Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN BRONKITIS

DI RUMAH SAKIT KAMAR MEDIKA

Oleh :
Mei Fauzia (202107358)

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2021
Laporan Pendahuluan
Asuhan Keperawatan Bronkhitis

A. Konsep dasar teori


1. Pengertian Bronkitis
Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan inflamasi yang
mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, dan
biasanya akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu. Bronkitis umumnya disebabkan oleh
virus seperti Rhinovirus, RSV,virus influenza, virus para influenza, adenovirus, virus
rubeola, dan Paramyxo virus dan bronkitis karena bakteri biasanya dikaitkan dengan
Mycoplasma pneumonia, Bordetella pertussis, atau Corynebacterium diphtheriae.Bronkitis
dibagi menjadi dua yaitu :
a.Bronkitis akut
Merupakan infeksi saluran pernapasan akut bawah. Ditandai dengan awitan gejala yang
mendadak dan berlangsung lebih singkat. Pada bronkitis jenis ini, inflamasi (peradangan
bronkus biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, dan kondisinya diperparah oleh
pemaparan terhadap iritan, seperti asap rokok, udara kotor, debu, asap kimiawi, dll)
b. Bronkitis kronis
Ditandai dengn gejala yang berlangsung lama (3 bulan dalam setahun selama 2 tahun
berturut-turut). Pada bronkitis kronik peradangan bronkus tetap berlanjut selama beberapa
waktu dan terjadi obstuksi/hambatan pada aliran udara yang normal di dalam bronkus
(NANDA, 2015). Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh
pembentukan mukus yang berlebihan di dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk
kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-
kurangnya dalam dua tahun berturut-turut. Definisi ini tidak menyangkut penyakit-penyakit
seperti bronkiektasis dan tuberkulosis yang juga menyebabkan batuk kronik dan
pembentukan sputum. Sputum yang terbentuk pada bronkitis kronik dapat mukoid atau
mukopurulen (Price, Sylvia A., 2005).
2. Klasifikasi
Bronkitis dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu sebagai berkut :
a. Bronkitis akut
Merupakan infeksi saluran pernapasan akut bawah. Ditandai dengan awitan gejala yang
mendadak dan berlangsung lebih singkat. Pada bronkitis jenis ini, inflamasi (peradangan
bronkus biasanya disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, dan kondisinya diperparah oleh
pemaparan terhadap iritan, seperti asap rokok, udara kotor, debu, asap kimiawi, dll)
b. Bronkitis kronis
Ditandai dengn gejala yang berlangsung lama (3 bulan dalam setahun selama 2 tahun
berturut-turut). Pada bronkitis kronik peradangan bronkus tetap berlanjut selama beberapa
waktu dan terjadi obstuksi/hambatan pada aliran udara yang normal di dalam bronkus
(NANDA, 2015). Bronkitis kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh
pembentukan mukus yang berlebihan di dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk
kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-
kurangnya dalam dua tahun berturut-turut. Definisi ini tidak menyangkut penyakit-penyakit
seperti bronkiektasis dan tuberkulosis yang juga menyebabkan batuk kronik dan
pembentukan sputum. Sputum yang terbentuk pada bronkitis kronik dapat mukoid atau
mukopurulen (Price, Sylvia A., 2005).
3. Anatomi Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring,
trakhea, bronkus, dan bronkiolus. Hidung; Nares anterior adalah saluran-saluran didalam
rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum (rongga hidung). Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya
akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lendir
sinus yang mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung. Faring (tekak) adalah pipa
berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esophagus pada
ketinggian tulang rawan krikoid.
Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal). Laring (tenggorok) terletak di
depan bagian terendah faring yang memisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari faring
sampai ketinggian vertebrata servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan
membran. Trakhea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari
laring sampai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang
menjadi dua bronkus (bronchi). Trakhea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak tetap yang
berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran di sebelah belakang trakhea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian kirakira vertebra
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus
kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri
pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronkus
lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di
bawah arteri pulmonalis sebelum dibelah menjadi beberapa cabang yang berjalan ke lobus
atas dan bawah.
Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus.
Yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronchiolus terminalis, yaitu
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin
tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Saluran-
saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar
udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas
paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus
alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir
paru-paru, assinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki tangan kira-kira 0,5-1,0 cm.
terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai sakus alveolaris. Alveolus
dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga toraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura
yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan
yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius
dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola,
venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa
setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup
luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas. (Pearce,2002)
Pernafasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada
paru-paru. Pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan ekternal, oksigen diambil melalui
mulut dan hidung pada waktu bernafas, dan oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli
berhubungan dalam darah dalam kapiler pulmonal. Alveoli memisahkan oksigen dari darah,
oksigen menembus membran, diambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari
jantung dipompakan ke seluruh tubuh.
Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida terjadi ketika konsentrasi dalam darah
mempengaruhi dan merangsang pusat pernafasan terdapat dalam otak untuk memperbesar
kecepatan dalam pernafasan sehingga terjadi pengambilan O2 dan pengeluaran CO2 lebih
banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak mengandun oksigen dari seluruh tubuh
masuk kedalam jaringan mengambil karbon dioksida dibawa ke paru-paru dan di paru-paru
terjadi pernafasan eksterna. Besarnya daya muat udara dalam paru-paru 4500-5000 ml (4,5-5
liter).
Udara yang diproses dalam paru-paru (inspirasi dan ekspirasi) hanya 10 %, kurang lebih
500ml, disebut juga udara pasang surut (tidal air) yaitu yang dihirup dan yang dihembuskan
pada pernafasan biasa. Kecepatan pernafasan pada wanita lebih tinggi dari pada pria.
Pernafasan secara normal, ekspirasi akan menyusul inspirasi dan kemudian istirahat. Pada
bayi ada kalanya terbalik inspirasi-istirahat-ekspirasi, disebut juga penafasan terbalik.
(Syaifuddin, 2006).

