Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK DENGAN SINDROM


INSOMNIA
TAHUN 2024

DISUSUN OLEH :
YOGI ARDINATA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG
2024
LAPORAN PENDAHULUAN
SYNDROM GERIATRI : INSOMNIA (SULIT TIDUR)

A. Pengertian
Insomnia atau disebut dengan gangguan tidur adalah kondisi yang jika
tidak diobati, secara umum akan menyebabkan gangguan tidur malam yang
mengakibatkan munculnya salah satu dari ketiga masalah tersebut: insomnia,
gerakan sensasi abnormal di kala tidur atau ketika di tengah malam atau merasa
mengantuk yang berlebihan di siang hari (Potter dan Perry, 2005). Gangguan
pola tidur adalah gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor
ekternal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
B. Data
1. Pengkajian

A. Identitas
Identitas pada klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama,
pekerjaan, pendidikan, diagnose medis, alasan dirawat, keluhan utama, kapan
keluhan dimulai, dan lokasi keluhan.
B. Riwayat Perawatan
Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan
keluarga, keadaan lingkungan, dan riwayat kesehatan lainnya.
C. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan umum, Pengukuran Tanda-Tanda Vital (TTV), Pemeriksaan
fisik tentang system kardiovaskuler, system pernafasan, sistem pencernaan,
system perkemihan, sistem endokrin, sistem musculoskeletal, dan sistem
reproduksi.
D. Pola Fungsi Kesehatan
Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit, kebiasaan sehari-hari, nutrisi
metabolism, pola tidur dan istirahat, kognitif-perseptual, persepsi-konsep diri,
aktivitas dan kebersihan diri, koping-toleransi stress, nilai-pola keyakinan.
E. Data penujang
Hasil pemeriksaan laboraturium, dan pemeriksaan lainnya

2. Pemeriksaan fisik

a. Integumen :
 Lemak subkutan menyusut
 Kulit kering dan tipis, rentang terhadap trauma dan iritasi, serta lambat
sembuh
b. Mata :
 Areus senilis, penurunan visus
c. Telinga :
 Pendengaran berkurang yang selanjutnya dapat berakibat gangguan bicara.
d. Kardiopulmonar :
 Curah jantung berkurang serta elastisitas jantung dan pembuluh darah
berkurang, terdengar bunyi jantung IV (S4) dan bising sistolik, kapasitas vital
paru, volume ekspirasi, serta elastisitas paru-paru berkurang.
e. Muskuloskeletal :
 Massa tulang berkurang, lebih jelas pada wanita, jumlah dan ukuran otot
berkurang.
 Massa tubuh banyak yang tergantikan oleh jaringan lemak yang disertai
pula oleh kehilangan cairan.
f. Gastrointestinal :
 Mobilitas dan absorpsi saluran cerna berkurang, daya pengecap, serta
produksi saliva menurun.
g. Neurologikal :
 Rasa raba juga berkurang, langkah menyempit dan pada pria agak
melebar. Selain itu, terdapat potensi perubahan pada status mental.

