Oleh :
19650112
2020
1. Latar Belakang
Stroke non hemoragik ialah salah satu penyakit yang berkaitan dengan
pembuluh darah ke otak, penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor tiga
tahunnya (Black & Hawks; 2014), di Indonesia penyakit ini menduduki peringkat
umumnya memiliki berat badan berlebih atau obesitas (Brunner & Suddarth),
lemak yang tertimbun akibat obesitas tersebut akan membentuk plak pada
pembuluh darah atau disebut aterosklerosis, hal ini merupakan penyebab utama
terjadinya stroke non hemoragik (Black & Hawks; 2014). Jumlah penderita stroke
non hemoragik di Indonesia mencapai 83% dari seluruh kasus stroke pada
umumnya (Black & Hawks; 2014). Kenaikan prevalensi stroke non hemoragik
terjadi pada tahun 2012 ke tahun 2013, dimana ditahun 2012 terdapat 23.257
penderita, dan pada tahun 2013 penderita mencapai 28.772 orang (Profil
Kesehatan Provinsi, 2013). Apabila dilihat dari prosentase penyebab stroke non
hemoragik, 20% penderita mengalami trombus arteri besar, 25% karena trombus
arteri penetrasi kecil, 20% karena emobik kardiogenik, 30% karena stroke
darah oleh karena trombus dan emboli yang terlalu lama makin menebal,
sehingga aliran darah tidak lancar hal ini dapat mengakibatkan kurangnya oksigen
penurunan perfusi dan terjadi kematian sel sehingga akan mengalami perubahan
sehingga terjadi gangguan pada mobilats klien. Infark yang terjadi pada bagian
otak sebelah kanan akan menyebabkan gangguan mobilitas pada bagian tubuh kiri
dan sebaliknya karena jaringan syaraf berjalan bersilangan dalam jalur piramid
oleh perawat sebagai latihan rehabilitasi, latihan ini berfungsi untuh mencegah
kecacatan pada pasien stroke non hemoragik dan dapat dilakukan beberapa kali
dalam sehari (Rahayu; 2015). Latihan ROM pasif lebih memberikan pengaruh
gerak penuh, hal inilah yang membuat tingakat keberhasilan ROM pasif lebih
lainnya, perawat juga dapat memberikan edukasi kepada klien stoke non
hemoragik untuk mengubah pola hidup seperti mengikuti diet sehat dan
kolaborasi, perawat dapat bekerjasama dengan ahli terapi fisik sebagai sumber
Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi Stroke non hemoragik
2. Mengetahui etiologi Stroke non hemoragik
3. Mengetahui patofisiologi Stroke non hemoragik
4. Mengetahui Klasifikasi Stroke non hemoragik
5. Mengetahui manifestasi klinis Stroke non hemoragik
6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Stroke non hemoragik
7. Mengetahui penatalaksanaan Stroke non hemoragik
8. Mengetahui komplikasi Stroke non hemoragik
2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penanganan secara gawat darurat/kritis pada pasien stroke non
hemoragik yang mengalami gangguan mobilitas fisik ?
3. Konsep Teori
1. Pengertian
tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal
(atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih,
(Martini, 2014).
Stroke non hemoragik adalah hilangnya fungsi otak secara mendadak akibat
gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddarth; 2014). Stroke non
hemoragik biasa disebut dengan stroke iskemik atau emboli dan trombus yaitu
tertutupnya pembuluh darah oleh bekuan darah atau gumpalan hasil terbentukbya
2. Etiologi
A. Thrombolisis
Pengumpulan trombus mulai terjadi dari adanya kerusakan pada bagian garis
B. Emboli cerebral
yaitu bekuan darah atau lainnya seperti lemak yang mengalir melalui pembuluh
darah dibawa ke otak, dan nyumbat aliran darah bagian otak tertentu (Nurarif;
2015)
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi, penurunan aliran darah ke
arah otak yang disuplay oleh pembuluh darah yang menyempit. (Black & Hawks;
2014)
3. Patofisiologi
Stroke iskemik paling sering disebabkan oleh oklusi pembulu pembuluh
darah otak besar akibat emboli maupun trombosis yang dapat bersumber dari
jantung, arkus aorta, atau lesi arteri lainnya, seperti arteri karotis (Hariyanto;
2015).