4. Etiologi

Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama bronchitis kronik.
Pasien dengan bronchitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan
bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikroplasma yang luas dapat menyebabkan
episode bronchitis akut. Eksaserbasi bronchitis kronik hampir pasti terjadi selama musim
dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme bagi yang rentan.
Terdapat beberapa faktor yang merupakan etiologi bronkitis kronis, yaitu:
a. Rokok
Terdapat hubungan yang erat antara merokok dengan penurunan VEP (Volume
Ekspirasi Paksa) dalam satu detik. Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasia
kelenjar mukus bronkus dan metaplasia inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofag
alveolar dan surfaktan.
b. Infeksi
Infeksi saluran pernafasan bagian atas pada seseorang penderita bronkhitis kronis
hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru
bertambah. Eksaserbasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus,
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. Bakteri yang paling sering
adalah Haemophilus influenzae dan Streptococus Pneumonia.

c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor penyebab penyakit bronkhitis,
tetapi bila ditambah merokok, faktor akan lebih tinggi.

d. Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak, kecuali dengan
penderita dengan defisiensi alpha-1 anti tripsin yang merupakan suatu protein. Kerja
protein ini adalah menetralkan enzim proteolitik yang merusak jaringan, sehingga
defisiensi alpha-1 anti tripsin menyebabkan kerusakan jaringan.

e. Faktor Sosial Ekonomi


Kematian pada penderita bronkhitis kronik ternyata labih banyak pada golongan
sosial  ekonomi rendah, mungkin disebabkan oleh faktor lingkungan dan ekonomi yang
lebih jelek.
f. Usia Tua
Dengan bertambahnya usia, daya tahan tubuh akan menurun, sehingga pria yang sejak
awal merokok tentu akan lebih rentan terhadap penyakit ini.

