Anda di halaman 1dari 27

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Dasar

1. Konsep Kebutuhan Dasar

a. Pengertian Istirahat Tidur

Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak


harus dipenuhi oleh semua orang. Istirahat dan tidur yang cukup,
akan membuat tubuh baru dapat berfungsi secara optimal.
Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda pada
setiap individu. Istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks,
tanpa tekanan emosional, dan bebas dari perasaan gelisah.
Beristirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali.
Berjalan-jalan di taman terkadang juga bisa dikatakan sebagai
suatu bentuk istirahat (Kasiati&Rosmalawati, 2016).

b. Fisiologi tidur
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang
otak, yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar
Synchronizing Region (BSR). RAS di bagian atas batang otak
diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan
kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus visual,
pendengaran, nyeri, dan sensori raba, serta emosi dan proses
berfikir. RAS melepaskan katekolamin pada saat sadar,
sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari
BSR (Kasiati&Rosmalawati, 2016)
2

c. Fungsi tidur
Manfaat istirahat dan tidur yang bisa langsung dirasakan
adalah tubuh terasa lebih benergi dan fit keesokan harinya.
Selain itu, cukup tidur juga baik untuk menjaga fungsi otak. Hal
ini tentu akan membantu lebih produktif, lebih fokus, dan lebih
konsentrasi dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari
(Kemenkes,2018).

d. Kebutuhan tidur
Usia 0-1 Bulan bayi yang usianya baru mencapai 2 bulan,
umumnya membutuhkan tidur 14-18 jam setiap hari Usia 1- 18
Bulan pada usia ini, bayi membutuhkan waktu tidur 12-14 jam
setiap hari termasuk tidur siang. Tidur cukup akan membuat
tubuh dan otak bayi berkembang baik dan normal.Usia 3-6
Tahun. Kebutuhan tidur yang sehat di usia anak menjelang
masuk sekolah ini, mereka membutuhkan waktu untuk istirahat
tidur 11-13 jam, termasuk tidur siang. Menurut penelitian, anak
usia di bawah enam tahun yang kurang tidur, akan cenderung
obesitas di kemudian hari. Usia 6-12 tahun, anak usia ini
membutuhkan waktu tidur 10 jam.
Menurut penelitian, anak yang tidak memiliki waktu istirahat
yang cukup, dapat menyebabkan mereka menjadi hiperaktif,
tidak konsentrasi belajar, dan memilki masalah pada perilaku di
sekolah Usia 12-18 tahun. Menjelang remaja, kebutuhan tidur
yang sehat adalah 8-9 jam. Studi menunjukkan bahwa remaja
yang kurang tidur, lebih rentan terkena depresi, tidak fokus dan
punya nilai sekolah yang buruk. Usia 18-40 tahun. Orang
Dewasa membutuhkan waktu tidur 7 - 8 jam setiap hari. Para
dokter menyarankan bagi mereka yang ingin hidup sehat untuk
menerapkan aturan ini pada kehidupannya. Lansia kebutuhan
tidur terus menurun, cukup 7 jam perhari. Demikian juga jika
3

telah mencapai lansia yaitu 60 tahun ke atas, kebutuhan tidur


cukup 6 jam per hari (Kemenkes, 2018).

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola istirahat tidur


Menurut Agustin, (2012) faktor yang mempengaruhi
kualitas maupun kuantitas tidur diantaranya adalah penyakit,
lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress emosional, stimulan
dan alkohol, diet, merokok, dan motivasi.
1) Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik
yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Individu yang
sakit membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak dari pada
biasanya. Siklus bangun-tidur selama sakit juga dapat
mengalami gangguan.
2) Lingkungan
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus
menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu
atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya
tidur. Contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi
yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Seiring
waktu individu bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh
dengan kondisi tersebut.
3) Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola
tidur seseorang. Semakin lelah seseorang, semakin pendek
siklus tidur REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat
biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
4) Gaya hidup
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur
aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
4

