Anda di halaman 1dari 11

TERAPI RELIGIUS DZIKIR DI DESA TEBANG KACANG

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENGONTROL


HALUSINASI

A. Latar Belakang
Menurut WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta
orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
dimensia. Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah 236 juta
orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan 0,17%
menderita gangguan jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat
sebanyak 6% penduduk berusia 15-24 tahun mengalami gangguan jiwa.
Data statistik yang dikemukakan oleh (WHO) (2012) menyebutkan bahwa
sekitar 450 juta orang di dunia mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa.
Sepertiga diantaranya terjadi di Negara berkembang. Data yang ditemukan oleh
peneliti di Harvard University dan University College London, mengatakan
penyakit kejiwaan pada tahun 2016 meliputi 32% dari semua jenis kecacatan di
seluruh dunia. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya (VOA Indonesia,
2016).
Berbagai bentuk gangguan jiwa dapat terjadi dimulai dari yang ringan
hingga berat. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat. Orang yang
didiagnosis menderita skizofrenia mengalami delusi, halusinasi, bicara tidak
teratur, kurangnya emosi, ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain,
dan kesulitan yang signifikan dalam menyelesaikan sekolah, memegang
pekerjaan, atau hidup secara mandiri. Gangguan ini paling mungkin muncul
selama masa remaja atau dewasa awal. Skizofrenia masih belum sepenuhnya
dipahami oleh para profesional kesehatan mental atau peneliti medis.1

B. Kajian Pustaka
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Desa Tebang Kacang
jumlah pasien dengan gangguan jiwa di wilayah kerja puskemas ini berjumlah 30
orang. Pasien – pasien ini ada yang pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa dan ada
yang masih dalam pengobatan Rumah Sakit Jiwa Dari hasil wawancara pada 3
orang pasien halusinasi di dapatkan bahwa bila mendengar suara-suara pasien
lebih sering menggunakan teknik menghardik halusinasi seperti yang diajarkan
sebelumnya oleh perawat atau langsung mengkonsumsi obat yang diberikan dari
1
(Frey, 2009)
Rumah Sakit Jiwa. Dari fenomena ini saya tertarik untuk meneliti tentang
penggunaan terapi religius dzikir untuk meningkatkan kemampuan mengontrol
halusinasi.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang telah diuraikan pada latar belakang, maka perumusan
masalahnya adalah “Apakah terapi religius dzikir yang menjadi budaya di Desa
Tebang Kacang dapat meningkatan kemampuan mengontrol halusinasi?“

D. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan terapi religius
dzikir dalam meningkatan kemampuan mengontrol halusinasi.

E. Manfaat
1.4.1 Bagi Puskesmas
Sebagai bahan masukan khususnya bidang keperawatan agar dapat
diaplikasikan pada pasien dengan gangguan jiwa lainnya.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberikan penambahan pengetahuan dan acuan
bagi ilmu keperawatan tentang pelaksanaaan pendekatan setrategi
pelaksanaan pada pasien halusinasi
1.4.3 Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan merupakan pengalaman berharga bagi
peneliti dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti
pendidikan

BAB II
METODOLOGI PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian


1.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini lakukan selama satu minggu sejak tanggal 08 Juli
sampai tanggal 14 Juli 2019
1.2.2 Tempat Penelitian

2
Penelitian ini dilakukan di Desa Tebang Kacang Kecamatan Sungai
Raya Kabupaten Kuburaya

2.2 Populasi
2.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah orang dengan gangguan jiwa
halusinasi yang berjumlah 5 orang

2.3 Jenis dan Teknis Pengambilan Data


Penelitian ini dilakukan dengan cara menjelaskan kepada pasien
menggunakan terapi religius yaitu zikir pada saat mendengar suara atau bisikan.
Kalimat zikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membaca
Istigfar: Astagfirullahal’azhiim (Saya mohon ampun kepada Allah Yang Maha
Agung). Membaca lafadh Baqiyaatush shalihat: Subhanallah.. wal hamdulillah..
wa la ilaaha illallah.. wallaahuakbar (Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah
tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar). Kalimat ini diucapkan sebanyak
33 kali.

