Anda di halaman 1dari 15

ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

“ PEMENUHAN KEBUTUHAN TIDUR LANSIA DENGAN


TERAPI AKUPRESUR “

OLEH:
LUSIA WAHYU WIDIYANTI, S.ST
NIM 14901.08.21086

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021
ANALISA JURNAL KEPERAWATAN

A. JUDUL
“PEMENUHAN KEBUTUHAN TIDUR LANSIA DENGAN TERAPI
AKUPRESUR “ di Wilayah RW 11 Desa Sumberarum Kecamatan Dander
Kabupaten Bojonegoro. Jurnal ini diteliti oleh Siti Aisyah Ambarsari Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah Surabaya.
B. FAKTA
Pemenuhan Kebutuhan Tidur Lansia Sesudah Dilakukan Terapi
Akupresur. Menunjukkan bahwa hasil penelitian kebutuhan tidur lansia
sesudah dilakukan terapi akupresur hampir sebagian besar tergolong agak baik
yaitu sebanyak 14 lansia (78%) dan sebagian kecil tergolong agak buruk yaitu
sebanyak 3 lansia (17%) dari 18 responden lansia. Gangguan tidur yang sering
dialami lansia diantaranya, insomnia, hipersomnia, dan parasomnia akan
berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia itu sendiri.
Terdapat berbagai cara utuk mengatasi masalah kebutuhan tidur, salah
satunya dengan terapi akupresur. Dengan menekan pada titik kunci terjadinya
insomnia, akan meningkatkan sejumlah substansisubstansi yang memiliki
pengaruh pada otak, seperti serotonin, yang dapat meningkatkan relaksasi dan
tidur, melalui signal yang cukup kompleks yang diteruskan ke otak.
Pemberian intervensi terapi akupresur yang dilakukan secara 27 THE SUN
Vol. 2(1) Maret 2015 teratur akan membantu lansia dalam memenuhi
kebutuhan tidurnya. Kondisi yang tenang dan rileks inilah yang dibutuhka
untuk kualitas tidur yang baik.
Peningkatan substansi seperti serotonin, endorphin dan melatonin
menyebabkan tubuh menjadi rileks, ketegangan menurun menyebabkan
stimulasi ke RAS menurun, dan membuat seseorang dapat memulai tidur
dengan lebih mudah, sehingga kebutuhan tidur dapat terpenuhi baik secara
kualitas dan kuantitas (Scott, 2010).
Dari data kuesioner yang dibagikan pada lansia setelah pemberian terapi
akupresur, didapatkan penilaian kualitas dan kuantitas tidur sebagian besar
lansia mengalami peningkatan pemenuhan kebutuhan tidur. Sebagian besar
lansia menyatakan kualitas tidurnya baik setelah diberikan terapi akupresur.
Jumlah tidur menjadi bertambah yaitu berkisar antara 6-7 jam perhari.
Gangguan - gangguan ketika tidur malam menjadi berkurang, serta
menurunnya disfungsi aktifitas disiang hari seperti mengantuk berlebihan pada
saat melakukan aktifitas harian.
Dengan kesimpulan :
1. Pemenuhan kebutuhan tidur lansia sebelum diberikan terapi akupresur
sebagian besar berada dalam klasifikasi agak buruk.
2. Pemenuhan kebutuhan tidur lansia sesudah diberikan terapi akupresur
sebagian besar berada dalam klasifikasi agak baik.
3. Ada pengaruh terapi akupresur terhadap pemenuhan kebutuhan tidur lansia
di Wilayah RW 11 Desa Sumberarum Kec. Dander Bojonegoro.
C. TEORI
Lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas yang menjadi
tua dan mengakibatkan timbulnya berbagai masalah kesejahteraan dihari tua.
Banyak fenomena yang terjadi dikalangan lanjut usia, terutama masalah-
masalah yang terjadi akibat proses penuaan yang terjadi pada lansia. Salah
satu bentuk permasalahan pada lansia adalah gangguan pemenuhan kebutuhan
tidur.
Gangguan pemenuhan kebutuhan tidur dikenal sebagai penyebab
morbiditas yang signifikan. Ada beberapa dampak serius yang terjadi apabila
pada lansia tidak mencukupi kebutuhan tidurnya, misalnya mengatuk
berlebihan di siang hari, gangguan atensi dan memori, mood depresi, sering
terjatuh, penggunaan hipnotik yang tidak semestinya, dan penurunan kualitas
hidup (Nurmiati Amir, 2008).
Jumlah penduduk lansia diseluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan
usia rata-rata 60 tahun. Angka harapan hidup orang indonesia meningkat dari
