Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPEAWATAN PADA

ANAK DENGAN BRONKOPNEUMONIA

OLEH KELOMPOK 3:

1. UMI KASANAH
2. NURDIAN INDAH PERTIWI
3. ARIS NUGRAHENI
4. MIRANDIKA MAYA AGADILOFA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO


 Anatomi
Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana organ-organ
pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir yaitu rongga
hidung, pharynx, larynx, trakhea, dan bagian paru-paru yang berfungsi melakukan
pertukaran gas-gas antara udara dan darah.
1. Saluran nafas bagian atas, terdiri dari:
a) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara paraanalis yang masuk
kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan
air mata kedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam hidung
b) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan sampai
persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikid maka
letaknya di belakang hidung (naso farynx), dibelakang mulut(oro larynx), dan
dibelakang farinx (farinx laryngeal)
2. Saluran pernafasn bagian bawah terdiri dari :
a) Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharnyx yang
memisahkan dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai ketinggian
vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
b) Trachea (Batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea
berjalan dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan
ditempat ini bercabang menjadi dua bronchus (bronchi).
c) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebralis torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea yang
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak
simetris. Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan
trachea dengan sudut lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis
yang penting.Tabung endotracheal terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk
saluran udara paten yang mudah masuk kedalam cabang bronchus kanan. Kalau
udara salah jalan, maka tidak dapat masuk kedalam paru-paru akan kolaps
(atelektasis).Tapi arah bronchus kanan yang hampir vertical maka lebih mudah
memasukkan kateter untuk melakukan penghisapan yang dalam. Juga benda
asing yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam percabangan bronchus kanan
ke arahnya vertikal.
Cabang utma bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi
segmen lobus, kemudian menjadi segmen bronchus. Percabangan ini terus
menerus sampai cabang terkecil yang dinamakan bronchioles terminalis yang
merupakan cabang saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveolus.
Bronchiolus terminal kurang lebih bergaris tengah 1 mm. Bronchiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah, semua saluran udara dibawah bronchiolus terminalis
disebut saluran pengantar udara karena fungsi utamanya dalah sebagai pengantar
udara ketempat pertukaran gas paru-paru. Di luar bronchiolus terminalis terdapat
asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas.
Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris
terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.
d) Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga
toraks atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum central yang
mengandung jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar. Setiap paru
mempunyai apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan
bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuuki tiap paru pada bagian
hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih banyak daripada kiri, paru
kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-
lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronchusnya. Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah
segmen pada lobus medialis, 5 buah pada lobus superior kiri. Paru kiri
mempunyai 5 buah segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen pada lobus
superior.Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus. Didalam lobulus, bronkhiolus ini bercabang- cabang banyak
sekali, cabang ini disebut duktus alveolus.Tiap duktus alveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2- 0,3 mm. Letak paru di rongga dada
dibungkus oleh selaput tipis yang bernama selaput pleura.
Pleura dibagi menjadi dua :1) pleura visceral (selaput dada pembungkus)
yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru; 2) pleura parietal yaitu
selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat
rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum
pleura ini vakum (hampa udara)sehingga paru dapat berkembang kempis dan
juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki
permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru dan dinding
sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari
tekanan atmosfir, sehingga mencegah kolpas paru kalau terserang penyakit,
pleura mengalami peradangan, atau udara atau cairan masuk ke dalam rongga
pleura, menyebabkan paru tertekan atau kolaps.

Gambar 1. Anatomi Saluran Pernapasan


KONSEP PENYAKIT

A. Definisi
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :
1. Pneumonia lobaris
2. Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus disekitarnya, yang sering terjadi pada anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga
sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih
sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya
tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada
anak-anak dan orang dewasa (Bennete, 2013).
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C,
2002). Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A.
Price & Lorraine M.W, 2006).
Bronkhopneumonia adalah salah satu peradangan paru yang terjadi pada
jaringan paru atau alveoli yang biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratus bagian
atas selama beberapa hari. Yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing lainnya. (Dep. Kes. 1996 : Halaman 106).
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang
mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi
didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).
Jadi bronkopneumonia adalah radang paru terutama pada bagian bronkus dan
alveolus yang berada di sekitarnya, serta terjadi konsolidasi area berbercak, yang
sebelumnya didahului dengan adanya infeksi pada saluran pernapasan bagian atas.

B. Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah (Bradley et.al., 2011) :
1.      Faktor Infeksi
a) Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus (RSV).
b) Pada bayi :
 Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,
Cytomegalovirus.
 Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.
 Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza, Mycobacterium
tuberculosa, Bordetella pertusis.
c) Pada anak-anak :
 Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV
 Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia
 Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis
d) Pada anak besar – dewasa muda :
 Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis
 Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis
2. Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi
a) Bronkopneumonia hidrokarbon :
Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde
lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

b) Bronkopneumonia lipoid :
Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara
intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak
yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat
paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

3. Faktor Predisposisi
a. Usia
b. Genetik

4. Faktor Presipitasi
a. Gizi buruk/kurang
b. Berat badan lahir rendah (BBLR)
c. Tidak mendapatkan ASI yang memadai
d. Imunisasi yang tidak lengkap
e. Polusi udara
f. Kepadatan tempat tinggal
C. Klasifikasi
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan
pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah
membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis
dan memberikan terapi yang lebih relevan (Bradley et.al., 2011).
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
a) Pneumonia lobaris
b) Pneumonia interstitialis
c) Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
a) Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia =
CAP)
b) Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
a) Pneumonia bakteri
b) Pneumonia virus
c) Pneumonia mikoplasma
d) Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
a) Pneumonia tipikal
b) Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
a) Pneumonia akut
b) Pneumonia persisten

D. Tanda dan Gejala


Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas selama beberapa hari.
1. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C
2. Mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.
3. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut.
4. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif (Bennete, 2013).
Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia khususnya bronkopneumonia
ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013):
1. Pada inspeksi : terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah
 retraksi dinding dada
 penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung
 orthopnea
 pergerakan pernafasan yang berlawanan.
Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan
resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah
terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan
fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang
melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.
Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini
terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak
beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital.
Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,
adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya
distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara
abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung
memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas
atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas
dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.    
2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi
paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras
atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung
jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme
terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

F. Patofisiologi

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim


paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis
dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa
filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan
lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit,
komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai
sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang
melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi
saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon
imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan
infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan
ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia
bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi
cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan
stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance
paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi
menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching)
yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia.  Selanjutnya desaturasi oksigen
menyebabkan peningkatan kerja jantung.
Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan
disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus,
resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik
untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi
bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan
terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan,
namun kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan
(Bennete, 2013).
Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1.    Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun
dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin.
Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat
plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar
kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2.    Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3.    Stadium III (3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi
di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini
eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4.    Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia
mikoplasma sinar X dada mungkin bersih.
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan
corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir
lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

Gambar 2. Bronchopneumonia pada Anak umur 5 tahun


2. GDA : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan
penyakit paru yang ada. Mungkin menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
3. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsy jarum, aspirasi
transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebab.
4. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi
virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.
Infeksi virus: leukosit normal atau meningkat (tidak lebih dari 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan) dan infeksi bakteri; leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3
dengan neutrofil yang predominan.
5. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.
6. LED : meningkat
7. Pemeriksaan fungsi paru : volume mungkin menurun (kongesti dan
kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain
menurun, hipoksemia.
8. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah
9. Bilirubin : mungkin meningkat
10. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan
keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 2000)

