Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan tidur merupakan masalah dalam masyarakat. Sebagian besar pasien dengan
gangguan tidur tidak terdiagnosis dan tidak diobati. Menurut National Institutes of Health,
prevalensi insomnia di dunia diperkirakan 5-35%. Sebanyak 30% individu melaporkan gejala
insomnia dan 15-20% disertai gangguan aktivitas pada siang hari.(Wilfred R Piegeon,2010).
Prevalensi insomnia di Indonesia sekitar 10 %. Kurang lebih 28 juta dari total 238 juta
penduduk Indonesia menderita insomnia(Wedhaswary I D,2008). Berdasarkan sensus 2010,
jumlah lansia di Indonesia mencapai 24 juta jiwa atau 9,7 persen dari total populasi
(Rachmaningtyas,2013). Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk
yang berstruktur lanjut usia, dengan jumlah lanjut usia di Indonesia pada tahun 2008 sebesar
19.502.355 jiwa (8,55% dari total penduduk sebesar 228.018.900 jiwa), sedangkan pada
tahun 2020 diperkirakan jumlah lanjut usia sekitar 28 juta jiwa.
Insomnia adalah gangguan tidur paling sering pada usia lanjut, yang ditandai dengan
ketidakmampuan untuk mengawali tidur, mempertahankan tidur, bangun terlalu dini, atau
tidur yang tidak menyegarkan. Masalah tidur memiliki dampak negatif pada kualitas hidup
yang terkait kesehatan dengan peningkatan risiko kecelakaan, antibodi menjadi lemah, rentan
terserang diabetes dan kelelahan kronis. Gangguan tidur juga dikaitkan dengan peningkatan
resiko jatuh, penurunan kognitif, dan tingkat kematian lebih tinggi. Untuk mengatasi
gangguan tidur pada lansia, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan kebiasaan hidup

2
sehat. Pada studi epidemiologi prevalensi insomnia pada usia lanjut adalah sekitar 6%-48%
pada populasi umum.
Banyak penelitian telah mendemonstrasikan bahwa aktivitas fisik dapat menurunkan
masalah gangguan tidur. Pada kondisi fisiologis, banyak substansi dapat mempengaruhi tidur,
termasuk diantaranya adalah substansi dari respon imun. Contohnya seperti, cytokines yang
dapat mengatur hormon inflamasi. Peningkatan dari pro-inflammatory cytokines telah
menunjukkan dapat mengurangi tidur, sebaliknya anti-inflammatory cytokines yang
meningkat dengan aktivitas fisik dapat meningkatkan pola tidur. Dari penelitian yang
1
dilakukan oleh National Institute of health pada tahun 2010 tentang hubungan olah raga
terhadap peningkatan tidur dan kualitas hidup lansia dengan insomnia, menjelaskan bahwa
aktivitas fisik dapat meningkatkan kualitas tidur, durasi tidur dan efisiensi tidur.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai adakah hubungan antara kebiasaan olah raga dengan insomnia pada
lansia di Denpasar, yang pada penelitian ini sebagai populasi terjangkaunya adalah kelompok
senam banjar kaja Sesetan Denpasar Selatan. Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan
meningkatkan kualitas hidup lansia.

1.2 Perumusan Masalah


Prevalensi insomnia mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Insomnia
dapat menimbulkan penurunan kualitas hidup khususnya pada lansia. Telah ada studi yang
menghubungkan keteraturan mengikuti senam lansia dan kebutuhan tidur lansia, namun di
Bali studi seperti ini belum pernah dilakukan. Oleh karena itu rumusan masalah dari
penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara kebiasaan olah raga dengan kejadian
insomnia pada orang yang berusia 60 tahun di kelompok senam banjar kaja sesetan
Denpasar Selatan.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan umum
Menilai adanya hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian insomnia pada populasi
lansia di kelompok senam lansia di Banjar Kaja Sesetan Denpasar Selatan.
1.3.2. Tujuan khusus
1

Mengetahui angka kejadiaan insomnia pada pasien berusia 60 tahun memiliki

kebiasaan olah raga.


Mengetahui angka kejadiaan insomnia pada pasien berusia 60 tahun tidak

memiliki kebiasaan olah raga.


Untuk menilai adanya hubungan antara kebiasaan olah raga dengan insomnia pada
pasien berusia 60 tahun.