65 tahun pada 1997 menjadi 73 tahun pada 2025. Sehingga pada tahun 1990
sampai 2025 Indonesia akan mempunyai kenaikan jumlah lansia sebesar 4,4%
yang merupakan angka yang paling tinggi di dunia (Nugroho,2008:2).
Menurut National Sleep Foundation Sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika
usia 65 tahun keatas melaporkan mengalami gangguan tidur. Dan sebanyak
7,3% lansia mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau
insomnia. Di Indonesia gangguan tidur menyerang 50% orang yang berusia 60
tahun keatas. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering
ditemukan, pertahun berkisar sebanyak 30- 45% (Budi, 2010).
Menurut (luckman 1997) pada lansia akan terjadi penurunan berat , isi
cairan dan aliran otak, peningkatan ukuran vertikel serta penebalan kortek
otak, pada spinal cord terjadi penurunan reaksi dan terjadi perlambatan
simpatik yang mengakibatkan penurunan pola tidur. Selama penuaan, pola
tidur mengalami perubahan– perubahan yang khas yang membedakannya dari
orang–orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan tersebut mencakup
kelatenan tidur, terbangun pada dini hari dan peningkatan jumlah tidur siang.
Jumlah waktu yang dihasilkan untuk tidur yang lebih dalam juga menurun
(Stanley & Beace, 2006). Seorang lanjut usia umumnya akan menjadi semakin
berkurang kemampuan untuk tidur 5 sampai 8 jam (Lumbantobing, 2004).
Siklus penguatan dan penekanan eksitabilitas syaraf yang menyertai
siklus siaga dan tidur mempunyai efek fisiologic yang sedang pada bagian
perifer tubuh. Selama dalam keadaan siaga terjadi peningkatan aktivitas
simpatis menurun sedangkan aktivitas parasimpatis meninggkat. Oleh karena
itu jika terjadi fase tidur nyenyak maka akan timbul penurunan tekanan darah
arteri, penurunan frekuensi nadi, dilatasi pembuluh darah kulit, aktivitas
traktus gastrointestinal kadangkala meningkat, otot-otot akan relaksasi dan
kecepatan basal metabolisme seluruh tubuh menurun (Guyto & Hall,1997).
Berbagai cara telah banyak dilakukan untuk mengatasi gangguan
pemenuhan kebutuhan tidur, baik secara farmakologis maupun
nonfarmakologis. Secara nonfarmakologis, ada berbagai cara untuk mengatasi
gangguan pemenuhan kebutuhan tidur. Salah satunya, menurut Prof. Hembing
Wijayakusuma, dapat dilakukan dua cara, yaitu menggunakan obat-obatan
herbal dan terapi akupresur (menekan simpul-simpul dalam tubuh yang
menjadi titik kunci terjadinya insomnia.
Akupresur atau penekanan pada titik-titik tertentu pada tubuh merupakan
salah satu intervensi nonfarmakologis yang amat efisien dan relatif cukup
aman karena tidak melakukan tindakan invasif atau melukai kulit tubuh
(Saputra, 2002). Sehingga meski orang tersebut belum pernah melakukan
akupresur, mereka bisa langsung mempraktekkannya asalkan sesuai dengan
petunjuk yang ada. Titik titik tubuh yang digunakan sama dengan titik-titik
pada akupuntur, namun yang membedakannya adalah tekhnik akupresur
menggunakan jari-jari tangan sedangkan akupuntur menggunakan jarum.
Sebuah studi menunjukkan bahwa akupuntur mempunyai prosentase
keberhasilan mendekati 90% dalam mengatasi insomnia. Akupuntur dapat
meningkatkan sejumlah substansisubstansi yang memiliki pengaruh pada otak,
seperti serotonin, yang dapat meningkatkan relaksasi dan tidur, melalui signal
yang cukup kompleks yang diteruskan ke otak. Sedangkan studi pada lanjut
usia dengan gangguan tidur juga menunjukkan bahwa akupresur dapat
meningkatkan kualitas tidur dan menurunkan keadaan terjaga pada malam
hari, maka dalam prakteknya akupresur sama dengan akupuntur, namun
stimulasi untuk penyembuhan lebih banyak menggunakan jari-jari tangan
daripada jarum seperti pada akupuntur (Debusk et all, 2004).
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang, pengaruh terapi akupressur terhadap pemenuhan kebutuhan tidur
lansia.
D. OPINI