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Keperawatan yang dapat diberikan pada klien
bronkopneumonia adalah:
1. Menjaga kelancaran pernapasan
2. Kebutuhan istirahat
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman
Sementara Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:
1. Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)
2. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk transpor muskusilier
4. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit (Arief Mansjoer,
2000). 
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak terdiri dari
2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus (IDAI, 2012; Bradley et.al., 2011).
1.    Penatalaksaan Umum
a) Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah ≥ 60 torr.
b) Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c) Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
2. Penatalaksanaan Khusus
a) Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
b) Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung.
c) Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah
dengan angka resistensi  penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada anak harus
dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
1.    Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a) ampicillin + aminoglikosid
b) amoksisillin - asam klavulanat
c) amoksisillin + aminoglikosid
d) sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a) beta laktam amoksisillin
b) amoksisillin - asam klavulanat
c) golongan sefalosporin
d) kotrimoksazol
e) makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun).
Dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka harus
dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali sampai hari
ketiga. Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman
penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti
empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).

J. Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
a. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
b. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
c. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sitemik
e. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
f. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

K. Pencegahan Bronkopneumonia
1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang
yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit. Secara
garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan
khusus.
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap
kejadian bronkopneumonia. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :
a) Memberikan imunisasi BCG satu kali (pada usia 0-11 bulan), Campak satu kali
(pada usia 9-11 bulan), DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali (pada usia
2-11 bulan), Polio sebanyak 4 kali (pada usia 2-11 bulan), dan Hepatitis B sebanyak
3 kali (0-9 bulan)..
b) Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberika ASI pada bayi neonatal
sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita.
c) Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di
luar ruangan.
d) Mengurangi kepadatan hunian rumah.

2. Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang
telah sakit agar sembuh, menghambat progesifitas penyakit, menghindari komplikasi,
dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya
komplikasi. Upaya yang dilakukan antara lain :26
a) Bronkopneumonia berat : rawat di rumah sakit, berikan oksigen, beri antibiotik
benzilpenisilin, obati demam, obati mengi, beri perawatan suportif, nilai setiap hari.
b) Bronkopneumonia : berikan kotrimoksasol, obati demam, obati mengi.
c) Bukan Bronkopneumonia : perawatan di rumah, obati demam.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi. Upaya yang dapat dilakukan anatara lain :
a) Memberi makan anak selama sakit, tingkatkan pemberian makan setelah sakit.
b) Bersihkan hidung jika terdapat sumbatan pada hidung yang menganggu proses
pemberian makan.
c) Berikan anak cairan tambahan untuk minum.
d) Tingkatkan pemberian ASI.
e) Legakan tenggorok dan sembuhkan batuk dengan obat yang aman.
Ibu sebaiknya memperhatikan tanda-tanda seperti : bernapas menjadi sulit,
pernapasan menjadi cepat, anak tidak dapat minum, kondisi anak memburuk, jika
terdapat tanda-tanda seperti itu segera membawa anak ke petugas kesehatan
PATWAY BRONKOPNEUMONIA

Virus bakteri
jamur

Saluran nafas
atas

Kuman berlebih di Kuman di


bronkus saluran cerna Infeksi
saluran
Proses peradangan
Infeksi saluran
Peradangan
cerna Dilatasi
Akumulasi secret di pencrnaan
bronkus Peningkatan
from normal di Gangguan difusi Peningkatan
gas suhu tubuh
MK : Bersihan Mocus di Peristaltic usus Gangguan
jalan nafas bronkus Hipertermi
meningkat Pertukaran
tidak efektif
Bau mulut tidak Peningkatan
Mal
metabolisme Suplai O2
Absorbsi
tubuh akibat dalam darah
Anoreksia Frekuensi infeksi
BAB
MK :
>3x/hari MK :
Intake menurun Hipertermi
Intoleransi
MK : Defisit aktivitas
MK : volume cairan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas
2. Fokus  Pengkajian
Usia bronkopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak sering terjadi pada
anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi berusia kurang dari
2 bulan, tetapi pada usia dewasa juga masih sering mengalami bronkopneumonia.
3. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan
cuping hidung, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan
diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas
selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40 oC dan kadang
disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan
Pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu
pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak
menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan
anggota keluarga perokok.
f. Riwayat imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit
infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak
cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.