1.4. Manfaat penelitian


Manfaat penelitian bagi kepentingan masyarakat :
1. Responden dapat mengetahui pengaruh kebiasaan berolah raga terhadap kejadian
insomnia.
2. Meningkatkan kualitas hidup lansia yang memiliki gangguan tidur.
Manfaat penelitian bagi peneliti :
1 Meningkatkan pengetahuan mengenai hubungan kejadian insomnia dengan
2

kebiasaan berolah raga.


Dapat mengerti tentang insomnia pada penderita yang tidak memiliki kebiasaan

berolah raga.
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai data dasar epidemiologi untuk
penelitian selanjutnya.

Manfaat pembangunan (segi praktis) :


1 Hasil penelitian dapat digunakan dalam menangani kasus insomnia pada lansia.
2 Sebagai masukan data dan sumbangan pemikiran perkembangan pengetahuan
untuk peneliti selanjutnya terutama yang berhubungan dengan hubungan antara
kebiasaan olahraga dengan kejadian insomnia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Insomnia
2.1.1 Definisi
Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fourth edition (DSMIV),insomnia didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk mengawali tidur,
mempertahankan tidur, bangun terlalu dini, atau tidur yang tidak menyegarkan. Selama lebih
dari 1 bulan. Insomnia menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)
III

Keluhan sulit masuk tidur, mempertahankan tidur atau kualitas tidur yang buruk.
Gangguan tidur terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal sebulan.
Adanya preokupasi akan tidak bisa tidur dan kekhawatiran berlebihan perihal

akibatnya pada malam hari dan sepanjang hari.


Tidak puas secara kuantitas dan kualitas dari tidurnya, yang keduanya
menyebabkan berbagai gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan.

5
Adapun tidur normal dibagi menjadi 2 fase:
1

NREM (Non Rapid Eye Movement) dibagi menjadi 4 tahap:

Tidur tahap 1

: Saat transisi antara bangun dan tidur, sekitar 30 detik sampai 7 menit
dengan karakteristik gelombang otak low-voltage pada pemeriksaan
EEG.

Tidur tahap 2

: Ditandai dengan gelombang otak low-voltage pada EEG. Perbedaan


dengan stadium 1 adalah adanya gelombang high-voltage yang disebut
sleep spindle dan K complexes.

Tidur tahap 3,4

: Sering disebut tidur yang dalam atau delta sleep, EEG

menunjukkan gelombang yang lambat dengan amplitude yang tinggi.


5
REM (Rapid Eye Movement) :

Tidur REM ditandai dengan pergerakan bola mata yang cepat, reflex tendon yang melemah
atau menghilang, tekanan darah dan pernapasan meningkat, dan mimpi biasanya terjadi pada
stadium ini.

2.1.2 Klasifikasi

Insomnia Primer
Adalah insomnia yang tidak disebabkan oleh karena masalah kondisi fisik atau
mental, minimal telah berlangsung lebih dari sebulan dan tiga kali perminggu.
Insomnia Sekunder
Adalah gangguan tidur yang disebabkan oleh karena gangguan mental lain,
gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi
oleh zat.

2.1.3 Patogenesis
Insomnia Primer yaitu peningkatan metabolisme basal, katekolamin, dan abnormal
regulasi dari Corticotropin Releasing Factor (CRF). Pada gangguan regulasi CRF ini
diduga terjadi akibat hiperaktivitas dari hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA), sehingga

6
terjadi kenaikan Adreno-Corticotropin Hormone (ACTH), ACTH ini menyebabkan
peningkatan cortisol. Pada pasien insomnia primer ditemukan peningkatan kadar cortisol
dan CRF, sehingga diduga peningkatan cortisol ini ada kaitannya dengan insomnia.
Pada insomnia sekunder dikaitkan dengan keadaan hiperarousal yang disebabkan oleh
penyebab insomnia. Hiperarousal adalah suatu kondisi waspada atau keterjagaan yang
berlebihan dimana jantung berdebar, napas semakin cepat (hiperventilasi, yang sering
dirasakan sebagai sesak), mulut kering, keluhan lambung, tangan dan kaki merasa dingin
dan ketegangan otot (biasanya di pelipis, tengkuk atau punggung), sehingga tidak bisa
memasuki tahap-tahapan tidur.

