BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Dasar
b. Fisiologi tidur
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang
otak, yaitu Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar
Synchronizing Region (BSR). RAS di bagian atas batang otak
diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan
kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus visual,
pendengaran, nyeri, dan sensori raba, serta emosi dan proses
berfikir. RAS melepaskan katekolamin pada saat sadar,
sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari
BSR (Kasiati&Rosmalawati, 2016)
2
c. Fungsi tidur
Manfaat istirahat dan tidur yang bisa langsung dirasakan
adalah tubuh terasa lebih benergi dan fit keesokan harinya.
Selain itu, cukup tidur juga baik untuk menjaga fungsi otak. Hal
ini tentu akan membantu lebih produktif, lebih fokus, dan lebih
konsentrasi dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari
(Kemenkes,2018).
d. Kebutuhan tidur
Usia 0-1 Bulan bayi yang usianya baru mencapai 2 bulan,
umumnya membutuhkan tidur 14-18 jam setiap hari Usia 1- 18
Bulan pada usia ini, bayi membutuhkan waktu tidur 12-14 jam
setiap hari termasuk tidur siang. Tidur cukup akan membuat
tubuh dan otak bayi berkembang baik dan normal.Usia 3-6
Tahun. Kebutuhan tidur yang sehat di usia anak menjelang
masuk sekolah ini, mereka membutuhkan waktu untuk istirahat
tidur 11-13 jam, termasuk tidur siang. Menurut penelitian, anak
usia di bawah enam tahun yang kurang tidur, akan cenderung
obesitas di kemudian hari. Usia 6-12 tahun, anak usia ini
membutuhkan waktu tidur 10 jam.
Menurut penelitian, anak yang tidak memiliki waktu istirahat
yang cukup, dapat menyebabkan mereka menjadi hiperaktif,
tidak konsentrasi belajar, dan memilki masalah pada perilaku di
sekolah Usia 12-18 tahun. Menjelang remaja, kebutuhan tidur
yang sehat adalah 8-9 jam. Studi menunjukkan bahwa remaja
yang kurang tidur, lebih rentan terkena depresi, tidak fokus dan
punya nilai sekolah yang buruk. Usia 18-40 tahun. Orang
Dewasa membutuhkan waktu tidur 7 - 8 jam setiap hari. Para
dokter menyarankan bagi mereka yang ingin hidup sehat untuk
menerapkan aturan ini pada kehidupannya. Lansia kebutuhan
tidur terus menurun, cukup 7 jam perhari. Demikian juga jika
3
5) Stres emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur
seseorang. Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar
norepinfrin darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis.
Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM
tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.
6) Stimulan dan alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat
merangsang SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur.
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus
tidur REM. Pengaruh alkohol yang telah hilang dapat
menyebabkan individu sering kali mengalami mimpi buruk.
7) Diet
Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu
tidur dan seringnya terjaga di malam hari. Penambahan berat
badan dikaitkan dengan peningkatan total tidur dan
sedikitnya periode terjaga di malam hari.
8) Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek
stimulasi pada tubuh. Perokok sering kali kesulitan untuk
tidur dan mudah terbangun di malam hari.
9) Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur
seseorang. Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV
tidur NREM, betablocker dapat menyebabkan insomnia dan
mimpi buruk, sedangkan narkotik (misalnya: meperidin
hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan tidur
REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
5
10) Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi
perasaan lelah seseorang. Perasaan bosan atau tidak adanya
motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan
kantuk.
4) Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak
tertahankan yang muncul secara tiba-tiba pada siang hari.
Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan tidur” atau
sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga
karena kerusakan genetik sistem saraf pusat yang
menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur REM.
Alternatif pencegahannya adalah dengan obat-obatan,
seperti amfetamin atau metilpenidase, hidroklorida, atau
dengan antidepresan seperti imipramin hidroklorida.
5) Apnea saat tidur
Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi
terhentinya nafas secara periodik pada saat tidur. Kondisi ini
diduga terjadi pada orang yang mengorok dengan keras,
sering terjaga di malam hari, insomnia, mengatup berlebihan
pada siang hari, sakit kepala disiang hari, iritabilitas, atau
mengalami perubahan psikologis seperti hipertensi atau
aritmia jantung.
b. Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia, (2005) dalam Pardede, et al,
(2021) Gangguan sensori persepsi: halusinasi terdiri dari dua
faktor penyebab yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
1) Faktor Predisposisi
a) Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui
kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian,
kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap
penelitian. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika
salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika
dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang
salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila
kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya
menjadi 35%.
b) Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga
ditemukan tidak normal, khususnya dopamin,
serotonin, dan glutamat.