penurunan suplai darah ke otak yang akan mengakibatkan infark sehingga otak
lokasi dan ukuran arteri yang tersumbat (Black & Hawks; 2014)
ekstermitas, perubahan yang terjadi ini sesuai dengan arteri mana yang terkena
arteri vertebrobasilar atau cabangnya (Black & Hawks; 2014). Afasia merupakan
penurunan kemampuan berkomunikasi, afasia ini dibagi menjadi tiga dengan
berbicara sebagai hasil dari infark pada lobus temporal otak. Afasia Broca
mempengaruhi produksi bicara sebagai akibat dari infark lobus frontal otak dan
afasia global mempengaruhi komprehensi dan poduksi bicara (Black & Hawks;
penurunan kemampuan yang disebabkan oleh infark pada arteri serebral anterior
4. Klasifikasi
Stroke non hemoragik dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan
penyakitnya, yaitu:
a.Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas TIA merupakan
tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan sesaat dari suatu disfungsi
serebral fokal akibat gangguan vaskuler, dengan lama serangan sekitar 2 -15
menit sampai paling lama 24 jam.
b. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurologi
Defisit (RIND) Gejala dan tanda gangguan neurologis setempat yang berlangsung
lebih lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang
dari tiga minggu).
c. In Evolutional atau Progressing Stroke merupakan Gejala gangguan neurologis
yang progresif dalam waktu enam jam atau lebih. Perkembangan stroke terjadi
perlahan – lahan sampai akut, munculnya gejala makin memburuk
d. Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke ) merupakan Gejala
gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode waktu 18-24
jam, tanpa adanya progesifitas lanjut. Gangguan neurologist yang timbul bersifat
menetap atau permanent, dari sejak awal serangan dan sedikit tidak ada
perbaikan.
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari stroke sangat beragan tergantung dari arteri serebral
yang terkena dan luasnya kerusakan jaringan cerebral manifestasi klinis yang
sering terjadi diantaranya adalah kelemahan pada alat gerak penurunan kesadaran
keseimbangan. Tanda gejala ini biasanya terjadi secara mendadak, fokal dan
Menrut Masriadi (2016) tanda dan gejala stroke iskemik di hubungkan dengan
1. Paralisis pada wajah, tangan dan kaki bagian sisi yang berlawanan
2. Gangguan sensori kaki an jari daerah yang berlawanan daerah terkena
7. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b.Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4.Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3.Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3.Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
8. Komplikasi
Komplikasi terjadi apabila gangguan mobilitas fisik tidak segera diatasi yaitu
hemiplegia/hemiparesis, kontraktur dan spastisitas (Satyanegara, 2010)
a.Hemiplegia/Hemiparesis
Kelainan ini merupakan gangguan fungsi motorik karena terjadinya lesi pada
bagian Upper Motor Neuron (UMN) yang mengakibatkan kelumpuhan pada
separuh sisi tubuhh, terutama pada bagian lengan dan tungkai.
b.Kontraktur disebabkan oleh pemendekan otot dan sendi yang menyebabkan
deformitas dan keterbatasan gerak sendi.Kontraktur terjadi karena transport
Ca2+ke dalam reticulum dihambat sehingga tidak terjadi relaksasi meskipun tidak
ada potensial aksi
c.Spastisitas merupakan suatu keadaan peningkatan tonus otot dalam otot yang
lemah.Pada awalnya tahanan diakibatkan oleh adanya tegangan yang cepat diikuti
dengan relaksasi secara tiba-tiba.
4. Critical Thinking
Range of motion (ROM) dilakukan empat sampai lima kali sehari setiap
kurang lebih 3 jam sekali dibangsal sakura. Range of motion pada ekstremitas
kanan dilakukan ROM pasif karena ketika melakukan latihan pergerakkannya
harus dibantu oleh perawat ataupun keluarga, sedangkan untuk ekstremitas
sebelah kiri dilakukan ROM aktif karena pasien masih bisa menggerakkan
ekstremitas sebelah kirinya. Range of motion adalah latihan gerakan sendiyang
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien
menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara
aktif ataupun pasif. ROM baik pasif maupun aktif memberikan efek pada fungsi
motorik pada anggota ekstremitas atas pada pasien pasca stroke. Rentang gerak
pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan
menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien, sedangkan rentang gerak aktif berguna untuk melatih
kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya
secara aktif misalnya saat pasien berbaring pasien menggerakkan tangan atau
kakinya sendiri tanpa bantuan.