2.1.4 Faktor resiko insomnia


2.1.4.1 Tidak olah Raga
Endorphin baru akan muncul bila cadangan glukosa dalam tubuh mulai berkurang akibat
aktifitas fisik. Otot tubuh membutuhkan oksigen yang cukup untuk membakar glukosa
menjadi adenosine triphospate (ATP) yang akan diubah menjadi energi yang dibutuhkan
oleh sel-sel tubuh. Ketika glukosa habis, barulah lemak dibakar. Pada saat glukosa habis
dibakar inilah endhorphine mulai muncul. Jawaban pentingnya melakukan aktivitas
olahraga yang teratur untuk membakar glukosa melalui aktivitas otot yang akan
menghasilkan ATP sehingga endorphin akan muncul dan membawa rasa nyaman,
senang, dan bahagia. Olahraga akan merangsang mekanisme HPA axis untuk
merangsang kelenjar pineal untuk mensekresi serotonin dan melatonin. Dari hipotalamus
rangsangan akan diteruskan hipofisis

untuk pembentukan beta endorphin dan

encephalin. Beta endorphin dan encephalin menimbulkan rileks dan perasaan senang.
Dalam kondisi rileks, lansia akan mudah dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.

7
2.1.4.2 Merokok
Nikotin dipercaya dapat meningkatkan rasa percaya diri dan ketagihan yang diaktivasi
oleh proyeksi jalur dopamine mulai dari area ventral tegmental ke korteks serebral dan
sistem limbik. Penambahan aktivasi sistem dopamine ini akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi dari norepinephrine dan epinephrine dalam sirkulasi serta peningkatan
pengeluaran vasopressin, ACTH, dan kortisol. Hormon hormon ini memiliki kontribusi
dasar dalam memberikan efek stimulan pada SSP. ACTH ini menyebabkan peningkatan
kortisol. Pada pasien insomnia ditemukan peningkatan kadar kortisol dan CRF, sehingga
diduga peningkatan kortisol ini ada kaitannya dengan insomnia.
2.1.4.3 Obat hipnotik sedative
Dengan pemakaian obat hipnotik sedatif yang lama, maka toleransi akan meningkat.
Pada saat obat dihentikan dengan tiba-tiba terjadi kesulitan tidur yang parah.
2.1.4.4 Depresi dan gangguan cemas
Pola tidur pasien depresi berbeda dengan pola tidur pasien tidak depresi. Pada depresi
berat terjadi gangguan pada setiap stadium siklus tidur. Efisiensi tidurnya buruk, tidur
gelombang pendek menurun, latensi REM juga menurun, serta peningkatan aktivitas
rem. Lansia dengan keluhan insomnia harus dipikirkan adanya depresi atau ansietas.
2.1.4.5Penyakit Lain
Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang air
kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka
yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker,
gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke,
penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.

8
2.1.4.6 Aging/penuaan
Pada usia lanjut terjadi perubahan irama sirkadian tidur normal yaitu menjadi kurang
sensitif terhadap perubahan gelap - terang. Pada usia lanjut, ekskresi cortisol dan GH
serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin, hormon
yang diekskresikan pada malam hari dan berhubungan dengan tidur, menurun dengan
meningkatnya usia.
2.1.4.7 Restless Leg Syndrome (RLS)
Adalah suatu kondisi dimana kaki merasa kesemutan, tidak nyaman. Sering disebabkan
oleh kehamilan, faktor turunan, penyakit ginjal, peripheral neuropati, defisiensi zat besi.
Perasaan tidak nyaman seperti ini akan menyebabkan kondisi waspada/hiperarousal yang
akan mengakibatkan gangguan tidur.
2.1.4.8 Parasomnia
Disebut juga sebagai nightmare disorder, ketika pasien terbangun dari tidur berkali-kali
oleh karena mimpi buruk, keadaan ini akan menyebabkan waspada /hiperarousal
sehingga mengakibatkan gangguan tidur.
2.1.4.9 Kondisi lingkungan
Yang dimaksud kondisi lingkungan di sini termasuk suhu, tempat tidur, keadaan gelap
terang, ventilasi dan lain lain yang berkaitan dengan suasana tidur. Kondisi lingkungan
yang nyaman akan mempermudah memulai tidur serta mempertahankannya. Bila kondisi
lingkungan sudah tidak nyaman, maka kondisi waspada/hiperarousal akan muncul yang
mengakibatkan insomnia.
2.2 Hubungan Olahraga Dengan Insomnia
Dari penelitian yang dilakukan oleh National Institute of health pada tahun 2010 tentang
hubungan olah raga terhadap peningkatan tidur dan kualitas hidup lansia dengan

