Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY.S DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL


DIRUANG UNIT GAWAT DARURAT Dr.DORIS
SLYVANUS PALANGKA RAYA

Disusun Oleh:

Nama : Purnadi Nakalelu


Nim : 2022.04.14901.055

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
T.A 2022/2023

5
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Purnadi Nakalelu

NIM : 2022.04.14901.055

Program Studi : Profesi Ners

Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada


Ny.S Dengan Diagnosa Keperawatan Asma Bronkial
Diruang Unit Gawat Darurat Dr.Doris Slyvanus Palangka
Raya

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra-klinik Keperawatan Program profesi ners Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Surya Agustina Ners., M.kep Rysa Merina, Ners., M.kep

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Konsep Penyakit


1.1.1 Pengertian Asma
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang
ditandai dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan
timbul terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran
pernapasan. (Infodatin, 2017)
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan menjadi
hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema, dan
hipersekresi kelenjar.(Nelson, 2013)
Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami penyempitan
karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan. (Amin & Hardi, 2016) Beberapa faktor penyebab asma, antara lain
umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Asma
dibedakan menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :
1) Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan
lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Gangguan asma bronkial
juga bisa muncul lantaranadanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan iniakibat
berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput
lendir, dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
2) Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat.
Kejadian ini disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada
saat penderita sedang tidur.

7
6

1.1.2 Anatomi Fisiologi


1.1.2.1 Rongga Hidung

Hidung merupakan organ utama saluran pernapasan yang langsung


berhubungan dengan dunia luar yang berfungsi sebagai jalan masuk dan keluarnya
udara melalui proses pernapasan. Selain itu hidung juga berfungsi untuk
mempertahankan dan menghangatkan udara yang masuk, sebagai filter dalam
membersihkan benda asing yang masuk dan berperan untuk resonansi suara,
sebagai tempat reseptor alfaktorius.
1.1.2.2 Faring

Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan


makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan
mulut sebelah depan ruas tulang leher.
1.1.2.3 Laring
Laring merupakan saluran pernapasan yang terletak antara orofaring dan
trakea , fungsi dari laring adalah sebagai jalan masuknya udara, membersihkan
jalan masuknya makanan ke esofagus dan sebagai produksi suara. Laring sering
disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
1.1.2.3.1 Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah
laring selama menelan
1.1.2.3.2 Glotis : ostium antara pita suara dalam laring
7

1.1.2.4 Trakhea

Trakea merupakan organ tabung antara laring sampai dengan puncak paru,
panjangnya sekitar 10-12 cm, setinggi servikal 6-torakal 5. Disebut juga batang
tenggorokan . Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina.
1.1.2.5 Bronkus
Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang dua keparu-paru kanan
dan paru-paru kiri.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar
diameternya.Bronkus kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih sempit.
1.1.2.5.1 Bronkus
a) Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri Disebut bronkus lobaris kanan
(3
b) lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)
c) Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan
d) bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental
e) Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi subsegmental
yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan
saraf
1.1.2.5.2 Bronkiolus
a) Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus
b) Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan
napas.

1.1.2.5.3 Bronkiolus Terminalis


8

a) Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis


(yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
1.1.2.5.4 Bronkiolus Respiratori
a) Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori
b) Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan
napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.
1.1.2.6 Paru-Paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar berada pada
rongga dada bagian atas, di bagian samping di batasi oleh otot dan rusuk dan di
bagianb bawah di batasi oleh diafragma yang berotot kuat. Merupakan organ yang
elastis berbentuk kerucut Terletak dalam rongga dada atau toraks Kedua paru
dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh
darah besar Setiap paru mempunyai apeks dan basis Paru kanan lebih besar dan
terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris Paru kiri lebih kecil dan terbagi
menjadi 2 lobus Lobos-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen
sesuai dengan segmen bronkusnya.
1.1.2.7 Alveolus

Merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan bertanggung


jawab akan struktur paru-paru yang menyerupai kantong kecil terbuka pada salah
9

satu sisinya dan tempat pertukaran O2 dan CO2 Terdapat sekitar 300 juta yang
jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.
1.1.2.8 Fisiologi Sistem Pernafasan
Fungsi paru- paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.Pada
pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler
pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di
dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada
tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh
oksigen.
Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan
metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli
dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung
dan mulut. Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang
meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak
badan, lebih banyak darah datang di paru – paru membawa terlalu banyak CO2
dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka
konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat
pernapasan dalam otak unutk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan.
Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.
Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah
menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) megintari
seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat
lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk memungkinkan
oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya, yaitu karbon
dioksida.

1.1.3 Etiologi Asma


Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkaan faktor autonom,
10

imunologis, infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada


berbagai individu. Pengendalian diameter jalan napas dapat dipandang sebagai
suatu keseimbangan gaya neural dan humoral. Aktivitas bronkokonstriktor neural
diperantarai oleh bagian kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus
pada epitel jalan napas, disebut reseptor batu atau iritan, tergantung pada
lokasinya, mencetuskan refleks arkus cabang aferens, yang pada ujung eferens
merangsang kontraksi otot polos bronkus.
1) Faktor imunologis
Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik,
eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti
debu rumah, tepungsari, dan ketombe. Bentuk asma adanya instrinsik dan
ekstrinsik. Perbedaan intrinsik dan ekstrinsik mungkun pada hal buatan
(artifisial), karena dasar imun pada jejas mukosa akibat mediator pada
kedua kelompok tersebut. Asma ekstrinsikmungkin dihubungkan dengan
lebih mudahnya mengenali rangsangan pelepasan mediator daripada
asma instrinsik.
2) Faktor endokrin
Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan
menstruasi, terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat wanita
menopause. Asma membaik pada beberapa anak saat pubertas.
3) Faktor psikologis
Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa
yang berpenyakit asma, tetapi “penyimpangan” emosional atau sifat-sifat
perilaku yang dijumpai pad anak asma tidak lebih sering daripada anak
dengan penyakit cacat kronis yang lain.(Nelson, 2013).

