Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN


“ BRONKOPNEUMONIA PADA ANAK ” DI RUANG
MAWAR UOBK RSUD DR MOHAMAD SALEH KOTA
PROBOLINGGO

OLEH:
LUSIA WAHYU WIDIYANTI, S.ST
NIM 14901.08.21086

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY
PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Pernafasan

Gambar : Saluran Pernafasan

Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana organ-organ pernafasan


tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir yaitu rongga hidung, pharynx,
larynx, trakhea, dan bagian paru-paru yang berfungsi melakukan pertukaran gas-gas antara
udara dan darah.

a. Saluran nafas bagian atas, terdiri dari:

1) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara paraanalis yang masuk


kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan air
matakedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam hidung

2) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar teanggorokan sampai
persambungannya dengan esophaguspada ketinggian tulang rawan krikid maka
letaknya di belakang hidung (naso farynx), dibelakang mulut(oro larynx), dan
dibelakang farinx (farinx laryngeal)

b. Saluran pernafasn bagian bawah terdiri dari :

1) Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharnyx yang memisahkan


dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai ketinggian vertebra servikalis
dan masukke dalam trakhea di bawahnya.

2) Trachea (Batang tenggorokan ) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea berjalan


dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan ditempat ini
bercabang menjadi dua bronchus (bronchi).

3) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebralis
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea yang dilapisi oleh jenis
sel yang sama. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan
lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trachea dengan sudut lancip.
Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis yang penting.Tabung endotrachea
terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran udara paten yang mudah masuk
kedalam cabang bronchus kanan. Kalau udara salah jalan, makap tidak dapat masuk
kedalam paru-paru akan kolaps (atelektasis).Tapi arah bronchus kanan yang hampir
vertical maka lebih mudah memasukkan kateteruntuk melakukan penghisapan yang
dalam. Juga benda asing yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam percabangan
bronchus kanan ke arahnya vertikal. Cabang utama bronchus kanan dan kiri
bercabang-cabang lagi menjadi segmen lobus, kemudian menjadi segmen bronchus.
Percabangan ini terusmenerus sampai cabang terkecil yang dinamakan bronchioles
terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveolus.Bronchiolus terminal kurang lebih bergaris tengah 1mm. Bronchiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah, semua saluran udara dibawah bronchiolus terminalis disebut
saluran pengantar udara karena fungsi utamanya dalah sebagai pengantar udara
ketemapat pertukaran gas paru-paru. Diluar bronchiolus terminalis terdapat asinus
yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat pertukaran gas. Asinus terdiri
bronchiolus respiratorius, yang kadang- kadang memiliki kantung udara kecil atau
alveoli yang bersal dari dinding mereka.Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi
oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.

4) Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga toraks
atau dada. Kedua paru-paru salingterpisah oleh mediastinum central yang mengandung
jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.Setiap paru mempunyai apeks (bagian
atas paru) dan dasar.Pembuluh darah paru dan bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh
limfe memasuuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru.Paru kanan
lebih daripada kiri,paru kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi menjadi
dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan
segmen bronchusnya. Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru dibagi 10
segmen.Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah segmen
pada lobus medialis, 5 buah pada lobus superior kiri. Paru kiri mempunyai 5 buah
segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen pada lobus superior.Tiap-tiap segmen
masih terbagi lagi menjadi belahanbelahan yang bernama lobules. Didalam lobolus,
bronkhiolus ini bercabang- cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus
alveolus.Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yangdiameternya antara 0,2-
0,3mm. Letak paru dirongga dada dibungkus oleh selaput tipis yang bernama selaput
pleura. Pleura dibagi menjadi dua :1.) pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu
selaput paru yang langsung membungkus paru.2.) pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum)
yang disebut kavum pleura.Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa
udara)sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan
gesekan antara paru dan dinding sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga mencegah kolpas paru kalau
terserang penyakit, pleura mengalami peradangan, atau udara atau cairan masuk ke
dalam rongga pleura, menyebabkan paru tertekan atau kolaps.