9
insomnia, menjelaskan bahwa aktivitas fisik dapat meningkatkan kualitas tidur, durasi
tidur dan efisiensi tidur (Mahardika J,2012)

BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,
3.1. Kerangka Berpikir
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan untuk tidur. Gejala
tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat bangun. Banyak faktor yang bisa
menyebabkan terjadinya insomnia. Salah satu kegiatan yang dapat mencegah terjadinya
insomnia adalah dengan rajin berolahraga. Endorphin akan muncul, bila cadangan glukosa
dalam tubuh berkurang akibat aktivitas fisik yaitu salah satunya dengan berolahraga. Beta
endorphin dan encephalin menimbulkan kondisi rileks, sehingga diharapkan lansia akan lebih
mudah di dalam memenuhi kebutuhan tidurnya.

10
Aktivitas fisik (olahraga)

Glukosa ATP ENERGI

Mekanisme HPA Axis

Pembentukan serotonin, melatonin, endorphin dan enchepalinGlukosa habis Endorphin

Rasa senang, nyaman, dan bahagia relaksasi

Peningkatan pemenuhan kebutuhan tidur (mencegah insomnia)

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

3.2. Kerangka konsep

10

Berdasarkan tinjauan pustaka dan permasalahan yang dihadapi maka dibuat


konsep penelitian, dengan kebiasaan olah raga dipilih sebagai variabel bebas.

Merokok, obat hipnotik


sedatif, depresi dan
gangguan cemas,
penyakit lain, RLS,
parasomnia, Lingkungan

Insomnia (+)/(-)
Olahraga

Tidak olahraga
Lansia (faktor aging)

11

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel yang akan di teliti


......................

: Variabel perancu di kendalikan dengan analisis regresi

linier berganda

3.3. Hipotesis
Hipotesis nol (Ho)

:Tidak ada hubungan bermakna antara kebiasaan olah raga

dengan insomnia.
Hipotesis alternatif (Ha) : Ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan olah raga
dengan insomnia.

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1.Desain Penelitian dan Variabel
Jenis penelitian yang dilakukan bersifat analitik dengan desain studi cross sectional
dengan kebiasaan berolah raga sebagai variabel bebas dan insomnia sebagai variabel
tergantung.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di kelompok senam lansia di Banjar Kaja Sesetan Denpasar Selatan,
pada tanggal 1-15 Juni 2016.

12

4.3. Populasi
Populasi penelitian adalah sekelompok subjek atau data dengan karakteristik tertentu
(Sastroasmoro, 2010). Populasi kasus dibagi populasi target dan populasi terjangkau.
1

Populasi target dalam penelitian ini adalah semua lansia yang ada di Denpasar.

Populasi terjangkau adalah semua lansia yang datang ke kelompok senam lansia di Banjar
Kaja Sesetan Denpasar Selatan yang datang pada tanggal 1-15 Junil 2016.

4.4. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi


4.4.1 Kriteria Inklusi
- Pasien berusia 60 tahun.
- Pasien belum pernah konsumsi obat tidur (benzodiazepine).
- Pasien bersedia menjadi sampel penelitian
4.4.2 Kriteria Eksklusi
-Lansia yang memiliki kecacatan fisik.
-Lansia yang sedang sakit
-Lansia yang tidak bersedia menjadi sampel penelitian
12

4.5. Sampel
Yang digunakan sebagai sampel adalah semua pasien berusia 60 tahun yang datang ke
kelompok senam lansia di Banjar Kaja Sesetan Denpasar Selatan, yang datang pada
tanggal 1-15 mei 2016., yang memenuhi kriteria inklusi.
4.5.1. Perhitungan Jumlah Sampel
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelatif sehingga besar sampel ditentukan
menggunakan rumus koefisien korelasi (M. Sopiyudin Dahlan. 2014). Besar sampel yang
diperlukan dalam penelitian ini, yaitu:
N= (Z+Z)
0,5ln 1+r

