta: Deepublish Publisher.

Anda mungkin juga menyukai