Anda di halaman 1dari 7

Studi Kasus

Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi Pendengaran

Akbar Akbar1, Desi Ariyana Rahayu1


1 Program Studi Pendidikan Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Semarang

Informasi Artikel Abstrak


Riwayat Artikel: Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia mencapai 15,3% dari 259,9 juta jiwa
• Submit 16 September penduduk Indonesia Kasus gangguan jiwa di Jawa Tengah pada tahun 2010
2020 sebanyak 317.504 orang. Prevalensi halusinasi di Jawa Tengah yaitu 0,23 %
• Diterima 25 Juli 2021 dari jumlah penduduk melebihi angka nasional 0,17 %. Cara meminimalkan
• Diterbitkan 5 Agustus komplikasi atau dampak halusinasi dibutuhkan pendekatan dan
2021 memberikan penatalaksanaan untuk mengatasi gejala halusinasi dengan
cara memberikan terapi psikoreligius: dzikir. Tujuan studi kasus ini untuk
Kata kunci: mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi
Halusinasi pendengaran; pendengaran menggunakan terapi psikoreligius: dzikir. Metode studi kasus
Psikoreligius Dzikir ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan proses
keperawatan pada 2 pasien yang difokuskan pada salah satu masalah
penting dalam kasus asuhan keperawatan halusinasi pendengaran.
Intervensi yang diberikan berupa terapi generalis cara mengontrol
halusinasi pendengaran dan terapi psikoreligius: dzikir selama 3 hari
dengan durasi waktu 10-20 menit. Hasil studi kasus pada pasien halusinasi
pendengaran di ruang UPIP RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang
menunjukkan adanya peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi
setelah pemberian terapi psikoreligius: dzikir sebagai suatu upaya terapi
non farmakologi pada pasien halusinasi pendengaran. Kemampuan
mengontrol halusinasi pendengaran pada kedua klien didapatkan hasil 6
(baik) setelah pemberian terapi psikoreligius: dzikir sebagai suatu upaya
terapi non farmakologi pada pasien halusinasi pendengaran.

PENDAHULUAN diatas usia 8 tahun atau sekitar 53 juta


orang di dunia menderita gangguan jiwa.
Gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau Prevalensi gangguan jiwa di Negara
pola psikologis atau perilaku yang paling berkembang dan Negara maju Relative
penting secara klinis yang terjadi pada sama, sekitar 21% dari jumlah penduduk
seseorang dan dikaitkan dengan adanya orang dewasa. Badan Pencatatan Sipil (BPS)
stress atau disabilitas atau disertai 2015, prevalensi orang dengan gangguan
peningkatan resiko kematian yang jiwa di Indonesia mencapai 15,3% dari
menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat 259,9 juta jiwa penduduk Indonesia.
kehilangan kebebasan (Videbeck, 2008). Berdasarkan data dari 33 Rumah Sakit Jiwa
WHO tahun 2015 menyatakan prevalensi (RSJ) yang ada diseluruh Indonesia
gangguan jiwa adalah 465 juta jiwa di dunia. menyebutkan terdapat sekitar 2,5 juta
Sedangkan berdasarkan National Institute orang menderita gangguan jiwa berat
of Mental Health, prevalensi gangguan jiwa (Kemenkes RI, 2016). Kasus gangguan jiwa
diseluruh dunia sekitar 1,3% dari populasi di Jawa Tengah pada tahun 2010 sebanyak

Corresponding author:
Akbar
akbar.a.pabettari@gmail.com
Ners Muda, Vol 2 No 2, Agustus 2021
e-ISSN: 2723-8067
DOI: https://doi.org/10.26714/nm.v2i2.6286
Ners Muda, Vol 2 No 2, Agustus 2021/ page 66-72 67
Akbar - Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi Pendengaran

