Disusun Oleh:
5
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 2022.04.14901.055
6
BAB I
PENDAHULUAN
7
6
1.1.2.4 Trakhea
Trakea merupakan organ tabung antara laring sampai dengan puncak paru,
panjangnya sekitar 10-12 cm, setinggi servikal 6-torakal 5. Disebut juga batang
tenggorokan . Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina.
1.1.2.5 Bronkus
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang dua keparu-paru kanan
dan paru-paru kiri.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
diameternya.Bronkus kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih sempit.
1.1.2.5.1 Bronkus
a) Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri Disebut bronkus lobaris kanan
(3
b) lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
c) Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan
d) bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
e) Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi subsegmental
yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan
saraf
1.1.2.5.2 Bronkiolus
a) Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
b) Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
napas.
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar berada pada
rongga dada bagian atas, di bagian samping di batasi oleh otot dan rusuk dan di
bagianb bawah di batasi oleh diafragma yang berotot kuat. Merupakan organ yang
elastis berbentuk kerucut Terletak dalam rongga dada atau toraks Kedua paru
dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh
darah besar Setiap paru mempunyai apeks dan basis Paru kanan lebih besar dan
terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris Paru kiri lebih kecil dan terbagi
menjadi 2 lobus Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen
sesuai dengan segmen bronkusnya.
1.1.2.7 Alveolus
satu sisinya dan tempat pertukaran O2 dan CO2 Terdapat sekitar 300 juta yang
jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.
1.1.2.8 Fisiologi Sistem Pernafasan
Fungsi paru- paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.Pada
pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di
dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada
tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh
oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli
dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung
dan mulut. Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang
meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak
badan, lebih banyak darah datang di paru – paru membawa terlalu banyak CO2
dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka
konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat
pernapasan dalam otak unutk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan.
Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.
Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah
menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) megintari
seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat
lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan
oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon
dioksida.
digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat dinilai jika
pasien telah menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan. Yang perlu
dipahami adalah bahwa keparahan asma bukanlah bersifat statis, namun bisa
berubah dari waktu-waktu, dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun, (GINA,
2015) Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1) Asma ringan
Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1 atau tahap 2,
yaitu terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat pengontrol dengan
intensitas rendah seperti steroid inhalasi dosis rendah atau antogonis
leukotrien, atau kromon.
2) Asma sedang
Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu terapi dengan
obat pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus long acting beta
agonist (LABA).
3) Asma berat
Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu terapi dengan
obat pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long acting beta
agonist (LABA) untuk menjadi terkontrol, atau asma yang tidak terkontrol
meskipun telah mendapat terapi.
Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol. Asma
yang tidak terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang
kurang tepat, kurangnya kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau
ada komorbiditas. Asma yang tidak terkontrol relatif bisa membaik dengan
pengobatan. Sedangkan asma berat merujuk pada kondisi asma yang
walaupun mendapatkan pengobatan yang adekuat tetapi sulit mencapai
kontrol yang baik.
1.1.5 Patofisiologi
Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggap merupakan penyakit
yang disebabkan karena adanya penyempitan bronkus saja, sehingga terapi utama
pada saat itu adalah suatu bronkodilator, seperti betaegonis dan golongan metil
ksantin saja. Namun, para ahli mengemukakan konsep baru ayng kemudian
digunakan hingga kini, yaitu bahwa asma merupakan penyakit inflamasi pada
12
mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel inflamasi utama yang
turut berkontribusi pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara lain adalah
sel mast, limfosit, dan eosinofil, sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat
dalam asma adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa
sitokin yaitu : interleukin (Zullies, 2016)
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari
meningkatnya responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya rangsangan dari
luar, yang disebut alergen. Rangsangan ini kemudian akan memicu pelepasan
berbagai senyawa endogen dari sel mast yang merupakan mediator inflamasi,
yaitu histamin, leukotrien, dan faktor kemotaktik eosinofil. Histamin dan
leukotrien merupakan bronkokonstriktor yang poten, sedangkan faktorkemotaktik
eosinofil bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinophil menuju tempat
terjadinya peradangan yaitu di bronkus (Zullies, 2016).
14
Reaksi antigen-antibody
Asma Bronkial
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016), tanda dan
gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
2.1.4.1 Studium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c) Wheezing belum ada
d) Belum ada kelainana bentuk thorak
e) Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE.
f) Blood gas analysis (BGA) belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :
a) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b) Wheezing
c) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d) Penurunan tekanan parial O2
2.1.4.2 studium lanjut/kronis
a) Batuk, ronchi
b) Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
c) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e) Thorak seperti barel chest
f) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g) Sianosis
h) Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %
i) Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop, batuk
produktif, sering pada malam hari, nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi
memanjang.