B. Pengertian
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai
parenkim paru. Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang
disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi (Mansjoer, 2000). Pneumonia adalah suatu
proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga
alveoli oleh eksudat sehingga pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi
(Soemantri, 2007).
Pneumonia disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur
atau oleh benda asing Pneumonia merupakan peradangan akut pada paru-paru dengan
akumulasi eksudat di dalam alveoli dan saluran pernafasan yang mengganggu proses
pernafasan (Smeltzer, 2001). Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim
paru, distal dari bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Dahlan, 2007).
Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada parenkim
paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan
parasit (PDPI, 2014; Djojodibroto, 2009). Peradangan pada paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke dalam pneumonia (Dahlana, 2014).
Oleh karena itu, berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
pneumonia adalah inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh bakteria, virus atau fungi
yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus respiratorius dan alveoli, dimana
terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat sehingga
pertukaran gas tidak dapat berlangsung.
Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :
1.  Pneumonia lobaris
2.  Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
3.  Bronkopneumonia
Bronkopneumia disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur, dan benda-benda asing (Bennete, 2013).
Bronchopneumonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan
diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi ( Sylvia A.
Price & Lorraine M. W., 2007).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacammacam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan
kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab
non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering merupakan
infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi
bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa (Bradley et.al., 2011).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab
non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011).

C. Etiologi
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme (virus, bekteri,
jamur), dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (minyak tanah,
bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan, minuman, susu, isi lambung kedalam
saluran pernafasan (aspirasi). Berbagai penyebab bronkopneumonia tersebut
dikelompokan berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang
menyertainya (komplikasi). Mkroorganisme tersering sebagai penyebab
bronkopneumonia adalah virus dan bakteri yaitu Diplococcus pneumonia,
Streptococcus pneumonia, Virus Influenza. Awalnya, mikroorganisme masuk melalui
percikan ludah (droplet), kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran
nafas bagian atas ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil karena penyebaran
melalui aliran darah (Misnadiarly, 2008).
Menurut Mansjoer (2008), etiologi terjadinya pneumonia diantaranya:
1. Bakteri
a. Pneumotorakokus, merupakan penyebab utama pneumonia. Pada orang
dewasa umumnya disebabkan oleh pneumokokus serotype 1 sampai dengan 8.
Sedangkan pada anak-anak serotype 14, 1, 6, dan 9. Insiden meningkat pada usia
lebih kecil 4 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.
b. Steptokokus, sering merupakan komlikasi dari penyakit virus lain, seperti
mobildan varisela atau komlikasi penyakit kuman lainnya seperti pertusis,
pneumonia oleh pnemokokus.
c. Himiphilus influenza, pneumokokus aureginosa, tuberculosa.
d. Streptokokus, lebih banyak pada anak-anak dan bersifat progresif, resisten
terhadap pengobatan dan sering menimbulkan komplikasi seperti : abses paru,
empiema, tension pneumotoraks.
2. Virus
Virus respiratory syncytial, virus influenza, virus adeno, virus sistomegalik.
3. Aspirasi
Makanan, pada tetanus neonatorum, benda asing, koreson.
4. Pneumonia hipostatik
Penyakit ini disebabkan tidur terlentang terlalu lama, missal pada anak sakit dengan
kesadaran menurun.
5. Jamur
Histoplasmamosis capsultatum candi dan abicans, biastomokasis, kalsedis mikosis,
aspergilosis dan aktino mikosis.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Arief Mansjoer (2008), manisfestasi klinis secara umum dapat dibagi
menjadi :
1. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel,
gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
2. Gejala umum pernafasan bahwa berupa batuk buruk, ekspektorasi sputum, cuping
hidung, sesak, sianosis.
3. Tanda pneumonia berupa peningkatan frekuensi nafas, suara nafas melemah, ronchi,
wheezing.

4. Tanda empiema berupa perkusi pekak, nyeri dada, kaku kuduk, nyeri abdomen.
5. Infeksi ekstrapulmonal.
E. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari brnkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur,
bakteri, virus) dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon (bensin,
minyak tanah, dan sejenisnya). Awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah
(droplet) infasi ini dapat masuk ke saluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi
imonologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peredangan, dimana ketika terjadi
peradangan ini tubuh dapat menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada
penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret. Semakin lama secret semakin
menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakain sempit dan pasien dapat
merasa sesak. Tidak hanya terkumpul di bronkus, lama kelamaan secret dapat sampai
ke alveolus paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi saluran
cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal dalam usus
menjadi agen pathogen sehingga timbul masalah GI tract.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme.
Keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam paru menunjukkan adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme
dapat berkembang biak dan mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit. Masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara
lain inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahanbahan yang ada di nasofaring dan
orofaring serta perluasan langsung dari tempattempat lain, penyebaran secara
hematogen. Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien
untuk mencegah infeksi yang terdiri dari susunan anatomis rongga hidung, jaringan
limfoid di nasofaring, bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus
respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut. Reflek batuk,
refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi. Drainase
sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional. Fagositosis, aksi limfosit
dan respon imunohumoral terutama dari IgA. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang
melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik. Bila
pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah
itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu :
1. Stadium (4–12 jam pertama/ kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang


berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat
pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel
imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan
otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini
mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan
diantara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen
dan karbondioksida, sehingga mempengaruhi perpindahan gas dalam darah dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan
seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga
anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48
jam.
3. Stadium III (3–8hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih


mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada
stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7–11hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
Pathway
Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peradangan Edema antara


pencernaan pembuluh darah kaplier dan
alveoli
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora
Eksudat plasma Peningkatan suhu Iritasi PMN
normal dalam usus
masuk alveoli tubuh eritrosit pecah

Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan dalam plasma Hipertermi Edema paru
nafas tidak meningkat peristaltik usus
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Evaporasi Pengerasan
sedap meningkat dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru

Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang
dari kebutuhan Hipoksia

Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu

Akumulasi asam
Retraksi dada / laktat
nafas cuping
hidung
Fatigue

Gangguan pola
nafas
Intoleransi
aktivitas
F. Komplikasi
Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan komplikasi.
Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien terutama penderita yang
termasuk ke dalam kelompok resiko tinggi (faktor risiko) :
1. Akumulasi cairan : cairan dapat menumpuk diantara pleura dan bagian bawah dinding
dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula terjadi empiema. Chest tube (atau drainage
secara bedah) mungkin dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan.
2. Abses : pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi pneumonia disebut dengan
abses. Biasanya membaik dengan terapi antibiotik, namun meskipun jarang terkadang
membutuhkan tindakan bedah untuk membuangnnya.
3. Bakteremia : Banteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar dari paru masuk ke
peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang serius karena infeksi dapat menyebar
dengan cepat melaui peredaran darah ke organ-organ lain.
4. Kematian : walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari pneumonia, pada
beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3 % penderita yang dirawat di rumah
sakit dan kurang dari 1 % penderita yang dirawat di rumah meninggal dunia oleh
peneumonia atau komplikasinya.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3
b. Laju endap darah meningkat 100mm
c. ASTO meningkat pada infeksi streptococcus.
d. GDA menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnea atau retensi CO2
e. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albumin urin ringan karena
peningkatan suhu tubuh.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Terlihat bercak- bercak pada bronkus hingga lobus.

H. Penatalaksanaan
1. Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
2. Terapi oksigen (O2)
3. Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian bronkodilator.
4. Istirahat yang cukup
5. Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500 mg/ hari
atau tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.

I. Fokus Pengkajian
1. Keluhan utama : sesak nafas
2. Riwayat penyakit
a. Pneumonia virus : ditandai gejala-gejala infeksi saluran nafas, termasuk
renitis dan batuk, serta suhu tubuh lebih rendah dari pneumonia bakteri
b. Pneumonia bakteri : ditandai oleh infeksi saluran pernafasan akut atau
bawah dalam beberapa hari hingga seminggu, suhu tubuh tinggi, batuk,
kesulitan bernafas.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Sering menderita penyakit pernafasan bagian atas, riwayat penyakit
peradangan pernafasan dengan gejala bertahap panjang dan lama yang
disertai wheezing.
4. Pengkajian fisik
a. Insperksi : perlu diperhatikan adanya takipnea, dypsnea, sianosis
sirkumoral, pernafasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula
non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada waktu bernafas, adanya
retraksi dinding dada.
b. Palpasi : hati mungkin akan membesar, flemitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit dan megalami peningkatan denyut nadi.
c. Perkusi : suara redup pada sisi yang sakit