BAB III
HASIL DAN DISKUSI

Halusinasi merupakan persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus


yang nyata artinya klien menginterpretasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus
atau rangsangan dari luar. Menurut Kusumawati & Hartono (2010), halusinasi
adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Jenis halusinasi yang sering kita

3
jumpai yaitu halusinasi pendengaran dimana pasien mendengar suara-suara yang
memanggilnya untuk menyuruh melakukan sesuatu yang berupa dua suara atau
lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran pasien dan suara – suara yang
terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau membunuh orang lain.2
Terapi modalitas adalah terapi kombinasi dalam keperawatan jiwa, dimana
perawat jiwa memberikan praktek lanjutan untuk menatalaksanaan terapi yang
digunakan oleh pasien gangguan jiwa.3 Ada beberapa jenis terapi modalitas,
antara lain: terapi individual, terapi lingkungan (milliu therapi), terapi biologis
atau terapi somatik, terapi kognitif, terapi keluarga, terapi perilaku, terapi
bermain, terapi spiritual.4 Terapi spiritual atau terapi religius yang antara lain
zikir, apabila dilafalkan secara baik dan benar dapat membuat hati menjadi tenang
dan rileks.
Zikir mempunyai pengaruh yang sangat hebat terhadap kesehatan jiwa dan
mental. Pengaruh zikir terhadap jiwa ini bisa diperoleh dengan bacaan-bacaan
dzikir seperti tahlil, tasbih, tahmid, takbir, basmalah, hauqalah, hasbalah,
membaca Al-Qur‟an dan asmaul husna. Terapi zikir dapat diterapkan pada pasien
halusinasi, karena ketika pasien melakukan terapi zikir dengan tekun dan
memusatkan perhatian yang sempurna ( khusu’ ) dapat membantu pasien untuk
menghilangkan suara-suara yang tidak nyata dan lebih dapat menyibukkan diri
dengan melakukan terapi zikir.
Jika seseorang telah sampai kepada kebenaran ilahiah atau terpadunya pikir
dan dzikir, maka ia tidak lagi tergoda untuk mencari kebenaran yang lain, dan
ketika itu juga menjadi tenang, tidak gelisah dan tidak ada konflik batin. Selama
manusia masih mengingati Allah tanpa menghayati makna sesungguhnya, maka
hati tidak mungkin tenteram dalam arti tenteram yang sebenarnya, tetapi jika ia
telah sampai kepada mengingati Sang Pencipta dengan segala keagungannya,
maka manusia tidak sempat lagi memikirkan yang lain, dan ketika itu puncak
ketenangan dan puncak kebahagiaan tercapai, dan ketika itulah tingkatan jiwa
seseorang telah mencapai al-nasfs muthma‟innah yaitu jiwa yang tenang.
Hasil wawancara dengan responden pada hari pertama dalam melaksanakan
terapi zikir adalah sebagai berikut :
Saya : “selamat sore bu”.
Warga : “selamat sore, mba”.

2
(Yustinus, 2006, hlm.24)
3
(Videbeck, 2008, hlm.411)
4
(Yosep, 2007, hlm.210)