317.504 orang. Prevalensi halusinasi di mampu mencapai tujuan, ketakutan yang


Jawa Tengah yaitu 0,23 % dari jumlah berlebihan, pikiran yang buruk (Yosep,
penduduk melebihi angka nasional 0,17 % 2007). Modifikasi tindakan keperawatan
(Depkes RI, 2010). sangat dibutuhkan untuk membantu pasien
mengurangi halusinasi sehingga pasien
Halusinasi merupakan salah satu tanda dapat mengoptimalkan kemampuannya
gejala dari skizofrenia positif. Halusinasi dan pasien dapat hidup sehat dimasyarakat.
adalah hilangnya kemampuan manusia Nilai spiritual dapat disandingkan karena
dalam membedakan rangsangan internal spiritual mempengaruhi terjadinya sakit
(pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia dan nilai spiritual dapat mempercepat
luar). Beberapa jenis halusinasi yang penyembuhan (Stuart, G, 2016).
banyak kita dengar seperti halusinasi
pendengaran adalah, pasien mendengar Terapi psikoreligius: dzikir menurut bahasa
suara-suara yang memanggilnya untuk berasal dari kata ”dzakar” yang berarti
menyuruh melakukan sesuatu yang berupa ingat. Dzikir juga di artikan “menjaga dalam
dua suara atau lebih yang mengomentari ingatan”. Jika berdzikir kepada Allah artinya
tingkah laku atau pikiran pasien dan suara – menjaga ingatan agar selalu ingat kepada
suara yang terdengar dapat berupa Allah ta’ala. Dzikir menurut syara’ adalah
perintah untuk bunuh diri atau membunuh ingat kepada Allah dengan etika tertentu
orang lain (Kusumawati, 2010). Pasien yang yang sudah ditentukan Al-Qu’an dan hadits
mengalami halusinasi disebabkan karena dengan tujuan mensucikan hati dan
ketidakmampuan pasien dalam mengagungkan Allah. Menurut Ibnu Abbas
menghadapi stressor dan kurangnya R.A. Dzikir adalah konsep, wadah, sarana,
kemampuan dalam mengontrol halusinasi agar manusia tetap terbiasa dzikir (ingat)
(Hidayati, 2014). kepadaNya ketika berada diluar sholat.
Tujuan dari dzikir adalah mengagungkan
Cara meminimalkan komplikasi atau Allah, mensucikan hati dan jiwa,
dampak dari halusinasi dibutuhkan mengagungkan Allah selaku hamba yang
pendekatan dan memberikan bersyukur, dzikir dapat menyehatkan
penatalaksanaan untuk mengatasi gejala tubuh, dapat mengobati penyakit dengan
halusinasi. Penatalaksanaan yang diberikan metode Ruqyah, mencegah manusia dari
meliputi terapi farmakologi, electro bahaya nafsu (Fatihuddin, 2010).
convulsive therapy (ECT) dan non
farmakologi. Sedangkan terapi farmakologi Terapi spiritual atau terapi religius yang
lebih mengarah pada pengobatan antara lain dzikir, apabila dilafalkan secara
antipsikotik dan pada terapi non baik dan benar dapat membuat hati menjadi
farmakologi lebih pada pendekatan terapi tenang dan rileks. Terapi dzikir juga dapat
modalitas. Terapi modalitas adalah terapi diterapkan pada pasien halusinasi, karena
kombinasi dalam keperawatan jiwa, dimana ketika pasien melakukan terapi dzikir
perawat jiwa memberikan praktek lanjutan dengan tekun dan memusatkan perhatian
untuk menatalaksanaan terapi yang yang sempurna ( khusyu’ ) dapat
digunakan oleh pasien gangguan jiwa memberikan dampak saat halusinasinya
(Videbeck, 2008). Ada beberapa jenis terapi muncul pasien bisa menghilangkan suara-
modalitas, antara lain: terapi individual, suara yang tidak nyata dan lebih dapat
terapi lingkungan (milliu therapi), terapi menyibukkan diri dengan melakukan terapi
biologis atau terapi somatik, terapi kognitif, dzikir (Hidayati, 2014). Sesuai penelitian
terapi keluarga, terapi perilaku, terapi terdahulu menyatakan setelah dilakukan
bermain, terapi spiritual. Dampak yang terapi psikoreligius: dzikir pada pasien
terjadi pada pasien halusinasi seperti halusinasi pendengaran terjadi
munculnya histeria, rasa lemah, dan tidak

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Ners Muda, Vol 2 No 2, Agustus 2021/ page 66-72 68
Akbar - Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi Pendengaran

