Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN INDIVIDU

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R DENGAN

BRONGKOPENEUMENIA DIRUANG RAWAT INAP ANAK RS. ANNISA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi

Ners Stase Keperawatan Anak

Dosen Pembimbing : Ns.Uswatun Hasanan S.Kep., M. Epid

Nur Awalliyah

211030230159

Program Studi Profesi Ners

STIKes Widya Dharma Husada Tangerang

Tahun 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas segala kuasa dan karunia

yang diberikan sehigga penulis dapat menyelesaikan Profesi Ners yang berjudul”

Laporan Asuhan Keperawatan Pada Pasien An. R Dengan Brongkopeneumonia di

Ruang Rawat Inap Anak Rs. Annisa TAngerang”. Profesi Ners ini diajukan untuk

memenuhi tugas Stase Anak di Rs Annisa Tangerang.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulisan menyadari bahwa banyak mendapat

bantuan berupa bimbingan, arahan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Dr. (HC) Drs.H.Darsono Selaku Ketua Yayasan STIKes Widya Dharma

Husada Tangerang

2. Ns. Riris Andriati, S.Kep., M.Kes Selaku Ketua STIKes Widya Dharma

Husada Tangerang

3. Dr. H. M. Hasan, SKM., M.Kes Selaku Wakil Ketua 1 Bidang Akademik

STIKes Widya Darma Husada

4. Siti Novy Romlah, SST., M.Epid Selaku Wakil Ketua 2 Bidang Akademik

Stikes Widya Dharma Husada

5. Ida Listiana, SST, M.Kes Selaku Wakil Ketua 3 Bidang Akademik Stikes

Widya Dharma Husada

6. Ns. Dewi Fitriani, S.Kep., M.Kep Selaku Ketua Studi s1 Keperawatan dan

Pendidikan Profesi Ners Stikes Widya Dharma Husada Tangerang

1
7. Ns.Uswatun Hasanan S.Kep., M. Epid Selaku Pembimbing Profesi Ners

Yang Telah Memberikan Arahan Dan Bimbingan.

Dengan berbagai keterbatasan dalam pembuatan Skripsi ini, penulis menerima

kritik dan saran yang bersifat membangun guna memperbaikan laporan penelitian

ini.

Tangerang, 31 Oktober 2021


DAFTAR ISI

1
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Pneumonia merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan serius yang sebagian

besar menyerang anak balita dibawah usia 5 tahun, pneumonia merupakan penyakit

terbesar penyebab kematian pada anak-anak di seluruh dunia, ada 15 negara dengan

angka kematian tertinggi dikalangan anak-anak akibat pneumonia, Indonesia

termasuk dalam urutan ke 8 yaitu sebanyak 22.000 kematian (WHO, 2016).

Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus

paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh

bakteri, virus, jamur dan benda asing (Wijayaningsih, 2013).

Bronkopneumonia adalah cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai

bronkioli atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui

cara penyebaran langsung melalui saluran pernapasan atau melalui hematogen sampai

ke bronkus. (Riyadi dan Sukarmin, 2009).

Bronkopneumonia adalah istilah medis yang digunakan untuk menyatakan

peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus dan jaringan paru di sekitarnya.

Bronkopeumonia dapat disebut sebagai pneumonia lobularis karena peradangan yang

terjadi pada parenkim paru bersifat terlokalisir pada bronkiolus berserta alveolus di

sekitarnya (Muhlisin, 2017).

1
2

Bronkopneumonia adalah peradangan umum dari paru-paru, juga disebut sebagai

pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan dimulai dalam tabung

bronkial kecil bronkiolus, dan tidak teratur menyebar ke alveoli peribronchiolar dan

saluran alveolar (PDPI Lampung & Bengkulu, 2017).

B. Anatomi Fisiologis

Menurut Syaifuddin (2016) secara umum sistem respirasi dibagi menjadi saluran

nafas bagian atas, saluran nafas bagian bawah, dan paruparu.

1. Saluran pernapasan bagian atas Saluran pernapasan bagian atas berfungsi

menyaring, menghangatkan, dan melembapkan udara yang terhirup.

a. Hidung Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat

pernapasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau). Bentuk dan struktur

hidung menyerupai piramid atau kerucut dengan alasnya pada prosesus

palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis palatum.

b. Faring Faring (tekak) adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak

lurus antara basis kranii dan vertebrae servikalis VI.

c. Laring (Tenggorokan) Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring

yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan

membran, terdiri atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.

d. Epiglotis Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu

menutup laring pada saat proses menelan.

2. Saluran pernapasan bagian bawah Saluran pernapasan bagian bawah berfungsi

mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan, saluran ini terdiri atas sebagai

berikut:
3

a. Trakea

Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang kurang lebih

sembilan sentimeter yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian

vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh

lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lendir yang terdiri atas

epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.

b. Bronkus

Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea yang

terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan

lebar yang daripada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan

bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan

dari lobus atas dan bawah.

c. Bronkiolus

Bronkiolus merupakan percabangan setelah bronkus.

