Anda di halaman 1dari 6

1

BAB V
PEMBAHASAN

A. Pembahasan
1. Membandingkan hasil intervensi yang diperoleh dengan hasil studi
literature
Tn.R berusia 29 tahun, alasan masuk saat pengkajian yaitu sering
teriak-teriak, gelisah, susah tidur, dan sering mendengar bisikan tanpa
wujud, klien sebelumnya pernah dibawa ke Rumah Sakit Jiwa pada
tahun 2021 dan telah dipulangkan karena kondisinya baik pada awal
Februari 2022. Kemudian klien dibawa kembali pada tanggal 5 Mei
2022 dan berada diruang rawat inap rajawali pada tanggal 9 Mei 2022,
klien dalam keadaan tenang dan dapat dianjak berbicara secara
kooperatif.
Tn.P berusia 27 tahun, alasan masuk saat pengkajian yaitu mondar-
mandir, gelisah, susah tidur, dan sering mendengar suara-suara
mengejek tentang janda dan konspirasi dunia, tertawa sendiri sehingga
menyebabkan klien susah untuk tidur, klien sebelumnya sudah pernah
dibawa ke Rumah Sakit Jiwa pada tahun 2020 dan telah dipulangkan
karena kondisinya telah baik pada awal 2021. Kemudian klien dibawa
kembali pada tanggal 9 Mei 2022 dan berada diruang rawat inap rajawali
pada tanggal 11 Mei 2022, klien dalam keadaan tenang dan dapat
dianjak berbicara secara kooperatif.
Setelah dilakukan pengkajian pada Tn.R dan Tn.P maka ditemukan
masalahnya yaitu gangguan persepsi sensori: gangguan pendengaran.
Kemudian dilakukan pengelolaan selama 6 hari, terhitung sejak tanggal
16-21 Mei 2022. Peneliti pun memfokuskan untuk memberikan terapi
psikoreligius dzikir, tujuannya untuk mengontrol halusinasi
pendengaran pada klien gangguan persepsi sensori.
2

Berdasarkan hasil intervensi yang didapatkan oleh peneliti dari


penerapan terapi psikoreligius dzikir pada pasien halusinasi dengan cara
membaca bacaan dzikir ( istigfar sebanyak 3 kali dilanjutkan dengan
tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, dan takbir 33 kali), dengan khusyu’ dan
tenang selama 10-20 menit setiap hari pertama sampai hari ketiga,
menunjukkan bahwa terapi psikoreligius dzikir dapat membantu
menurunkan frekuensi halusinasi, selain menggunakan terapi obat-
obatan yang telah diberikan. Pasien mengatakan mampu menurunkan
frekuensi halusinasi setelah berdzikir, menjelaskan manfaat berdzikir
terhadap halusinasi, mampu berdzikir saat muncul halusinasi, merasa
nyaman saat berdzikir setelah muncul halusinasi, mampu melafalkan
bacaan dzikir, dan mampu menyampaikan perasaannya setelah
berdzikir.
Penelitian lain yang mendukung hasil studi kasus ini juga
mengatakan didapatkan hasil bahwa rata-rata tanda dan gejala halusinasi
sebelum dilakukan terapi zikir adalah 16,90 (17), dan rata-rata tanda dan
gejala halusinasi setelah dilakukan terapi zikir adalah 5,48 (5) kali. Serta
ada pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tanda dan gejala
halusinasi yang di tunjukan dengan p value (p < 0,05) (Emulyani dan
Herlambang, 2020). Penelitian kedua juga mengatakan respon dari
kedua pasien setelah diberikan terapi psikoreligius dzikir, kedua pasien
mengatakan mampu menurunkan frekuensi halusinasi setelah berdzikir,
menjelaskan manfaat berdzikir terhadap halusinasi, mampu berdzikir
saat muncul halusinasi, merasa nyaman saat berdzikir setelah muncul
halusinasi, mampu melafalkan bacaan dzikir, dan mampu
menyampaikan perasaannya setelah berdzikir (Akbar dan Rahayu,
2021).
Penelitian ketiga dilakukan pada 25 responden dengan tujuan untuk
membuktikan pengaruh terapi psikoreligius dzikir dalam mengontrol
halusinasi pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Tampan
Provinsi Riau, berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
3