B. Pemeriksaan persistem
1. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, iritability.
2. Sistem pernapasan
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung,
ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada
asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup
pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan
anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
3. Sistem pencernaan
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua
yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan
cara pemberian makanan/cairan personde.
4. Sistem eliminasi
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami
alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
5. Sistem saraf
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau
malas minum, ubun-ubun cekung.
6. Sistem lokomotor/musculoskeletal
Tonus otot menurun, lemah secara umum
7. Sistem endokrin
Tidak ada kelainan
8. Sistem integument
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit
kering.
9. Sistem penginderaan
Tidak ada kelainan
C. Pemeriksaan Fisik

1. Pengkajian Fisik
a) Inspeksi : Perlu diperhatikan adanya takhipnea, dispnea, sianosis sirkumoral, pernafasan
cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri
dada pada waktu menarik nafas pada pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak
jelas.
b) Palpasi : Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit dan nadi mengalami peningkatan.
c) Perkusi : Suara redup pada sisi yang sakit.
d) Auskultasi : Pada pneumoniakan terdengar stidor suara nafas berjurang, ronkhi halus pada
sisi yang sakit dan ronkhi pada sisi yang resolusi, pernafasan bronchial, bronkhofoni,
kadang-kadang terdenar bising gesek pleura.
2. Data Fokus
b) Pernapasan
 Gejala  : takipneu, dispneu, progresif, pernapasan dangkal, penggunaan obat aksesoris,
pelebaran nasal.
 Tanda : bunyi napas ronkhi, halus dan melemah, wajah pucat atau sianosis bibir atau kulit
c) Aktivitas atau istirahat
 Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
 Tanda : penurunan toleransi aktivitas, letargi
d) Integritas ego : banyaknya stressor
e) Makanan atau cairan
 Gejala ; kehilangan napsu makan, mual, muntah
 Tanda: distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering dengan tugor kulit buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi)
f) Nyeri atau kenyamanan
 Gejala  : sakit kepala, nyeri dada (pleritis), meningkat oleh batuk, nyeri dada subternal
(influenza), maligna, atralgia.
 Tanda  : melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada posisi yang sakit untuk
membatasi gerakan) (Doengos,2000).

C. Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia yang
berhubungan dengan toksin bakteri sputum.
3. Intoleransi aktivitas b.d insufisiensi O2 untuk aktivitas sehari-hari.
4. Defisit volume cairan b.d. kehilangan cairan berlebih.
5. Hipertermi