3. Paru-paru

Paru merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Paru terletak dalam

rongga toraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas

beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura parietalis dan pleura viseralis, serta

dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan. Paru kanan terdiri dari

tiga lobus dan paru kiri dua lobus. Paru sebagai alat pernapasan terdiri atas dua

bagian, yaitu paru kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ

jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk yang bagian puncak disebut

apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis berpori, serta berfungsi sebagi

tempat pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida yang dinamakan alveolus.
4

C. Etiologi

Menurut Nurarif dan Kusuma, pada tahun 2015 menjelaskan bahwa secara umum

bronkopneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap

virulensi organisme patogen. Orang normal dan sehat memiliki mekanisme

pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk,

adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ dan

sekresi humoral setempat. Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus

dan jamur, antara lain :

1. Bakteri :Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella

2. Virus :Legionella Pneumoniae

3. Jamur :Aspergillus Spesies, Candida Albicans

4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru

5. Terjadi karena kongesti paru yang lamaa

Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus

penyebab Bronkopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi

peradangan bronkus dan alveolus. Inflamasi bronkus ini ditandai dengan adanya

penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual.

Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi

adalah kolaps alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.

Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan napas, sesak napas, dan napas

ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan penurunan produksi

surfaktan sebagai pelumas yang berpungsi untuk melembabkan rongga fleura.

Emfisema (tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru) adalah tindak lanjut dari
5

pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia,

acidosis respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan

mengakibatkan terjadinya gagal napas (PDPI Lampung & Bengkulu, 2017)

D. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang muncul pada penderita bronkopneumonia menurut

Wijayaningsih (2013), ialah :

1. Biasanya didahului infeksi traktus respiratori bagian atas

2. Demam (39o -40oC) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.

3. Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang

dicetuskan saat bernafas dan batuk.

4. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis

sekitar hidung dan mulut.

5. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.

6. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.

7. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.

8. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan

atelectasis absorbsi.

E. Patofisiologi

Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur,

bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet)

invasi ini dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis

dari tubuh. reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini

tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.


6

Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret semakin

menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit dan pasien dapat

merasa sesak.

Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-kelamaan sekret dapat sampai ke alveolus

paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di paru. Tidak hanya menginfeksi

saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh

darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam usus menjadi agen patogen

sehingga timbul masalah GI. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi

pertumbuhan mikroorganisme.

keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. terdapatnya bakteri

didalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga

mikroorganisme dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi

penyakit. masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui

berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan- bahan

yang ada dinasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempat-tempat

lain, penyebaran secara hematogen ( Nurarif dan Kusuma, 2013)

Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas

sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan

sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses

peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu (Bradley, 2011):


7

1. Stadium I/Hiperemia (4-12 jam pertama atau stadium kongesti).

Pada stadium I, disebut hiperemia karena mengacu pada respon peradangan

permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel

mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut

mencakup histamin dan prostaglandin.

2. Stadium II/Hepatisasi Merah (48 jam berikutnya)

Pada stadium II, disebut hepatitis merah karena terjadi sewaktu alveolus terisi oleh

sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai

bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena

adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan sehingga warna paru menjadi

merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada

atau sangat minimal sehingga orang dewasa akan bertambah sesak, stadium ini

berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III/ Hepatisasi Kelabu (3-8 hari berikutnya)

Pada stadium III/hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel- sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai di reabsorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV/Resolusi (7-11 hari berikutnya)


8

Pada stadium IV/resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan

mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorpsi oleh makrofag

sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.


9

F. Pathway

Sumber : Doenges (2000); Nurarif & Kusuma (2015); PPNI (2017)


10

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan bronkopneumonia yaitu:

1. Pemberian obat antibiotik penisilin ditambah dengan kloramfenikol 50- 70 mg/kg

BB/hari atau diberikan antibiotic yang memiliki spectrum luas seperti ampisilin,

pengobatan ini diberikan sampai bebas demam 4-5 hari. Antibiotik yang

direkomendasikan adalah antibiotik spectrum luas seperti kombinasi beta

laktam/klavulanat dengan aminoglikosid atau sefalosporin generasi ketiga (Ridha,

2014)

2. Pemberian terapi yang diberikan pada pasien adalah terapi O2, terapi cairan dan,

antipiretik. Agen antipiretik yang diberikan kepada pasien adalah paracetamol.

Paracetamol dapat diberikan dengan cara di tetesi (3x0,5 cc sehari) atau dengan

peroral/ sirup. Indikasi pemberian paracetamol adalah adanya peningkatan suhu

mencapai 38ºC serta untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol batuk.

3. Terapi nebulisasi menggunakan salbutamol diberikan pada pasien ini dengan dosis

1 respul/8 jam. Hal ini sudah sesuai dosis yang dianjurkan yaitu 0,5 mg/kgBB.

Terapi nebulisasi bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan

nafas atau bronkospasme akibat hipersekresi mukus. Salbutamol merupakan suatu

obat agonis beta- 2 adrenegik yang selektif terutama pada otot bronkus.

Salbutamol menghambat pelepas mediator dari pulmonary mast cell 9,11 Namun

terapi nebulisasi bukan menjadi gold standar pengobatan dari bronkopneumonia.

Gold standar pengobatan bronkopneumonia adalah penggunaan 2 antibiotik

(Alexander & Anggraeni, 2017)


11

H. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan

dapat digunakan cara :

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan darah Pada kasus bronkopneumonia oleh bakteri akan terjadi

leukositosis (meningkatnya jumlah neutrofil)

b. Pemeriksaan sputum Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk

yang spontan dan dalam digunakan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk

mendeteksi agen infeksius.

c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.

d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia. 5) Sampel darah, sputum dan urine

untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba

2. Pemeriksaan radiologi

a. Ronthenogram thoraks Menunujukkan konsolidasi lobar yang seringkali

dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple

seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus

b. Laringoskopi/bronskopi Untuk menentukan apakah jalan nafas tesumbat oleh

benda padat

I. Komplikasi

Komplikasi bronkopneumonia umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak, orang

dewasa yang lebih tua (usia 65 tahun atau lebih), dan orang-orang dengan kondisi

kesehatan tertentu, seperti diabetes (Akbar Asfihan, 2019). Beberapa komplikasi

bronkopneumonia yang mungkin terjadi, termasuk :


12

1. Infeksi Darah Kondisi ini terjadi karena bakteri memasuki aliran darah dan

menginfeksi organ lain. Infeksi darah atau sepsis dapat menyebabkan kegagalan

organ.