+3

13
1-r
Keterangan :
N = jumlah sampel minimal yang diperlukan
Z=kesalahan tie I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis satu arah sehingga Z = 1,64
Z=kesalahan tipe II sebesar 10%, maka Z= 1,28
r= korelasi minimal yang di anggap bermakna 0,7 , berdasarkan penelitian sebelumnya oleh
Rahmawati (2015)
N= (Z+Z)
0,5ln 1+r
1-r

N= (1,64+1,28)
0,5ln 1+0,7
1-0,7
N= 37

+3

+3

Jumlah sampel yang akan di teliti adalah 37 orang.


4.5.2.Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling yaitu semua subjek yang datang dan
memenuhi kriteria eligibilitas di masukkan di dalam penelitian sampai jumlah sampel yang di
perlukan terpenuhi.

4.6 Identifikasi Variabel Penelitian


Variabel bebas

: Olah raga

Variabel tergantung

: Insomnia

Variabel perancu

: merokok, obat hipnotik sedatif, depresi dan gangguan cemas,

penyakit lain (artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux
disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer), Aging, RLS,
parasomnia, faktor lingkungan. Variabel perancu di kendalikan dengan analisis regresi
logistik.

14

4.7 Definisi Operasional Variabel


No

Variabel

Definisi operasional

Pengukuran

Skala Data

1.

Insomnia

Diagnosa
insomnia
dilakukan
dengan
menggunakan Pittsburgh
Sleep
Symptom
Questionnaire-Insomnia
(PSSQ-I). Ada 3 kriteria
yang digunakan yaitu kriteria
a (frequencies), kriteria b
(duration), dan kriteria c
(gangguan aktivitas seharihari). Jika penilaian ketiga
kategori tersebut (a, b dan c)
adalah
Ya,
maka
responden
dinyatakan
insomnia.

Kuesioner Pittsburgh Sleep Symptom


Questionnaire-Insomnia
(PSSQ-I).
Merupakan suatu kriteria klinis yang
digunakan sebagai alat ukur untuk
mendiagnosa seorang pasien menderita
insomnia atau tidak. PSSQ-I ini digunakan
dengan cara mengajukan 13 buah
pertanyaan dengan 5 pertanyaan pertama
menunjukkan kriteria symptom insomnia
dan durasi dari kriteria symptom insomnia
4 minggu, 8 pertanyaan berikutnya
menunjukkan
terganggunya
aktivitas
sehari-hari akibat insomnia.Terdapat 3
penilaian akhir, yaitu :

Data
kategorik
skala nominal

a. Apakah salah satu jawaban dari


pertanyaan nomor 1, 2, dan 5 adalah
nilai 4 atau 5 ( 3x perminggu)?
(frequencies)
b. Apakah salah satu jawaban dari
pertanyaan nomor 1, 2, dan 5 adalah
4 minggu? (duration)
c. Apakah salah satu jawaban dari

15
pertanyaan nomor 6-13 adalah Ya
(gangguan aktivitas sehari-hari)?

Jika penilaian ketiga kategori diatas (a,


b dan c) adalah Ya, maka responden
dinyatakan insomnia. Jika salah satu
atau lebih dari penilaian ketiga
kategori diatas adalah Tidak maka
responden dinyatakan tidak insomnia.
Hasil ukur :
1. Insomnia
2. Tidak insomnia

2.

Kebiasaan
Olah Raga

Kebiasaan olah raga yang


Wawancara
dilakukan 3-5 kali seminggu Alat ukur : Kuesioner
berupa salah satu aktivitas
Hasil ukur :
fisik aerobik seperti berjalan,
berlari, bersepeda, berenang 1. Tidak memiliki kebiasaan olah raga
dan senam selama 30 menit 2. Memiliki kebiasaan olah raga
yang sudah dilakukan
minimal 3 bulan.

data kategorik
skala nominal

3.