5. Patofisiologi
Gambaran khas pada bronkitis kronis adalah hipersekresi mukus, yang dimulai di saluran
nafas besar. Meskipun faktor penyebab terpenting adalah merokok, polutan udara lain, seperti
sulfur dioksida dan nitrogen dioksida, juga berperan. Berbagai iritan ini memicu hipersekresi
kelenjar mukosa bronkus, menyebabkan hipertrofi kelenjar mukosa, dan menyebabkan
pembentukan metaplastik sel goblet penghasil musin di epitel permukaan bronkus. Selain itu,
zat tersebut juga menyebabkan peradangan dengan infiltrasi sel T CD8+, makrofag, dan
neutrofil. Berbeda dengan asma, pada bronkitis kronis eosinofil jarang ditemukan, kecuali jika
pasien mengidap bronkitis asmatik. Dipostulasikan bahwa banyak efek iritan lingkungan pada
epitel pernafasan diperantarai melalui reseptor faktor pertumbuhan epidermis. Sebagai contoh,
transkripsi gen musin MUC5AC, yang meningkat sebagai akibat terpajan asap tembakau, baik
in vitro maupun in vivo pada model eksperimental, sebagian diperantarai oleh jalur reseptor
faktor pertumbuhan epidermis. Infeksi mikroba sering terjadi, tetapi hanya berperan sekunder,
terutama dengan mempertahankan peradangan dan memperparah gejala (Robin, 2007).
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi kelenjar mukosa bronkus
dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet, dengan infiltraasi sel-sel radang dan edema
mukosa bronkus. Pembentukan mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu
batuk kronis. Batuk kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya
mempengaruhi bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di daerah industri. Polusi
udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena polusi
memperlambat aktivitas silia dan fagositsis, sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan
mekanisme pertahanannya sendiri melemah. Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran
kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan
serta distorsi akibat fibrosis.
Berbagai faktor risiko untuk terjadinya bronkitis kronis (merokok, polusi udara, infeksi
berulang, dll) menimbulkan kondisi inflamasi pada bronkus. Perubahan patologi yang terjadi
pada trakea, bronki dan bronkiolus terus sampai ke saluran napas kecil (diameter 2-4 mm)
berupa infiltrasi permukaan epitel jalan napas, kelenjar duktus, kelenjar-kelenjar dengan
eksudat inflamasi (sel dan cairan) yang didominasi oleh sel T limfosit (CD8+), makrofag dan
neutrofil. Proses inflamasi kronik itu berhubungan dengan metaplasia sel goblet dan sel
squamosa dari epitelium, peningkatan ukuran epitelepitel kelenjar, peningkatan banyak otot
polos dan jaringan penunjang pada dinding jalan napas, serta degenerasi tulang rawan jalan
napas. Semua perubahan patologi itu bertanggung jawab terhadap gejala pada bronkitis kronis
yaitu batuk kronik dan produksi sputum berlebihan seperti yang dijelaskan sebagai definisi
bronkitis kronis dengan kemungkinan berkombinasi dengan masalah jalan napas perifer dan
emfisema.
6. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan oleh penderita bronchitis kronik antara lain:
- Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk dengan inhalasi
iritan, udara dingin atau infeksi
- Produksi mucus dalam jumlah yang sangat banyak
- Dyspnea
- Riwayat merokok, riwayat paparan polutan
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan:
- Inspeksi
 Pursed lips breathing.
 Barrel chest
 Penggunaan otot bantu pernafasan
 Hipertrofi otot bantu pernafasan
 JVP meningkat
 Edema tungkai bawah
 Penampilan blue bloater. Gambaran khas bronchitis kronis, gemuk,
sianosis, edema tungkai dan ronki basah di basal paru. Sianosis di sentral
dan perifer.
- Palpasi
Fremitus melemah
- Perkusi
Hipersonor
- Auskultasi
 Suara nafas vesikuler normal atau melemah
 Ronki dan mengi saat nafas biasa atau eskpirasi paksa
 Eskpirasi memanjang
 Bunyi jantung terdengar jauh

7. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi
berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini
sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia.
Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada
bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri
pulmonalis ) , cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah.
Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat
darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan
vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi
gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia.
Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,.
Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da
luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik
dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X dada

Dengan melakukan pemeriksaan sinar X dada dapat dinyatakan hiperinflasi


paru-paru, mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan
tanda vaskularisasi/buta (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler
(bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
b. Tes fungsi paru

Tes ini dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan


apakah fungsi abnormal adalah obtruksi atau restriksi, untuk memperkirakan
derajat disfungsi dan untuk mengevalusi efek terapi, misalnya bronkodilator.
c. TLC

Tes ini dilakukan untuk melihat peningkatan pada luasnya bronkitis dan
kadang-kadang pada asma, penurunan emfisema.
 Kapasitas inspirasi : Menurun pada emifisema
 Volume residu : Meningkat pada emfisema, bronkitis kronis dan asma

d. FEV/FVC

Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada
bronkitis dan asma.
e. GDA

Memperkirakan progresi proses penyakit kronis, PaCO2 normal menurun dan


PaCO2 normal atau meningkat (bronkitis kronis dan emfisema) tetapi sering
menurun pada asma.
f. Bronkogram

Dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps bronkial


pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronkitis.
g. EKG latihan, tes stress

Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevalusi keefektifan terapi


brokodilator, perencanaa/ evaluasi program latihan.

