OLEH KELOMPOK 3:
1. UMI KASANAH
2. NURDIAN INDAH PERTIWI
3. ARIS NUGRAHENI
4. MIRANDIKA MAYA AGADILOFA
A. Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus disekitarnya, yang sering terjadi pada anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga
sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih
sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya
tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada
anak-anak dan orang dewasa (Bennete, 2013).
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C,
2002). Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A.
Price & Lorraine M.W, 2006).
Bronkhopneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi pada
jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratus bagian
atas selama beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing lainnya. (Dep. Kes. 1996 : Halaman 106).
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi
didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).
Jadi bronkopneumonia adalah radang paru terutama pada bagian bronkus dan
alveolus yang berada di sekitarnya, serta terjadi konsolidasi area berbercak, yang
sebelumnya didahului dengan adanya infeksi pada saluran pernapasan bagian atas.
B. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :
1. Faktor Infeksi
a) Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b) Pada bayi :
Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c) Pada anak-anak :
Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d) Pada anak besar – dewasa muda :
Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a) Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).
b) Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak
yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat
paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
3. Faktor Predisposisi
a. Usia
b. Genetik
4. Faktor Presipitasi
a. Gizi buruk/kurang
b. Berat badan lahir rendah (BBLR)
c. Tidak mendapatkan ASI yang memadai
d. Imunisasi yang tidak lengkap
e. Polusi udara
f. Kepadatan tempat tinggal
C. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis
dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a) Pneumonia lobaris
b) Pneumonia interstitialis
c) Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a) Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia =
CAP)
b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a) Pneumonia bakteri
b) Pneumonia virus
c) Pneumonia mikoplasma
d) Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a) Pneumonia tipikal
b) Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a) Pneumonia akut
b) Pneumonia persisten
F. Patofisiologi
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Keperawatan yang dapat diberikan pada klien
bronkopneumonia adalah:
1. Menjaga kelancaran pernapasan
2. Kebutuhan istirahat
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman
Sementara Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:
1. Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk transpor muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Arief Mansjoer,
2000).
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari
2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011).
1. Penatalaksaan Umum
a) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
c) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah
dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a) ampicillin + aminoglikosid
b) amoksisillin - asam klavulanat
c) amoksisillin + aminoglikosid
d) sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a) beta laktam amoksisillin
b) amoksisillin - asam klavulanat
c) golongan sefalosporin
d) kotrimoksazol
e) makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun).
Dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari
ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).
J. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sitemik
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
K. Pencegahan Bronkopneumonia
1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang
yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Secara
garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan
khusus.
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap
kejadian bronkopneumonia. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :
a) Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu kali
(pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia
2-11 bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak
3 kali (0-9 bulan)..
b) Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal
sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
c) Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di
luar ruangan.
d) Mengurangi kepadatan hunian rumah.
2. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang
telah sakit agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari komplikasi,
dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya
komplikasi. Upaya yang dilakukan antara lain :26
a) Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik
benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari.
b) Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.
c) Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :
a) Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.
b) Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses
pemberian makan.
c) Berikan anak cairan tambahan untuk minum.
d) Tingkatkan pemberian ASI.
e) Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman.
Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti : bernapas menjadi sulit,
pernapasan menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika
terdapat tanda-tanda seperti itu segera membawa anak ke petugas kesehatan
PATWAY BRONKOPNEUMONIA
Virus bakteri
jamur
Saluran nafas
atas
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Fokus Pengkajian
Usia bronkopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak sering terjadi pada
anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi berusia kurang dari
2 bulan, tetapi pada usia dewasa juga masih sering mengalami bronkopneumonia.
3. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan
cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan
diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 oC dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan
Pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu
pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak
menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan
anggota keluarga perokok.
f. Riwayat imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit
infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak
cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
B. Pemeriksaan persistem
1. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, iritability.
2. Sistem pernapasan
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung,
ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada
asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup
pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan
anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
3. Sistem pencernaan
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua
yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan
cara pemberian makanan/cairan personde.
4. Sistem eliminasi
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami
alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
5. Sistem saraf
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau
malas minum, ubun-ubun cekung.
6. Sistem lokomotor/musculoskeletal
Tonus otot menurun, lemah secara umum
7. Sistem endokrin
Tidak ada kelainan
8. Sistem integument
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit
kering.