5) Stres emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur
seseorang. Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar
norepinfrin darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis.
Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM
tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.
6) Stimulan dan alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat
merangsang SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur.
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus
tidur REM. Pengaruh alkohol yang telah hilang dapat
menyebabkan individu sering kali mengalami mimpi buruk.
7) Diet
Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu
tidur dan seringnya terjaga di malam hari. Penambahan berat
badan dikaitkan dengan peningkatan total tidur dan
sedikitnya periode terjaga di malam hari.
8) Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek
stimulasi pada tubuh. Perokok sering kali kesulitan untuk
tidur dan mudah terbangun di malam hari.
9) Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur
seseorang. Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV
tidur NREM, betablocker dapat menyebabkan insomnia dan
mimpi buruk, sedangkan narkotik (misalnya: meperidin
hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan tidur
REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
5

10) Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi
perasaan lelah seseorang. Perasaan bosan atau tidak adanya
motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan
kantuk.

f. Macam-macam gangguan tidur


1) Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan tidur, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada individu dewasa.
Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor
mental seperti perasaan gundah atau gelisah.
2) Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu
tidur atau muncul saat seseorang tidur. Gangguan ini umum
terjadi pada anakanak. Beberapa turunan parasomnia
antaralain sering terjaga (misalnya: tidur berjalan, night
terror), gangguan transisi banguntidur (misalnya:
mengigau), parasomnia yang terkait dengan tidur REM
(misalnya: mimpi buruk), dan lainnya (misalnya:
bruksisme).
3) Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu
tidur yang berkelebihan terutama pada siang hari. Gangguan
ini dapat disebabkan oleh kondisi tertentu, seperti kerusakan
sistem saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau karena
gangguan metabolisme (misalnya: hipertiroidisme).
Hipersomnia pada kondisi tertentu dapat digunakan sebagai
mekanisme koping untuk menghindari tanggung jawab pada
siang hari.
6

4) Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak
tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada siang hari.
Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan tidur” atau
sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga
karena kerusakan genetik sistem saraf pusat yang
menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur REM.
Alternatif pencegahannya adalah dengan obat-obatan,
seperti amfetamin atau metilpenidase, hidroklorida, atau
dengan antidepresan seperti imipramin hidroklorida.
5) Apnea saat tidur
Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi
terhentinya nafas secara periodik pada saat tidur. Kondisi ini
diduga terjadi pada orang yang mengorok dengan keras,
sering terjaga di malam hari, insomnia, mengatup berlebihan
pada siang hari, sakit kepala disiang hari, iritabilitas, atau
mengalami perubahan psikologis seperti hipertensi atau
aritmia jantung.

2. Konsep Halusinasi Pendengaran


a. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori
persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa, klien
merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus nyata. (Keliat, 2014
dalam Hafizudin, 2021). Halusinasi merupakan keadaan
seseorang mengalami perubahan dalam pola dan jumlah
stimulasi yang diprakarsai secara internal atau eksternal
disekitar dengan pengurangan, berlebihan, distorsi, atau
kelainan berespon terhadap setiap stimulus (Townsend, 2009
7

dalam Pardede, Keliat, & Yulia, 2015 dalam Pardede, et al,


2021).
Halusinasi pendengaran paling sering terjadi ketika klien
mendengar suara-suara, halusinasi ini sudah melebur dan pasien
merasa sangat ketakutan, panik dan tidak bisa membedakan
antara khayalan dan kenyataan yang dialaminya (Hafizudin,
2021).

b. Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia, (2005) dalam Pardede, et al,
(2021) Gangguan sensori persepsi: halusinasi terdiri dari dua
faktor penyebab yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
1) Faktor Predisposisi
a) Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui
kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian,
kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap
penelitian. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika
salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika
dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang
salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila
kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35%.
b) Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga
ditemukan tidak normal, khususnya dopamin,
serotonin, dan glutamat.
8