6.
D. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Criteria
No Intervensi
Hasil
1 Bersihan Jalan Nafas tidak NOC : NIC :
Efektif   Respiratory status : Airway suction
Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral /
Definisi : Ketidakmampuan   Respiratory status : tracheal suctioning
untuk membersihkan sekresi Airway patency 2. Auskultasi suara nafas
atau obstruksi dari saluran   Aspiration Control sebelum dan sesudah
pernafasan untuk suctioning.
mempertahankan kebersihan Kriteria Hasil : 3. Informasikan pada klien
jalan nafas.  Mendemonstrasikan dan keluarga tentang
batuk efektif dan suara suctioning
Batasan Karakteristik : nafas yang bersih, tidak 4. Minta klien nafas dalam
-         Dispneu, Penurunan suara ada sianosis dan sebelum suction dilakukan.
nafas dyspneu (mampu 5. Berikan O2 dengan
-         Orthopneu mengeluarkan sputum, menggunakan nasal untuk
-         Cyanosis mampu bernafas memfasilitasi suksion
-         Kelainan suara nafas dengan mudah, tidak nasotrakeal.
(rales, wheezing) ada pursed lips) 6. Gunakan alat yang steril
-         Kesulitan berbicara  Menunjukkan jalan sitiap melakukan tindakan.
-         Batuk, tidak efekotif atau nafas yang paten (klien 7. Anjurkan pasien untuk
tidak ada tidak merasa tercekik, istirahat dan napas dalam
-         Mata melebar irama nafas, frekuensi setelah kateter dikeluarkan
-         Produksi sputum pernafasan dalam dari nasotrakeal.
-         Gelisah rentang normal, tidak 8. Monitor status oksigen
-         Perubahan frekuensi dan ada suara nafas pasien.
irama nafas abnormal) 9. Ajarkan keluarga
 Mampu bagaimana cara melakukan
Faktor-faktor yang mengidentifikasikan suksion.
berhubungan: dan mencegah factor 10.Hentikan suksion dan
-         Lingkungan : merokok, yang dapat berikan oksigen apabila
menghirup asap rokok, perokok menghambat jalan pasien menunjukkan
pasif-POK, infeksi nafas bradikardi, peningkatan
-         Fisiologis : disfungsi saturasi O2, dll.
neuromuskular, hiperplasia
dinding bronkus, alergi jalan Airway Management
nafas, asma. 1. Buka jalan nafas,
-         Obstruksi jalan nafas : guanakan teknik chin lift
spasme jalan nafas, sekresi atau jaw thrust bila perlu
tertahan, banyaknya mukus, 2.  Posisikan pasien untuk
adanya jalan nafas buatan, memaksimalkan ventilasi
sekresi bronkus, adanya eksudat 3. Identifikasi pasien
di alveolus, adanya benda asing perlunya pemasangan alat
di jalan nafas. jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
8. Lakukan suction pada
mayo
9. Berikan bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab
udara Kassa basah NaCl
Lembab
11. Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan
status O2