3. Pemeriksaan Fisik Umum

a. Kesadaran : klien dapat menunjukkan tingkat kesadaran baik (tidak ada


kelainan atau gangguan kesadaran).
b. Pengkajian status gizi :Terjadi malnutrisi

4. Pengkajian Fisik Khusus

a. Pengkajian sistem perkemihan : Inkontinensia


b. Pengkajian sistem pernapasan : Perubahan pada saluran pernapasan atas,
diameter dinding dan dinding dada kaku.
c. Pengkajian sistem kulit/integumen : Pertumbuhan epidermis melambat (kulit
kering, epidermis menipis), berkurangnya vaskularisasi, juga melanosit dan
kelenjar-kelenjar pada kulit.
d. Pengkajian pola tidur : susah tidur pulas, sering terbangun, serta kualitas tidur
yang rendah, lama ditempat tidur serta jumlah total waktu tidur per hari yang
berkurang.
e. Pengkajian status fungsional :
- Tentang mandi = Dikatakan mandiri (independen) bila dalam melakukan
aktivitas klien hanya memerlukan bantuan untuk menggosok atau
membersihkan sebagian tertentu dari anggota badannya, Dikatakan dependen
bila klien memerlukan bantuan untuk lebih dari satu bagian badannya.
- Berpakaian = Independen bila tak mampu mengambil sendiri pakaian dalam
lemari atau laci.
- Ke toilet = Independen bila lansia tak mampu ke toilet sendiri, beranjak dari
kloset, merapikan pakaian sendiri. Dependen bila memang memerlukan bed
pan atau pispot.
- Transferring = Independen bila mampu naik turun sendiri dari tempat tidur atau
kursi roda. Dependen bila selalu memerlukan bantuan untuk kegiatan tersebut
diatas atau tak mampu melakukan satu atau lebih aktivitas transferring.
- Kontinensia = Independen bila mampu buang hajat sendiri (urinari dan
defekasi). Dependen bila pada salah satu atau keduanya miksi atau sefekasi
memerlukan enema atau kateter.
- Makan = Independen bila mampu menyuap makanan sendiri, mengambil dari
piring.
f. Pengkajian aspek spiritual =
- Perasaan individu tentang kehidupan keagamaannya
- Melakukan kewajiban-kewajiban agar berkontemplasi tentang kehidupan
menurut agama dan kepercayaannya

C. Klasifikasi Insomnia
Insomnia terbagi menjadi beberapa bagian, menurut Nugroho,2012 jenis
insomnia diataranya yakni:
1. Insomnia Primer
Insomnia primer tidak terjadi secara eksklusif selama ada gangguan
mental lainnya. Tidak disebabkan oleh faktor fisiologis langsung
kondisi medis umum. Ditandai dengan keluhan sulit untuk memulai
tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit selama 1 bulan.
Seseorang dengan insomnia primer sering mengeluh sulit masuk tidur
dan terbangun berkali-kali. Bentuk keluhannya bervariasi dari waktu
ke waktu.
2. Insomnia Kronik
Insomnia kronis biasanya disebut juga insomnia psikofisiologis
persisten. Insomnia ini dapat disebabkan oleh kecemasan, dapat juga
terjadi akibat kebiasaan perilaku maladaptive di tempat tidur. Adanya
kecemasan yang berlebihan karena tidak bisa tidur menyebabkan
seseorang berusaha keras untuk tidur tapi ia semakin tidak bisa tidur.
Ketika berusaha untuk tidur terjadi peningkatan ketegangan motorik
dan keluhan somatik lain sehingga menyebabkan tidak bisa tidur.

3. Insomnia Idiopatik
Insomnia idiopatik merupakan insomnia yang telah terjadi sejak dini.
Terkadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat berlanjut
selama hidup. Penyebabnya pun tidak jelas, ada dugaan disebabkan
oleh ketidakseimbangan neurokimia otak di formasioretikularis batang
otak atau disfungsi forebrain. Lansia yang tinggal sendiri atau ada rasa
takut pada malam hari dapat menyebabkan kesulitan tidur. Insomnia
kronis dapat menyebabkan penurunan mood (risiko depresi dan
ansietas), menurunkan motivasi, energy dan konsentrasi serta
menimbulkan rasa malas. Kualitas hidup berkurang menyebabkan
lansia tersebut lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan.

D. Etiologi dan Patofisiologi Insiomnia


Tidur merupakan suatu ritme biologis yang bekerja 24 jam yang bertujuan
untuk mengembalikan stamina untuk kembali beraktivitas.Tidur dan terbangun
diatur oleh batang otak, thalamus, hypothalamus dan beberapa neurohormon
dan neurotransmitter juga dihubungkan dengan tidur. Hasil yang diproduksi
oleh mekanisme 6 serebral dalam batang otak yaitu serotonin. Serotonin ini
merupakan neurotransmitter yang berperan sangat penting dalam menginduksi
rasa kantuk, juga sebagai medula kerja otak(Guyton & Hall, 2008).
Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin yang merupakan
hormone katekolamin yang diproduksi secara alami oleh tubuh.Adanya lesi
pada pusat pengatur tidur di hypothalamus juga dapat mengakibatkan keadaan
siaga tidur. Katekolamin yang dilepaskan akan menghasilkan hormone
norepineprin yang akan merangsang otak untuk melakukan peningkatan
aktivitas. Stress juga merupakan salah satu factor pemicu, dimana dalam
keadaan stress atau cemas, kadar hormone katekolamin akan meningkat dalam
darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik sehingga seseorang akan
terus terjaga (Perry, dalamIswari & Wahyuni,2012).