1.1.4 Klasifikasi Asma


Keparahan asma juga dapat dinilai secara retrospektif dari tingkat obat yang
11

digunakan untuk mengontrol gejala dan serangan asma. Hal ini dapat dinilai jika
pasien telah menggunakan obat pengontrol untuk beberapa bulan. Yang perlu
dipahami adalah bahwa keparahan asma bukanlah bersifat statis, namun bisa
berubah dari waktu-waktu, dari bulan ke bulan, atau dari tahun ke tahun, (GINA,
2015) Adapun klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1) Asma ringan
Adalah asma yang terkontrol dengan pengobatan tahap 1 atau tahap 2,
yaitu terapi pelega bila perlu saja, atau dengan obat pengontrol dengan
intensitas rendah seperti steroid inhalasi dosis rendah atau antogonis
leukotrien, atau kromon.
2) Asma sedang
Adalah asma terkontrol dengan pengobatan tahap 3, yaitu terapi dengan
obat pengontrol kombinasi steroid dosis rendah plus long acting beta
agonist (LABA).
3) Asma berat
Adalah asma yang membutuhkan terapi tahap 4 atau 5, yaitu terapi dengan
obat pengontrol kombinasi steroid dosis tinggi plus long acting beta
agonist (LABA) untuk menjadi terkontrol, atau asma yang tidak terkontrol
meskipun telah mendapat terapi.
Perlu dibedakan antara asma berat dengan asma tidak terkontrol. Asma
yang tidak terkontrol biasnya disebabkan karena teknik inhalasi yang
kurang tepat, kurangnya kepatuhan, paparan alergen yang berlebih, atau
ada komorbiditas. Asma yang tidak terkontrol relatif bisa membaik dengan
pengobatan. Sedangkan asma berat merujuk pada kondisi asma yang
walaupun mendapatkan pengobatan yang adekuat tetapi sulit mencapai
kontrol yang baik.
1.1.5 Patofisiologi
Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggap merupakan penyakit
yang disebabkan karena adanya penyempitan bronkus saja, sehingga terapi utama
pada saat itu adalah suatu bronkodilator, seperti betaegonis dan golongan metil
ksantin saja. Namun, para ahli mengemukakan konsep baru ayng kemudian
digunakan hingga kini, yaitu bahwa asma merupakan penyakit inflamasi pada
12

saluran pernafasan, yang ditandai dengan bronkokonstriksi, inflamasi, dan respon


yang berlebihan terhadap rangsangan (hyperresponsiveness). Selain itu juga
terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan penurunan kecepatan aliran
udara akibat penyempitan bronkus. Akibatnya terjadi hiperinflasi distal,
perubahan mekanis paruparu, dan meningkatnya kesulitan bernafasan. Selain itu
juga dapat terjadipeningkatan sekresi mukus yang berlebihan (Zullies, 2016).
Secara klasik, asma dibagidalam dua kategori berdasarkan faktor
pemicunya, yaitu asma ekstrinsik atau alergi dan asma intrinsik atau idiosinkratik.
Asma ekstrinsik mengacu pada asma yang disebabkan karena menghirup alergen,
yang biasanya terjadi pada anak-anak yang memiliki keluarga dan riwayat
penyakit alergi (baik eksim, utikaria atau hay fever). Asma instrinsik mengacu
pada asma yang disebabkan oleh karena faktor-faktordi luar mekanisme imunitas,
dan umumnya dijumpai pada orang dewasa. Disebut juga asma non alergik, di
mana pasien tidak memiliki riwayat alergi. Beberapa faktor yang dapat memicu
terjadinya asma antara lain : udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga.
Khusus untuk asma yang dipicu oleh olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu
oleh olahraga dikenal dengan istilah (Zullies, 2016)
Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit inflamasi saluran
napas. Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respons inflamasi,
baik pada asma ekstrinik maupun instrinsik, tetapi karakteristik inflamasi pada
asma umunya sama, yaitu terjadinya infiltrasi eosinofil dan limfosit serta terjadi
pengelupasan sel-sel epitelial pada saluran nafas dan dan peningkatan
permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga pada penderita
asma yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena serangan asma , secara
histologis terlihat adana sumbatan (plugs) yang terdiri dari mukus glikoprotein
dan eksudat protein plasma yang memperangkap debris yang berisi se-sel epitelial
yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain itu terlihat adanya penebalan lapisan
subepitelial saluran nafas. Respons inflamasi ini terjadi hampir di sepanjang
saluran napas, dan trakea samapi ujung bronkiolus. Juga terjadi hiperplasia dari
kelenjar-kelenjar sel goblet yang menyebabkan hiperserkesi mukus yang
kemudian turut menyumbat saluran napas (Zullies, 2016)
Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel inflamasi,
13

mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel inflamasi utama yang
turut berkontribusi pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara lain adalah
sel mast, limfosit, dan eosinofil, sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat
dalam asma adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa
sitokin yaitu : interleukin (Zullies, 2016)
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari
meningkatnya responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya rangsangan dari
luar, yang disebut alergen. Rangsangan ini kemudian akan memicu pelepasan
berbagai senyawa endogen dari sel mast yang merupakan mediator inflamasi,
yaitu histamin, leukotrien, dan faktor kemotaktik eosinofil. Histamin dan
leukotrien merupakan bronkokonstriktor yang poten, sedangkan faktorkemotaktik
eosinofil bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinophil menuju tempat
terjadinya peradangan yaitu di bronkus (Zullies, 2016).
14

Woc Asma Bronkial :


Faktor ekstrinsik Faktor Intrinsik :
Alergen : debu,spora, bulu binatang Stres/ emosi Aktifitas berlebihan
xxxxx
Iritan : Bahan kimia, polusi Infeksi saluran nafas atas
Obat-obatan

Reaksi antigen-antibody

Produksi substansi vasoaktif


(Histamin, bradikinin, anafilaktosin)