16
2.1.5 Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu toraks menbungkuk ke
depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letaknya rendah,
gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma
kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga
dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah
atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkietasis, dan
bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus
dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat
yang biasa disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat
menyebabkan kematian, kegagalan pernafasan dan kegagalan jantung.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan diagnostik bagi para
penderita asma, antara lain :
2.1.6.1 uji faal paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan
penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter,
caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa kali (sebelumnya menarik
napas dalam melalui mulut kemudian menghembuskan dengan kuat) dan
dicatat hasil.
2.1.6.2 foto toraks
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung pertama kali di
poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada penyakit lain. Pada pasien
asma yang telah kronik akan terlihat jelas adanya kelainan berupa hiperinflasi
dan atelektasis.
2.1.6.3 pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung. Bila tidak
17
eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu juga, dilakukan uji tuberkulin
dan uji kulit dengan menggunakan alergen.
2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2, yaitu :
penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut/saat serangan.
2.1.7.1 Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol
dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat pelega diberikan
pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan dan
diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus.
2.1.7.2 Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
a) Mengatasi gejala serangan asma
b) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
c) Mencegah terjadinya kekambuhan
d) Mencegah kematian karena serangan asma
Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi 7
komponen, yaitu :
1) Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi tidak
hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang
membutuhkan energi pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang
kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2) Menilai dan monitor berat asma secara berkala Penilaian klinis berkala
antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak
dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan berbagai
faktor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi
18
Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi
kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma. Rencanakan pengobatan asma
jangka panjang sesuai kondisi penderita, realistik/ memungkinkan bagi
penderita dengan maksud mengontrol asma.
2.1.7.5 Menetapkan pengobatan pada serangan akut
Pengobatan pada serangan akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap 4 jam,
alternatifnya Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV, Adrenalin 1/1000 0,3 ml
SK, dan oksigen bila mungkin Kortikosteroid sistemik.
2.1.7.6 kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan
oleh dokter yaitu:
a) Tindak lanjut (follow-up) teratur
b) Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila diperlukan
2.1.7.7 Pola hidup sehat
a) Meningkatkan kebugaran fisik
Olahraga menghasilkan kebugaran fisik secara umum. Walaupun terdapat salah
satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah execrise, akan tetapi tidak
berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Senam asma Indonesia
(SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan
menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada
olahraga umumnya.
a) Berhenti atau tidak pernah merokok
b) Lingkungan kerja.
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan asma.
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.2.1 pengkajian keperawatan
1.2.1.1 Pernafasan (B1: Breathing).
a) Inspeksi.
Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta penggunaan
otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara yang tertangkap) atau
20
bisa juga normo chest, penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir
dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak fektif dan penggunaan otot- otot bantu
nafas (sternocleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat
aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan
mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hiper sonor sedangkan
diafrgama menurun.
d) Auskultasi.
Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar
oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi
(hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan
gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikat tali sepatu,
mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersorial). Paru yang
mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus
tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Pasien
rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini.
Setelah infeksi terjadi, pasien mengalami mengi yang berkepanjangan saat
ekspirasi.
1.2.1.2 Kardiovaskuler (B2:Blood).
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak mengalami
pergeseran. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.
Kepala dan wajah jarang dilihat adanya sianosis.
21
Perpusi periper tidak efektif b.d Tingkat cedera (L.02011 Hal 84) Observasi:
Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1. Identifikasi obat yang berpotensi
suplai O2 ke tubuh berkurang
Selama 1 X 7 Jam Diharapkan Tingkat menyebabkan cidera
(D.0003) hal. 22 Cedera Menurun Dengan Kriteria Hasil 2. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau
1. Kejadian cedera menurun dengan nilai 5 stoking elastis pada ekstremitas bawah
2. Toleransi aktifitas meningkat dengan Terapeutik:
nilai 5 1. Sediakan pencahayaan yang memadai
3. Ketegangan otot menurun dengan nilai 2. Sosialisasikan pasien dan keluarga
5 dengan lingkungan rawat inap
3. Sediakan alas kaki antislip
4. Sediakan urinal atau urinal untk
eliminasi di dekat tempat tidur, Jika
perlu
5. Pastikan barang-barang pribadi mudah
dijangkau
6. Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk beberapa menit
sebelum berdiri
26
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
Penderita/ Rujukan
() Datang sendiri, diantar oleh : suami
( ) Dikirim dari puskesmas/ RB/RS…………………………………………… Dengan pengantar dari paramedis / bidan/ perawat/ dokter
( ) Dikirim oleh polisi :………………………………………………………… Dengan/ tidak disertai permintaan visum Et Repertum
B. Kesehatan Umum
Keluhan saat MRS / mekanisme kejadian :Klien diantar oleh suami pada tanggal 28 juni 2023 dengan keluhan Riwayat Alergi : Riwayat Alergi: (x) tidak
sesak nafas dan batuk pilek, kliem mengatakan sebelumnya dirumah ( )
juga ada dinebu combivent namun sesak tidak berkurang .