Cara melatih range of motion pada ekstremitas yaitu bahu, gerakkan lengan
abduksi adduksi (geser lengan menjauh menyamping dari badan, biarkan lengan
berputar dan berbalik), fleksi-ekstensi (angkat lengan lurus melewati kepala
pasien, istirahatkan lengan terlentang diatas kepala ditempat tidur).Kemudian
bagian siku menggerakkan lengan bawah fleksiekstensi( tekuk lengan pasien
sehingga lengan menyentuh kebahu, luruskan lengan ke depan), pergelangan
tangan (tekuk pergelangan tangan kedepan dan menggenggam, tekuk pergelangan
tangan kebelakang dan tegakkan jarijari, gerakkan pergelangan tangan kelateral),
kemudian jari-jari fleksiekstensi (memegang telapak tangan, tekuk semua jari
sekali, luruskan semua jari sekali). Pada latihan ekstremitas ini dapat dilakukan
tangan kanan ataupun tangan kiri terlebih dahulu. Jika pasien terdapat kesulitan
melakukan latihan ROM, keluarga atau perawat dapat membantunya. Tindakan
selanjutnya melatih ROM pada ekstremitas bawah. Yang pertama panggul yaitu
menggerakkan kaki fleksi-ekstensi (angkat lutut mengarah kedada, tekuk pinggul
sedapat mungkin, biarkan lutut menekuk sedikit), kemudian rotasi keluar-
kedalam (geser kaki mengarah kesamping badan kemudian putar kaki dari luar
kedalam). Lutut, menggerakkan lengan bawah fleksiekstensi (tekuk keatas dan
luruskan sampai lurus), jari kaki fleksi-ekstensi (tekuk semua jari menurun dan
mendorong semua jari kebelakang) (Maliya,2015).Tahap yang ketiga yaitu
pengaturan posisi, pengaturan atau perubahan posisi ini dilakukan setiap dua
sampai tiga jam sekali. Dimulai dari tidurterlentang, miring kekiri maupun miring
kekanan. Pengaturan atau perubahan posisi ini bertujuan untuk mencegah
terjadinya luka tekan pada pasien, luka tekan dapat terjadi dalam waktu 3 hari
sejak terpaparnya kulit akan tekanan. Jika penekanan ini hanya berlangsung untuk
waktu lama, maka akan ada akibat - akibat yang merugikan bagi aliran darah.
Pada penekanan yang berlangsung waktu lama, maka timbul masalah dalam
peredaran zat-zatmakanan dan zat asam yang harus di salurkan pada bagian
-bagian kulit yang mengalami penekanan, jaringan-jaringan yang tak mendapat
cukup makan dan zat - zat asam perlahan akan mati, dari sinilah kemudian timbul
luka-luka dekubitus.
5. Kesimpulan
Hasil dari kasus ini pasien datang dengan pasien dirawat di bangsal, dengan
diagnosa medik Stroke Non Hemoragik. Keluhan utama keluarga pasien
mengatakan keluhan utama pasien adalah tangan dan kaki kanannya tidak bisa
digerakkan dan pasien tidak dapat bicara karena stroke.Kemudian keluarga
membawa pasien ke rumah sakit. Sehingga muncul diagnosa Hambatan mobilitas
fisik adalah keterbatasan pada pergerakkan fisik tubuh atau satu lebih ekstremitas
secara mandiri dan terarah.
Anderst, W. J., et all. (2013). Six Degrees of freedom Cervical Spine Range Of
Motion During Dynamic Flexion Extension After Single Level Anterior
Arthrodesis. The Journal Of Bone & Joint Surgery Jbjs Org Volume 95 A
Number 6 March 20, 2013.
Astutik, W., Didik H., Nailis S. (2013). Penggunaan Obat Golongan Diuretik
Pada
Pasien Stroke Iskemik Di Instalasi Rawat Inap RSUDR. Saiful Anwar
Malang. Jurnal Media Farmasi, Vol 10 No 2 September 2013 : 84-93.
Abdullah Rozi. 2014. Rotgen Kardio Megali. Buku Saku Kedokteran.
https://bukusakudokter.org diakses Juni 2017
Agustinus, 2017. Syarat Diit Pada Stroke. https://kompasiana.com diakses Juni 2017
Aprilia, Maureen.2015. Pemeriksaan Neurologis pada Kesadaran Menurun.
http://Kalbemed.com diakses Juni 2017
Artikel Dexamedica.2017.CITICOLINE. https://Dexa-medica.com diakses Juni 2017
ArtikelHallosehat 2017 Trauma Pada Kepala http://Hallosehat.com/PenyakitStoke
diakses Juni 2017
Batticaca, Fransisca. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan.Jakarta. Salemba Medika
Black & Hawks.2014.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.Salemba Medika
Brunner & Suddarth.2014.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta.EGC
Handiyani, Hanny.2015.Mobilisasi dan Imobilisasi. http://staff.ui.ac.id diakses Juni 2017
Haryanto, Awan. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta. Ar-Ruzz
Media
Irma, okta. 2015. Hubungan Antara Karakteristik Pasien Stroke dan Dukungan
Keluarga Denga n Kepatuhan Menjalani Rehabilitasi. Universitas Airlangga