(1) Studi neurotransmitter


Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin
berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
2) Faktor Presipitasi
a) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf
yang menerima dan memproses informasi di
thalamus dan frontal otak.
b) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf
terganggu.
c) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang
tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian,
kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf pusat,
kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
d) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi,
krisis masalah di rumah tangga, kehilangan
kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola
aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan
dengan orang lain, isolasi social, kurangnya
dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan
dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
e) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu,
harga diri rendah, putus asa, tidak percaya diri,
merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak
tidak seperti orang lain dari segi usia maupun
kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi,
perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan,
ketidakadekuatan penanganan gejala.
9

c. Patofisiologi

Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
Effect

Gangguan persepsi sensori: halusinasi

Core Problem

Isolasi Sosial

Causa
Gambar 2.1 Pohon Masalah (Damaiyanti, 2014 dalam Setyani, 2019)

d. Tanda dan gejala


Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017 Tanda dan gejala
gangguan persepsi sensori: Halusinasi yaitu :
1. Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a) Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
b) Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman,
perabaan atau pengecapan

Objektif

a) Distori sensori
b) Respons tidak sesuai
c) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba,
atau mencium sesuatu
10

2. Gejala dan tanda minor

Subjektif

a) Menyatakan kesal

Objektif

a) Menyendiri
b) Melamun
c) Kosentrasi buruk
d) Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
e) Curiga
f) Melihat ke satu arah
g) Mondar-mandir
h) Bicara sendiri

e. Penatalaksanaan
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering
terjadi pada gangguan Skizofrenia. Dimana Skizofrenia
merupakan jenis psikosis, adapun tindakan penatalaksanaan
dilakukan dengan berbagai terapi (Pardede, Keliat & Wardani,
2013 dalam Hafizudin, 2021) yaitu :
1) Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena
obat dapat membantu pasien skizofrenia untuk
meminimalkan gejala perilaku kekerasan, halusinasi, dan
harga diri rendah. Sehingga pasien skizofrenia harus patuh
minum obat secara teratur dan mau mengikuti perawatan.
a) Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan
hiperaktivitas, gelisah, agresif, waham, dan halusinasi.
11

b) Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang
terkait skizofrenia dan gangguan perilaku yang tidak
terkontrol
c) Trihexilpenidyl (THP)
Obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis
parkinson dan pengendalian gejala ekstrapiramidal
akibat terapi obat.
(1) Dosis
(a) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
(b) Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular
setiap 6-8 jam sampai keadaan akut teratasi.
(2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan
tablet:
(a) Haloperidol 2x1,5 sampai 2,5 mg per hari.
(b) Klorpromazin 2x100 mg per hari
(c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari
(3) Dalam keadaan fase kronis diberikan tablet:
(a) Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
(b) Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)
(c) Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari
(d) Psikosomatik

2) Terapi kejang listrik (Electro Compulsive Therapy), yaitu


suatu terapi fisik atau suatu pengobatan untuk menimbulkan
kejang grand mal secara artifisial dengan melewatkan aliran
listrik melalui elektroda yang dipasang pada satu atau dua
temples pada pelipis. Jumlah tindakan yang dilakukan
merupakan rangkaian yang bervariasi pada setiap pasien
tergantung pada masalah pasien dan respon terapeutik sesuai
hasil pengkajian selama tindakan. Pada pasien Skizofrenia
12

biasanya diberikan 30 kali. ECT biasanya diberikan 3 kali


seminggu walaupun biasanya diberikan jarang atau lebih
sering. Indikasi penggunaan obat: penyakit depresi berat
yang tidak berespon terhadap obat, gangguan bipolar di
mana pasien sudah tidak berespon lagi terhadap obat dan
pasien dengan bunuh diri akut yang sudah lama tidak
mendapatkan pertolongan.

3) Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif lama, juga
merupakan bagian penting dalam proses terapeutik. Upaya
dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan terapeutik, memotivasi
klien untuk dapat mengungkapkan perasaan secara verbal,
bersikap ramah, sopan, dan jujur terhadap klien.