2. Abses Paru-paru Abses paru-paru dapat terjadi ketika nanah terbentuk di rongga

paruparu. Kondisi ini biasanya dapat diobati dengan antibiotik. Tetapi kadang-

kadang diperlukan pembedahan untuk menyingkirkannya.

3. Efusi Pleura Efusi pleura adalah suatu kondisi di mana cairan mengisi ruang di

sekitar paru-paru dan rongga dada. Cairan yang terinfeksi biasanya dikeringkan

dengan jarum atau tabung tipis. Dalam beberapa kasus, efusi pleura yang parah

memerlukan intervensi bedah untuk membantu mengeluarkan cairan.

4. Gagal Napas Kondisi yang disebabkan oleh kerusakan parah pada paru-paru,

sehingga tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen karena gangguan fungsi

pernapasan. Jika tidak segera diobati, gagal napas dapat menyebabkan organ

tubuh berhenti berfungsi dan berhenti bernapas sama sekali. Dalam hal ini, orang

yang terkena harus menerima bantuan pernapasan melalui mesin (respirator).


BAB II

TINJAUAN TEORI KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan

yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai tatanan pelayanan

kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari atas lima tahap yaitu pengkajian, diagnosis,

perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Setiap tahap dari proses keperawatan saling

terkait dan ketergantungan satu sama lain (Budiono, 2015).

B. Pengkajian Keperawatan

Menurut Dermawan (2012) pengkajian adalah pemikiran dasar yang bertujuan untuk

mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,

mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik,

mental, sosial, dan lingkungan.

Pengkajian pada anak menurut Nursalam (2008) antara lain :

1. Usia : Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak terjadi pada

anak berusia di bawah 3 tahun.

2. Keluhan utama : Saat dikaji biasanya penderita bronkopneumonia mengeluh sesak

nafas.

3. Riwayat penyakit sekarang : Pada penderita bronkopneumonia biasanya

merasakan sulit untuk bernafas, dan disertai dengan batuk berdahak, terlihat otot

bantu pernafasan, adanya suara nafas tambahan, penderita biasanya juga lemah

dan tidak nafsu makan, kadang disertai diare.

7
14

4. Riwayat penyakit dahulu : Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan

bagian atas, memiliki riwayat penyakit campak atau pertussis serta memiliki

faktor pemicu bronkopneumonia misalnya riwayat terpapar asap rokok, debu atau

polusi dalam jangka panjang.

5. Pemeriksaan fisik :

a. Inspeksi.

Perlu diperhatikannya adanya sianosis, dispneu, pernafasan cuping hidung,

distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri

dada pada saat menarik nafas. Batasan takipnea pada anak 2 bulan – 12 bulan

adalah 50 kali/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 12 bulan – 5

tahun 12 adalah 40 kali/menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan

dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan

dinding dada ke dalam akan tampak jelas.

b. Palpasi

Fremitus biasanya terdengar lemah pada bagian yang terdapat cairan atau

secret, getaran hanya teraba pada sisi yang tidak terdapat secret.

c. Perkusi

Normalnya perkusi ppada paru adalah sonor, namun untuk kasus

bronkopneumonia biasanya saat diperkusi terdengar bunyi redup.

d. Auskultasi

Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke

hidung atau mulut bayi. Pada anak pneumonia akan terdengar stridor, ronkhi

atau wheezing. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas akan

berkurang, ronkhi halus pada posisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa
15

resolusi. Pernafasan bronkial, egotomi, bronkoponi, kadang-kadang terdengar

bising gesek pleura.

6. Penegakan diagnosis : Pemeriksaan laboratorium : Leukosit meningkat dan LED

meningkat, X-foto dada : Terdapat bercak-bercak infiltrate yang tersebar

(bronkopneumonia) atau yang meliputi satu atau sebagian besar lobus.

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif yang

telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang

dikumpulkaan dari klien, keluarga, rekammedis, dan pemberi pelayanan kesehatan

lain (suara, dkk, 2013).

Masalah keperawatan yang muncul menurut Nurarif dan Kusuma (2015) :

1. (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan

nafas.

2. (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi,perubahan membrane alveolus-kapiler.

3. (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan,

ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis (mis. Stress, keengganan

untuk makan)

4. (D.0056) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dengan kebutuhan oksigen, kelemahan.

5. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang asing,

ketidaknyamanan.
16

6. (D.0106) Gangguan tumbuh kembang b.d terpisah dari orang tua, keterbatasan

lingkungan

7. (D.0037) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan

ketidakseimbangan cairan (mis. Dehidrasi intoksikasi air).

D. Intervensi Keperawatan

Intervensi adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan

keputusan awal tentang suatu apa yang akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan

dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan

(Dermawan,2012).