d. Auskultasi : pada pneumonia akan terdengar stridor suara nafas


berjurang, terdengar suara nafas tambahan atau ronchi, kadang- kadang
terdengar bising gesek pleura.
5. Data fokus
a. Pernafasan
1) Gejala : takipnea, dipsnea, pernafasan dangkal
2) Tanda : bunyi nafas ronchi, halus, wajah pucat atau
sianosis bibir atau kulit
b. Aktivitas atau istirahat
1) Gejala : kelemahan, keleehan insomnia
2) Tanda : penurunan intoleransi aktivtas, letargi
c. Integritas ego : banyaknya stressor
d. Makanan atau cairan
a) Gejala : kehilanngan nafsu makan, mual, muntah
b) Tanda : distensi abdomen, hiperperistaltik usus, kulit kering.
e. Nyeri dan kenyamanan
1) Gejala : sakit kepala, nyeri dada, maligna
2) Tanda : melindungi area yang sakit
J. Diagnosa Keperawatan ( SDKI )
1. D.0003 Gangguan pertukaran gas.

2. D.0001 Bersihan jalan nafas tidak efektif.


3. D.0009 Perfusi perifer tidak efektif.
4. D.0077 Nyeri akut
5. D. 0103 Hipertermi.
6. D. 0056 Intoleransi Aktifitas
K. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
No. Tujuan Keperawatan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan
DX (NANDA)
( NOC ) (NIC )

1 Pola nafas tidak efektif b.d. Setelah dilakukan Asuhan keperawatan Airway Management
selama …. x 24 jam 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
hiperventilasi Respiratory status : Ventilation atau jaw thrust bila perlu
Kriteria Hasil : 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan ventilasi
suara nafas yang bersih, tidak ada 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
sianosis dan dyspneu (mampu alat jalan nafas buatan
mengeluarkan sputum, mampu 4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
bernafas dengan mudah, tidak ada 5. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
pursed lips) 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten tambahan
(klien tidak merasa tercekik, irama 7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
nafas, frekuensi pernafasan dalam keseimbangan.
rentang normal, tidak ada suara nafas 8. Monitor respirasi dan status O2
abnormal) 9. Monitor pemberian oksigen, vital sign tiap ....
3. Tanda Tanda vital dalam rentang jam
normal (tekanan darah, nadi, 10. Monitor status respirasi: adanya suara
pernafasan) tambahan
11. Ajarkan teknik batuk napas efektif
12. Kolaborasi dengan tim medis pemberian o2

2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Asuhan keperawatan Airway suction


selama …. x 24 jam 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
bersihan jalan nafas
Respiratory : ventilation suctioning
b.d. peningkatan 1. Pasien akan menunjukan pernapasan 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
optimal pada saat terpasang ventilator sesudah suctioning.
produksi sputum makanis’mempunyai kecepatan dan 3. Informasikan pada klien dan keluarga
irama respirasi dalam batas normal tentang suctioning
2. Mempunyai fungsi paru dalam batas 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
normal dilakukan.
5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
tindakan
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasotrakeal
8. Monitor status oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.

-
3 Gangguan pertukaran gas b.d. Setelah dilakukan Asuhan keperawatan Respiratory Monitoring
selama …. x 24 jam 1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
perubahan membran alveolar
Respiratory Status : Gas exchange usaha respirasi
kapiler Kriteria Hasil : 2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
1. Mendemonstrasikan peningkatan penggunaan otot tambahan, retraksi otot
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat supraclavicular dan intercostal
2. Memelihara kebersihan paru paru dan 3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
bebas dari tanda tanda distress 4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
pernafasan kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes,
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan biot
suara nafas yang bersih, tidak ada 5. Catat lokasi trakea
sianosis dan dyspneu (mampu 6. Monitor kelelahan otot diagfragma
mengeluarkan sputum, mampu (gerakan paradoksis)
bernafas dengan mudah, tidak ada 7. Auskultasi suara nafas, catat area
pursed lips) penurunan / tidak adanya ventilasi dan
4. Tanda tanda vital dalam rentang suara tambahan
normal 8. Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
9. auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya

4 Intoleransi aktivitas b.d. Setelah dilakukan Asuhan keperawatan Energy Management


selama …. x 24 jam 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
kelemahan
  Energy conservation melakukan aktivitas
  Self Care : ADLs 2. Dorong anal untuk mengungkapkan
Kriteria Hasil : perasaan terhadap keterbatasan
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik 3. Kaji adanya factor yang menyebabkan
tanpa disertai peningkatan tekanan kelelahan
darah, nadi dan RR 4. Monitor nutrisi  dan sumber energi
2. Mampu melakukan aktivitas sehari tangadekuat
hari (ADLs) secara mandiri 5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik
dan emosi secara berlebihan
6. Monitor respon kardivaskuler  terhadap
aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien

Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
Medik dalammerencanakan progran terapi
yang tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yangsesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan
spiritual
5 Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan Asuhan keperawatan Nutrition Management
lebih dari kebutuhan tubuh selama …. x 24 jam 1. Kaji adanya alergi makanan
  Nutritional Status : food and Fluid 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Intake menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
  Nutritional Status : nutrient Intake dibutuhkan pasien.
  Weight control 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
Kriteria Hasil : Fe
1. Mengerti factor yang meningkatkan 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
berat badan protein dan vitamin C
2. Mengidentfifikasi tingkah laku 5. Berikan substansi gula
dibawah kontrol klien 6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
3. Memodifikasi diet dalam waktu yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi
lama untuk mengontrol berat badan 7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
4. Penurunan berat badan 1-2 dikonsultasikan dengan ahli gizi)
pounds/mgg 8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
5. Menggunakan energy untuk aktivitas makanan harian.
sehari hari 9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
nutrisi yang dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Penerbitan Media
Aesculapius FKUI.

Bennete M.J. (2013). Pediatric Pneumonia.

http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. (11 Desember


2019 )

Bradley J.S., et al. (2011). The Management of Community-Acquired Pneumonia in

Infants and Children Older than 3 Months of Age : Clinical Practice Guidelines by

the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of

America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630

Djojodibroto D, 2009. Respirology (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC, hal 13641.

Misnadiarly, 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumoni pada Anak Orang Dewasa, Usia
Lanjut Edisi 1. Jakarta. Pustaka Obor Populer.

Dongoes. Marlym.2009.Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3 Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne.2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.Vol 1.Jakarta : EGC

Zul Dahlan .2011.Ilmu Penyakit Dalam Edisi III. Jakarta : Balai penerbit FK UL

Rcevers,Chalene. J et all.2008.Keperawatan medical Bedah. Jakarta: Salemba Medika


ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

“ EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI PURSED LIPS BREATHING

TERHADAP STATUS OKSIGENASI ANAK

DENGAN PNEUMONIA “

OLEH:
LUSIA WAHYU WIDIYANTI, S.ST
NIM 14901.08.21086

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY
PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2021

ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

A. JUDUL
“ Efektifitas Pemberian Terapi Pursed Lips Breathing Terhadap Status Oksigenasi Anak
Dengan Pneumonia “ di Puskesmas Kebun Handil Kota Jambi.. Jurnal ini diteliti oleh
Yunita Muliasari , Iin Indrawatia mahasiswa STIKES Baiturrahim, JL.Prof.M. Yamin No.
35, Jambi, Indonesia