3. Konsep Asuhan Keperawatan Halusinasi Pendengaran


a. Pengkajian
Pengkajian adalah proses untuk tahap awal dan dasar utama
dari proes keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan melalui data biologis, psikologis, sosial dan
spiritual. Pengelompokkan data pengkajian kesehatan jiwa,
dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor,
sumber koping, dan kemampuan yang dimiliki (Afnuhazi, 2015
dalam Ilham, 2017 :34-37 )
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelmain, tanggal pengkajian,
tanggal dirawat, nomor rekam medis.
2) Alasan masuk
13

Alasan klien datang ke RSJ, biasanya klien sering berbicara


sendiri, mendengar atau melihat sesuatu, suka berjalan tanpa
tujuan, membanting peralatan dirumah, menarik diri.
3) Faktor predisposisi
a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan
kurang berhasil dalam pengobatan
b) Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan
dalam keluarga
c) Klien dengan gangguan orientasi besifat herediter
d) Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat
menganggu
4) Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan
adanya riwayat penyakit infeksi, penyakt kronis atau kelaina
stuktur otak, kekerasan dalam keluarga, atau adanya
kegagalan kegagalan dalam hidup, kemiskinan, adanya
aturan atau tuntutan dalam keluarga atau masyarakat yang
sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antar
masyarakat.
5) Fisik
Tidak mengalami keluhan fisik.
6) Psikososial
a) Genogram
Pada genogram biasanya terlihat ada anggota keluarga
yang mengalami kelainan jiwa, pola komunikasi klien
terganggu begitupun dengan pengambilan keputusan dan
pola asuh.
b) Konsep diri
Gambaran diri klien biasanya mengeluh dengan keadaan
tubuhnya, ada bagian tubuh yang disukai dan tidak
disukai, identifikasi diri : klien biasanya mampu menilai
14

identitasnya, peran diri klien menyadari peran sebelum


sakit, saat dirawat peran klien terganggu, ideal diri tidak
menilai diri, harga diri klien memilki harga diri yang
rendah sehubungan dengan sakitnya.
c) Hubungan sosial : klien kurang dihargai di lingkungan
dan keluarga.
d) Spiritual
Nilai dan keyakinan biasanya klien dengan sakit jiwa
dipandang tidak sesuai dengan agama dan budaya,
kegiatan ibadah klien biasanya menjalankan ibadah di
rumah sebelumnya, saat sakit ibadah terganggu atau
sangat berlebihan.
7) Mental
a) Penampilan
Biasanya penampilan diri yang tidak rapi, tidak serasi
atau cocok dan berubah dari biasanya
b) Pembicaraan
Tidak terorganisir dan bentuk yang maladaptif seperti
kehilangan, tidak logis, berbelit-belit
c) Aktifitas motorik
Meningkat atau menurun, impulsif, kataton dan beberapa
gerakan yang abnormal.
d) Alam perasaan
Berupa suasana emosi yang memanjang akibat dari
faktor presipitasi misalnya sedih dan putus asa disertai
apatis.
e) Afek : afek sering tumpul, datar, tidak sesuai dan
ambivalen.
f) Interaksi selama wawancara
15

Selama berinteraksi dapat dideteksi sikap klien yang


tampak komat-kamit, tertawa sendiri, tidak terkait
dengan pembicaraan.
g) Persepsi
Halusinasi apa yang terjadi dengan klien. Data yang
terkait tentang halusinasi lainnya yaitu berbicara sendiri
dan tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar dari
orang lain, tidak dapat membedakan nyata atau tidak
nyata, tidak dapat memusatkan perhatian, curiga,
bermusuhan, merusak, takut, ekspresi muka tegang, dan
mudah tersinggung.
h) Proses pikir
Biasanya klien tidak mampu mengorganisir dan
menyusun pembicaraan logis dan koheren, tidak
berhubungan, berbelit. Ketidakmampuan klien ini sering
membuat lingkungan takut dan merasa aneh terhadap
klien.
i) Isi pikir
Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien.
Ketidakmampuan memproses stimulus internal dan
eksternal melalui proses informasi dapat menimbulkan
waham.
j) Tingkat kesadaran
Biasanya klien akan mengalami disorientasi terhadap
orang, tempat dan waktu.
k) Memori
Terjadi gangguan daya ingat jangka panjang maupun
jangka pendek, mudah lupa, klien kurang mampu
menjalankan peraturan yang telah disepakati, tidak
mudah tertarik. Klien berulang kali menanyakan waktu,
16