Tahap intervensi memberikan kesempatan kepada perawat, klien, keluarga, dan orang

terdekat untuk merumuskan rencana tindakan yang bertujuan untuk mengatasi

masalah-masalah klien. Dalam intervensi terdapat empat komponen tahap

perencanaan, yaitu: membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan, membuat kriteria

hasil, menulis instruksi keperawatan, dan menulis rencana asuhan keperawatan

(Allen, 1998)

E. Implementasi Keperawatan

Implementasi / pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan

ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan

(Nursalam, 2008).

Ada 3 tahap implementasi :


17

1. Fase orentasi

Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama kalinya bertemu

dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.

2. Fase kerja

Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana perawat

mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari itu perawat

diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam tentang klien dan

masalah kesehatanya.

3. Fase terminasi

Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat meninggalkan

pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika dievaluasi nantinya

klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang diberikan, maka dikatakan

berhasil dengan baik komunikasi terapeutik perawat-klien apabila ada umpan

balik dari seorang klien yang telah diberikan tindakan atau asuhan keperawatan

yang sudah direncanakan.

F. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang

menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan

pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada

akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap

proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam

mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan

klien. Jenis-jenis evaluasi menurut (suara, dkk, 2013) :

1. Evaluasi Formatif
18

Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon

klien segera setelah tindakan. Biasanya digunakan dalam catatan keperawatan.

2. Evaluasi Sumatif Menggambarkan rekapitulasi dari observasi dan analisa status

kesehatan klien dalam satu periode.

Evaluasi sumatif menjelaskan perkembangan kondisi dengan menilai apakah hasil

yang telah diterapkan tercapai.


BAB III

LAPORAN KASUS

STIKES WIDYA DHARMA HUSADA

ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS

KELUARGA FORMAT PENGKAJIAN ANAK

I. Identitas Pasien Dan Orang Tua

Nama Anak : An. R Nama Ayah/ Ibu : Ny. A

Tempat/ Tanggal lahir : Tangerang, Usia Ayah/ Ibu : 25 Thn

30-06-2018

Usia : 3 Thn 3 bln 24 hari Agama : Islam

Jenis kelamin : Laki-laki Suku Bangsa : Indonesia

Anak ke :1 Alamat :Cibodas

Tanggal masuk : 25 -10-2021 Pendidikan Ayah/ Ibu : SLTA

Diagnosa Medis : Pekerjaan Ayah/ Ibu :Swasta/IRT

Brongkopneumonia

II. Keluhan Utama

Orang tua klien mengatakan bahwa anaknya batuk berdahak, ibu mengatakan anaknya

sesak, demam dan nafsu makannya menurun

III. Keadaan Sakit Saat Ini

Ibu klien mengatakan anaknya suka jajan, kemudian anaknya batuk berdahak 3 hari lalu

dan demam, kemudian pada tanggal 25 Oktober 2021 ibu mengatakan anaknya di bawa

ke IGD, ibu mengatakan anaknya memeiliki alergi terhadap debu.


19
20

IV. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1. Prenatal :

Ibu mengatakan bahwa hamil anak 1, kemudian melahirkan dengan usia kehamilan

40 minggu

2. Intra Natal :

Ibu mengatakan selama hamil tidak ada keluhan

3. Post Natal :

Ibu mengatakan melahirkan anaknya secara normal

V. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

1. Penyakit masa kanak-kanak

Ibu megatakan biasanya anaknya sakit batukberdahak, demam, pilek

2. Pernah dirawat di RS

Ibu mengatakn anaknya pernah di bawa ke RS

3. Obat-obatan yang digunakan

Paracetamol, Dexametasone, Ranitidin, Ondansentron

4. Tindakan (Operasi)

Ibu mengatakan anaknya tidak pernah di operasi

5. Alergi

Ibu mengatakan anaknya tidak ada riwayat alergi

6. Kecelakaan

Ibu mengatakan anaknya tidak pernah mengalami kecelakaan

7. Imunisasi
21

Ibu mengatakan imunisasi lengkap sesuai umurnya


22

A. Riwayat Keluarga (Disertai Genogram0

Ibu mengatakan ini adalah anak satu-satunya

Ket :

Ayah

Ibu

Anak

VI. Riwayat Sosial

1. Yang mengasuh

Ibu

2. Hubungan dengan anggota keluarga

Orang tua

3. Hubungan dengan teman sebaya

Baik

4. Pembawaan secara umum

5. Lingkungan rumah
23

Padat penduduk

B. Kebutuhan Dasar

1. Makanan yang disukai/ tidak disukai

Semua makanan disukai dan tidak ada makanan yang tidak disukai

Alat makan yang dipakai :

Piring, sendok

Pola makan/ jam :

Pola makan baik/ 3-5 x perhari namun sedikit

2. Pola tidur

Pola tidur sebelum sakit baik, saat sakit pola tidurnya kurang

Kebiasaan sebelum tidur (perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang biasa dibawa

saat tidur, dll) :

Ibu mengatakan sebelum tidur anaknya tidur selalu memeluk boneka jerapahnya

Tidur siang

Ibu mengatakan anaknya sering tidur siang sebelum sakit, saat sakit tidurnya tidak teratur

3. Mandi

Ibu klien mengatakan bahwa sebelum sakit anaknya mandi 3x sehari, saat sakit anaknya

hanya di elap

4. Eliminasi

Ibu mengatakan selama di rumah dan dirmah sakit anak R untuk BAB/BAK dan BAB

1x/hari, BAK ± 3-4x/hari.