Asma Bronkial

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Kontraksi otot Kompensasi O2 ke jaringan Perfusi ke Sekresi mukus Suplai O2 kejaringan


polos meningkat tubuh menurun otak menurun ginjal menurun meningkat menurun

Hipoksia Penurunan Produksi


bronkospasme SumplaiO2 ke Kelemahan otot,
GFR sputum
tubuh berkurang sianosis, dyspnoe
Kesadaran
Saluran nafas menurun,gelisah Produksi urin Akumulas
Takikardi,tensi
menyempit menurun sekret Intoleransi
meningkat
Resiko cedera aktifitas
Ventilasi Gangguan Bau mulut
terganggu Perfusi jaringan eliminasi urine kurang sedap
perifer tidak efektif
Dyspnoe, takipnoe, Nafsu makan
menurun
penggunaan otot bantu
nafas
Defisit nutrisi
Pola nafas tidak
efektif
15

Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016), tanda dan
gejala pada penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
2.1.4.1 Studium Dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c) Wheezing belum ada
d) Belum ada kelainana bentuk thorak
e) Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE.
f) Blood gas analysis (BGA) belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :
a) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b) Wheezing
c) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d) Penurunan tekanan parial O2
2.1.4.2 studium lanjut/kronis
a) Batuk, ronchi
b) Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
c) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d) Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e) Thorak seperti barel chest
f) Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g) Sianosis
h) Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %
i) Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j) Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop, batuk
produktif, sering pada malam hari, nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi
memanjang.
16

2.1.5 Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi
emfisema dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks, yaitu toraks menbungkuk ke
depan dan memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letaknya rendah,
gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma
kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga
dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Mediastinum tertarik ke arah
atelektasis. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkietasis, dan
bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus
dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obat
yang biasa disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat
menyebabkan kematian, kegagalan pernafasan dan kegagalan jantung.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Ngastiyah (2013), ada beberapa pemeriksaan diagnostik bagi para
penderita asma, antara lain :
2.1.6.1 uji faal paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil
provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan
penyakit. Alat yang digunakan untuk uji faal paru adalah peak flow meter,
caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa kali (sebelumnya menarik
napas dalam melalui mulut kemudian menghembuskan dengan kuat) dan
dicatat hasil.
2.1.6.2 foto toraks
Foto toraks dilakukan terutama pada anak yang baru berkunjung pertama kali di
poliklinik, untuk menyingkirkan kemungkinan ada penyakit lain. Pada pasien
asma yang telah kronik akan terlihat jelas adanya kelainan berupa hiperinflasi
dan atelektasis.
2.1.6.3 pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung. Bila tidak
17

eosinofilia kemungkinan bukan asma. Selain itu juga, dilakukan uji tuberkulin
dan uji kulit dengan menggunakan alergen.
2.1.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol
sehingga penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2, yaitu :
penatalaksanaan asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut/saat serangan.
2.1.7.1 Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol
dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat pelega diberikan
pada saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan dan
diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus.
2.1.7.2 Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
a) Mengatasi gejala serangan asma
b) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
c) Mencegah terjadinya kekambuhan
d) Mencegah kematian karena serangan asma
Menurut Kusuma (2016), ada program penatalaksanaan asma meliputi 7
komponen, yaitu :
1) Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi tidak
hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain yang
membutuhkan energi pemegang keputusan, pembuat perencanaan bidang
kesehatan/asma, profesi kesehatan.
2) Menilai dan monitor berat asma secara berkala Penilaian klinis berkala
antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak
dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan berbagai
faktor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan terapi
18

b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan pada


asmanya
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview, sehingga
membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
2.1.7.3 Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
2.1.7.4 Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai
asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
a) Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi
jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
b) Tahap pengobatan
1) Asma Intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu sedangakan
alternatif lainnya tidak ada.
2) Asma Presisten Ringan, medikasi pengontrol harian diberikan
Glukokortikosteroid ihalasi (200-400 ug Bd/hati atau ekivalennya),
untuk alternati diberikan Teofilin lepas lambat, kromolin dan
leukotriene modifiers.
3) Asma Persisten Sedang, medikasi pengontrol harian diberikan
Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau
ekivalennya), untuk alternatifnya diberikan glukokortikosteroid ihalasi
(400-800 ug Bd atau ekivalennya) ditambah Teofilin dan di tambah
agonis beta 2 kerja lama oral, atau Teofilin lepas lambat
4) Asma Persisten Berat, medikasi pengontrol harian diberikan ihalasi
glukokortikosteroid (> 800 ug Bd atau ekivalennya) dan agonis beta 2
kerja lama, ditambah 1 antara lain : Teofilin lepas lambat, Leukotriene,
Modifiers, Glukokortikosteroid oral. Untuk alternatif lainnya
Prednisolo/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis
bate 2 kerja lama oral, ditambah Teofilin lepas lambat.

c) Penanganan asma mandiri (pelangi asma)


19

Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk terjadi
kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma. Rencanakan pengobatan asma
jangka panjang sesuai kondisi penderita, realistik/ memungkinkan bagi
penderita dengan maksud mengontrol asma.
2.1.7.5 Menetapkan pengobatan pada serangan akut
Pengobatan pada serangan akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap 4 jam,
alternatifnya Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV, Adrenalin 1/1000 0,3 ml
SK, dan oksigen bila mungkin Kortikosteroid sistemik.
2.1.7.6 kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting diperhatikan
oleh dokter yaitu:
a) Tindak lanjut (follow-up) teratur
b) Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila diperlukan
2.1.7.7 Pola hidup sehat
a) Meningkatkan kebugaran fisik
Olahraga menghasilkan kebugaran fisik secara umum. Walaupun terdapat salah
satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah execrise, akan tetapi tidak
berarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. Senam asma Indonesia
(SAI) adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan
menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain pada
olahraga umumnya.
a) Berhenti atau tidak pernah merokok
b) Lingkungan kerja.
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan asma.
1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.2.1 pengkajian keperawatan
1.2.1.1 Pernafasan (B1: Breathing).
a) Inspeksi.
Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta penggunaan
otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara yang tertangkap) atau
20

bisa juga normo chest, penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir
dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak fektif dan penggunaan otot- otot bantu
nafas (sternocleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat
aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan
mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hiper sonor sedangkan
diafrgama menurun.
d) Auskultasi.
Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing sesuai tingkat
beratnya obstruktif pada bronkiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar
oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi
(hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan
gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikat tali sepatu,
mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersorial). Paru yang
mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus
tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Pasien
rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini.
Setelah infeksi terjadi, pasien mengalami mengi yang berkepanjangan saat
ekspirasi.
1.2.1.2 Kardiovaskuler (B2:Blood).
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak mengalami
pergeseran. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.
Kepala dan wajah jarang dilihat adanya sianosis.
21