9. Penatalaksanaan
a. Batuk Efektif dan Napas Dalam
Batuk efektif adalah tindakan yang diperlukan untuk membersihkan sekret.
Tujuan napas dalam dan batuk adalah untuk meningkatkan ekspansi paru, mobilisasi
sekresi, dan mencegah efek samping dari retensi sekresi. Pasien diberi posisi duduk
tegak pada tepi tempat tidur atau kursi dengan kaki disokong. Pasien dianjurkan
untuk mengambil napas dalam dan perlahan. Bila sekret terauskultasi, kemudian
batuk dimulai pada inspirasi maksimum.
b. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka
panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting). Macam - macam bronkodilator:
-
Golongan antikolinergik: digunakan pada derajat ringan sampai berat,
disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal
4 kali perhari)
-
Golongan agonis beta – 2: bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak,
peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya
eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet
yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi
eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk
injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
-
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2: kombinasi kedua golongan
obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai
tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
-
Golongan xantin: dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan
pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat.
Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk
suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan
jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
c. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
d. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan:
-
Lini I : amoksisilin, makrolid
-
Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid
baru
e. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein.
f. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
B. Konsep dasar asuhan keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa

1) Biodata
Kaji biodata mulai dari nama, alamat, usia, pendidikan, agama.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien. Apakah klien pernah atau sedang menderita suatu penyakit
lainnya dan pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Dan tanyakan juga
tindakan apa saja yang telah dilakukan serta obat apa saja yang telah dikonsumsi
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien pada umumnya mengeluh sering batuk, demam,  suara serak dan kadang nyeri
dada.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji adakah keluarga klien yang sedang atau pernah mengalami penyakit yang sama
dengan penyakit klien. Dan tanyakan apakah ada anggota keluarga klien yang
mempunyai penyakit berat lainnya.
5) Aktivitas sehari-hari di rumah
Kaji pola makan, minum, eliminasi BAB, eiminasi BAK, istirahat tidur dan kebiasaan
klien.
6) Riwayat Psikososial-Spiritual
 Psikologis      : apakah klien menerima penyakit yang dideritanya atau menarik
diri ?
 Sosial            : bagaimana interaksi klien terhadap lingkungan sekitar sebelum dan
selama sakit dan apakah klien dapat beradaptasi dengan lingkungan baru (rumah
sakit) ?
 Spiritual         : apakah dan bagaimana klien mengerjakan ibadahnya saat sakit ?
b. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
 Tingkat keamanan
 GCS

a. Tanda-tanda vital
 Tekanan darah        :
 Suhu                       :
 Nadi                       :
 Repsirasi rate          :
Pengkajian per sistem
(a) Kepala dan leher
Kepala          : Kaji bentuk danada tidaknya benjolan.
Mata             : Kaji warna sklera dan konjungtiva.
Hidung          : Kaji ada tidaknya pernafasan cuping hidung.
Telinga          : Kaji
Mulut            : Kaji mukosa dan kebersihannya.
Leher            : Ada tidaknya pembesaran vena jugularis.
(b) Sistem Integumen
a. Rambut         : Kaji warna dan kebersihannya.
b. Kulit              : Kaji warna dan ada tidaknya lesi.
c. Kuku             : Kaji bentuk dan kebersihannya.
d. Sistem Pernafasan
e. Inspeksi         : biasanya pada klien bronkhitis terjadi sesak, bentuk
dada barrel chest, kifosis.
f. Palpasi          : Iga lebih horizontal.
g. Auskultasi      : Adakah kemungkinan terdapat bunyi napas
tembahan, biasanya terdengar ronchi.
(c) Sistem Kardiovaskuler
a. Inspeksi         : Kaji apakah ada pembesaran vena ingularis.
b. Palpasi          : Kaji apakah nadi teraba jelas dan frekwensi nadi.
c. Auskultasi      : Kaji suara s1, s2 apakah ada suara tambahan.
(d) Sistem Pencernaan
a. Inspeksi         : Kaji bentuk abdomen, ada tidaknya lesi.
b. Palpasi          : Kaji apakah ada nyeri tekan
c. Perkusi          : Kaji apakah terdengar bunyi thympani
d. Auskultasi      : Kaji bunyi peristaltik usus.
(e) Sistem Reproduksi
 Kaji apa jenis kelamin klien dan apakah klien sudah menikah.
(f) Sistem Pergerakan Tubuh
 Kaji kekuatan otot klien.
(g) Sistem Persyaratan
 Kaji tingkat kesadaran klien dan GCS.
(h) Sistem Perkemihan
Kaji apakah ada gangguan eliminasi urin.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
-
Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat3
-
Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia
2. Pemeriksaan faal paru
-
Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV) serta peningkatan volume residual (RV) dengan kapasitas
paru total (TC) normal atau meningkat.
3. Radiologi
Rontgen thorax (PA/Lateral)
-
Corakan bronkovaskuler meningkat
-
Tram-track appearance : penebalan dinding bronkial3
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus.
c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit kronis.
e. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Rencana Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan (SDKI) Tujuan dan KH (SLKI) Intervensi (SIKI)