Gangguan tidur yang sering dialami lansia diantaranya, insomnia,


hipersomnia, dan parasomnia akan berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia
itu sendiri. Dengan menekan pada titik kunci terjadinya insomnia, akan
meningkatkan sejumlah substan sisubstansi yang memiliki pengaruh pada
otak, seperti serotonin, yang dapat meningkatkan relaksasi dan tidur, melalui
signal yang cukup kompleks yang diteruskan ke otak.
Kondisi yang tenang dan rileks inilah yang dibutuhka untuk kualitas tidur
yang baik. Peningkatan substansi seperti serotonin, endorphin dan melatonin
menyebabkan tubuh menjadi rileks, ketegangan menurun menyebabkan
stimulasi ke RAS menurun, dan membuat seseorang dapat memulai tidur
dengan lebih mudah, sehingga kebutuhan tidur dapat terpenuhi baik secara
kualitas dan kuantitas.
Studi pada lanjut usia dengan gangguan tidur juga menunjukkan bahwa
akupresur dapat meningkatkan kualitas tidur dan menurunkan keadaan terjaga
pada malam hari, maka dalam prakteknya akupresur 26 THE SUN Vol. 2(1)
Maret 2015 sama dengan akupuntur, namun stimulasi untuk penyembuhan
lebih banyak menggunakan jari-jari tangan daripada jarum seperti pada
akupuntur.Jadi bisa dilakukan di rumah secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

A, Hidayat. (2010). Metode Penelitian Paradigma Kuantitatif. Health Books


Publishing. Surabaya.(2006).

Pengantar Kebutuhan Dasar manusia. Jakarta : Salemba medika. Arikunto, S.


(2010).

Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. Azizah,


L.M. (2011).

Keperawatan Lanjut Usia. Graha Ilmu. Yogyakarta Darmojo, Boedhi, dan


Martono, Hadi. (2009).

Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia lajut, Edisi 4. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. Dewi, K. (2011).

Hubungan Akupresur Dengan Tingkat Nyeri Dan Lama Persalinan Kala 1 Pada
Ibu Primipara di Garut. FIK UI. Depok. Diakses tanggal 20 Maret 2013. Erliana,
Erna, dkk. (2010).

Perbedaan Tingkat Insomnia Lansia sebelum dan sesudah latihan Relaksasi Otot
Progresif (Progresif Muscle Relaxation) di BPSTW Ciparay Bandung.
www.pustaka.unpad.ac.id. Diakses tanggal 20 Maret 2013.

Ganong, WF. (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20. EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta Japardi, I. (2002).
Gangguan Tidur. http://library.usu.ac.id/. Diakses tanggal 25 Maret 2013.
Hadikusumo BN. (2006).

Pijat dan Totok Jari Upaya Penyembuhan Alternatif. Kanisius. Yogyakarta.


Hasanah, Osawati. (2010).

Efektifitas Terapi Akupresur Terhadap Disminore pada Remaja di SMPN 5 dan


SMPN 13 Pekan Baru. FIK UI Depok. Diakses tanggal 30 Maret 2013
Hutagaol, I. (2010) .pengaruh pemberian akupresur terhadap penurunan nyeri
persalinan kala 1 pada ibu primipara. FIK Universitas Sumatra Utara. Diakses
tanggal 20 Maret 2013 Kartika, Helda, A. (2010).

Pengaruh Terapi Massage : Reflexi Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pada


Lansia Di Panti Tresna Werdha HMa’rifatul, Lilik, A. (2011).

Keperawatan Lanjut Usia. Graha Ilmu. Yogyakarta. Oka, P. (2003).

Akupresur & Minuman Untuk Mengatasi Masalah Pencernaan. Pt Elex Media


Komputindo. Jakarta. ________. (2007).