B. FAKTA
Frekuensi Pernapasan (RR) sebelum dan sesudah perlakuan terdapat perbedaan RR yang
signifikan pada anak kelompok intervensi. Sehingga pemberian PLB berpengaruh
terhadap peningkatan frekuensi pernapasan (RR) sebesar 1,89x/menit pada anak yang
mengalami Pneumonia.
Kegiatan anak bermain dengan tiupan lidah selain menyenangkan pada anak yang
sedang sakit juga bermanfaat bagi anak untuk melatih napas dalam. Karena setiap kali
anak akan meniup, anak akan berusah untuk menarik napas sampai batas kemampuannya
(seoptimal mungkin) dan berusaha kembali untuk meniupkan udara sekeras-kerasnya.
sWalaupun nilai saturasi oksigen sebelum dan sesudah di lakukan PLB masih dalam
batas normal namun tampak perubahan nilai saturasi kearah yang lebih baik setelah
dilakukan PLB. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan PLB membawa pengaruh yang
positif pada nilai saturasi oksigen anak.
C. TEORI
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru pada alveolus dan jaringan interstisial yang
disebabkan oleh bakteri, dengan gejala demam tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat
(frekuensi napas >50x/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah, nafsu
makan berkurang). World Health Organization (WHO) mendefinisikan Pneumonia hanya
berdasarkan penemuan klinis yang didapat dari hasil inspeksi dan frekuensi pernapasan
(Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM, 2015).
Pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah Diare (15,5% diantara semua
balita) dan selalu berada pada peringkat 10 penyakit terbesar setiap tahun di setiap
fasilitas kesehatan. Pneumonia balita merupakan salah satu indikator program
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan dalam rencana strategis.( Kemenkes
tahun 2010-2014).
Cakupan pneumonia tidak pernah mencapai target nasional. Masalah yang sering
muncul pada anak dengan Pneumonia yang dibawa ke fasilitas kesehatan dan dirawat di
rumah sakit adalah distress pernapasan yang ditandai dengan napas cepat, retraksi
dinding dada, napas cuping hidung dan disertai stridor (WHO, 2009). Distress
pernapasan merupakan kompensasi tubuh terhadap kekurangan oksigen, karena
konsentrasi oksigen yang rendah, akan menstimulus syaraf pusat untuk meningkatkan
frekuensi pernapasan. Jika upaya tersebut tidak terkompensasi maka akan terjadi
gangguan status oksigenasi dari tingkat ringan hingga berat bahkan sampai menimbulkan
kegawatan. Penurunan konsentrasi oksigen ke jaringan sering disebabkan karena adanya
obstruksi jalan napas atas dan bawah karena peningkatan produksi sekret sebagai salah
satu manifestasi adanya inflamasi pada saluran napas (Hockemberry & Wilson, 2009).
Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret merupakan kendala yang sering dijumpai
pada anak usia bayi sampai dengan usia balita, karena pada usia tersebut reflek batuk
masih lemah. Beberapa tindakan alternatif yang efektif untuk mengatasi masalah tersebut
adalah fisioterapi dada, yang sering disebut sebagai fisioterapi konvensional yang
meliputi postural drainage, vibrasi dan perkusi (Abdelbasset & Elnegamy, 2015).
Alternatif lain untuk mengatasi masalah tidak efektifnya bersihan jalan napas pada anak
yaitu dengan menerapkan teknik Pursed Lips Breahting (PLB). Teknik ini dapat
digunakan sebagai alternatif untuk membantu mengatasi ketidakefektifan bersihan jalan
napas pada anak (Tiep, Carter, Zachariah, Williams, Horak, et al., 2013). Selain itu, PLB
bermanfaat untuk meningkatkan ekspansi alveolus pada setiap lobus paru, sehingga
tekanan alveolus meningkat dan dapat membantu mendorong sekret pada jalan napas
saat ekspirasi serta dapat menginduksi pola napas menjadi normal (Roberts, Schreuder,
& Watson, 2009).
Pada akhirnya PLB diharapkan dapat meningkatkan status oksigenasi. Namun teknik
PLB ini hanya dapat digunakan pada anak yang sadar dan mampu diajak kerjasama.
Kelompok usia yang sudah mampu diajak kerjasama mulai dari anak usia prasekolah,
karena pada usia ini anak sudah mampu menguasai bahasa dan memahami perintah
sederhana selain kemampuan motoriknya yang sudah berkembang dari anak usia toddler
(Hockenberry dan Wilson, 2009).
Teknik PLB dapat dianalogikan dengan aktivitas bermain seperti meniup
balon/tiupan lidah, gelembung busa, bola kapas, kincir kertas, botol dan lain-lain
(Hockenberry & Wilson, 2009). Mekanisme yang digunakan menerapkan intervensi PLB,
yaitu meningkatkan tekanan alveolus pada setiap lobus paru sehingga dapat
meningkatkan aliran udara saat ekspirasi. Peningkatan aliran udara pada saat ekspirasi
akan mengaktifkan silia pada mukosa jalan napas sehingga mampu mengevakuasi sekret