5. Aktivitas bermain

Ibu mengatakan anaknya, anak yang aktif bermain diluar rumah dan akrab bersama teman

sebayanya
24

C. Keadaan Kesehatan Saat Ini

1. Diagnosa Medis :

Brongkopeneumonia
25

2. Tindakan Operasi

3. Status Nutrisi

Ibu mengatakan anaknya makan 1- 3x sehari dengan jenis makanan seperti nasi,

lauk pauk, sayur. Ibu mengatakan tidak ada pantangan dan alergi makanan

anaknya menyukai nugget. Untuk minuman ibu mengatakan anaknya minum air

putih, teh. Ibu mengatakan sejak sakit anak tidak nafsu makan hanya makan 1-2

sendok.

4. Status Cairan

Baik antara intake output

5. Obat-obatan

 Cefotaxime (IV) 3x300mg

 Certidex (IV) 2x2mg

 Puyer batuk (PO) 3x1

 Paracetamol (IV) 3x100mg

 Nebu ventolin (Inhalasi) /8jam

 IVFD D5 1 /2 10 tpm

6. Aktifitas

Ibu mengatakan anaknya adalah anak yang aktif, lebih sering bermain di dalam

rumah bersama ibu dan tetangganya

7. Hasil Laboratorium

 HB : 11,4 gr/dl

 Leukosit :9600 sel/ul


26

8. Hasil Rontgen

Thorax AP/PA , Result : sinus, diagfragma dan cor normal , Pulmo :

perselubungan pada para cardial perihiler, terutama dextra, Kesan :

Bronkopneumonia

D. Pemeriksaan Fisik

1. Kedaan Umum

Anak dengan brongkopeneumonia, kesadaran compos mentis, keadaan

umum sedang

2. Kepala

Muka Simetris, rambut berwarna hitam dan sulit dicabut, ubun ubun besar

menutup,

3. Mata

Sklera putih, tidak cekung, respon pupil bai, reflek cahaya baik, konjungtiva tidak

anemis

4. Hidung

Tidak ada kelaianan pada hidung

5. Mulut

Tidak ada kelainan pada mulut

6. Telinga

Tidak ada sianosis, tidak ada benjolan, bersih

7. Tengkuk

Tidak ada sianosis, tidak ada benjolan

8. Dada
27

Keluhan : Anak I mengalami sesak nafas, dan batuk berdahak

Inspeksi : Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 42 kali/menit, irama nafas tidak

teratur cepat dan dangkal, terdapat cuping hidung saat bernafas, terdapat

penggunaan otot bantu nafas, anak R menggunakan alat bantu nafas, nassal kanul

2 lpm

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, getaran lemah pada kedua paru

Perkusi : Redup pada paru sinistra

Auskultasi : Suara nafas ronki

9. Jantung

Tidak terlihat adanya pulsasi iktus kordis, CRT < 2 detik ,Tidak ada sianosis

10. Paru-paru

Inspeksi : Bentuk perut datar, mengikuti gerak saat bernafas, tidak terdapat bekas

luka operasi

Auskultasi Peristaltik usus 8x/menit

Palpasi : Tidak terdapat massa ataupun juga tumor, nyeri tekan tidak ada

Perkusi Timpani, tidak ada nyeri ketuk ginjal

11. Perut

Tidak ada kembung

12. Punggung

Simetris antara kanan dan kiri

13. Genitalia

Tidak ada gangguan

14. Ekstremitas

Baik

15. Kulit
28

Putih kemerahan, bersih

16. Tanda Vital

TTV : RR : 37x/i N: 110x/i S : 39,00°C, S :39C

E. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

1. Kemandirian dan Bergaul

 Anak R mampu mengutarakan keinginannya tanpa merengek

 Anak R mudah bergaul termasuk mampu mengutarakan cita-citanya dan

bernyanyi dengan perawat

2. Motorik Halus

Ketika pipis anak R mampu membuka celana secara mandiri

3. Kognitif dan Bahasa

 Anak R mampu berbahasa yang baik

 Anak R mampu memanggil bunda dan ayahnya

 Anak R mampu mengutarakan keinginannya dan respon baik jika diajak

ngobrol

4. Motorik Kasar

Anak R mampu berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik

F. Informasi lain

Ibu mengatakan bahwa tidak ada riwayat turunan sesak nafas

G. Ringkasan Riwayat Keperawatan

Ibu datang ke Rs anisa membawa anaknya dengan keluhan , Ibu pasien mengatakan anaknya

mengalami sesak nafas, Ibu mengatakan saat posisi tidur telentang anak semakin

merasa sesak nafas, Ibu mengatakan anaknya batuk tapi tidak bisa mengeluarkan

dahaknya, Ibu mmengatakan anaknya rewel, Ibu mengatakan anaknya demam sejak 2
29

hari lalu, hasil pemeriksaan didapatkan Suara nafas ronki pada paru kiri, Pernafasan

cepat dan dangkal , Anak tidak mampu mengeluarkan dahaknya secara mandiri,

Terdapat otot bantu pernafasan dada, TTV : RR : 37x/i N: 110x/i S : 39,00°C, S :39C

H. Analisa Data

Data Klien Masalah Keperawatan

DS : Bersihan jalan nafas tidak efektif

 Ibu pasien mengatan anaknya berhubungan dengan peningkatan

mengalami sesak nafas produksi sputum ditandai dengan

 Ibu mengatakan anaknya batuk adanya batuk berdahak

 Ibu pasien mengatakan anaknya batuk (D.0001)

tapi tidak bisa mengeluarkan dahaknya

DO :