2 Ketidakseimbangan nutrisi NOC : NIC :


kurang dari kebutuhan tubuh   Nutritional Status : Nutrition Management
food and Fluid Intake   Kaji adanya alergi
Definisi : Intake nutrisi tidak Kriteria Hasil : makanan
cukup untuk keperluan   Adanya   Kolaborasi dengan ahli
metabolisme tubuh. peningkatan berat gizi untuk menentukan jumlah
badan sesuai dengan kalori dan nutrisi yang
Batasan karakteristik : tujuan dibutuhkan pasien.
-    Berat badan 20 % atau lebih   Berat badan ideal   Anjurkan pasien untuk
di bawah ideal sesuai dengan tinggi meningkatkan intake Fe
-    Dilaporkan adanya intake badan   Anjurkan pasien untuk
makanan yang kurang dari RDA   Mampu meningkatkan protein dan
(Recomended Daily Allowance) mengidentifikasi vitamin C
-    Membran mukosa dan kebutuhan nutrisi   Berikan substansi gula
konjungtiva pucat   Tidak ada tanda   Yakinkan diet yang
-    Kelemahan otot yang tanda malnutrisi dimakan mengandung tinggi
digunakan untuk   Tidak terjadi serat untuk mencegah
menelan/mengunyah penurunan berat badan konstipasi
-    Luka, inflamasi pada rongga yang berarti   Berikan makanan yang
mulut terpilih ( sudah
-    Mudah merasa kenyang, dikonsultasikan dengan ahli
sesaat setelah mengunyah gizi)
makanan   Ajarkan pasien bagaimana
-    Dilaporkan atau fakta adanya membuat catatan makanan
kekurangan makanan harian.
-    Dilaporkan adanya   Monitor jumlah nutrisi
perubahan sensasi rasa dan kandungan kalori
-    Perasaan ketidakmampuan   Berikan informasi tentang
untuk mengunyah makanan kebutuhan nutrisi
-    Miskonsepsi   Kaji kemampuan pasien
-    Kehilangan BB dengan untuk mendapatkan nutrisi
makanan cukup yang dibutuhkan
-    Keengganan untuk makan
-    Kram pada abdomen Nutrition Monitoring
-    Tonus otot jelek   BB pasien dalam batas
-    Nyeri abdominal dengan atau normal
tanpa patologi   Monitor adanya
-    Kurang berminat terhadap penurunan berat badan
makanan   Monitor tipe dan jumlah
-    Pembuluh darah kapiler aktivitas yang biasa dilakukan
mulai rapuh   Monitor interaksi anak
-    Diare dan atau steatorrhea atau orangtua selama makan
-    Kehilangan rambut yang   Monitor lingkungan
cukup banyak (rontok) selama makan
-    Suara usus hiperaktif   Jadwalkan pengobatan 
-    Kurangnya informasi, dan tindakan tidak selama jam
misinformasi makan
  Monitor kulit kering dan
Faktor-faktor yang berhubungan perubahan pigmentasi
:   Monitor turgor kulit
Ketidakmampuan pemasukan   Monitor kekeringan,
atau mencerna makanan atau rambut kusam, dan mudah
mengabsorpsi zat-zat gizi patah
berhubungan dengan faktor   Monitor mual dan muntah
biologis, psikologis atau   Monitor kadar albumin,
ekonomi. total protein, Hb, dan kadar Ht
  Monitor makanan
kesukaan
  Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
  Monitor pucat,
kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
  Monitor kalori dan intake
nuntrisi
  Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
  Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
3 Intoleransi aktivitas b/d curah NOC : NIC :
jantung yang rendah,   Energy Energy Management
ketidakmampuan memenuhi conservation   Observasi adanya
metabolisme otot rangka,   Self Care : ADLs pembatasan klien dalam
kongesti pulmonal yang Kriteria Hasil : melakukan aktivitas
menimbulkan hipoksinia,   Berpartisipasi   Dorong anal untuk
dyspneu dan status nutrisi yang dalam aktivitas fisik mengungkapkan perasaan
buruk selama sakit tanpa disertai terhadap keterbatasan
peningkatan tekanan   Kaji adanya factor yang
Intoleransi aktivitas b/d fatigue darah, nadi dan RR menyebabkan kelelahan
Definisi : Ketidakcukupan   Mampu melakukan   Monitor nutrisi  dan
energu secara fisiologis maupun aktivitas sehari hari sumber energi tangadekuat
psikologis untuk meneruskan (ADLs) secara mandiri   Monitor pasien akan
atau menyelesaikan aktifitas adanya kelelahan fisik dan
yang diminta atau aktifitas emosi secara berlebihan
sehari hari.   Monitor respon
kardivaskuler  terhadap
Batasan karakteristik : aktivitas
a.    melaporkan secara verbal   Monitor pola tidur dan
adanya kelelahan atau lamanya tidur/istirahat pasien
kelemahan.
b.    Respon abnormal dari Activity Therapy
tekanan darah atau nadi terhadap   Kolaborasikan dengan
aktifitas Tenaga Rehabilitasi Medik
c.    Perubahan EKG yang dalammerencanakan progran
menunjukkan aritmia atau terapi yang tepat.
iskemia   Bantu klien untuk
d.    Adanya dyspneu atau mengidentifikasi aktivitas
ketidaknyamanan saat yang mampu dilakukan
beraktivitas.   Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yangsesuai
Faktor factor yang dengan kemampuan fisik,
berhubungan : psikologi dan social
         Tirah Baring atau   Bantu untuk
imobilisasi mengidentifikasi dan
         Kelemahan menyeluruh mendapatkan sumber yang
         Ketidakseimbangan diperlukan untuk aktivitas
antara suplei oksigen dengan yang diinginkan
kebutuhan   Bantu untuk mendpatkan