1.2.1.3 Persyarafan (B3: Brain).


Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit
yang serius.
1.2.1.4 Perkemihan (B4: Bladder).
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan. Namun perawat perlu memonitor adanya oliguria yang
merupakan salah satu tanda awal dari syok.
1.2.1.5 Pencernaan (B5: Bowel).
Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan pasien tidak nafsu
makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
1.2.1.6 Tulang, otot dan integument (B6: Bone).
Kerena penggunaan otot bantu nafas yang lama pasien terlihat keletihan,
sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL
(Activity Day Living).
1.2.2 Diagnosa Keperawatan
1.2.2.1 Pola nafas tidak efektif b.d Bronkospasme (D.0005) hal.28
1.2.2.2 Perpusi periper tidak efektif b.d suplai O2 ke tubuh berkurang (D.0003) hal.
22
1.2.2.3 Resiko cedera b.d Penurunan kesadaran (D.0136)
1.2.2.4 Gangguan eliminasi urine b.d penurunan GFR (D.0040 Hal 96)
1.2.2.5 Defisit Nutrisi b.d Sekresi mukus meningkat (D.0019 Hal 56)
1.2.2.6 Intoleransi aktivitas b.d suplai O2 kejaringan menurun (D.0056) hal. 128
22

1.2.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif b.d Pola Napas SLKI (L.01004 hal. 95) Manajemen jalan napas SIKI (I.01011 hal.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 186)
Bronkospasme (D.0005) 1x7 jam diharapkan pola napas efektif dengan Observasi
hal.28 kriteria hasil: 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
1. Dyspnea menurun skor 5 usaha napas)
2. Penggunaan otot bantu napas menurun skor 5 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
3. Ortopnea menurun skor 5 gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)
4. Pernapasan pursed-lip menurun skor 5 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
5. Pernapasan cuping hidung menurun skor 5 Terapeutik
6. Frekuensi napas membaik skor 5 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
7. Kedalaman napas membaik skor 5 head-tilt (jaw-thrust jika curiga trauma
servikal)
2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
23

ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


Perpusi periper tidak efektif b.d Perpusi Periper (L.02011 Hal 84) Perawatan Sirkulasi (I.02079 Hal 345)
Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Observasi :
suplai O2 ke tubuh berkurang
Selama 1 X 7 Jam Diharapkan perpusi 1. Periksa sirkulasi periper
(D.0003) hal. 22 periper kembali efektif Dengan Kriteria Hasil 2. Identifikasi factor resiko gangguan
1. Denyut nadi periper meningkat dengan sirkulasi
nilia 5 3. Monitor panas,kemerahan,nyeri atau
2. Penyembuhan luka meningkat dengan bengkak pada ekstremitas
nilai 5 4. Monitor Hemoglobin klien
3. Turgor kulit membaik dengan nilai 5 Terapeutik :
4. Nyeri ekstremitas menurun dengan nilai 1. Hindari pengukuran infus atau
5 pengambilan darah di area keterbatasan
5. Pengisian kapiler membaik dengan nilai perpusi
5 2. Hindari pengukuran tekanan darah
6. Kelemahan otot menurun dengan nilai 5 pada ekstremitas dengan keterbatasan
perpusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area yang cedera
Edukasi:
1. Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan
24

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi


25

Perpusi periper tidak efektif b.d Tingkat cedera (L.02011 Hal 84) Observasi:
Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1. Identifikasi obat yang berpotensi
suplai O2 ke tubuh berkurang
Selama 1 X 7 Jam Diharapkan Tingkat menyebabkan cidera
(D.0003) hal. 22 Cedera Menurun Dengan Kriteria Hasil 2. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau
1. Kejadian cedera menurun dengan nilai 5 stoking elastis pada ekstremitas bawah
2. Toleransi aktifitas meningkat dengan Terapeutik:
nilai 5 1. Sediakan pencahayaan yang memadai
3. Ketegangan otot menurun dengan nilai 2. Sosialisasikan pasien dan keluarga
5 dengan lingkungan rawat inap
3. Sediakan alas kaki antislip
4. Sediakan urinal atau urinal untk
eliminasi di dekat tempat tidur, Jika
perlu
5. Pastikan barang-barang pribadi mudah
dijangkau
6. Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk beberapa menit
sebelum berdiri
26

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


Gangguan eliminasi urine
Eliminasi urin SLKI (L.04034) Hal .24 Manajemen Eliminasi urine SIKI I.04152)
Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Observasi :
b.d penurunan GFR
Selama 1 X 7 Jam Diharapkan 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi atau
(D.0040 Hal 96) Eliminasi urin membaik Dengan inkontinensia urine
Kriteria Hasil 2. Identifikasi factor yang menyebabkan retensi atau
1. Sensai berkemih sedang dengan nilai inkontinensia urine
3 3. Monitor eliminasi urine
Terapeutik :
2. Frekuensi BAK membaik dengan
1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
nilai 5
2. Batasi asupan cairan
3. Karakteristik urine cukup membaik
3. Ambil sampel urine tengah atau kultur
dengan nilai 4
Edukasi :
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
3. Ajarkan mengambil specimen urine midstream
4. Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian obat supositoria, jika perlu
27