 Suara nafas ronki pada paru kiri

 Pernafasan cepat dan dangkal

 Anak tidak mampu mengeluarkan

dahaknya secara mandiri

 Frekuensi nafas 37x/i

DS: Pola nafas tidak efektif berhubungan

 Ibu mengatakan pasien kesulitan dengan Hambatan Upaya nafas

bernafas ditandai dengan depsneu

 Ibu mengatakan saat posisi tidur (D.0005)

telentang anak semakin merasa sesak

nafas
30

DO:

 Terdapat otot bantu pernafasan dada

 Pola nafas cepat dan dangkal

 TTV : RR : 37x/i N: 110x/i S : 39,00°C

Ds : Hipertermia berhubungan dengan

 Ibu mmengatakan anaknya rewel proses penyakit ditandai dengan suhu

 Ibu mengatakan anaknya demam sejak tubuh 39,0°C

2 hari lalu (D.0130)

Do:

 Klien teraba hangat

 S : 39,0°C

VII. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi

sputum ditandai dengan adanya batuk berdahak

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan hambatan upaya napas ditandai dengan

depsneu

3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh

39,0°C
31

VIII. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Medis Kriteria Hasil Intervensi

1. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Menejemen Jalan Napas

nafas tidak efektif keperawatan 3 x 24 jam (I.01011)

berhubungan diharapkan bersihan jalan nafas Observasi

dengan meningkat dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas

peningkatan 1. Batuk efektif meningkat (frekuensi, kedalaman,

produksi sputum 2. Produksi sputum usaha napas)

ditandai dengan menurun 2. Monitor bunyi napas

adanya batuk 3. Dipsneu menurun tambahan

berdahak 4. Frekuensi nafas membaik Terapeutik

5. Pola nafas membaik 3. Posisikan semi fowler

4. Berikan minum hangat

Edukasi

5. Anjurkan asupan cairan

6. Ajarkan tekhnik batuk

efektif

Kolaborasi

7. Kolaborasi pemberian

Nebulezer

2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi

efektif keperawatan 3 x 24 jam (I.01014)

berhubungan diharapkan masalah pola nafas Observasi:

dengan membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi ,


32

Hambatan upaya 1. Tekanan ekspirasi kedalaman dan upaya

nafas meningkat napas

2. Tekanan inspirasi 2. Monitor pola napas

meningkat 3. Monitor adanya sumbatan

3. Dispnea menurun jalan napas

4. Penggunaan otot bantu 4. Monitor saturasi oksigen

napas menurun Terapeutik

5. Frekuensi napas 5. Atur interval pemantauan

membaik respirasi sesuai kondisi

6. Kedalaman napas pasien

membaik 6. Dokumentasikan hasil

pemantauan

Edukasi

7. Jelaskan tujuandan

prosdur pemantauan

8. Informasikan hasil

pemantaian

Kolaborasi

9. Kolaborasi pemberian

Oksigen

3. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Menejemen Hipertermia

berhubungan keperawatan 3 x 24 jam (I.15506)

dengan proses diharapkan Termoregulasi Observasi

penyakit ditandai membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab

dengan suhu 1. suhu tubuh membaik hipertermia


33

tubuh 39,00°C 2. pucat menurun 2. Monitor suhu tubuh

3. kulit merah menurun 3. Monitor haluaran urine

4. suhu kulit membaik Terapeutik

4. Sediakan lingkungan yang

dingin

5. Berikan cairan oral

Edukasi

6. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

7. Kolaborasi pemberian

cairan intravena

VI. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No. Tanggal/Jam Implementasi Evaluasi


34

Dk

25/10/2021

Dk.1

12:00 Memonitor pola napas S :

(frekuensi, kedalaman, usaha  Ibu mengatakan anaknya

napas) masih sulit bernafas

12:05 Memonitor bunyi napas  Ibu mengatakan anaknya

tambahan masih batuk berdahak

12:08 Memposisikan semi fowler  Ibu mengatakan anaknya

12:10 Memberikan minum hangat tidak bisa mengeluarkan

12:12 Menganjurkan asupan cairan dahaknya

12:15 Mengajarkan tekhnik batuk O :

efektif  Auskultasi bunyi nafas

13:00 Mengkolaborasi pemberian ronki pada kedua paru

Nebulezer  RR=47x/i

13:20 Memonitor pola napas  SpO2=99%

(frekuensi, kedalaman, usaha  Ada otot bantu pernafasan


napas)
 Anak tidak bisa
13:25 Mengajarkan tekhnik batuk
mengeluarkan dahak
efektif
secra mandiri

A:

Masalah bersihan jalan nafas

belum teratasi

P:
35

Lanjutkan intervensi :

1. Monitor pola napas

(frekuensi, kedalaman,

usaha napas)

2. Monitor bunyi napas

tambahan

3. Posisikan semi fowler

4. Berikan minum hangat

5. Anjurkan asupan cairan

6. Ajarkan tekhnik batuk

efektif

7. Kolaborasi pemberian

nebulezer per 8 jam

DK.

12: 25 Memonitor frekuensi , S:

kedalaman dan upaya napas  Ibu mengatakan anak

12:27 Memonitor pola napas kesulitan bernafas

12:30 Memonitor adanya sumbatan  Ibu mengatakan sesak anak

jalan napas akan bertambah bila tidur

12:35 Memonitor saturasi oksigen dengan posisi telentang

12:40 Mengatur interval pemantauan O :

respirasi sesuai kondisi pasien  Pola nafas cepat dan dangkal

12:45 Mendokumentasikan hasil A :


36

pemantauan Masalah pola napas tidak efektif

12:48 Menjelaskan tujuandan belum teratasi

prosdur pemantauan P:

12:50 Menginformasikan hasil Lanjutkan intervensi :

pemantauan  Monitor frekuensi ,

kedalaman dan upaya napas

 Monitor pola napas

 Monitor adanya sumbatan

jalan napas

 Monitor saturasi oksigen

 Atur interval pemantauan

respirasi sesuai kondisi

pasien

 Dokumentasikan hasil

pemantauan

 Jelaskan tujuan dan prosdur

pemantauan

 Informasikan hasil

pemantaian

 Kolaborasi pemberian

oksigen
37

DK.