1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif 1. PPastikan kebutuhan oral / tracheal


suctioning
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Definisi : Ketidakmampuan untuk
selama 3x 24 jam diharapkan kondisi klien 2. AAuskultasi suara nafas sebelum
membersihkan sekresi atau
memenuhi kriteria hasil : dan sesudah suctioning.
obstruksi dari saluran pernafasan
1. MMendemonstrasikan batuk efektif
untuk mempertahankan kebersihan 3.  Informasikan pada klien dan
dan suara nafas yang bersih, tidak ada
jalan nafas. keluarga tentang suctioning
sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu 4. MMinta klien nafas dalam sebelum
Batasan Karakteristik :
bernafas dengan mudah, tidak ada suction dilakukan.
1. Dispneu, Penurunan suara nafas
pursed lips)
2.  Orthopneu 5. BBerikan O2 dengan menggunakan
2. MMenunjukkan jalan nafas yang paten
3. Cyanosis nasal untuk memfasilitasi suksion
(klien tidak merasa tercekik, irama
4. Kelainan suara nafas (rales, nasotrakeal
nafas, frekuensi pernafasan dalam
wheezing)
rentang normal, tidak ada suara nafas 6. GGunakan alat yang steril sitiap
5. Kesulitan berbicara
abnormal) melakukan tindakan
6. Batuk, tidak efekotif atau tidak
ada 7. AAnjurkan pasien untuk istirahat
3. MMampu mengidentifikasikan dan
7. Mata melebar dan napas dalam setelah kateter
mencegah factor yang dapat
8. Produksi sputum dikeluarkan dari nasotrakeal
menghambat jalan nafas
9. Gelisah
8. MMonitor status oksigen pasien
10. Perubahan frekuensi dan irama
nafas 9. AAjarkan keluarga bagaimana cara
melakukan suksion
Faktor-faktor yang berhubungan: 10.  Hentikan suksion dan berikan
1. Lingkungan : merokok, oksigen apabila pasien menunjukkan
menghirup asap rokok, perokok bradikardi, peningkatan saturasi O2,
pasif-POK, infeksi dll.
2. Fisiologis : disfungsi
11.  Buka jalan nafas, guanakan teknik
neuromuskular, hiperplasia
chin lift atau jaw thrust bila perlu
dinding bronkus, alergi jalan
nafas, asma. 12. oPosisikan pasien untuk
3. Obstruksi jalan nafas : spasme memaksimalkan ventilasi
jalan nafas, sekresi tertahan,
13. IIdentifikasi pasien perlunya
banyaknya mukus, adanya jalan
pemasangan alat jalan nafas buatan
nafas buatan, sekresi bronkus,
adanya eksudat di alveolus,
1. Pasang mayo bila perlu
adanya benda asing di jalan
nafas. 2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3.  Keluarkan sekret dengan batuk atau
suction
4. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
5.  Lakukan suction pada mayo
6.  Berikan bronkodilator bila perlu
7.  Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
8. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan status O2
2 Gangguan Pertukaran gas 1. BMembuka jalan nafas, guanakan
teknik chin lift atau jaw thrust bila
Definisi : Kelebihan atau Setelah dilakukan tindakan keperawatan perlu
kekurangan dalam oksigenasi dan selama 3x 24 jam diharapkan kondisi klien
2. PPosisikan pasien untuk
atau pengeluaran karbondioksida di memenuhi kriteria hasil :
memaksimalkan ventilasi
dalam membran kapiler alveoli 1. MMendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang 3. IIdentifikasi pasien perlunya
Batasan karakteristik : adekuat pemasangan alat jalan nafas buatan
1. Gangguan penglihatan 2. MMemelihara kebersihan paru paru
4. PPasang mayo bila perlu
2. Penurunan CO2 dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan 5. LLakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Takikardi
3.  Mendemonstrasikan batuk efektif 6. KKeluarkan sekret dengan batuk
4. Hiperkapnia
dan suara nafas yang bersih, tidak atau suction
5. Keletihan ada sianosis dan dyspneu (mampu
7. AAuskultasi suara nafas, catat
mengeluarkan sputum, mampu
6. somnolen adanya suara tambahan
bernafas dengan mudah, tidak ada
7. Iritabilitas pursed lips) 8. LLakukan suction pada mayo
8. Hypoxia 4. TMengukur tanda-tanda vital dalam 9. BBerikan bronkodilator bial perlu
9. kebingungan rentang normal 10. BBerikan pelembab udara
10. Dyspnoe 11. AAtur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
11. nasal faring
12. MMonitor respirasi dan status O2
12. AGD Normal
13. oMonitor rata – rata, kedalaman,
13. sianosis
irama dan usaha respirasi
14. warna kulit abnormal (pucat,
14. aCatat pergerakan dada,amati
kehitaman)
15. Hipoksemia kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
16. hiperkarbia
supraclavicular dan intercostal
17. sakit kepala ketika bangun
15. oMonitor suara nafas, seperti
18. frekuensi dan kedalaman nafas dengkur
abnormal
16. oMonitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
Faktor faktor yang berhubungan :
1. ketidakseimbangan perfusi 17. CCatat lokasi trakea
ventilasi
18. oMonitor kelelahan otot diagfragma
2. perubahan membran kapiler-
(gerakan paradoksis)
alveolar
19. uAuskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
20. eTentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
21. AAuskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya

3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik
selama 3x 24 jam diharapkan kondisi klien chin lift atau jaw thrust bila perlu
Definisi : Pertukaran udara memenuhi kriteria hasil :
2. Posisikan pasien untuk
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
adekuat
memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik : suara nafas yang bersih, tidak ada
3. Identifikasi pasien perlunya
1. Penurunan tekanan sianosis dan dyspneu (mampu
pemasangan alat jalan nafas buatan
inspirasi/ekspirasi mengeluarkan sputum, mampu
2.  Penurunan pertukaran udara per bernafas dengan mudah, tidak ada 4. Pasang mayo bila perlu
menit pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Menggunakan otot pernafasan
tambahan (klien tidak merasa tercekik, irama 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
4. Nasal flaring nafas, frekuensi pernafasan dalam suction
5. Dyspnea rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal) 7.  Auskultasi suara nafas, catat adanya
6. Orthopnea
suara tambahan
7. Perubahan penyimpangan dada
8. Nafas pendek 3. Tanda Tanda vital dalam rentang 8. Lakukan suction pada mayo
9. Assumption of 3-point position normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan) 9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Pernafasan pursed-lip
11. Tahap ekspirasi berlangsung 10. Berikan pelembab udara Kassa
sangat lama basah NaCl Lembab
12.  Peningkatan diameter anterior-
11. Atur intake untuk cairan
posterior
mengoptimalkan keseimbangan.
13. Pernafasan rata-rata/minimal
a. Bayi : < 25 atau > 60 12. Monitor respirasi dan status O2
b. Usia 1-4 : < 20 atau > 30
c. Usia 5-14 : < 14 atau > 25 Terapi Oksigen
d. Usia > 14 : < 11 atau > 24 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret
14. Kedalaman pernafasan trakea
15. Dewasa volume tidalnya 500 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
ml saat istirahat
3. Atur peralatan oksigenasi
16.  Bayi volume tidalnya 6-8
ml/Kg
17. Timing rasio 4. Monitor aliran oksigen
18. Penurunan kapasitas vital
5. Pertahankan posisi pasien
Faktor yang berhubungan : 6. Onservasi adanya tanda tanda
1. Hiperventilasi hipoventilasi
2. Deformitas tulang
7. Monitor adanya kecemasan pasien
3. Kelainan bentuk dinding dada
terhadap oksigenasi
4. Penurunan energi/kelelahan
5.  Perusakan/pelemahan muskulo- 8. Vital sign Monitoring
skeletal
6. Obesitas Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
7.  Posisi tubuh 9. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
8. Kelelahan otot pernafasan 10. Monitor VS saat pasien berbaring,
9. Hipoventilasi sindrom duduk, atau berdiri
10. Nyeri
11. Auskultasi TD pada kedua lengan
11. Kecemasan
dan bandingkan
12. Disfungsi Neuromuskuler
13.  Kerusakan persepsi/kognitif 12. Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
14. Perlukaan pada jaringan syaraf selama, dan setelah aktivitas
tulang belakang
13. Monitor kualitas dari nadi
15.  Imaturitas Neurologis
14. Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
15. Monitor suara paru
16. Monitor pola pernapasan abnormal
17. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
18. Monitor sianosis perifer
19. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
20. Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign

4 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Bersihkan lingkungan setelah


selama 3x 24 jam diharapkan kondisi klien dipakai pasien lain
Definisi : Peningkatan resiko memenuhi kriteria hasil :
2. Pertahankan teknik isolasi
masuknya organisme patogen
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
3.  Batasi pengunjung bila perlu
infeksi
Faktor-faktor resiko :
2. Mendeskripsikan proses penularan 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
1.  Prosedur Infasif
penyakit, factor yang mempengaruhi mencuci tangan saat berkunjung dan
2. Ketidakcukupan pengetahuan
penularan serta penatalaksanaannya, setelah berkunjung meninggalkan
untuk menghindari paparan
pasien
patogen 3. Menunjukkan kemampuan untuk
3. Trauma mencegah timbulnya infeksi 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk
4. Kerusakan jaringan dan cuci tangan
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
peningkatan paparan lingkungan
6.  Cuci tangan setiap sebelum dan
5. Ruptur membran amnion 5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
sesudah tindakan kperawtan
6. Agen farmasi (imunosupresan)
7. Malnutrisi 7. Gunakan baju, sarung tangan
8. Peningkatan paparan lingkungan sebagai alat pelindung
patogen
8. Pertahankan lingkungan aseptik
9. Imonusupresi
selama pemasangan alat
10. Ketidakadekuatan imum buatan
11. Tidak adekuat pertahanan 9. Ganti letak IV perifer dan line
sekunder (penurunan Hb, central dan dressing sesuai dengan
Leukopenia, penekanan respon petunjuk umum
inflamasi)
10. Gunakan kateter intermiten untuk
12. Tidak adekuat pertahanan
menurunkan infeksi kandung
tubuh primer (kulit tidak utuh,
kencing
trauma jaringan, penurunan kerja
silia, cairan tubuh statis, perubahan 11. Tingktkan intake nutrisi
sekresi pH, perubahan peristaltik)
12.  Berikan terapi antibiotik bila perlu
13. Penyakit kronik

Infection Protection (proteksi terhadap


infeksi)
1.  Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
9.  Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
16.  Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

5 Intoleransi aktivitas b/d curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi adanya pembatasan klien
jantung yang rendah, selama 3x 24 jam diharapkan kondisi klien dalam melakukan aktivitas
ketidakmampuan memenuhi memenuhi kriteria hasil :
2. Dorong anal untuk mengungkapkan
metabolisme otot rangka, kongesti 1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
perasaan terhadap keterbatasan
pulmonal yang menimbulkan tanpa disertai peningkatan tekanan
hipoksinia, dyspneu dan status darah, nadi dan RR 3. Kaji adanya factor yang
nutrisi yang buruk selama sakit 2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari menyebabkan kelelahan
(ADLs) secara mandiri
4. Monitor nutrisi  dan sumber energi
Intoleransi aktivitas b/d fatigue tangadekuat
Definisi : Ketidakcukupan energu
5. Monitor pasien akan adanya
secara fisiologis maupun psikologis
kelelahan fisik dan emosi secara
untuk meneruskan atau
berlebihan
menyelesaikan aktifitas yang
diminta atau aktifitas sehari hari. 6. Monitor respon kardivaskuler 
terhadap aktivitas
Batasan karakteristik :
7. Monitor pola tidur dan lamanya
a. melaporkan secara verbal adanya
tidur/istirahat pasien
kelelahan atau kelemahan.
b. Respon abnormal dari tekanan
darah atau nadi terhadap
Activity Therapy
aktifitas
1. Kolaborasikan dengan Tenaga
c. Perubahan EKG yang
Rehabilitasi Medik
menunjukkan aritmia atau
dalammerencanakan progran terapi
iskemia
yang tepat.
d. Adanya dyspneu atau
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi
ketidaknyamanan saat
aktivitas yang mampu dilakukan
beraktivitas.
3. Bantu untuk memilih aktivitas
Faktor factor yang berhubungan : konsisten yangsesuai dengan
1. Tirah Baring atau imobilisasi kemampuan fisik, psikologi dan
2. Kelemahan menyeluruh social