Terapi Pijat Tangan.. Pt Elex Media Komputindo. Jakarta. ____. (2008).

Pijat Akupresur Untuk Kesehatan. . Pt Elex Media Komputindo. Jakarta. Potter &
Perry. (2005).

Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi 4. EGC. Jakarta. P. Pandiwinoto.


(2005).

Pengobatan Alternatif 2. Kanisius. Yogyakarta. Saputra K. (2002).

Akupuntur Klinik. Airlangga University Press. Surabaya. Siti, Maryam, R.


(2008).

Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Salemba Medika. Jakarta. Turana,


Yudha. (2004).

Akupresur. http://www.medikaholistik.com/230 101. Diakses tanggal 27 Maret


2013. Wahjudi, Nugroho. (2008).

Keperawatan Gerontik & Geriatri, Edisi 3. EGC. Jakarta.argo Dedadi Surabaya.


FIK UmSurabaya. Surabaya.
LEMBAR KONSUL

NAMA : LUSIA WAHYU WIDIYANTI, S.ST

NIM : 14901.08.21086

NO HARI/TANGGAL MATERI/KONSULTASI TTD


ANALISA

JURNAL KEPERAWATAN

PENTINGNYA PEMAHAMAN MANAJEMEN NYERI

NON FARMAKOLOGI BAGI SEORANG PERAWAT

OLEH:
DIAN AGUS M , S.ST

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021

ANALISA
JURNAL KEPERAWATAN

A. JUDUL

Pentingnya pemahaman manageman nyeri non farmalogi bagi seorang

perawat. Peneliti Cristiani Dewi Mayasari Prodi S-1 Keperawatan STIKes St.

Paulus Ruteng, Jl.Jend. Ahmad Yani, No.10, Ruteng-Flores.

B. FAKTA

Dalam mengurangi rasa nyeri non farmalogi yang dominan berperan

adalah para perawat karena berhubungan dengan tugas keperawatan. Dalam

kenyataannya managemen nyeri non farmakologi bukanlah menjadi pekerjaan

yang mudah bagi para perawat. Hal ini terutama berkaitan dengan persepsi

yang berbeda dari para pasien tentang nyeri yang sedang dialaminya.

Perbedaan inilah yang cenderung menyulitkan perawat untuk

mendiagnosa dan menangani rasa nyeri dari pasien. Oleh karena itu, salah satu

hal yang perlu bagi perawat dalam menangani rasa nyeri pasien adalah

mengembangkan kompetensi dan pemahaman yang terus menerus tentang

management nyeri non farmakologi. Terdapat beberapa jenis mangemen non

farmakologis antara lain: teknikrelaksasi, distraksi masase, terapi es dan

panas, stimulasi saraf elektris transkutan, hipnosis, guided imagery dan musik.