13:30 Mengidentifikasi penyebab S :

hipertermia  Ibu mengatakan anaknya

13:32 Memonitor suhu tubuh masih demam

13:35 Memonitor haluaran urine O:

13:37 Menyediakan lingkungan yang  S : 38,7C

dingin  N : 115 x/menit

13:39 Memberikan cairan oral A:

13:40 Menganjurkan tirah baring Mas alah hipertermia belum

13:50 Mengkolaborasi pemberian teratasi

cairan intravena P:

Lanjutkan intervensi:

 Identifikasi penyebab

hipertermia

 Monitor suhu tubuh

 Monitor haluaran urine

 Sediakan lingkungan yang

dingin

 Berikan cairan oral

 Anjurkan tirah baring

 Kolaborasi pemberian cairan

intravena

26/10/2021
38

Dk.1

15:00 Memonitor pola napas S :

(frekuensi, kedalaman, usaha  Ibu mengatakan sesak

napas) anaknya sudah berkurang

15:05 Memonitor bunyi napas  Ibu mengatakan anak I

tambahan masih batuk berdahak

15:07 Memposisikan semi fowler namun sudah berkurang

15:08 Memberikan minum hangat  Ibu mengatakan anak mau

15:10 Menganjurkan asupan cairan meniru melakukan batuk

15:20 Mengajarkan tekhnik batuk efektif

efektif  Ibu mengatakan anak

15:25 Mengkolaborasi pemberian mampu mengeluarkan

Nebulezer batuknya sambil

19:00 Memonitor pola napas dibimbing

(frekuensi, kedalaman, usaha O :

napas)  Auskultasi bunyi nafas

19:05 Mengajarkan tekhnik batuk ronki pada kedua paru

efektif namun sudah berkurang

 RR= 40x/menit

 SpO2=98%

 Ada otot bantu pernafasan

 Napas cepat dan dangkal

 Pasien mau dilakukan

nebu

 Terpasang nasal kanul


39

2lpm

A:

Masalah teratasi sebagian

P:

Lanjutkan intervensi

 Monitor pola napas

(frekuensi, kedalaman,

usaha napas)

 Monitor bunyi napas

tambahan

 Berikan minum hangat

 Kolaborasi pemberian

nebulezer per 8 jam

Dk.2

16:00 Memonitor frekuensi , S:

kedalaman dan upaya napas  Ibu mengatakan sesak

16:05 Memonitor pola napas berkurang

16:08 Memonitor adanya sumbatan  Ibu mengatakan anaknya

jalan napas sulit bernapas jika keadaan

16:10 Memonitor saturasi oksigen posisi telentang

16:12 Mengatur interval pemantauan O :

respirasi sesuai kondisi pasien  TTV

16:16 Mendokumentasikan hasil RR : 35x/i,

pemantauan N : 105x/i,
40

16:17 Menjelaskan tujuandan SpO2=98%

prosdur pemantauan

16:20 Menginformasikan hasil  Anak terlihat lebih tenang

pemantauan A:

Masalah pola napas tidak efektif

P:

Lanjutkan intervensi

 Monitor frekuensi ,

kedalaman dan upaya napas

 Monitor pola napas

 Monitor adanya sumbatan

jalan napas

 Monitor saturasi oksigen

 Atur interval pemantauan

respirasi sesuai kondisi

pasien

 Dokumentasikan hasil

pemantauan

 Informasikan hasil

pemantauan

Dk.3

14:15 Mengidentifikasi penyebab S :


41

hipertermia  Ibu mengatakan anaknya

14:18 Memonitor suhu tubuh masih demam

14: 19 Memonitor haluaran urine  Ibu mengatakan anaknya

14:20 Menyediakan lingkungan yang rewel berkurang

dingin O:

14:30 Memberikan cairan oral S : 38°C

14:35 Menganjurkan tirah baring N : 105x / menit

18:00 Mengkolaborasi pemberian

cairan intravena A:

Mengkolaborasi pemberian pct Masalah hipertermi teratasi

inj sebagian

20:30 Memonitor suhu tubuh P:

Lanjutkan intervensi

 Monitor suhu tubuh

 Monitor haluaran urine

 Sediakan lingkungan yang

dingin

 Berikan cairan oral

 Kolaborasi pemberian cairan

intravena

27/10/2021

Dk.1

21 :00 Memonitor pola napas S :

(frekuensi, kedalaman, usaha


42

napas)  Ibu mengatakan anaknya

21:03 Memonitor bunyi napas sudah tidak sesak lagi

tambahan O:

21:05 Memposisikan semi fowler  Tidak ada bunyi napas

21:07 Memberikan minum hangat tambahan

21:10 Mengkolaborasi pemberian  RR : 29x per menit

Nebulezer  Spo2 :98%

05:30 Memonitor pola napas  Tidak ada otot bantu napas


(frekuensi, kedalaman, usaha A :

napas) Masalah bersihan jalan napas


05:35 Memberikan minum hangat tidak efektif sudah teratasi
06:00 Memonitor bunyi napas P :

tambahan Hentikan intervensi

Dk.2

21:20 Memonitor frekuensi , S:

kedalaman dan upaya napas  Ibu mengatakan anaknya

21:22 Memonitor pola napas sudah tidak sesak lagi

21:25 Memonitor adanya sumbatan O :