peningkatan kemampuan mengontrol 33 kali, tahmid (Alhamdulillah) 33 kali, dan


halusinasi (Dermawan D. , 2017). takbir (Allahu akbar) 33 kali, terapi ini
dilakukan selama 3 hari dengan durasi
Penerapan studi kasus ini bertujuan untuk waktu 10-20 menit. Terapi psikoreligius:
mengetahui tingkat kemampuan pasien dzikir dapat dilakukan ketika pasien
dalam mengontrol halusinasi pendengaran mendengar suara - suara palsu, ketika
dengan menggunakan terapi psikoreligius: waktu luang, dan ketika pasien selesai
dzikir yang ditandai dengan pasien melaksanakan sholat wajib. Sebelum
mengetahui apa yang harus dilakukan diajarkan terapi psikoreligius: dzikir pasien
ketika halusinasi pendengaran muncul, diberikan kesempatan untuk berwudlu,
pasien mengetahui waktu mucul halusinasi kemudian menyiapkan peralatan ibadah
pendengaran, dan pasien mampu melapor seperti sarung, sajadah, dan tasbih untuk
kepada perawat ketika halusinasi memulai kegiatan dzikir. Instrument yang
pendengaran muncul. digunakan pada studi kasus ini
menggunakan lembar observasi dan
METODE wawancara yang pengukurannya dilakukan
sebelum dan sesudah diberikan terapi.
Desain studi kasus ini menggunakan Kemudian mengamati kemampuan
metode deskriptif dengan pendekatan mengotrol halusinasi pendengaran kedua
proses keperawatan pada 2 pasien yang pasien dari perbedaaan antara pengukuran
difokuskan pada salah satu masalah penting awal dan akhir
dalam kasus asuhan keperawatan
halusinasi pendengaran. Studi kasus ini HASIL
dilakukan dengan cara memberikan
intervensi atau perlakuan kemudian dilihat Hasil studi kasus diperoleh setelah
pengaruhnya. Penerapan dilakukan diruang dilakukan Asuhan Keperawatan pada
UPIP RSJD Dr. Amino Gondohutomo pasien Pasien 1 22 tahun dan Pasien 2 20
Semarang. Kriteria inklusi pasien yang tahun. Terapi psikoreligius: dzikir diberikan
diberikan terapi psikoreligius: dzikir adalah selama 3 hari. Hasil pengkajian yang
pasien dengan diagnosa halusinasi dilakukan pada Pasien 1 yaitu bicara tidak
pendengaran, pasien kooperatif, bersedia jelas, sering panik, bicara sendiri, sering
menjadi responden dan beragama Islam. teriak, tingkah laku aneh, dan kurang lebih
Kriteria eksklusinya adalah pasien dalam 2 bulan pasien suka telanjang.
ruang isolasi (dalam pengawasan khusus).
Prosedur pelaksanaan penerapan Hasil pengkajian pada Pasien 2 didapatkan
dilakukan setelah pengkajian kemudian keluhan berperilaku aneh, sering melamun
dilakukan 4 terapi generalis cara setelah ibu nya meninggal, kemudian klien
mengontrol halusinasi secara bertahap, sering melamun, merasa sendiri, sering
anatara lain: 1) menghardik, 2) mendengar bisikan, sering bicara dan
mengonsumsi obat dengan teratur, 3) tertawa sendiri. Diagnosa keperawatan
bercakap-cakap atau berbincang-bincang, berdasarkan pengkajian di dapatkan fokus
4) melakukan aktifitas yang terjadwal dan diagnosa Halusinasi Pendengaran.
pemberian terapi psokoreligius: dzikir. Intervensi dan Implementasi yang di
Selanjutnya dilakukan persiapan dengan berikan pada Pasien 1 dan Pasien 2 yaitu
kontrak waktu, jelaskan prosedur, tujuan pemberian terapi psikoreligius: dzikir
tindakan, dan persiapan lingkungan. Pasien untuk mengontrol halusinasi pendengaran.
diajarkan terapi psikoreligius: dzikir
dengan membaca istighfar Berdasarkan tabel 1. diketahui gambaran
(Astaqfirullahal’adzim) sebanyak 3 kali, kemampuan mengontrol halusinasi
dilanjutkan dengan tasbih (Subhannallah) pendengaran pada Pasien 1 dari hari ke-1

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Ners Muda, Vol 2 No 2, Agustus 2021/ page 66-72 69
Akbar - Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi Pendengaran

sampai hari ke-3 didapatkan hasil sebelum pendengaran pada Pasien 1 dan Pasien 2
dan sesudah pemberian terapi setelah pemberian terapi psikoreligius:
psikoreligius: dzikir dari hari ke hari dzikir selama 3 hari mengalami
mengalami peningkatan kemampuan peningkatan kemampuan mengontrol
mengontrol halusinasi dengan nilai 0 halusinasi sehingga dapat dikategorikan
(Tidak) dan nilai 1 (Ya). baik. Dikatakan baik apabila hasil >3 dan
kurang baik jika hasil <3 dari 6 pertanyaan
Berdasarkan tabel 1. diketahui gambaran dalam kuesioner antara lain: mampu
kemampuan mengontrol halusinasi menurunkan frekuensi halusinasi setelah
pendengaran pasien Pasien 2 sebelum dan berdzikir, menjelaskan manfaat berdzikir
sesudah pemberian terapi psikoreligius: terhadap halusinasi, mampu berdzikir saat
dzikir dari hari ke hari mengalami muncul halusinasi, merasa nyaman saat
peningkatan kemampuan mengontrol berdzikir setelah muncul halusinasi,
halusinasi. mampu melafalkan bacaan dzikir, dan
mampu menyampaikan perasaannya
Berdasarkan hasil studi diketahui kategori setelah berdzikir.
kemampuan mengontrol halusinasi