Diagnosa keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


Defisit Nutrisi b.d Sekresi Status nutrisi SLKI (L.03030 hal. 121) Manajemen nutrisi SIKI (I.03119 hal. 200)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
mukus meningkat (D.0019
selama 1x7 jam diharapkan nutrisi klien 1. Identifikasi status nutrisi
Hal 56) terpenuhi dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat 3. Identifikasi makanan yang disukai
skor 5 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
2. Perasaan cepat kenyang menurun skor 5 nutrient
3. Nyeri abdomen menurun skor 5 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
4. Frekuensi makan membaik skor 5 nasogastric
5. Nafsu makan membaik skor 5 6. Monitor asupan makanan
6. Membrane mukosa membaik skor 5 7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
piramida makanan)
3. Sajikana makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat untuk
menegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori tinggi
protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makanan melalui
selang nasogastric jika asupan peroral
dapat sitoleransi
Edukasi
28

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu


2. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. pereda nyeri, antiemetic), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
Intoleransi aktivitas b.d suplai Toleransi aktivitas SLKI (L.05047 hal. 149) Dukungan ambulasi SIKI (I.06171 hal. 22)
O2 kejaringan menurun Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
(D.0056) hal. 128 selama 1x7 jam klien menunjukan toleransi 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
aktivitas dengan kriteria hasil: lainnya
1. Frekuensi nadi meningkat skor 5 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
2. Keluhan lelah menurun skor 5 ambulasi
3. Dyspnea saat aktivitas menurun skor 5 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
4. Dyspnea setelah aktivitas menurun skor 5 darah sebelum memulai ambulasi
5. Perasaan lemah menurun skor 5 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika
perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambualasi dini
29

3. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus


dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur
ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan seusai toleransi
30

1.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah tatus kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Perawat
melakukan tindakan implementasi terapeutik terhadap klien yang bermasalah
kesejajar tubuh dan mobilisasi yang akatual maupaun beresiko.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaanya sudah berhasi dicapai. Perawat melakuakn evaluasi pada pasien
setelah dilakukan.
31

BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN

RS Dr.Doris Slyvanus Palangka raya RM 09.20.80 /ASKEP IGD/2021


Tanggal : 28/06/2023 Pukul : 1.12 WIB
A. Data Umum
Nama : Ny.S
DOKUMEN ASUHAN KEPERAWATAN Tgl.Lahir :22-04-1961 L/P
GAWAT DARURAT TERINTEGRASI
No. RM :09.20.80

Penderita/ Rujukan
() Datang sendiri, diantar oleh : suami
( ) Dikirim dari puskesmas/ RB/RS…………………………………………… Dengan pengantar dari paramedis / bidan/ perawat/ dokter
( ) Dikirim oleh polisi :………………………………………………………… Dengan/ tidak disertai permintaan visum Et Repertum
B. Kesehatan Umum
Keluhan saat MRS / mekanisme kejadian :Klien diantar oleh suami pada tanggal 28 juni 2023 dengan keluhan Riwayat Alergi : Riwayat Alergi: (x) tidak
sesak nafas dan batuk pilek, kliem mengatakan sebelumnya dirumah ( )
juga ada dinebu combivent namun sesak tidak berkurang .
( ) Ya: jenis alergi: ______________________
( ) Obat, jelaskan _______________________
Riwayat Penyakit / Pengobatan : riwayat asma sejak tahun 2010 ( ) Makanan, jelaskan ____________________
( ) lain-lain, jelaskan
_____________________

C. Data Khusus
Prioritas Triage:  Biru  Merah  Kuning  Hijau  Putih  Hitam
(Prioritas 1) (Prioritas 2) (Prioritas 3) (Prioritas 4) (Prioritas 5) (Prioritas 0)
JALAN NAPAS PERNAPASAN SIRKULASI KETIDAKMAMPUAN KETERPAPARAN
(AIRWAY) (BREATHING) (CIRCULATION) (DISABILITY) (EXPOSURE)
 Bebas  Spontan Nadi :  Kuat □ Lemah Respon : Jejas :  Tidak
D. PRIMARY

□ Gargling □ Tachipneu □ Teratur □ Tidak teratur □Sadar □ Nyeri  Verbal □ Ya:


SURVEY

□ Stridor □ Dispneu CRT : < 2’ □ > 2’ □ Tidak merespon Lokasi: ……………………….


□ Wheezing □ Apneu Warna kulit:  Normal □ Pucat Pupil : ……..
□ Ronchi □ Ventilasi mekanik □ Kuning  Isokor □ Anisokor ………………………………
□ Terintubasi □ Memakai ventilator Perdarahan :  Tidak ada □ Pin Point □ Medriasis …………………………..
 SpO2 93% □ Terkontrol □ Tidak terkontrol Reflek : ____/____ Lengkapi pada lampiran lembar
Turgor kulit :  Baik □ Buruk GCS : E 4 V 5 M 6 anatomi tubuh.

TD : 157 / 61 mmHg N : 102 x/menit R : 24 x/menit Temp : 36,3 °C

STATUS TERKINI Keadaan Umum: STATUS LOCALIS


- Kepala Kepala kiri dan kanan terlihat simetris, tidak ada benjolan pada kepala , tidak ada
nyeri tekan pada bagian kepala klien, tidak terdapat luka pada area kulit kepala,
E. SECONDARY SURVEY

dan penyebaran rambut merata keseluruh kepala


- Leher Tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis.