( ) Ya: jenis alergi: ______________________
( ) Obat, jelaskan _______________________
Riwayat Penyakit / Pengobatan : riwayat asma sejak tahun 2010 ( ) Makanan, jelaskan ____________________
( ) lain-lain, jelaskan
_____________________
C. Data Khusus
Prioritas Triage: Biru Merah Kuning Hijau Putih Hitam
(Prioritas 1) (Prioritas 2) (Prioritas 3) (Prioritas 4) (Prioritas 5) (Prioritas 0)
JALAN NAPAS PERNAPASAN SIRKULASI KETIDAKMAMPUAN KETERPAPARAN
(AIRWAY) (BREATHING) (CIRCULATION) (DISABILITY) (EXPOSURE)
Bebas Spontan Nadi : Kuat □ Lemah Respon : Jejas : Tidak
D. PRIMARY
- Thorax
Vesikuler (+), ronkhi (-),wheezing (-) resutasi jantung S1-S2 reguler PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Abdomen Soepel , Bising usus (+) 5-35 x/menit , nyeri tekan (-) Hasil Laboratorium :
Hasil CT Scan :
Konsultasi Spesialis :
NRS
KONDISI PSIKOLOGI
Masalah perkawinan : tidak ada □ ada : Cerai / istri baru / simpanan / lain-lain : ........................................................................
Mengalami kekerasan fisik : tidak ada □ ada Mencederai diri / orang lain : □ pernah tidak pernah
Trauma dalam kehidupan : tidak ada □ ada Jelaskan : .......................................................................................................................
Gangguan tidur : tidak ada □ ada
Konsultasi dengan
: tidak ada □ ada
psikologi/psikiater
SKOR TOTAL : ( ) Mandiri (20), ( ) Ketergantungan ringan (12-19), ( ) Ketergantungan sedang (9-11), ( ) Ketergantungan berat (5-8),
( ) Ketergantungan total (0-4)
34
Berpindah dengan
Kurang 3 Apatis 3 3 Ada keterbatasan 3 Hilang timbul 3
bantuan
Nilai : ( ) Resiko sangat tinggi (< 10) ( ) Resiko tinggi (10-14) ( ) Resiko sedang (15-18) ( ) Resiko rendah (>18)
Berat Badan (BB) sekarang : ______ kg 2. Apakah nafsu makan Anda berkurang?
IMT : ______ □ Tidak 0
BB Biasanya : ______ kg □ Ya 1
Tinggi Badan (TB) : ______ cm
1. Apakah Berat Badan (BB) Anda menurun
Total Skor
akhir-akhir ini tanpa direncanakan?
□ Tidak 0 Nilai MST : □ Resiko Rendah (MST = 0-1)
□ Ya, bila ya berapa penurunan berat badan Anda? □ Resiko Sedang (MST = 2-3)
□ 1 – 5 kg 1 □ Resiko Tinggi (MST = 4-5)
□ 6 – 10 kg 2 Catatan :
□ 11 – 15 kg 3 * Bila pasien beresiko tinggi (MST 4-5) dengan penyakit DM, batu ginjal,
□ > 15 kg 4 batu ginjal/jantung, kanker, stroke, hati, HIV, TB, gangguan saluran
□ Tidak yakin 2 cerna, geriatric dan pediatric dirujuk ke ahli gizi
1. Keefektifan bersihan jalan napas b.d. obstruksi trakeobronkial, adanya □ Lakukan manuver jaw trust, head thilt dan chin lift.
benda asing pada jalan napas, sekret tertahan di saluran napas. □ Keluarkan benda asing, lakukan suction, needle cricothyroidectomy.
2. Resiko aspirasi b.d. trauma wajah, mulut atau leher, penurunan tingkat □ Pasang OPA, NPA, ETT, stabilisasi cervical (collar brace).
kesadaran, peningkatan tekanan intragastrik. □ Berikan bantuan napas buatan, ventilasi mekanik, ventilasi dengan
3. Ketidakefektifan pola napas b.d. nyeri, cedera pada spinal, kelelahan ventilator.
otot pernapasan, kerusakan otot rangka. Berikan O2 sesuai kebutuhan melalui nasal canula, masker.
4. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan kapasitas darah membawa Monitor SaO2.
oksigen, ketidakseimbangan membran pertukaran kapiler dan alveolus. Monitor tanda-tanda vital secara periodik.
5. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kekuatan jantung dalam Monitor tingkat kesadaran secara periodik.
melawan kontraksi otot jantung, menurunnya keluaran jantung, □ Monitor EKG.
penurunan isi sekuncup yang disebabkan oleh masalah elektrofisiologis. Pasang infus, sampel darah, cek AGD.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan (cerebral, cardiopulmonar, renal, □ Hentikan perdarahan, KIE banyak minum.
gastrointestinal, periferal) b.d. penurunan pertukaran sel, hipovolemia, □ Berikan posisi semiflower.
penurunan aliran darah arteri. □ Berikan posisi head up 30º
7. Kekurangan / resiko kekurangan volume cairan b.d. kehilangan volume □ Pasang dower cateter untuk monitor cairan keluar.
cairan aktif, kerusakan mekanisme regulasi. □ Berikan cairan intravena, cairan koloid, darah atau produk darah,
8. Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme regulasi yang terganggu. ekspander plasma.
9. Diare b.d. penyalahgunaan laxatif, proses infeksi, malabsorpsi. □ Kaji turgor kulit dan membran mukosa mulut.
10. Retensi urin b.d. obstruksi traktus urinarius, gangguan neurovaskular, □ Awasi tetesan cairan, berikan cairan sesuai kebutuhan.
trauma, hipertofi blader prostat. □ Pasang NGT
11. Nyeri akut, kronis b.d. spasme otot dan jaringan, trauma jaringan, □ Kumbah Lambung
35
ketidakmampuan fisik kronik. Atasi nyeri, delegatif pemberian analgetika, teknik distraksi, relaksasi.
12. Hipertermia b.d. dehidrasi, peningkatan kecepatan metabolisme, □ Lakukan perawatan luka dengan teknik septik aseptik.
trauma, proses perjalanan penyakit. □ Berikan kompres hangat.
13. Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan muskuloskletal dan □ Berikan posisi semiflower bila tidak ada kontraindikasi.
neuromuskular, kehilangan integritas struktur tulang, penurunan □ Delegatif pemberian antipiretik.
kekuatan dan ketahanan tubuh. □ Monitor intake dan output cairan.
14. Pk Anemia. □ Pasang spalk, lakukan imobilisasi.
15. Konstipasi b.d. diet, asupan cairan, tingkat aktivitas, kebiasaan defekasi. □ Kaji tanda-tanda kompartemen pada daerah distal dari fraktur.
16. Resiko jatuh b.d. penyakit, gangguan keseimbangan, penurunan status □ Pastikan pengaman terpasang dan rem tempat tidur terkunci dengan baik.
mental, penggunaan obat, penggunaan alkohol. □ Pasang gelang kuning pada pasien sebagai penanda pasien perlu