menanyakan apakah tugasnya sudah dikerjakan dengan


baik, permisi untuk satu hal.
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Kemampuan mengorganisir dan konsentrasi terhadap
realitas eksternal, sukar menyelesaikan tugas, sukar
berkonsentrasi pada kegiatan atau pekerjaan dan mudah
mengalihkan perhatian, mengalami masalah dalam
memberikan perhatian.
m) Kemampuan penilaian
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan, menilai, dan mengevaluasi diri sendiri dan
juga tidak mampu melaksanakan keputusan yang telah
disepakati. Sering tidak merasa yang dipikirkan dan
diucapkan adalah salah.
n) Daya tilik diri
Klien mengalami ketidakmampuan dalam mengambil
keputusan. Menilai dan mengevaluasi diri sendiri,
penilaian terhadap lingkungan dan stimulus, membuat
rencana termasuk memutuskan, melaksanakan
keputusan yang telah disepakati. Klien yang sama seklai
tidak dapat mengambil keputusan merasa kehidupan
sangat sulit, situasi ini sering mempengaruhi motivasi
dan insiatif klien.

8) Kebutuhan persiapan klien pulang


a) Makan
Keadaan berat, klien sibuk dengan halusinasi dan
cenderung tidak memperhatikan diri termasuk tidak
peduli makanan karena tidak memiliki minat dan
kepedulian.
17

b) BAB atau BAK


Observasi kemampuan klien untuk BAK atau BAK serta
kemampuan klien untuk membersihkan diri.
c) Mandi : biasanya klien mandi berulang-ulang atau tidak
mandi sama sekali.
d) Berpakaian : biasanya tidak rapi, tidak sesuai dan tidak
diganti.
e) Observasi tentang lama dan waktu tidur siang dan
malam, biasanya istirahat klien terganggu bila
halusinasinya datang.
f) Pemeliharaan kesehatan
Pemeliharaan kesehatan klien selanjutnya, peran
keluarga dan sistem pendukung sangat menentukan.
g) Aktifitas dalam rumah
Klien tidak mampu melakukan aktivitas di dalam rumah
seperti menyapu.

b. Diagnosis keperawatan
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI,
2017), diagnosa pada gangguan jiwa halusinasi :
1) Gangguan persepsi sensori (D.0085)
18

c. Intervensi
Tabel 2.1 Intervensi Gangguan persepsi sensori

Diagnosa keperawatan Perencanaan keperawatan


Luaran/ Tujuan keperawatan Intervensi keperawatan
Gangguan persepsi sensori Persepsi sensori (L.09083) Manajemen Halusinasi (I.09288)
D.0085 Observasi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x8 jam diharapkan  Monitor perilaku yang
persepsi sensori membaik mengindikasi halusinasi
Pengertian : Kriteria Hasil :  Monitor dan sesuaikan tingkat
Perubahan tentang stimulus Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat aktivitas dan stimulus
baik intenal maupun ekstenal menurun meningkat lingkungan
yang disertai dengan respon 1 Verbalisasi mendengar bisikan  Monitor isi halusinasi (mis.
yang bekurang, berlebihan 1 2 3 4 5 kekerasan atau membahayakan
atau terdistorsi 2 Verbalisasi melihat bayangan diri)
1 2 3 4 5
3 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui Indra perabaan Terapeutik

1 2 3 4 5  Pertahankan lingkungan yang


4 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indra penciuman aman
19

1 2 3 4 5  Melakukan tindakan
5 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui Indra perabaan keselamatan ketika dapat
1 2 3 4 5 mengontrol perilaku (mis. limit
6 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera pengecapan setting, pembatasan wilayah,
1 2 3 4 5 pengekangan fisik, seklusi)
7 Distorsi sensori  Diskusikan perasaan dan
1 2 3 4 5 respon terhadap halusinasi
8 Perilaku halusinasi  Hindari perdebatan tentang
1 2 3 4 5 validitas halusinasi

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


memburuk membaik Edukasi

1 Respon sesuai stimulus  Anjurkan memonitor sendiri


1 2 3 4 5 situasi terjadinya halusinasi

2 Konsentrasi orientasi  Anjurkan bicara pada orang

1 2 3 4 5 yang dipercaya untuk memberi


dukungan dan umpan balik
korektif terhadap halusinasi
20

 Anjurkan melakukan distraksi


(mis. mendengarkan musik,
melakukan aktivitas dan teknik
relaksasi)
 Ajarkan pasien dan keluarga
cara mengontrol halusinasi
orasi