4
Saya : “ perkenalkan saya Indah Sri Anggita mahasisawi dari IAIN
Pontianak. Saya sedang melaksanakan mini riset di Desa Tebang Kacang selama
seminggu. Kalau boleh tahu nama ibu siapa?
Warga : “ohhh....ia..nama saya I”. Kira – kira ada keperluan apa ya ?
Saya : “ baik Bu I. Tujan saya hari ini ke sini yaitu untuk meminta
kesedian ibu wawancarai. Apakah ibu bersedia?”
Warga : “maksudnya bagaimana ya mba? Saya kurang paham.”
Saya : “begini bu, maaf sebelumnya. Apakah ibu masih
mengkonsumsi obat rutin dari Rumah Sakit bu?
Warga : “ ia.. saya masih minum obat dari Rumas Sakit Jiwa”.
Saya : “ baik bu. Tujuan saya di sini adalah mengambil ibu sebagai
pasien saya dalam mengaplikasikan tindakan keperawatan
lebih khusus keperawatan jiwa. Nanti saya akan meminta
bantuan ibu untuk menjalankan terapi dzikir yang biasa
dilakukan warga Desa Tebang Kacang sebagai salah satu
terapi dalam mengontrol halusinasi. Apakah ibu bersedia
menjadi pasiennya bu?”
Warga : “oh.....begitu...saya bersedia mba...tapi saya masih
mengkonsumsi obat dari Rumah Sakit dan tidak boleh putus
obatnya. Bagaimana mba?”
Saya : “ ia bu ga apa-apa. Obatnya tetap di minum sesuai aturannya.
Nanti saya akan menjelaskan penggunaan terapi zikirnya.
Warga : “Baik saya bersedia menjadi pasiennya mba”.
Saya : “ Baik bu, terima kasih”. Sebelumnya mau tanya dulu bu.
Apakah ibu masih mendengar suara-suara atau bisikan-
bisikan itu bu?”
Warga : “ Ia mba, saya masih mendengar suara-suara aneh. Suara itu
sering menyuruh saya untuk menjauhi anak dan suami
saya”.
Saya :“ Kira-kira kapan ibu sering mendengarnya?”
Warga : “ saya sering mendengar saat lagi ga ada kegiatan atau saat
saya lagi melamun memikirkan sesuatu. Di situ suara-suara
itu sering muncul. Kadang pagi hari kadang sore hari...ya ga
tentu waktunya.
Saya : “ oh..begitu. kira-kira apa yang ibu lakukan kalau mendengar

5
suara-suara itu?”
Warga :” saya biasanya langsung minum obat atau langsung cari
kesibukan lain, misalnya meneruskan menjahit karena saya
di rumah terima jahitan atau mencuci pakaian,
membereskan rumah. Ya... pokoknya saya selalu berusaha
menghentikan suara-suara. Dulu saya pernah diajarkan di
Rumah Sakit cara emm.....mengusir atau apa ya saya lupa
namanya.... supaya suara-suara itu hilang.”
Saya : “ Menghardik ya bu.”
Warga : “ Ia...menghardik. tapi ya....sama aja saya rasa. Ga ada
perubahannya. Saya lebih suka mencari kegiatan lainnya
seperti itu tadi melanjutkan menjahit, membereskan
rumah....”
Saya :” baik bu I. Hari ini saya akan membantu ibu untuk
mengajarkan terapi lain bu. Namanya terapi dzikir bu.
Terapi ini dilakukan dengan mengucapkan kalimat
Astagfirullahal’azhiim dan kalimat Subhanallah.. wal
hamdulillah.. wa la ilaaha illallah.. wallaahuakbar. Apakah
ibu bisa melakukannya?”
Warga : “ ia saya bisa.”
Saya : “ baik, bu. Apakah ibu bisa mengulangi lagi kalimat
dzikirnya bu?”
Warga : “Astagfirullahal’azhiim”
“Subhanallah.. wal hamdulillah.. wa la ilaaha illallah..
wallaahuakbar”
Saya : “bagus bu...... Kalimat ini diucapkan sebanyak 33 kali dan
dilakukan di waktu luang dan saat ibu mendengar suara-
suara palsu itu. Terapi ini dilakukan setiap hari selama 7
hari. Bagaimana bu? Apakah ibu bersedia melakukannya?”
Warga : “ ya....saya bersedia melakukannya.”
Saya : ” baik bu...mungkin ada yang ingin ibu tanyakan lagi?”
Warga : “saya cuma akan melakukan dzikir ajakan mba.....? ga ada
yang lainnya kan?”
Saya : “ Ga ada bu. Cuma dzikir aja....”
Warga : “ ia baiklah mba, saya akan melakukannya.”