Umur

Pasien dewasa berusia > 60


tahun

numerik

Anamnesa Identitas KTP (tanggal lahir)

4.8. Tata Cara Pengumpulan Data


Peneliti melakukan izin ke kepala lingkungan Banjar Kaja Sesetan Denpasar Selatan. Peneliti
melakukan pendekatan dengan kader, dan para lansia yang ada di Banjar Kaja Sesetan
Denpasar serta menyampaikan maksud dan tujuan penelitian kepada para lansia untuk
kesediaannya secara sukarela menjadi responden dalam penelitian, kemudian memberikan
informed consent untuk disetujui.
Jika pasien bersedia, dilakukan 2 pemeriksaan berbeda kepada pasien tersebut. Peneliti
mendiagnosa insomnia berdasarkan Kuesioner Pittsburgh Sleep Symptom QuestionnaireInsomnia (PSSQ-I) dan melakukan wawancara dengan kuesioner untuk menilai faktor resiko
lain yang dapat mempengaruhi insomnia, seperti kebiasaan olah raga, merokok, obat hipnotik
sedatif, depresi / gangguan cemas, penyakit lain, aging/penuaan, dan kondisi lingkungan.

16

4.9 Alur Pengumpulan Data

Pasien datang ke Kelompok Senam


Lansia di Banjar Kaja Sesetan
Denpasar Selatan
Pasien berusia 60 tahun

Pasien berusia < 60 tahun

Tidak dijadikan

Tidak
Ditanyakan kesediaan

sample penelitian

bersedia
mengikuti penelitian oleh
peneliti

Bersedia

Mendiagnosa insomnia

Wawancara untuk

berdasarkan(PSSQ-I)

menilaikebiasaan olah raga

Insomnia

Tidak

Ya

Tidak

17

Alur Pengumpulan Data 4.9

4.10.

Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah Kuesioner.Terdapat 2 macam

kuesioner:
Kuesioner 1 untuk mendiagnosa insomnia, menggunakan kuesioner Pittsburgh
Sleep Symptom Questionnaire-Insomnia (PSSQ-I)
Kuesioner 2 untuk menilai faktor-faktor resiko yang insomnia
4.11.

Teknik dan Analisis data


Seluruh data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan kuesioner diolah dengan

menggunakan perangkat lunak SPSS versi 18.


4.11.1. Analisis Asosiasi Statistik
4.11.1.1 Uji Statistik.
Pada penelitian ini uji asosiasi statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan
sebab akibat antara variabel bebas berskala kategorik dengan variabel tergantung berskala

18
kategorik adalah uji statistic Chi square dengan batas kemaknaan 5%. Variabel perancu
di kendalikan dengan analisis regresi logistik.

Jika nilai p < 0,05, maka ada hubungan bermakna antara faktor risiko dengan
penyakit.

Jika nilai p 0,05, maka tidak ada hubungan bermakna antara faktor risiko dengan
penyakit.

4.11.11.2. Analisis Asosiasi Epidemiologi


Pada penelitian ini, ukuran asosiasi epidemiologi Prevalence Risk Ratio(PRR)
dipakai untuk mengetahui adanya hubungan antara kebiasaan olah raga dan insomnia.
PRR dihitung dengan menggunakan table 2 x 2. Dari skema tersebut maka rasio
prevalens dapat dihitung dengan rumus di bawah ini :
PRR

A / A+B
C / C+D

A/A+B= prevalens penyakit diantara yang terpapar (tidak memiliki kebiasaan

olah raga)
C/C+D = prevalens penyakit diantara yang tidak terpapar (memiliki kebiasaan

olah raga)
Jika PRR = 1 resiko pasien yang tidak memiliki kebiasaan olah raga sama
dengan resiko pasien yang memiliki kebiasaan olah raga untuk menderita
insomnia.

19

Jika PRR > 1 resiko pasien yang tidak memiliki kebiasaan olah raga lebih
besar daripada resiko pasien yang memiliki olah raga untuk menderita

insomnia.
Jika PRR < 1 resiko pasien yang tidak memiliki kebiasaan olah raga lebih
kecil daripada resiko pasien memiliki kebiasaan olah raga untuk menderita
insomnia.

Daftar Pustaka

Amir, N. 2007. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia Diagnosis dan penatalaksanaan. Cermin
dunia kedokteran edisi No. 157. http://www.itokindo.org/?wpfb_dl=185 (di akses
tanggal 13 maret 2016 )
Kaplan, H.I., dkk.
Jakarta.h.337

2010.