- Thorax

Vesikuler (+), ronkhi (-),wheezing (-) resutasi jantung S1-S2 reguler PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Cor Hasil Rontgen :


32

- Abdomen Soepel , Bising usus (+) 5-35 x/menit , nyeri tekan (-) Hasil Laboratorium :

- Extremitas Akral hangat, tidak ada adema Hasil EKG :


- Lainnnya

Hasil CT Scan :

Konsultasi Spesialis :

NRS

DIAGNOSA MEDIS : ASMA BRONKIAL WBS

Resep Obat/ tindakan medis :

O2 nasal kanul 3 rpm 0 : Tidak Nyeri 5-6 : Nyeri Sedang


Nebu Combivent + Ns Ns 2 cc 1-4 : Nyeri Ringan 7-10 : Nyeri Berat
Methylprednisolone3 x1 mg Iv Nyeri : ( ) Tidak (x) Ya, Skala :

OBH 3 x15 ml Oral Lokasi nyeri : tidak ada

Erphafillin 2 x1 Frekuensi Nyeri : ( ) Jarang (x ) Hilang timbul


Cetirizin 1x1 ( ) Terus-menerus
Lama nyeri : tidak ada
Menjalar : ( ) Tidak ( ) Ya, ke : _________________________

PENILAIAN RESIKO JATUH


Skor Resiko Jatuh □ (Skala Humpty Dumpty) : _______________________________________
□ (Skala morse) □ (Skala Sydney) : _______________________________________

KONDISI PSIKOLOGI
Masalah perkawinan :  tidak ada □ ada : Cerai / istri baru / simpanan / lain-lain : ........................................................................
Mengalami kekerasan fisik :  tidak ada □ ada Mencederai diri / orang lain : □ pernah  tidak pernah
Trauma dalam kehidupan :  tidak ada □ ada Jelaskan : .......................................................................................................................
Gangguan tidur :  tidak ada □ ada
Konsultasi dengan
:  tidak ada □ ada
psikologi/psikiater

SOSIAL, EKONOMI DAN SPIRITUAL

Status Pernikahan □ Single  Menikah □ Bercerai □ Janda / Duda


33

Anak □ Tidak ada Ada, jumlah anak : 2


.....
Pendidikan terakhir □ SD □ SMP  SMA □ Akademi □ Sarjana □ Lainnya

Warga negara  WNI □ WNA

Pekerjaan □ PNS  Swasta □ TNI / Polri □ Tidak Bekerja

Pembiayaan kesehatan  Biaya sendiri □ Asuransi □ Perusahaan

Tinggal bersama  Suami / Istri  Anak □ Orang tua □ Sendiri □ Lainnya

Nama : ........................................................ No. Telepon : .........................................................

Kebiasaan □ Merokok □ Alkohol □ Jenis dan jumlah per hari : ...................................


Lainnya : .............
Agama □ Hindu □ Islam □ Budha  Kristen □ Katolik □ Kong Hu Cu □ Lain-lain

Perlu Rohaniwan □ Ya □ Tidak, Jelaskan

KEBUTUHAN KOMUNIKASI DAN EDUKASI

1. Kurang pengetahuan tentang : .....................................................................................................................


2. Kemampuan berkomunikasi :  Normal □ Serangan awal gangguan bicara, kapan: ………………...

ASSESSMEN FUNGSIONAL (Bartel Indeks)

No FUNGSI KETERANGAN SKOR No FUNGSI KETERANGAN SKOR


1 Mengontrol BAB Inkontinen/tidak teratur 0 6 Berpindah tempat Tidak mampu 0
(perlu enema) dari tidur ke duduk

Kadang-kadang inkontinen 1 Perlu banyak bantuan untuk 1


(1 x seminggu) bisa duduk (2 orang)
Kontinen teratur 2 Bantuan minimal 1 orang 2
2 Mengontrol BAK Inkontinen atau pakai kateter 0 Mandiri 3
dan tak terkontrol
Kadang-kadang inkontinen 1 7 Mobilisasi / berjalan Tidak mampu 0
(max 1 x 24 jam)
Mandiri 2 Bisa berjalan dengan kursi roda 1
3 Membersihkan diri Butuh pertolongan orang lain 0 Berjalan dengan bantuan satu 2
(lap muka, sisir
Mandiri 1 Mandiri 3
rambut, sikat gigi)
4 Penggunaan toilet, Tergantung pertolongan 0 8 Berpakaian Tergantung orang lain 0
pergi ke dalam dari orang lain (Memakai baju)
WC (melepas, Perlu pertolongan pada 1 Sebagian dibantu 1
memakai celana, beberapa aktivitas terapi, (mis : mengancing baju)
menyeka, menyiram) dapat mengerjakan sendiri
beberapa aktivitas yang lain
Mandiri 2 Mandiri 2
5 Makan Tidak mampu 0 9 Naik turun tangga Tidak mampu 0
Perlu seseorang menolong 1 Butuh pertolongan 1
memotong makanan
Mandiri 2 Mandiri 2
10 Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 1

SKOR TOTAL : ( ) Mandiri (20), ( ) Ketergantungan ringan (12-19), ( ) Ketergantungan sedang (9-11), ( ) Ketergantungan berat (5-8),
( ) Ketergantungan total (0-4)
34

PENAPISAN KULIT (SKALA NORTON)

Kondisi fisik Kondisi mental Aktifitas Mobilisasi Gangguan perkemihan

Bagus 4 Sadar 4 Mobilisasi baik 4 Bebas 4 Tidak ada gangguan 4

Berpindah dengan
Kurang 3 Apatis 3 3 Ada keterbatasan 3 Hilang timbul 3
bantuan

Jelek 2 Bingung 2 Menggunakan kursi roda 2 Sangat terbatas 2 Frekuensi urin 2

Sangat jelek 1 Stupor 1 Menggunakan brancard 1 Tidak bisa bergerak 1 Beser 1

Nilai : ( ) Resiko sangat tinggi (< 10) ( ) Resiko tinggi (10-14) ( ) Resiko sedang (15-18) ( ) Resiko rendah (>18)

SKRINING NUTRISI dengan MST (Malnutrisi Screening Tools)

Berat Badan (BB) sekarang : ______ kg 2. Apakah nafsu makan Anda berkurang?
IMT : ______ □ Tidak 0
BB Biasanya : ______ kg □ Ya 1
Tinggi Badan (TB) : ______ cm
1. Apakah Berat Badan (BB) Anda menurun
Total Skor
akhir-akhir ini tanpa direncanakan?
□ Tidak 0 Nilai MST : □ Resiko Rendah (MST = 0-1)
□ Ya, bila ya berapa penurunan berat badan Anda? □ Resiko Sedang (MST = 2-3)
□ 1 – 5 kg 1 □ Resiko Tinggi (MST = 4-5)
□ 6 – 10 kg 2 Catatan :
□ 11 – 15 kg 3 * Bila pasien beresiko tinggi (MST 4-5) dengan penyakit DM, batu ginjal,
□ > 15 kg 4 batu ginjal/jantung, kanker, stroke, hati, HIV, TB, gangguan saluran
□ Tidak yakin 2 cerna, geriatric dan pediatric dirujuk ke ahli gizi