8
c. Patofisiologi
Resiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal)
Effect
Core Problem
Isolasi Sosial
Causa
Gambar 2.1 Pohon Masalah (Damaiyanti, 2014 dalam Setyani, 2019)
Objektif
a) Distori sensori
b) Respons tidak sesuai
c) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba,
atau mencium sesuatu
10
Subjektif
a) Menyatakan kesal
Objektif
a) Menyendiri
b) Melamun
c) Kosentrasi buruk
d) Disorientasi waktu, tempat, orang atau situasi
e) Curiga
f) Melihat ke satu arah
g) Mondar-mandir
h) Bicara sendiri
e. Penatalaksanaan
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang paling sering
terjadi pada gangguan Skizofrenia. Dimana Skizofrenia
merupakan jenis psikosis, adapun tindakan penatalaksanaan
dilakukan dengan berbagai terapi (Pardede, Keliat & Wardani,
2013 dalam Hafizudin, 2021) yaitu :
1) Psikofarmakologis
Obat sangat penting dalam pengobatan skizofrenia, karena
obat dapat membantu pasien skizofrenia untuk
meminimalkan gejala perilaku kekerasan, halusinasi, dan
harga diri rendah. Sehingga pasien skizofrenia harus patuh
minum obat secara teratur dan mau mengikuti perawatan.
a) Haloperidol (HLD)
Obat yang dianggap sangat efektif dalam pengelolaan
hiperaktivitas, gelisah, agresif, waham, dan halusinasi.
11
b) Chlorpromazine (CPZ)
Obat yang digunakan untuk gangguan psikosis yang
terkait skizofrenia dan gangguan perilaku yang tidak
terkontrol
c) Trihexilpenidyl (THP)
Obat yang digunakan untuk mengobati semua jenis
parkinson dan pengendalian gejala ekstrapiramidal
akibat terapi obat.
(1) Dosis
(a) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
(b) Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular
setiap 6-8 jam sampai keadaan akut teratasi.
(2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan
tablet:
(a) Haloperidol 2x1,5 sampai 2,5 mg per hari.
(b) Klorpromazin 2x100 mg per hari
(c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari
(3) Dalam keadaan fase kronis diberikan tablet:
(a) Haloperidol 2x0,5 – 1 mg perhari
(b) Klorpromazin 1x50 mg sehari (malam)
(c) Triheksifenidil 1-2x2 mg sehari
(d) Psikosomatik
3) Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif lama, juga
merupakan bagian penting dalam proses terapeutik. Upaya
dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan
tenang, menciptakan lingkungan terapeutik, memotivasi
klien untuk dapat mengungkapkan perasaan secara verbal,
bersikap ramah, sopan, dan jujur terhadap klien.
b. Diagnosis keperawatan
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI,
2017), diagnosa pada gangguan jiwa halusinasi :
1) Gangguan persepsi sensori (D.0085)
18
c. Intervensi
Tabel 2.1 Intervensi Gangguan persepsi sensori
1 2 3 4 5 Melakukan tindakan
5 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui Indra perabaan keselamatan ketika dapat
1 2 3 4 5 mengontrol perilaku (mis. limit
6 Verbalisasi merasakan sesuatu melalui indera pengecapan setting, pembatasan wilayah,
1 2 3 4 5 pengekangan fisik, seklusi)
7 Distorsi sensori Diskusikan perasaan dan
1 2 3 4 5 respon terhadap halusinasi
8 Perilaku halusinasi Hindari perdebatan tentang
1 2 3 4 5 validitas halusinasi
Kolaborasi
Pemberian obat antipsikotik
dan anti ansietas jika perlu
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, SLKI DPP PPNI, 2019 dan SIKI DPP PPNI, 2018)
21
d. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah
status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang baik
yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Tujuan
dari tahap pelaksanaan proses keperawatan adalah melakukan,
membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehar-
hari, memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan
yang bepusat pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran
informasi yang relevan dengan perawatan kesehatan yang
berkelanjutan dari klien (Sutejo, 2019).
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang
memungkinkan perawat untuk menetukan apakah intevensi
keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien.
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan
untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak.evaluasi dilakukan dengan cara
membandingkan antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Sutejo,
2019).
c. Prosedur terapi
Tabel 2.2 Prosedur Terapi Psikoreligius dzikir
B. Kerangka Teori
Gambar 2.2
Halusinasi Pendengaran
Persepsi sensori
Terapi Psikoreligius Dzikir
membaik
Sumber ( Tim Pokja SDKI PPNI, 2017, SIKI DPP PPNI, 2018, SLKI DPP PPNI,
2019, dan Setyani, 2019)
26
C. Kerangka konsep
Gambar 2.3
Persepsi sensori
Gangguan persepsi sensori membaik
Sumber ( Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019 dan SIKI DPP PPNI, 2018)