6
Saya : “ baik bu, terima kasih sudah mau membantu saya dalam
menjalankan terapi ini.....nanti saya akan sering-sering
mengunjungi ibu untuk melihat keadaan ibu. Boleh ga bu?
Warga : “ wah.....boleh....saya malah senang mba. Saya jadi bisa
punya teman cerita sama mba sama mas nya.
Saya : “ ia bu....terima kasih.”
Warga :“ sama-sama”

Hasil wawancara dengan responden pada hari terakhir dalam mengevaluasi


terapi zikir
Saya : “ selamat sore bu I.”
Warga : “ selamat sore mba.”
Saya : “ masih ingat ga sama saya?”
Warga : “ ia..... masih.”
Saya : “ lagi ngapain bu?”
Warga : “ ini baru selesai beres-beres jahitan yang jahitan yang mau
diambil orangnya besok mba....ayo duduk mba”
Saya : “ ia bu, terima kasih. Maaf menggangu ya bu..”
Warga : “ ga apa-apa mba...ini juga sudah selesai mba.”
Saya : “ bu.....tujuan saya hari ini ke sini mau mengevaluasi terapi
dzikir yang kita yang kemarin. Hari ini kan sudah hari ke
tujuh jadi saya inigin bertanya-tanya sama ibu. Boleh ga?
Warga : “ ia....boleh lah.....silakan apa yang mau ditanyakan.....”
Saya : “ bagaimana bu rasanya setelah menjalankan terapi dzikir
selama satu minggu ini bu?
Warga : “ setelah saya melakukan dzikir yang saya rasakan ketika
selesai berdzikir adalah ada ketenangan jiwa mba. Saya
merasa nyaman, rasa cemas dan gelisah sudah mulai
berkurang. Saya juga akhirnya lebih berserah diri kepada
Allah SWT.”
Saya : “ oh...terus bagaimana dengan suara-suara palsu itu bu?
Apakah ibu masih mendengarnya?
Warga : “ saya masih mendengar suara-suara itu mba....tapi tidak
seperti sebelumnya.....suara-suara itu malah sudah jarang
saya dengar bu.....biasanya sehari saya mendengarkan
suara-suara itu 3-4 kali sekarang malah sehari saya hanya

7
mendengar 2 kali saja....bahkan pernah sehari saya hanya
mendengar 1 kali saja......”
Saya : “ oh...begitu bu...”
Warga : “ ia mba...saya senang sekali mba....”
Saya : “ apakah ibu ada kendala selama menjalankan terapi dzikir ini
bu?
Warga : “ kalau kendala saya rasa ga ada mba.....Cuma saya kadang
salah hitung jumlahnya.....soalnya saya fokusnya ya
mengucap kalimat dzikirnya....jadi ya lupa udah yang ke
berapa...saya mengira-ngira aja jumlahnya....maaf ya mba...
Saya : “ ia ga apa-apa bu.....terima kasih sudah mau menjalankan
terapi ini selama satu minggu bu.
Warga : “ ia sama-sama mba.”
Saya : “ hari ini saya sekalian pamit bu. Waktu untuk praktek saya
juga sudah mau selesai. Jadi saya mohon maaf bila ada
kata-kata yang menyinggung dan juga sekali lagi saya
sangat berterima kasih atas kesediaan ibu yang mau menjadi
pasien saya salam seminggu ini.”
Warga : “ ia sama-sama mba....”

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada Warga selama satu
minggu maka dapat disimpulkan bahwa terapi dzikir dapat meningkatkan
kemampuan mengontrol halusinasi.