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT G. RENCANA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Keefektifan bersihan jalan napas b.d. obstruksi trakeobronkial, adanya □ Lakukan manuver jaw trust, head thilt dan chin lift.
benda asing pada jalan napas, sekret tertahan di saluran napas. □ Keluarkan benda asing, lakukan suction, needle cricothyroidectomy.
2. Resiko aspirasi b.d. trauma wajah, mulut atau leher, penurunan tingkat □ Pasang OPA, NPA, ETT, stabilisasi cervical (collar brace).
kesadaran, peningkatan tekanan intragastrik. □ Berikan bantuan napas buatan, ventilasi mekanik, ventilasi dengan
3. Ketidakefektifan pola napas b.d. nyeri, cedera pada spinal, kelelahan ventilator.
otot pernapasan, kerusakan otot rangka.  Berikan O2 sesuai kebutuhan melalui nasal canula, masker.
4. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan kapasitas darah membawa  Monitor SaO2.
oksigen, ketidakseimbangan membran pertukaran kapiler dan alveolus.  Monitor tanda-tanda vital secara periodik.

5. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kekuatan jantung dalam  Monitor tingkat kesadaran secara periodik.
melawan kontraksi otot jantung, menurunnya keluaran jantung, □ Monitor EKG.
penurunan isi sekuncup yang disebabkan oleh masalah elektrofisiologis.  Pasang infus, sampel darah, cek AGD.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan (cerebral, cardiopulmonar, renal, □ Hentikan perdarahan, KIE banyak minum.
gastrointestinal, periferal) b.d. penurunan pertukaran sel, hipovolemia, □ Berikan posisi semiflower.
penurunan aliran darah arteri. □ Berikan posisi head up 30º
7. Kekurangan / resiko kekurangan volume cairan b.d. kehilangan volume □ Pasang dower cateter untuk monitor cairan keluar.
cairan aktif, kerusakan mekanisme regulasi. □ Berikan cairan intravena, cairan koloid, darah atau produk darah,
8. Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme regulasi yang terganggu. ekspander plasma.
9. Diare b.d. penyalahgunaan laxatif, proses infeksi, malabsorpsi. □ Kaji turgor kulit dan membran mukosa mulut.
10. Retensi urin b.d. obstruksi traktus urinarius, gangguan neurovaskular, □ Awasi tetesan cairan, berikan cairan sesuai kebutuhan.
trauma, hipertofi blader prostat. □ Pasang NGT
11. Nyeri akut, kronis b.d. spasme otot dan jaringan, trauma jaringan, □ Kumbah Lambung
35

ketidakmampuan fisik kronik.  Atasi nyeri, delegatif pemberian analgetika, teknik distraksi, relaksasi.
12. Hipertermia b.d. dehidrasi, peningkatan kecepatan metabolisme, □ Lakukan perawatan luka dengan teknik septik aseptik.
trauma, proses perjalanan penyakit. □ Berikan kompres hangat.
13. Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan muskuloskletal dan □ Berikan posisi semiflower bila tidak ada kontraindikasi.
neuromuskular, kehilangan integritas struktur tulang, penurunan □ Delegatif pemberian antipiretik.
kekuatan dan ketahanan tubuh. □ Monitor intake dan output cairan.
14. Pk Anemia. □ Pasang spalk, lakukan imobilisasi.
15. Konstipasi b.d. diet, asupan cairan, tingkat aktivitas, kebiasaan defekasi. □ Kaji tanda-tanda kompartemen pada daerah distal dari fraktur.
16. Resiko jatuh b.d. penyakit, gangguan keseimbangan, penurunan status □ Pastikan pengaman terpasang dan rem tempat tidur terkunci dengan baik.
mental, penggunaan obat, penggunaan alkohol. □ Pasang gelang kuning pada pasien sebagai penanda pasien perlu
17. Resiko mencederai diri dan orang lain berhubungan dengan agresif. pengawasan.
18. Gaduh gelisah b.d. penyakitnya. □ Lakukan pengikatan pasien, kolaborasi obat penenang.
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
36

ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS :Klien mengatakan Kontraksi otot polos Pola nafas
saya merasa merasa sesak meningkat tidak efektif

DO : Bronkospasme
 Klien tampak lelah
 Klien tampak lemas Saluran nafas menyempit
 Klien tampak sesak
 Klien terpasang O2 3 Saluran nafas menyempit
liter/menit nasal
kanul dyspnoe,takipnoe gangguan
 TTV: otot bantu nafas
 TD : 157/61 mmHg
Pola nafas tidak efektif
 N : 102 x/menit
 S : 36,,3 ◦C
 RR : 24 x/menit
37

ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS :Klien mengatakan Sekresi mukosa meningkat Bersihan jalan
saya ada batuk dan pilek nafas tidak
Produksi mukus meningkat
DO : efektif
 Klien tampak lelah Penyempitan saluran nafas
 Klien tampak lemas
 Klien tampak sesak Wheezing, batuk tidak efektif,
 Klien terpasang O2 3 ketidak mampuan untuk
liter/menit nasal mengeluarkan sekresi jalan
kanul napas
 Klien tampak batuk-
batuk Bersihan jalan nafas tidak
 TTV: efektif
 TD : 157/61 mmHg
 N : 102 x/menit
 S : 36,,3 ◦C
 RR : 24 x/menit
38

PRIORITAS MASALAH
1. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan gagal pompa ventrikel kanan
ditandai dengan klien tampak lelah ,klien tampak lemas ,klien tampak
sesak ,klien terpasang O2 3 liter/menit TTV: TD:157/61 mmHg, N:102
x/menit, S :36,3 ◦C, RR: 24 x/menit
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
meningkat ditandai dengan klien tampak lelah ,klien tampak lemas ,klien
tampak sesak ,klien terpasang O2 3 liter/menit, klien tampak batuk-batuk
TTV: TD:157/61 mmHg, N:102 x/menit, S :36,3 ◦C, RR: 24 x/menit
39

INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama Pasien: Ny. S
Ruang Rawat : Ruang Instalasi Gawat Darurat
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi
1. Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
selama 1x7 jam diharapkan pola napas 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
berhubungan dengan gagal efektif dengan kriteria hasil: usaha napas)
pompa ventrikel kanan ditandai 1. Dyspnea menurun skor 5 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling,
2. Penggunaan otot bantu napas menurun mengi, wheezing, ronkhi kering)
dengan klien tampak lelah ,klien
skor 5 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
3. Ortopnea menurun skor 5 Terapeutik
tampak lemas ,klien tampak 4. Pernapasan pursed-lip menurun skor 5 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
sesak ,klien terpasang O2 3 5. Pernapasan cuping hidung menurun skor head-tilt (jaw-thrust jika curiga trauma
5 servikal)
liter/menit TTV: TD:157/61 6. Frekuensi napas membaik skor 5 2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
7. Kedalaman napas membaik skor 5 3. Berikan minum hangat
mmHg, N:102 x/menit, S :36,3 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
◦C, RR: 24 x/menit 5. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep McGill
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
40

ekspektoran, mukolitik, jika perlu.


5. , jika perlu
41

Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


2. Bersihan jalan nafas tidak Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan Terapi aktifitas :SIKI (I. 010014) Hal. 247
efektif berhubungan Selama 1 X 7 Jam Diharapkan Bersihan Observasi :
dengan produksi mukus jalan nafas Kembali Efektif Dengan Kriteria 1. Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan upaya
meningkat ditandai dengan Hasil SLKI ( L.01001) Hal 18 napas
klien tampak lelah ,klien 1. Batuk efektif meningkat dengan nilia 5 2. Monitor pola nafas
tampak lemas ,klien 2. Produksi sputum nenurnun dengan nilai 3. Monitor kemampuan batk efektif
tampak sesak ,klien 5 4. Monitor adannya sputum
terpasang O2 3 liter/menit, 3. Whezzing menurung dengan nilai 5 5. Auskultasi bunyi nafas
klien tampak batuk-batuk 4. Mengi menurun dengan nilai 5 6. Monitor nilai AGD
TTV: TD:157/61 mmHg, 5. Frekuensi nafas membaik dengan nilai 5 7. Monitor hasil X-ray toraks
N:102 x/menit, S :36,3 ◦C, 6. Pola nafas membaik dengan nilai 5 Terapeutik :
RR: 24 x/menit 1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasi hasil pemantauan,,jika perlu
42

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien :Tn.J
Ruang Rawat : Ruang Instalasi Gawat Darurat

Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)

Senin -28-06-2023 1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha S: Klien mengatakan masih terasa sesak
napas)
2. Memonitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, O:
mengi, wheezing, ronkhi kering)  SPO2 96 %
3. Memonitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Sesak klien brkurang
4. Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan
head-tilt (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)  Tidak ada bunyi nafas tambahan
5. Memposisikan semi-Fowler atau Fowler  Vesiskuler (+)
6. Memberikan minum hangat  Klien diposisikan semi fowler
7. Memberikan oksigen, jika perlu  Klien diberikan O2 3 liter/menit nasal
Diagnosa kanul
keperawatan 1  Klien diberikan nebu combivent (+)

 TTV:
 TD : 157/61 mmHg
 S : 36,3 ˚C
 RR : 24 x/menit
 N : 102 x/ menit

A: pola nafas tidak efektif teratasi sebagian

P: Lanjutkan Intervensi 1,2,3,4,5,6 dan 7


1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
43

2. Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling,


mengi, wheezing, ronkhi kering)
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
tilt (jaw-thrust jika curiga trauma servikal)
5. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
6. Berikan minum hangat
Berikan oksigen, jika perlu
44

Tanda tangan
Hari / Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Senin 25-10- 2021 1. Memonitor frekuensi,irama, S : Klien mengatakan masih merasanyeri pada
kedalaman dan upaya napas bagian dada sebelah kirinya ma
2. Memonitor pola nafas O:
3. Memonitor kemampuan batk efektif  SPO2 96 %
4. Memonitor adannya sputum  Tidak ada bunyi nafas tambahan
5. Mengauskultasi bunyi nafas  Vesiskuler (+) Purnadi Nakalelu
6. Atur interval pemantauan respirasi  Klien diposisikan semi fowler
Diagnosa sesuai kondisi pasien  Klien diberikan O2 3 liter/menit nasal
Keperawatan I 7. Dokumentasi hasil pemantauan kanul
8. Jelaskan tujuan dan prosedur  Klien diberikan OBH 1x15 ml
pemantauan
 Batuk klien berkurang setelah
9. Informasi hasil pemantauan,,jika
diberikan nebu
perlu
 TTV:
 TD : 157/61 mmHg
 S : 36,3 ˚C
 RR : 24 x/menit
 N : 102 x/ menit
A: bersihan jalan nafas teratasi sebagian
P:lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8 dan 9
1. Memonitor frekuensi,irama, kedalaman
dan upaya napas
2. Memonitor pola nafas
3. Memonitor kemampuan batk efektif
4. Memonitor adannya sputum
5. Mengauskultasi bunyi nafas
6. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
45

kondisi pasien
7. Dokumentasi hasil pemantauan
8. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
9. Informasi hasil pemantauan,,jika perlu
46

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2011.LP Asma. (dalam http://askepreview.wordpress.com/2011/07/13/lp-
asma/. Diakses tanggal 17 September 2013 (16:30).
Clark Varnell Margaret. (2013). Asma; Panduan Penatalaksanaan Klinis. Jakarta :
EGC
Ikawati Zullies. (2016). Penatalaksanaan Terapi : Penyakit Sistem Pernafasan.
Yogyakarta : Bursa Ilmu
Infodatin 2017. Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. ISSN 2442-7659.
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil K
eperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
47

Anda mungkin juga menyukai