Kaplan & Sadock buku ajar psikiatri klinis. Ed Ke- 2. EGC:

Mahardika J., dkk. 2012. Hubungan keteraturan mengikuti senam lansia dan kebutuhan tidur
lansia di UPT PSLU Pasuruan di Babat Lamongan. Universitas Airlangga.
http://journal.unair.ac.id/article_4811_media127_category127.html. (di akses tanggal.
10 maret 2016)
Maslim, R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ III. PT Nuh Jaya.Jakarta

Noven P. 2012. Interaksi Golongan Obat Sedatif-Hipnotik.


http://mypharmacis.blogspot.co.id/2012/12/interaksi-golongan-obat-sedatif
hipnotik.html. (di akses tanggal 10 maret 2016)
Nuphita. 2013. Fisiologi tidur. https://nuphitaikmal.wordpress.com/2013/05/22/fisiologitidur/. (di akses tanggal 13 maret 2016)
Pigeon,Wilfred R. 2010.Diagnosis, Prevalence, Pathways, Consequences and Treatment of
Insomnia. NIH Public Access.11:321-332
Rachmaningtyas A. 2013. Tiap tahun jumlah sakit jiwa lansia meningkat di Indonesia.
http://nasional.sindonews.com/read/2013/10/09/15/792353/tiap-tahun-jumlah-sakitjiwa-lansia-meningkat-di-indonesia. (diakses tanggal 13 maret 2016)
Sleepdex.org. 2011. The pathophysiology of primary insomnia.
http://www.sleepdex.org/patho.htm. (di akses tanggal 13 maret 2016)

20
Santos R.V.T., dkk. 2011. Moderate exercise training modulates cytokine profile and sleep in
elderly people. Pubmed.Gov. Mar.48(1):79-88
Sapta D. 2014. Insomnia dan diagnosis psikiatri pada pasien di Instalansi Rawat Darurat
(IRD) RSUP SANGLAH.
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=295816.(di akses
tanggal 15 maret 2016)

Wedhaswary I.D. 2008. Insomnia kronis, gangguan tidur 4 minggu lebih.


.http://kesehatan.kompas.com/read/2008/10/11/1524066/Insomnia.Kronis.Gangguan.T
idur.4.Minggu.Lebih.( di akses tanggal 13 maret 2016).

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah.........................................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian.............................................................................................................3
1.3.1. Tujuan umum...........................................................................................................3
1.3.2. Tujuan khusus...........................................................................................................3
1.4. Manfaat penelitian...........................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................5
2.1.Insomnia...........................................................................................................................5
2.1.1 Definisi......................................................................................................................5
2.1.2 Klasifikasi.....................................................................................................................6

21
2.1.3 Patogenesis................................................................................................................6
2.1.4 Faktor resiko insomnia..................................................................................................7
2.1.4.1 Tidak olah Raga......................................................................................................7
2.1.4.2 Merokok.................................................................................................................7
2.1.4.3 Obat hipnotik sedative............................................................................................8
2.1.4.4 Depresi dan gangguan cemas.................................................................................8
2.1.4.5Penyakit Lain..........................................................................................................8
2.1.4.6 Aging/penuaan........................................................................................................8
2.1.4.7 Restless Leg Syndrome (RLS)................................................................................9
2.1.4.8 Parasomnia.............................................................................................................9
2.1.4.9 Kondisi lingkungan................................................................................................9
BAB III.....................................................................................................................................10
KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,.........................................10
3.1. Kerangka Berpikir.........................................................................................................10
3.2. Kerangka konsep...........................................................................................................11
3.3. Hipotesis........................................................................................................................11
BAB IV....................................................................................................................................12
METODOLOGI PENELITIAN...............................................................................................12
4.1.Desain Penelitian dan Variabel.......................................................................................12
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................................12
4.3. Populasi.........................................................................................................................12

22
4.4. Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi...........................................................................12
4.5. Sampel...........................................................................................................................13
4.5.1. Perhitungan Jumlah Sampel...................................................................................13
4.5.2.Cara Pengambilan Sampel......................................................................................14
4.6 Identifikasi Variabel Penelitian......................................................................................14
Insomnia...........................................................................................................................15
4.8. Tata Cara Pengumpulan Data........................................................................................16

Anda mungkin juga menyukai