17. Resiko mencederai diri dan orang lain berhubungan dengan agresif. pengawasan.
18. Gaduh gelisah b.d. penyakitnya. □ Lakukan pengikatan pasien, kolaborasi obat penenang.
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
36
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS :Klien mengatakan Kontraksi otot polos Pola nafas
saya merasa merasa sesak meningkat tidak efektif
DO : Bronkospasme
Klien tampak lelah
Klien tampak lemas Saluran nafas menyempit
Klien tampak sesak
Klien terpasang O2 3 Saluran nafas menyempit
liter/menit nasal
kanul dyspnoe,takipnoe gangguan
TTV: otot bantu nafas
TD : 157/61 mmHg
Pola nafas tidak efektif
N : 102 x/menit
S : 36,,3 ◦C
RR : 24 x/menit
37
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS :Klien mengatakan Sekresi mukosa meningkat Bersihan jalan
saya ada batuk dan pilek nafas tidak
Produksi mukus meningkat
DO : efektif
Klien tampak lelah Penyempitan saluran nafas
Klien tampak lemas
Klien tampak sesak Wheezing, batuk tidak efektif,
Klien terpasang O2 3 ketidak mampuan untuk
liter/menit nasal mengeluarkan sekresi jalan
kanul napas
Klien tampak batuk-
batuk Bersihan jalan nafas tidak
TTV: efektif
TD : 157/61 mmHg
N : 102 x/menit
S : 36,,3 ◦C
RR : 24 x/menit
38
PRIORITAS MASALAH
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan gagal pompa ventrikel kanan
ditandai dengan klien tampak lelah ,klien tampak lemas ,klien tampak
sesak ,klien terpasang O2 3 liter/menit TTV: TD:157/61 mmHg, N:102
x/menit, S :36,3 ◦C, RR: 24 x/menit
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
meningkat ditandai dengan klien tampak lelah ,klien tampak lemas ,klien
tampak sesak ,klien terpasang O2 3 liter/menit, klien tampak batuk-batuk
TTV: TD:157/61 mmHg, N:102 x/menit, S :36,3 ◦C, RR: 24 x/menit
39
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Pasien: Ny. S
Ruang Rawat : Ruang Instalasi Gawat Darurat
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
1. Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
selama 1x7 jam diharapkan pola napas 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
berhubungan dengan gagal efektif dengan kriteria hasil: usaha napas)
pompa ventrikel kanan ditandai 1. Dyspnea menurun skor 5 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling,
2. Penggunaan otot bantu napas menurun mengi, wheezing, ronkhi kering)
dengan klien tampak lelah ,klien
skor 5 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
3. Ortopnea menurun skor 5 Terapeutik
tampak lemas ,klien tampak 4. Pernapasan pursed-lip menurun skor 5 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
sesak ,klien terpasang O2 3 5. Pernapasan cuping hidung menurun skor head-tilt (jaw-thrust jika curiga trauma
5 servikal)
liter/menit TTV: TD:157/61 6. Frekuensi napas membaik skor 5 2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
7. Kedalaman napas membaik skor 5 3. Berikan minum hangat
mmHg, N:102 x/menit, S :36,3 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
◦C, RR: 24 x/menit 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
40
Senin -28-06-2023 1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha S: Klien mengatakan masih terasa sesak
napas)
2. Memonitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, O:
mengi, wheezing, ronkhi kering) SPO2 96 %
3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Sesak klien brkurang
4. Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt (jaw-thrust jika curiga trauma servikal) Tidak ada bunyi nafas tambahan
5. Memposisikan semi-Fowler atau Fowler Vesiskuler (+)
6. Memberikan minum hangat Klien diposisikan semi fowler
7. Memberikan oksigen, jika perlu Klien diberikan O2 3 liter/menit nasal
Diagnosa kanul
keperawatan 1 Klien diberikan nebu combivent (+)
TTV:
TD : 157/61 mmHg
S : 36,3 ˚C
RR : 24 x/menit
N : 102 x/ menit
Tanda tangan
Hari / Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Senin 25-10- 2021 1. Memonitor frekuensi,irama, S : Klien mengatakan masih merasanyeri pada
kedalaman dan upaya napas bagian dada sebelah kirinya ma
2. Memonitor pola nafas O:
3. Memonitor kemampuan batk efektif SPO2 96 %
4. Memonitor adannya sputum Tidak ada bunyi nafas tambahan
5. Mengauskultasi bunyi nafas Vesiskuler (+) Purnadi Nakalelu
6. Atur interval pemantauan respirasi Klien diposisikan semi fowler
Diagnosa sesuai kondisi pasien Klien diberikan O2 3 liter/menit nasal
Keperawatan I 7. Dokumentasi hasil pemantauan kanul
8. Jelaskan tujuan dan prosedur Klien diberikan OBH 1x15 ml
pemantauan
Batuk klien berkurang setelah
9. Informasi hasil pemantauan,,jika
diberikan nebu
perlu
TTV:
TD : 157/61 mmHg
S : 36,3 ˚C
RR : 24 x/menit
N : 102 x/ menit
A: bersihan jalan nafas teratasi sebagian
P:lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8 dan 9
1. Memonitor frekuensi,irama, kedalaman
dan upaya napas
2. Memonitor pola nafas
3. Memonitor kemampuan batk efektif
4. Memonitor adannya sputum
5. Mengauskultasi bunyi nafas
6. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
45
kondisi pasien
7. Dokumentasi hasil pemantauan
8. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
9. Informasi hasil pemantauan,,jika perlu
46
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2011.LP Asma. (dalam http://askepreview.wordpress.com/2011/07/13/lp-
asma/. Diakses tanggal 17 September 2013 (16:30).
Clark Varnell Margaret. (2013). Asma; Panduan Penatalaksanaan Klinis. Jakarta :
EGC
Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan.
Yogyakarta : Bursa Ilmu
Infodatin 2017. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN 2442-7659.
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil K
eperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
47