         Gaya hidup yang alat bantuan aktivitas seperti
dipertahankan. kursi roda, krek
  Bantu untu
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
  Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
  Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
  Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
  Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
  Monitor respon fisik,
emoi, social dan spiritual
4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
Definisi : Penurunan cairan   Fluid balance Fluid management
intravaskuler,   Hydration
interstisial, 1. Timbang
dan/atau intrasellular.   Nutritional Status :
Ini popok/pembalut jika
mengarah ke dehidrasi,Food and Fluid Intake diperlukan
kehilangan cairan denganKriteria Hasil : 2. Pertahankan catatan
pengeluaran sodium   Mempertahankan intake dan output yang
urine output sesuai akurat
Batasan Karakteristik : dengan usia dan BB, 3. Monitor status hidrasi
-    Kelemahan BJ urine normal, HT ( kelembaban
-    Haus normal membran mukosa,
-    Penurunan turgor kulit/lidah   Tekanan darah, nadi adekuat, tekanan
-    Membran mukosa/kulit nadi, suhu tubuh dalam darah ortostatik ), jika
kering batas normal diperlukan
-    Peningkatan denyut nadi,   Tidak ada tanda 4. Monitor hasil lAb
penurunan tekanan darah, tanda dehidrasi, yang sesuai dengan
penurunan volume/tekanan nadi Elastisitas turgor kulit retensi cairan (BUN ,
-    Pengisian vena menurun baik, membran mukosa Hmt , osmolalitas urin 
-    Perubahan status mental lembab, tidak ada rasa )
-    Konsentrasi urine meningkat haus yang berlebihan 5. Monitor vital sign
-    Temperatur tubuh meningkat 6. Monitor masukan
-    Hematokrit meninggi makanan / cairan dan
-    Kehilangan berat badan hitung intake kalori
seketika (kecuali pada third harian
spacing) 7. Kolaborasi pemberian
Faktor-faktor yang cairan
berhubungan: 8. Monitor status nutrisi
-    Kehilangan volume cairan 9. Berikan cairan
secara aktif 10. Berikan diuretik sesuai
-    Kegagalan mekanisme interuksi
pengaturan 11. Berikan cairan IV
pada suhu ruanga
12. Dorong masukan oral
13. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai
output
14. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
15. Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
16. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul meburuk
17. Atur kemungkinan
tranfusi
18. Persiapan untuk
tranfusi
5 Hipertermia NOC : NIC :
Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas Kriteria Hasil :   Monitor suhu sesering
rentang normal   Suhu tubuh dalam mungkin
rentang normal   Monitor IWL
Batasan Karakteristik:   Nadi dan RR dalam   Monitor warna dan suhu
         kenaikan suhu tubuh rentang normal kulit
diatas rentang normal   Tidak ada   Monitor tekanan darah,
         serangan atau konvulsi perubahan warna kulit nadi dan RR
(kejang) dan tidak ada pusing,   Monitor penurunan
         kulit kemerahan merasa nyaman tingkat kesadaran
         pertambahan RR   Monitor WBC, Hb, dan
         takikardi Hct
         saat disentuh tangan   Monitor intake dan output
terasa hangat   Berikan anti piretik
  Berikan pengobatan untuk
Faktor faktor yang mengatasi penyebab demam
berhubungan :   Selimuti pasien
-          penyakit/ trauma   Lakukan tapid sponge
-          peningkatan metabolisme   Berikan cairan intravena
-          aktivitas yang berlebih   Kompres pasien pada lipat
-          pengaruh paha dan aksila
medikasi/anastesi   Tingkatkan sirkulasi udara
-         ketidakmampuan/penurun   Berikan pengobatan untuk
an kemampuan untuk mencegah terjadinya
berkeringat menggigil
-          terpapar dilingkungan
panas
-          dehidrasi Temperature regulation
-          pakaian yang tidak tepat   Monitor suhu minimal tiap
2 jam
  Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
  Monitor TD, nadi, dan RR
  Monitor warna dan suhu
kulit
  Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
  Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
  Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
  Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
  Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek negatif
dari kedinginan
  Beritahukan tentang
indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency
yang diperlukan
  Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
  Berikan anti piretik jika
perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
DAFTAR PUSTAKA

Ackley BJ, Ladwig GB. 2011. Nursing Diagnosis Handbook an Evidence-Based Guide to Planning
Care. United Stated of America : Elsevier.

Bennete M.J. 2013. Pediatric Pneumonia. Diakses pada tanggal 21 Juli 2013
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.

Dahlan Z. 2006. Pneumonia, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Suyono S. (ed). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :
Penerbit IDAI.

Anda mungkin juga menyukai