Tabel 1
Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pendengaran Sebelum Dan Sesudah Pemberian Terapi Psikoreligius: Dzikir
Pada Pasien 1 dan Pasien 2
Pasien 1 Pasien 2
Pertanyaan Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 1 Hari 2 Hari 3
Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post Pre Post
Mampu menurunkan frekuensi 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1
halusinasi setelah berdzikir
Menjelaskan manfaat berdzikir 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1
terhadap halusinasi
Mampu berdzikir saat muncul 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1
halusinasi
Merasa nyaman saat berdzikir 0 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1
setelah muncul halusinasi
Mampu melafalkan bacaan dzikir 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
Mampu menyampaikan perasaannya 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
setelah berdzikir

PEMBAHASAN suara atau kegaduhan (Direja, A.D.S., 2011).


Mendengar suara yang mengajak pasien
Berdasarkan hasil studi kasus kedua pasien bercakap-cakap, mendengar suara yang
menunjukkan gejala yang sama yaitu sering menyuruh melakukan sesuatu yang
mendengar bisikan, tingkah laku aneh, berbahaya. Intervensi yang diberikan
tertawa dan bicara sendiri. Kedua paisen berupa 4 terapi generalis cara mengontrol
mempunyai masalah keperawatan yang halusinasi antara lain 1) menghardik, 2)
sama halusinasi pendengaran. Hal ini mengonsumsi obat dengan teratur, 3)
sejalan dengan pendapat peneliti terdahulu bercakap-cakap atau berbincang-bincang,
yang mengemukakan tanda dan gejala 4) melakukan aktifitas yang terjadwal,
halusinasi adalah pasien sering berbicara kemudian diberikan terapi psikoreligius:
atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa dzikir. Terapi ini dilakukan dengan cara
sebab, mengarahkan telinga ke arah membaca istighfar yang dilakukan 3 hari
tertentu, menutup telinga, mendengar selama 10-20 menit ketika pasien

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Ners Muda, Vol 2 No 2, Agustus 2021/ page 66-72 70
Akbar - Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi Pendengaran