mengontrol halusinasi sebelum diberikan terapi psikoreligius dzikir


jumlah responden yang tidak terkontrol halusinasinya sebanyak 10
orang, sedangkan sesudah diberikan terapi psikoreligius dzikir
responden yang terkontrol halusinasinya sebanyak 15 orang (Gasril,
Sasmita dan Suryani, 2020). Penelitian keempat dilakukan pada subjek
Tn.A dan Tn.R dapat disimpulkan bahwa terapi psikoreligius dzikir
berdampak positif bagi pasien dengan halusinasi pendengaran yang
sebelumnya mendapatkan hasil tanda gejala 6 dan 9 dari 11 tanda gejala
setelah dilakukan selama 3 hari penerapan tanda dan gejala yang muncul
hanya 3 dan 4. Sehingga menurut peneliti penerapan psikoreligius dzikir
sangat efisien untuk mengurangi tanda gejala pada pasien halusinasi
pendengaran (Akbar, Hasanah dan Utami, 2022).
Penelitian kelima juga mengatakan sebelum melakukan terapi dzikir
mengalami persepsi sensori dengan frekuensi sering sebanyak 37
responden (61,7%). Setelah melakukan terapi dzikir, responden
mengalami persepsi sensorik dengan frekuensi yang jarang sebanyak 48
responden (60,0%). Perubahan persepsi sensori pada pasien halusinasi
pendengaran di RSUD Arjawinangun dengan perbedaan rata-rata
persepsi sensorik sebelum terapi dzikir adalah 2,80 dan setelah terapi
dzikir adalah 1,62. Pemberian asuhan keperawatan dan penanganan
kasus halusinasi pendengaran akan lebih baik apabila terapi zikir
dijadikan standar (Abdurkhman dan Maulana, 2022).
Kesimpulan yang didapatkan dari intervensi yang telah peneliti
lakukan pada Tn.R dan Tn.P didapatkan hasil yang memuaskan pada
kedua pasien, artinya ketika diberikan terapi psikoreligius dzikir kepada
pasien yang mengalami ganggguan persepsi sensori halusinasi
pendengaran, maka pasien tersebut mengalami peningkatan
kemampuan dalam mengontrol halusinasi.
4

2. Tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan persepsi sensori :


halusinasi pendengaran
Setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan pasien yang memiliki
masalah gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran, dengan
memberikan terapi psikoreligius dzikir. Tn.R dan Tn.P setelah
dilakukan pengelolaan selama 6 hari, terhitung sejak tanggal 16-21 Mei
2022. Didapatkan hasil yang memuaskan pada kedua pasien, artinya
ketika diberikan terapi psikoreligius dzikir kepada pasien yang
mengalami ganggguan persepsi sensori halusinasi pendengaran, maka
pasien tersebut mengalami peningkatan kemampuan dalam mengontrol
halusinasi.
Adapun cara melakukan terapi psikoreligius dzikir adalah kita
hendaklah bersuci terlebih dahulu, carilah posisi untuk pemula
sebaiknya dalam posisi duduk bersila, jika sudah terbiasa silahkan
duduk dikursi dengan syarat tempat duduk harus bersih, posisi badan
tegak, kepala lurus dengan tulang punggung, sebaiknya bagi pemula
mata dipejamkan , mulut tertutup rapat dan lidah sedikit ditekuk diatas
(langit-langit), pusatkan kosentrasi anda pada jantung. Bayangkan
jantung anda dan lihatlah jantung itu seperti lampu yang menimbulkan
cahaya yang terang benderang, dan masuklah kedalam cahaya itu,
ucapkanlah istigfar (Astaqfirullahal’adzim) sebanyak 3 kali dilanjutkan
dengan tasbih (Subhanallah) 33 kali, tahmid (Alhamdulillah) 33 kali,
dan takbir (Allahu akbar) 33 kali, terapi ini dilakukan selama 3 hari
dengan durasi waktu 10-20 menit. Biasanya Semakin anda dalami, dan
semakin anda resapi, tubuh anda akan merasakan dan mengikuti ayunan
dzikir tersebut dan lakukanlah dalam beberapa waktu, biasanya semakin
lama anda melakukan dzikir, maka semakin terasa nikmatnya dzikir
tersebut.
Faktanya setelah peneliti memberikan terapi psikoreligius dzikir,
pasien mengatakan mampu menurunkan frekuensi halusinasi setelah
berdzikir, menjelaskan manfaat berdzikir terhadap halusinasi, mampu
5

berdzikir saat muncul halusinasi, merasa nyaman saat berdzikir setelah


muncul halusinasi, mampu melafalkan bacaan dzikir, dan mampu
menyampaikan perasaannya setelah berdzikir. Secara teori didapatkan
dari 5 jurnal yang peneliti cari dapat disimpulkan bahwa pasien yang
mengalami masalah gangguan persepsi sensori halusinasi, ketika
diberikan terapi psikoreligius dzikir memberikan dampak positif yaitu
mampu mengurangi tanda dan gejala halusinasi, salah satu dari hasil
jurnal mengatakan bahwa rata-rata tanda dan gejala halusinasi sebelum
dilakukan terapi zikir adalah 16,90 (17), dan rata-rata tanda dan gejala
halusinasi setelah dilakukan terapi zikir adalah 5,48 (5) kali. Serta ada
pengaruh yang signifikan terhadap penurunan tanda dan gejala
halusinasi yang di tunjukan dengan p value (p < 0,05) (Emulyani dan
Herlambang, 2020).

B. Keterbatasan studi kasus


Keterbatasan dalam studi kasus ini adalah sulitnya mengidentifikasi
pasien yang mengalami gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran,
karena terkadang jawaban yang diberikan oleh pasien tidak menunjukkan
keadaan sesunggunya. Maka dari itu peneliti mengkoordinasi dengan
perawat ruangan dalam mengidentifikasi pasien yang mengalami gangguan
persepsi sensori halusinasi pendengaran.

Anda mungkin juga menyukai