keluar dari saluran napas. Tindakan ini sebagai salah satu upaya yang diduga mampu
meningkatkan status oksigenasi.
Jika dilihat dari panjangnya anak meniup tiupan lidah yaitu rerata kekuatan 13,3 cm maka
terlihat bahwa anak mengalami gangguan pernapasan ringan, karena panjang maksimal
dan mainan tiupan lidah yang diberikan saat proses penelitian adalah 15 cm maka rerata
anak belum mampu meniup secara maksimal. Minimal itupan 12,5 cm dan maksimal
tiupan 14 cm. Gangguan pernapasan umum terjadi pada anak dapat berupa akut,
mengancam jiwa dan kronis.
Bayi dan anak kecil menghirup udara yang lebih kecil, dan menghembuskan oksigen yang
relatif besar. Bayi dan anak kecil mempunyai lebih sedikit alveoli oleh karena itu,
permukan alveolus sedikit yang merupakan tempat pertukaran gas terjadi.
Faktor-fakotr ini, bersama-sama dengan tingkat metabolik yang lebih tinggi, bersifat
mempengaruhi peningkatan frekuensi pernapasan pada bayi dan anak-anak.
Paru-paru mempunyai 2 fungsi utama yaitu menyediakan oksigen bagi tubuh dan
mengeluarkan CO2 serta untuk mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh. Menurut
Garrod dan Matheison (2012), PLB merupakan bagian dari latihan napas yang diperlukan
untuk pasien yang mengalami gangguan pada sistem pernapasan, karena PLB memberikan
efek yang baik terhadap sistem pernapasan, diantaranya adalah; menyehatkan ventilasi,
membebaskan udara yang terperangkap dalam paru-paru, menjaga jalan napas tetap
terbuka lebih lama dan mengurangi kerja napas, memperpanjang waktu ekshalasi yang
kemudian memperlambat frekuensi napas, meningkatkan pola napas dengan mengeluarkan
udara lama dan memasukkan udara baru ke dalam paru, menghilangan sesak napas dan
meningkatkan relaksasi.
PLB yang di lakukan dengan teknik meniup tiupan lidah maka akan dapat membantu
untuk mengekspansi alveolus pada semua lobus agar meningkat, dan tekanan di dalamnya
pun menjadi meningkat. Tekanan yang tinggi dalam alveolus dan lobus dapat
mengaktifkan silia pada saluran napas untuk mengevakuasi sekret keluar dari jalan napas
berarti akan menurunkan tahanan jalan napas dan meningkatkan ventilasi yang pada
akhirnya memberikan dampak terhadap proses perfusi oksigen ke jaringan. Faktor
fisiologis yang menyebabkan gangguan pernapasan meliputi hiperventilasi, hipoventilasi
dan hipoksia. Proses fisiologi lain yang mempengaruhi proses oksigenasi adalah
perubahan yang mempengaruhi kapasitas darah untuk membawa oksigen.
Dalam aktivitas meniup yang dilakukan sebagai terapi bermain pada responden anak,
anaklah yang berperan. Porsi oksigen yang cukup didalam tubuh anak sangat penting
karena oksigen dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan. Sistem pernapasan dan
jantung mempunyai peranan penting dalam menyuplai kebutuhan oksigen keseluruh
tubuh. Tindakan yang dilakukan pada PLB dan meminta anak untuk meniup tiupan lidah
dapat membantu transport gasyang berisikan oksigen keseluruh tubuh. Hal ini dapat
menguatkan otot jantung dengan cra latihan meniup sehingga fungsi jantung dapat lebih
optimal.
D. OPINI
Dalam kasus yang saya ambil di Ruang Mawar dengan Bronchopneumonia muncul
keluhan demam tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi napas 33 x/menit),
dan sesak nafas. Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret merupakan kendala yang
dijumpai karena usia pasien 12 bulan , karena pada usia tersebut reflek batuk masih
lemah.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
fisioterapi dada, yang sering disebut sebagai fisioterapi konvensional yang meliputi
postural drainage, vibrasi dan perkusi.
Sebetulnya teknik PLB ini dapat dianalogikan dengan aktivitas bermain seperti
meniup balon/tiupan lidah, gelembung busa, bola kapas, kincir kertas, botol dan lain-lain.
Dengan teknik PLB dapat meningkatkan tekanan alveolus pada setiap lobus paru
sehingga dapat meningkatkan aliran udara saat ekspirasi. Peningkatan aliran udara pada
saat ekspirasi akan mengaktifkan silia pada mukosa jalan napas sehingga mampu
mengevakuasi sekret keluar dari saluran napas. Tindakan ini sebagai salah satu upaya
yang diduga mampu meningkatkan status oksigenasi.
Sistem pernapasan dan jantung mempunyai peranan penting dalam menyuplai
kebutuhan oksigen keseluruh tubuh. Tindakan yang dilakukan pada PLB dan meminta
anak untuk meniup tiupan lidah dapat membantu transport gas yang berisikan oksigen
keseluruh tubuh. Hal ini dapat menguatkan otot jantung dengan cra latihan meniup
sehingga fungsi jantung dapat lebih optimal.
Tetapi pada kasus yang saya ambil tidak dapat dilakukan karena pasien baru pertama
kali MRS dan usia masih 12 bulan, jadi pasien kurang kooperatif karena takut.

Anda mungkin juga menyukai