B. SARAN

8
4.2.1 Bagi Puskesmas
Agar bisa mengaplikasikan terapi dzikir bagi pasien halusinasi lainnya
yang berada di wilayah kerja Puskesmas Desa Tebang Kacang
4.2.2 Bagi peneliti lain
Agar dapat melakukan penelitian lainnya di bidang keperawatan jiwa dan
dapat melanjutkan penelitian ini dengan menggunakan responden yang
lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Dinkes Provinsi Jawa Tengah. ( 2016). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Fatihuddin. (2010). Tentramkan Hati Dengan Dzikir. Delta Prima Press.

Hawari, Dadang. (2001). Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi . Jakarta :


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Hidayati, WC. (2014). Pengaruh terapi religius zikir terhadap peningkatan


kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien halusinasi.

9
Kementrian Kesehatan. (2014). Undang Undang No 18 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa http://binfar.kemkes.go.id/?wpdact=process&did=MjAxl
mhvdGxpbms

Kusumawati F & Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :


Salemba Medika

Nuraenah. (2012). Hubungan dukungan keluaarga dan beban keluarga dalam


merawat anggota keluarga dengan perilaku kekerasan di rumah sakit jiwa
islam Klender Jakarta Timur.

Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Nuha Medika

Videbeck , S. L. (2008). Psychiatric Mental Health Nursing. (4rd Ed).


Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins

Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama

Yustinus. (2006). Teori Kepribadian & Terapi Psikoanalitik FREUD.


Yogyakarta: Kanisius

Abdullah, H.B. (2013). The Effectiveness of Generalized Anxiety Disorder


Intervensiaon through Islamic Psychotherapy : The Preliminary Study.
Asian Sosial Science, 9 (13).

Almahfani, M.K. (2006). Keutamaan Doa dan Dzikir untuk Hidup Bahagia.
Jakarta : PT. Wahyu Media.

Asmadi. (2008). Tehnik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi


Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC.

Assegaf. (2009). 365 Tips Sehat Ala Rasulullah. Jakarta : Penerbit Hikmah.

Badan Pusat Statistik. (2015). Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di


Kota Semarang.

Barbanas, S. (2008). Financial Self-Concept : Kunci Meraih Kekayaan dan


Kesuksesan Sejati. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Umum.

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. (2008). Ensiklopedia Islam. Jakarta : PT.


Ichtiar Baru Van Hoeve.

Drake & Brannes. (2009). Insomnia Causes, Consequences, and Therapeutics : An


Overview. Depression and Anxiety, 18 (163-176).

Elina, R.R. (2009). Efektifitas Terapi Kognitif terhadap Penurunan Tingkat


Kecemasan pada Penderita Asma di Surakarta. Tesis. Fakultas Psikologi
UGM.

Faruq. (2008). 80 Keterangan Dzikrullah Yayasan Sitoris Pondok Pesantren


Istiqomah Mudawamah Karang.Tasikmalaya: CV Sinar Abadi Suryalaya.

10
Feldman, R.B. (2012). Pengantar Psikologi : Understanding Psychology. Edisi 10.
Jakarta : Salemba Humanika.

Ghofur, S.A. (2010) Rahasia Zikir dan Doa. Jogjakarta : Darul Hikmah.

Hawari. (2009). Psikologi Dzikir: Studi Femonologi Pengalaman Transformasi


Religius.Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Hidayat, A.A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta : Salemba Medika.

Hurlock, E.B. (2008). Psikologi Perkembang: Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan.Jakarta : PT.Gelora Aksara Pratama

Kahlar, J.S & Madinah, G.C. (2007). Berdzikir kepada Allah Kajian Spiritual
Masalah dan Majelis Dzikir. Yogyakarta : Sajadah Press.

Kaplan, I.H & Sadock, B.J. (1998). Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta :
Widya Medika.

Maimunah. (2011). Pengaruh Pelatihan Relaksasi Dengan Dzikir Untuk


Mengatasi Kecemasan Ibu Hamil Pertama. Jurnal Psikologi Islam, 8(1).

Maryam,S., Ekasari, M.F., rosidawati., hartini, L,. Suryati, E.S., Noorkasiani


(2009). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba
Medika.

11

Anda mungkin juga menyukai