Kolaborasi
 Pemberian obat antipsikotik
dan anti ansietas jika perlu
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, SLKI DPP PPNI, 2019 dan SIKI DPP PPNI, 2018)
21

d. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Tujuan
dari tahap pelaksanaan proses keperawatan adalah melakukan,
membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehar-
hari, memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan
yang bepusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran
informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan yang
berkelanjutan dari klien (Sutejo, 2019).

e. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang
memungkinkan perawat untuk menetukan apakah intevensi
keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien.
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan
untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak.evaluasi dilakukan dengan cara
membandingkan antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Sutejo,
2019).

4. Konsep terapi psikoreligius dzikir menggunakan tasbih


a. Pengertian dzikir
Salah satu terapi yang direkomendasikan dalam upaya untuk
mengatasi halusinasi adalah terapi psikoreligius. Terapi ini
merupakan suatu bentuk psikoteapi yang mengkombinasikan
pendekatan kesehatan jiwa modern dan pendekatan aspek
religious atau keagamaan yang betujuan meningkatkan
22

mekanisme koping atau mengatasi masalah (Yosep, 2011 dalam


dalam Gasril, Sasmita dan Suryani, 2020).
Terapi psikoreligius: dzikir menurut Bahasa berasal dari kata
“dzakar” yang berarti ingat. Dzikir juga di artikan “menjaga
dalam ingatan”. Jika berdzikir kepada Allah artinya menjaga
ingatan agar selalu ingat kepada Allah ta’ala. Dzikir menurut
syara’ adalah ingat kepada Allah dengan etika tertentu yang sudah
ditentukan Al-Qur’an dan hadits dengan tujuan mensucikan hati
dan mengangungkan Allah. Menurut Ibnu Abbas R.A. Dzikir
adalah konsep, wadah, sarana, agar manusia tetap terbiasa dzikir
(ingat) kepadaNya ketika berada diluar sholat (Fatihuddin, 2010
dalam Akbar dan Rahayu, 2021).
Terapi psikoreligius juga merupakan terapi yang bersifat
fleksibel dimana kegiatan tersebut bisa dilakukan kapan pun dan
dimanapun pasien mau, sehingga kegiatan tersebut dapat
dimasukkan dalam jadwal harian karena bias dilakukan secara
terus menerus setiap hari tanpa media yang mempersulit pasien (
Akbar, Hasanah dan Utami, 2022)

b. Manfaat dan Tujuan


Terapi spiritual atau terapi religi dzikir, jika diucapkan
dengan baik dan benar dapat membuat hati menjadi tenang dan
rileks. Terapi zikir juga dapat diterapkan pada pasien halusinasi,
karena ketika pasien melakukan terapi zikir dengan tekun dan
memusatkan perhatian dengan sempurna (khusu’) dapat
berdampak ketika halusinasi muncul, pasien dapat
menghilangkan suara-suara yang tidak nyata dan dapat lebih
sibuk dengan zikir (Dermawan, 2017 dalam Abdurkhman dan
Maulana, 2022).
Menurut (Potter, 2012 dalam Emulyani dan Herlambang,
2020) manfaat dari zikir adalah dapat menghilangkan rasa resah
23

dan gelisah, memelihara diri dari was-was setan, ancaman


manusia, dan membentengi diri dari pebuatan maksiat dan dosa,
serta dapat memberikan sinaran kepada hati dan menghilangkan
kekeruhan jiwa.
Tujuan dari dzikir mengangungkan Allah, mensucikan hati
dan jiwa, mengangungkan Allah selaku hamba yang bersyukur,
dzikir dapat menyehatkan tubuh, dapat mengobati penyakit
dengan metode ruqyah, mencegah manusia dari bahaya nafsu
(Munandar, 2019 dalam Akbar dan Rahayu, 2021).