3. Ketidakseimbangan antara 4.  Bantu untuk mengidentifikasi dan


suplei oksigen dengan mendapatkan sumber yang
kebutuhan diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
4.  Gaya hidup yang
5. Bantu untuk mendpatkan alat
dipertahankan.
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
6. Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual

7 Cemas b/d penyakit kritis, takut NOC : NIC :


kematian atau kecacatan, 1. Anxiety control 1. Anxiety Reduction (penurunan
perubahan peran dalam lingkungan 2. Coping kecemasan)
social atau ketidakmampuan yang 2. Gunakan pendekatan yang
3. Impulse control
permanen. menenangkan
Kriteria Hasil : 3. Nyatakan dengan jelas harapan
Definisi :
1. Klien mampu mengidentifikasi dan terhadap pelaku pasien
Perasaan gelisah yang tak jelas dari
mengungkapkan gejala cemas
ketidaknyamanan atau ketakutan 4.  Jelaskan semua prosedur dan apa
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan
yang disertai respon autonom menunjukkan tehnik untuk mengontol yang dirasakan selama prosedur
(sumner tidak spesifik atau tidak cemas
5. Pahami prespektif pasien terhdap
diketahui oleh individu); perasaan
3. Vital sign dalam batas normal situasi stres
keprihatinan disebabkan dari
antisipasi terhadap bahaya. Sinyal 4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa 6. Temani pasien untuk memberikan
ini merupakan peringatan adanya tubuh dan tingkat aktivitas keamanan dan mengurangi takut
ancaman yang akan datang dan menunjukkan berkurangnya kecemasan
7. Berikan informasi faktual mengenai
memungkinkan individu untuk
diagnosis, tindakan prognosis
mengambil langkah untuk
menyetujui terhadap tindakan 8. Dorong keluarga untuk menemani
Ditandai dengan anak
1. Gelisah
9. Lakukan back / neck rub
2. Insomnia
3. Resah 10. Dengarkan dengan penuh perhatian
4. Ketakutan
11. Identifikasi tingkat kecemasan
5. Sedih
6. Fokus pada diri 12. Bantu pasien mengenal situasi yang
7. Kekhawatiran menimbulkan kecemasan
8. Cemas
13. Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
14. Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
15. Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap perencanaan.
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus
mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
5. Evaluasi
a. Pasien tidak mengalami nyeri
b. Gangguan mobilitas fisik teratasi
c. Pasien menunjukkan pengetahuan tentang proses penyakit
d. Klien kecemasan teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Davey, Patrick, 2006. At a Glance Medicine, Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal; 89

Ganong, William F. 2003. A Lange Medical Book: Review of Medical Physiology -


21st Edition, USA: McGraw-Hill Companies, Inc.

Guyton, Arthur C., and John E. Hall. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-
9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Harrison, T.R. 2005. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th edition, USA: The


Mac Graw-Hill Companies. Mansjoer, Arif, dkk., ed. 2005. Kapita Selekta
Kedokteran jilid 1 edisi ke-3 . Jakarta: Media Aesculapius.

NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &


NANDA NIC-NOC: Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)., 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK): Pedoman diagnostic dan Penatalaksanaan di Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI

West, John B., 2003. Pulmonary Pathophysiology, The Essential Sixth Edition. USA:


Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwers Company.

Anda mungkin juga menyukai