21:27 jalan napas  Suara napas bersih

21:29 Memonitor saturasi oksigen  Pola napas sudah teratur

21:32 Mengatur interval pemantauan  RR :29x permenit

respirasi sesuai kondisi pasien  N :98C


21:35 Mendokumentasikan hasil A :
43

pemantauan Masalah pola nafas tidak efektif

21:40 Menginformasikan hasil teratasi

pemantauan P:

05:40 Memonitor saturasi oksigen Intervensi dihentikan

05:42 Memonitor frekuensi ,

kedalaman dan upaya napas

05:45 Memonitor pola napas

Dk.3

21:00 Memonitor suhu tubuh S:

21:45 Memonitor haluaran urine  Ibu mengatakan anaknya

21:50 Memberikan cairan oral sudah tidak rewel

21:52 Mengkolaborasi pemberian  Ibu mengatakan anaknya tadi

cairan intravena sudah tidak demam

06:00 Memonitor suhu tubuh O:

06:30 Memberikan cairan oral S : 36,5°C

A:

Masalah hipertermia teratasi

P:

Intervensi dihentikan
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Diagnosa keperawatan yang diangkat yaitu bersihan jalan napas tidak efektif,

pola napastidak efektif dan hipertermi diagnosa ini di dukung oleh data yang

ditemukan dari hasil pengakijan.

2. Intervensi dalam membuat rencana keperawatan disesuaikan dengan situasi dan

kondisi klien serta kondisi lingkungan.

3. Impelemtasi tindakan keperawatan pada klien An.R disesuaikan dengan rencana

keperawatan yang sebelumnya tersusun dan sesuaikan dengan konsidi klien pada

pelaksanaan, tidak semua tindakan dapat tercapai karena keterbatan waktu .

4. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses yang berfungsi untuk menilai

hasil tindakan keperawatan dan rencana keperawatan sebagai tolak ukur dan

evaluasi dilakukan merupakan evaluasi diri jangka pendek, sedangkan tujuan

jangka panjang belum dapat teratasi karena membutuhkan waktu yang cukup

lama.evaluasi yang didaptkan pada An..R. Masalah sudah teratasi dan klien sudah

pulang.

B. Saran

1. Bagi Rumah Sakit

Dapat mengembangkan ilmu yang sudah ada serta meningkatkan mutu pelayanan

baik pelayanan kesehatan maupun pelayanan lainnya yang ada di dalam rumah

sakit tersebut

44
45

2. Bagi Pembaca

Bagi pembaca khususnya klien rumah sakit agar lebih memperhatikan dan peduli

lagi tentang keadaan anak dan lingkungan sekitar, membawa anak kerumah sakit

dalam kondisi tidak sehat adalah keputusan yang tepat, karna dengan hal tersebut

dapat lebih awal mengatasi masalah dan mengetahui penyakit apa yang diderita

anak dan bagaimana penanganannya.

3. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

Menambah ilmu dan teknologi terapan bidang kesehatan khususnya keperawatan

pada anak

4. Bagi Penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset, khususnya studi

kasus tentang pelaksaan pemenuhan kebutuhan bagi klien anak

bronkopeneumonia.
46

Daftar Pustaka

Asmadi (2008) Konsep Dasar Keperawatan Jakarta: EGC

Agustina, I (2013) Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita dengan Perilaku Pencegahan

Penyakit Pneumonia Di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) Penyakit yang Ditularkan Melalui

Udara.Jakarta: Kemenkes RI Budiono, dkk (2015) Konsep Dasar Keperawatan Jakarta :

Bumi Medika

Dermawan (2012) Proses Keperawatan Penerapan Konsep Dan Kerangka Kerja. Yogyakarta:

Gosyen Publishing

Dinkes (2016) Profil Kesehatan Kota Samarinda 2016 Samarinda: Dinas Kesehatan Kota

Samarinda

Fadhila (2013). Rule Of Diagnosis And Treatment Of Bronchopneumonia Patiens On Baby

Boys Age 6 Months

Dewi & Noprianty (2018) Risk Factors Related To Faal Incidence In Hospitaliced Pediatric

Patient Whit Theory Faye G Abdellah . NurseLine Journal Vol.3 No. 2

Infodatin (2015) Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI Jakarta : infodatin

Kemenkes RI (2018) Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2017 Jakarta :

Kementrian Kesehatan RI

Nugroho, T (2011) Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam

Yogyakarta: Nuha Medika Nurarif, A.

Ningrum dan Sri Utami (2008) Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk perawat dan

bidan) Jakarta: Salemba


47

Medika Riyadi dan Sukarmin (2009) Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi pertama

Yogyakarta: Graha Ilmu

PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik

Edisi 3 Jakarta : DPP PPNI

Sherwood, L (2012) Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6 Jakarta: EGC Suara,

Mahyar. dkk (2013) Konsep Dasar Keperawatan Jakarta: CV Trans Info Media

Wijayaningsih,

Kartika Sari (2013) Asuhan Keperawatan Anak Jakarta : CV Trans Info Media

WHO (2016). Pneumonia, http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs331/en/. (diakses

pada`28 oktober 2018)

Anda mungkin juga menyukai