C. TEORI

D. SEKILAS TENTANG NYERI


E. Hakikat Nyeri
F. Nyeri merupakan pengalaman
G. sensori dan emosional yang tidak
H. menyenangkan akibat dari kerusakan
I. jaringan yang aktual atau potensial.
J. Nyeri adalah alasan utama seseorang
K. untuk mencari bantuan perawatan
L. kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak
M. proses penyakit atau bersamaan dengan
N. beberapa pemeriksaan diagnostik atau
O. pengobatan, nyeri sangat mengganggu
P. dan menyulitkan lebih banyak orang
Q. dibandingkan suatu penyakit manapun.
R. Defenisi keperawatan tentang nyeri
S. adalah apapun yang menyakitkan
T. tubuh yang dikatakan individu yang
U. mengalaminya, yang ada kapanpun
V. individu mengatakannya, (Smeltzer
W. 2001: 212).
X. Ada banyak hal yang dapat
Y. menyebabkan timbulnya nyeri.
Z. Seseorang yang tersiram air panas
AA. akan merasakan nyeri yang terbakar,
BB. seseorang yang mengalami luka fisik
CC. akibat tusukan benda tajam juga dapat
DD. mengalami nyeri. Asmadi (2008:145)
EE. Mayasari, Pentingnya Pemahaman Manajemen Nyeri … (hlm. 35-42) 37
FF. mengelompokkan penyebab nyeri ke
GG. dalam dua golongan, yaitu penyebab
HH. yang berhubungan dengan fisik dan
II. berhubungan dengan psikis. Nyeri
JJ. yang disebabkan oleh faktor psikologis
KK. merupakan nyeri yang dirasakan bukan
LL.karena penyebab fisik, melainkan akibat
MM. trauma psikologis dan pengaruhnya
NN. terhadap fisik. Secara fisik misalnya
OO. akibat trauma baik trauma mekanik,
PP. termal, maupun kimia (Kozier, et al.
QQ. 2010:989).
RR. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
SS. Respon Nyeri
TT.Nyeri yang dialami oleh pasien
UU. dipengaruhi sejumlah faktor. Faktor-faktor
VV. yang dimaksud diantaranya seperti
WW. yang disebutkan oleh Zmeltser yaitu
XX. pengalaman masa lalu dengan nyeri,
YY. ansietas dan pengharapan penghilang
ZZ.rasa nyeri (efek plasebo). Faktor-faktor
AAA. ini dapat meningkatkan ataupun
BBB. menurunkan persepsi nyeri pasien,
CCC. meningkat dan menurunnya toleransi
DDD. terhadap nyeri dan pengaruh sikap respon
EEE. terhadap nyeri. (Zmeltser, 2001:
FFF. 219-222)
GGG. Pengalaman masa lalu dengan
HHH. nyeri adalah menarik untuk berharap
III. dimana individu yang mempunyai pengalaman
JJJ.multipel dan berkepanjangan
KKK. dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah
LLL. dan toleran terhadap nyeri dibandingkan
MMM.orang yang lebih sedikit mengalami
NNN. nyeri, tetapi semua itu tidak berlaku pada
OOO. semua orang. Cara seseorang berespon
terhadap nyeri pada intinya berbeda satu Cara seseorang berespon
terhadap nyeri pada intinya berbeda satu
sama lain dan tergantung dari banyak kejadian
nyeri selama rentang kehidupannya.
Bagi beberapa orang nyeri masa lalu
dapat saja menetap dan tak terselesaikan
seperti pada nyeri berkepanjangan atau
kronis dan persisten. Individu yang
mengalami nyeri selama berbulan-bulan
atau bertahun-tahun dapat menjadi
mudah marah, menarik diri dan depresi.
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan
dari pengalamannya nyeri sebelumnya
menunjukan pentingnya perawat
untuk waspada terhadap pengalaman
masa lalu pasien dengan nyeri.
Ansietas, meskipun umum diyakini
bahwa ansietas akan meningkatkan
nyeri, mungkin tidak seluruhnya
benar dalam semua keadaan, riset tidak
memperlihatkan hubungan hubungan
yang konsisten antara ansietas dan
nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa
pelatihan pengurangan stress praoperatif
menurunkan nyeri saat pascaoperatif.
Namun ansietas yang relevan
atau berhubungan dengan nyeri dapat
meningkatkan persepsi pasien terhadap
nyeri contoh pasien yang mendapatkan
pengobatan kanker payudara 2 tahun
yang lalu dan sekarang merasakan nyeri
pinggang, pasien tersebut merasa takut
bahwa nyeri tersebut merupakan indikasi
dari metastasis. ansietas yang tidak
berhungan dengan nyeri dapat mendistraksi
pasien dan secara aktual dapat
menurunkan persepsi nyeri sebagai contoh
seorang ibu yang dirawat dirumah
sakit dengan komplikasi kolsistekstomi
dan mencemaskan anak-anaknya yang
PPP. berada dirumah.

QQQ. OPINI

Menurut pendapat saya bahwa ada pengaruh Pelvic Floor Exercise

terhadap Inkontinensia Urin Pada Pasien TURP. Karena pada tindakan TURP

dapat menimbulkan komplikasi berupa resiko kerusakan pada sfingter uretra

maka post TURP dapat terjadi gangguan untuk mengontrol proses miksi

sehingga mengakibatkan terjadinya inkontinensia urin. Dengan latihan pelvic

floor exercise berbasis rumah, tanpa pengawasan efektif pada pasien dengan

stress incontinensia urine dan mixed incontinensia urine. Dan tujuan latihan

pelvic floor exercise adalah untuk meningkatkan waktu kontraksi dan

kekakuan otot dasar panggul.

Anda mungkin juga menyukai