E. Komplikasi Insomnia
Akibat dari insomnia dapat mempengaruhi fungsi otak yang tepat. Otak
menggunakan tidur sebagai proses aktif dimana pada saat seseorang tidur otak
akan melatih semua sel saraf dengan melewatkan sinyal aktivitas listrik melalui
semua sel saraf. Ketika sel saraf otak tidak mendapatkan jumlah tidur yang
cukup maka kerja fungsi otak dalam hal menyimpan atau mengambil informasi
dan kemampuan untuk mengelola aktivitas sehari-hari.

F. Penatalaksanaan Insomnia
Insomnia memiliki pengaruh yang buruk bagi kesehatan lansia sehingga
masalah tersebut harus diatasi. Adapun intervensi yang dapat digunakan untuk
mengatasi insomnia pada lansia yaitu dengan terapi farmakologis dan
nonfarmakologis :
1. Terapi farmakologis
Tujuan dari terapi farmakologis yaitu untuk menghilangkan keluhan
penderita insomnia sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada lanjut
usia (Galimi, 2010). Ada lima prinsip dalam farmakologi, yaitu
menggunakan dosis rendah tetapi efektif, dosis yang diberikan bersifat
intermitten (3-4 kali dalam seminggu), pengobatan jangka pendek (3-4
minggu), penghentian terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada gejala
insomnia, memiliki efek sedasi yang rendah sehingga tidak mengganggu
aktivitas sehari-hari. Terapi farmakologi yang paling efektif untuk
insomnia yaitu dengan Benzodiazepine atau nonBenzodiazepine
(Galimi,2010). Non-Benzodiazepine memiliki efek pada reseptor GABA
dan berkaitan secara selektif pada reseptor Benzodiazepine subtife di otak.
Obat ini efektif pada lansia karena dapat diberikan dalam dosis yang
rendah. Obat golongan ini memiliki efek hipotoni otot, gangguan perilaku,
kekambuhan insomnia jika dibandingkan dengan golongan BZDs obat
golongan non-Benzodiazepine yang aman untuk lansia adalah Zeleplon,
Zolpidem, Eszopiclone dan Ramelton. Obat Zeleplon, zolpidem dan
eszopiclone dapat berfungsi untuk mengurangi sleep latency sedangkan
ramelton digunakan pada klien yang mengalami kesulitan untuk mengawali
tidur (Galimi, 2010).
2. Terapi nonfarmakologis
Intervensi keperawatan yang bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas
tidur dan mengurangi gangguan tidur adalah dengan terapi
nonfarmakologis, yaitu dengan memberikan terapi massage punggung
Terapi massage punggung dapat meningkatkan rasa rileks sehingga
meningkatkan keinginan tidur. Massage dapat diartikan sebagai pijat yang
telah disempurnakan dengan ilmu-ilmu tentang tubuh manusia atau
gerakan-gerakan tangan mekanis terhadap tubuh manusia dengan
mempergunakan bermacam-macam bentuk pegangan atau teknik.

G. Diagnosa Keperawatan
- Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur
- Nyeri Akut
- Gangguan rasa nyaman

Diagnosa Intervensi Keperawatan


No
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Gangguan pola Setelah dilakukan intervensi pola Dukungan tidur:
tidur b.d kurang tidur menurun dengan indikator 1. Identifikasi pola
kontrol tidur sebagai berikut: aktivitas dan tidur
1. Keluhan mengenai kesulitan 2. Identifikasi factor
tidur bisa dikontrol pengganggu tidur
2. Tidak ada masalah dengan pola, 3. Tetapkan jadwal rutin
kualitas dan rutinitas ridur tidur
3. Klien terlihat segar setelah 4. Anjurkan menepati
bangun tidur kebiasaan tidur
4. Klien dapat mengidentifikasi 5. Anjurkan menghindari
tindakan yang dapat makanan/minu man
meningkatkan tidur. yang mengganggu
(L.05045 SLKI 2019) tidur

Anda mungkin juga menyukai