c. Prosedur terapi
Tabel 2.2 Prosedur Terapi Psikoreligius dzikir

POLTEKKES KEMENKES RI PANGKALPINANG

MATA KULIAH : KEPERAWATAN JIWA


PRASA : TERAPI PSIKORELIGIUS DZIKIR UNTUK
KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
DEFINISI Gangguan persepsi sensori adalah keadaan dalam diri seseorang
mengalami sebuah perubahan bentuk dan jumlah dari rangsangan yang
datang dari luar maupun dari dalam dengan respon yang menurun atau
dilebih-lebihkan terhadap rangsangan ini menimbulkan Halusinasi.
TUJUAN Mengobati orang sakit, memiliki Kekuatan tenaga dalam, Firasat Yang
tajam, Ketentraman Hati,jiwa dan Raga,Melumpuhkan lawan, Tidak
akan mudah kena ilmu sihir, teluh atau tenung , gendam, dan sebagainya.
STANDAR A. Persiapan Alat
1. Tasbih
OPERASIONAL
B. Persiapan Pasien
PROSEDUR 1. Ucapkan salam, panggil pasien sesuai nama kesukaan. Pastikan
identitas dan kondisi pasien.
2. Jelaskan tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan
dilakukan
3. Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya dan jawab
pertanyaan pasien
4. Atur posisi pasien sehingga merasa aman dan nyaman
C. Prosedur Tindakan
1. TAHAP KERJA
a. Kita Hendaklah Bersuci Terlebih dahulu
24

b. Carilah Posisi, Untuk Pemula Sebaiknya Dalam Posisi


Duduk bersila, Jika Sudah Terbiasa Silahkan duduk dikursi
Dengan Syarat Tempat Duduk Harus Bersih.
c. Posisi badan tegak, kepala lurus dengann tulang punggung,
Sebaik nya bagi Pemula Mata Dipejamkan , mulut tertutup
rapat dan lidah sedikit ditekuk diatas ( langit-lagit).
d. Pusat kan kosentrsi anda Pada jantung. Bayangkan jantung
anda dan lihatlah jantung itu seperti lampu yang
menimbulkan cahaya yang terang benderang, dan Masuklah
kedalam Cahaya itu.
e. Ucapkanlah istigfar (Astaqfirullahal’adzim) sebanyak 3 kali
dilanjutkan dengan tasbih (Subhanallah) 33 kali, tahmid
(Alhamdulillah) 33 kali, dan takbir (Allahu akbar) 33 kali,
terapi ini dilakukan selama 3 hari dengan durasi waktu 10-20
menit. Biasanya Semakin anda dalami, dan semakin anda
resapi, Tubuh anda akan Merasakan Dan Mengikuti ayunan
Zikir tersebut.
f. Lakukanlah Dalam Beberapa Waktu, Biasanya Semakin
lama anda melakukan dzikir, Maka Semakin Terasa
Nikmatnya dzikir tersebut.
2. TAHAP TERMINASI
a. Informasikan pasien hasil kegiatan
b. Evaluasi respon pasien
c. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
d. Akhiri dengan baik (ucapkan salam)
3. TAHAP DOKUMENTASI
a. Catat nama & umur pasien atau nama & alamat pasien,
tanggal dan waktu pelaksanaan
25

B. Kerangka Teori

Gambar 2.2

Gejala dan tanda mayor


1. Mendengar suara bisikan atau
melihat bayangan
2. Merasakan sesuatu melalui
indera perabaan, penciuman,
perabaan atau pengecapan
Gejala dan tanda minor
1. Menyendiri
2. Bicara sendiri

Halusinasi Pendengaran

1. Resiko perilaku kekerasan diri sendiri,


Orang lain, lingkungan, dan verbal)
2. Isolasi sosial : menarik diri

3. Gangguan persepsi sensori Manajemen Halusinasi

Persepsi sensori
Terapi Psikoreligius Dzikir
membaik

Sumber ( Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, SIKI DPP PPNI, 2018, SLKI DPP PPNI,
2019, dan Setyani, 2019)
26

C. Kerangka konsep

Gambar 2.3

Terapi Psikoreligius: Dzikir


Halusinasi pendengaran

Persepsi sensori
Gangguan persepsi sensori membaik

Sumber ( Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019 dan SIKI DPP PPNI, 2018)

Anda mungkin juga menyukai