9. Sistem penginderaan
Tidak ada kelainan
C. Pemeriksaan Fisik
1. Pengkajian Fisik
a) Inspeksi : Perlu diperhatikan adanya takhipnea, dispnea, sianosis sirkumoral, pernafasan
cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada waktu menarik nafas pada pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak
jelas.
b) Palpasi : Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit dan nadi mengalami peningkatan.
c) Perkusi : Suara redup pada sisi yang sakit.
d) Auskultasi : Pada pneumoniakan terdengar stidor suara nafas berjurang, ronkhi halus pada
sisi yang sakit dan ronkhi pada sisi yang resolusi, pernafasan bronchial, bronkhofoni,
kadang-kadang terdenar bising gesek pleura.
2. Data Fokus
b) Pernapasan
Gejala : takipneu, dispneu, progresif, pernapasan dangkal, penggunaan obat aksesoris,
pelebaran nasal.
Tanda : bunyi napas ronkhi, halus dan melemah, wajah pucat atau sianosis bibir atau kulit
c) Aktivitas atau istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : penurunan toleransi aktivitas, letargi
d) Integritas ego : banyaknya stressor
e) Makanan atau cairan
Gejala ; kehilangan napsu makan, mual, muntah
Tanda: distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering dengan tugor kulit buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi)
f) Nyeri atau kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (pleritis), meningkat oleh batuk, nyeri dada subternal
(influenza), maligna, atralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada posisi yang sakit untuk
membatasi gerakan) (Doengos,2000).
6.
D. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Criteria
No Intervensi
Hasil
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :
Efektif Respiratory status : Airway suction
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral /
Definisi : Ketidakmampuan Respiratory status : tracheal suctioning
untuk membersihkan sekresi Airway patency 2. Auskultasi suara nafas
atau obstruksi dari saluran Aspiration Control sebelum dan sesudah
pernafasan untuk suctioning.
mempertahankan kebersihan Kriteria Hasil : 3. Informasikan pada klien
jalan nafas. Mendemonstrasikan dan keluarga tentang
batuk efektif dan suara suctioning
Batasan Karakteristik : nafas yang bersih, tidak 4. Minta klien nafas dalam
- Dispneu, Penurunan suara ada sianosis dan sebelum suction dilakukan.
nafas dyspneu (mampu 5. Berikan O2 dengan
- Orthopneu mengeluarkan sputum, menggunakan nasal untuk
- Cyanosis mampu bernafas memfasilitasi suksion
- Kelainan suara nafas dengan mudah, tidak nasotrakeal.
(rales, wheezing) ada pursed lips) 6. Gunakan alat yang steril
- Kesulitan berbicara Menunjukkan jalan sitiap melakukan tindakan.
- Batuk, tidak efekotif atau nafas yang paten (klien 7. Anjurkan pasien untuk
tidak ada tidak merasa tercekik, istirahat dan napas dalam
- Mata melebar irama nafas, frekuensi setelah kateter dikeluarkan
- Produksi sputum pernafasan dalam dari nasotrakeal.
- Gelisah rentang normal, tidak 8. Monitor status oksigen
- Perubahan frekuensi dan ada suara nafas pasien.
irama nafas abnormal) 9. Ajarkan keluarga
Mampu bagaimana cara melakukan
Faktor-faktor yang mengidentifikasikan suksion.
berhubungan: dan mencegah factor 10.Hentikan suksion dan
- Lingkungan : merokok, yang dapat berikan oksigen apabila
menghirup asap rokok, perokok menghambat jalan pasien menunjukkan
pasif-POK, infeksi nafas bradikardi, peningkatan
- Fisiologis : disfungsi saturasi O2, dll.
neuromuskular, hiperplasia
dinding bronkus, alergi jalan Airway Management
nafas, asma. 1. Buka jalan nafas,
- Obstruksi jalan nafas : guanakan teknik chin lift
spasme jalan nafas, sekresi atau jaw thrust bila perlu
tertahan, banyaknya mukus, 2. Posisikan pasien untuk
adanya jalan nafas buatan, memaksimalkan ventilasi
sekresi bronkus, adanya eksudat 3. Identifikasi pasien
di alveolus, adanya benda asing perlunya pemasangan alat
di jalan nafas. jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
8. Lakukan suction pada
mayo
9. Berikan bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl
Lembab
11. Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status O2
Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based Guide to Planning
Care. United Stated of America : Elsevier.
Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. Diakses pada tanggal 21 Juli 2013
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.
Dahlan Z. 2006. Pneumonia, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Suyono S. (ed). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Penerbit IDAI.