mendengar suara - suara palsu, ketika menurunkan frekuensi halusinasi, setelah


waktu luang, dan ketika pasien selesai diberikan terapi sudah bisa menurunkan
melaksanakan sholat wajib. Mengukur frekuensi halusinasi setelah berdzikir. Dari
kemampuan tingkat mengontrol halusinasi hasil kedua pasien tersebut didapatkan
menggunakan intrumen kuesioner yang hasil bahwa pelaksanaan terapi
berisi 6 pertanyaan yaitu mampu psikoreligius: dzikir dihari kedua sudah
menurunkan frekuensi halusinasi setelah mengalami sedikit peningkatan
berdzikir, menjelaskan manfaat berdzikir kemampuan mengontrol halusinasi
terhadap halusinasi, mampu berdzikir saat pendengaran.
muncul halusinasi, merasa nyaman saat
berdzikir setelah muncul halusinasi, Pada hari ketiga Pasien 1 dan Pasien 2
mampu melafalkan bacaan dzikir, dan didapatkan hasil sebelum dan sesudah
mampu menyampaikan perasaannya diberikan terapi psikoreligius: dzikir sudah
setelah berdzikir. Pengukuran kemampuan bisa berdzikir ketika halusinasi muncul,
tingkat mengontrol halusinasi dilakukan mampu menurunkan frekuensi halusinasi
sebelum dan sesudah pemberian terapi setelah berdzikir, bisa menjelaskan manfaat
psikoreligius: dzikir. Berdasarkan hasil berdzikir terhadap halusinasi, merasa
studi kasus ini menunjukkan bahwa terapi nyaman saat berdzikir setelah muncul
psikoreligius: dzikir dapat meningkatkan halusinasi, dan mampu menyampaikan
kemampuan mengontrol halusinasi pada perasaannya setelah berdzikir. Pasien
pasien halusinasi pendengaran. Penelitian relatif tenang, tidak tertawa sendiri, ada
lain juga menyatakan setelah dilakukan kontak mata, dan dapat mengikuti kegiatan
terapi psikoreligius: dzikir pada pasien dari awal sampai akhir.
halusinasi pendengaran terjadi
peningkatan kemampuan mengontrol Berdasarkan hasil penerapan terapi
halusinasi (Dermawan D. , 2017). psikoreligius: dzikir pada pasien halusinasi
dengan cara membaca bacaan dzikir dengan
Pada hari pertama hasil observasi dan khusyu’ dan tenang selama 10-20 menit
wawancara pada pasien Pasien 1 dan Pasien setiap hari dari hari pertama sampai hari
2 sebelum dan sesudah diberikan terapi ketiga menunjukkan bahwa terapi
psikoreligius: dzikir kedua pasien bisa spikoreligius: dzikir dapat membantu
mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir, mengontrol halusinasi selain menggunakan
tetapi Pasien 2 belum bisa membaca bacaan terapi generalis cara mengontrol halusinasi
istighfar, sehingga dapat diambil pendengaran dan terapi obat-obatan yang
kesimpulan kedua pasien belum bisa telah diberikan. Pasien mengatakan hatinya
mengendalikan halusinasinya sehingga menjadi lebih tenang setelah membaca
masih sering tertawa sendiri dan berbicara bacaan dzikir yang diajarkan dan tidur
sendiri. pasien bisa lebih nyenyak setelah membaca
bacaan dzikir. Perawat memilih tindakan
Pada hari kedua dilakukan terapi aktifitas berbasis realita yang dapat
psikoreligius: dzikir dengan cara yang sama mengalihkan halusinasi pendengaran
serta waktu yang sama. Sebelum diberikan dengan cara dzikir untuk mengalihkan
terapi Pasien 1 menunjukkan hasil masih halusinasi pendengaran yang dialami oleh
belum bisa berdzikir saat halusinasi pasien. Peneliti sebelumnya menggunakan
tersebut muncul dan masih suka berbicara teknik pengalihan dengan cara dzikir, agar
sendiri dan setelah diberikan terapi sudah responden dapat mengalihkan halusinasi
mampu berdzikir saat halusinasi muncul. pendengaran yang dialami sehingga pasien
Pada Pasien 2 menunjukkan hasil sebelum merasakan ketentraman jiwa (Dermawan
diberikan terapi sudah bisa membaca D. , 2017). Penelitian lain yang mendukung
bacaan istighfar tetapi masih belum bisa hasil studi kasus ini juga mengatakan

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Ners Muda, Vol 2 No 2, Agustus 2021/ page 66-72 71
Akbar - Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi Pendengaran

setelah diberikan terapi dzikir ada pada waktu pagi dan petang. Surat Al-
pengaruh yang signifikan terhadap Baqarah (2: 152) Allah berfirman “ maka
penurunan tanda dan gejala halusinasi ingatlah kepada-Ku, Akupun akan ingat
(Emulyani, 2020). kepadamu”. Surat Ali-Imran (3:191) Allah
berfiman “orang-orang yang mengingat
Mengatasi halusinasi dapat dilakukan Allah sambil berdiri, duduk atau dalam
dengan beberapa tahap, yaitu terapi fase keadaan berbaring” sebagai aktivitas untuk
akut dilakukan pada saat terjadi episode mengingat Allah, adapun menurut istilah
akut dari skizofrenia akut yang melibatkan fiqih, dzikrullah sebagai amal qauliyah
gejala psikotik, terapi fase stabilisasi (Emulyani, 2020).
dilakukan setelah gejala psikotik akut telah
dapat dikendalikan dan terapi tahap Mekanisme bahwa terapi dzikir bisa
pemeliharaan dilakukan pada saat terapi mengontrol halusinasi, yakni fungsi sistem
pemulihan jangka panjang skizofrenia. Pada saraf untuk mendeteksi, menganalisa, dan
terapi pemulihan ini dapat dilakukan menghantarkan informasi. Informasi
dengan terapi non farmakologi dan terapi dikumpulkan oleh sistem sensorik, di
farmakologi. Pada terapi non farmakologi intergrasikan ke otak adalah bagian otak
ini dapat dilakukannya strategi pelaksanaan depan (frontal lobe) dalam perencanaan,
terapi generalis cara mengontrol halusinasi pengaturan, pemecahan masalah,
dengan modifikasi terapi psikoreligius: perhatian, kepribadian, serta termasuk
dzikir. Dimana manfaat dari dzikir ini tingkah laku maupun emosi maka bagian
adalah dapat menghilangkan rasa resah dan otak depan disebut prefrontal cortex
gelisah, memelihara diri dari was-was sebagai fungsi kognitif untuk menentukan
setan, ancaman manusia, dan membentengi kepribadian dan sinyal akan di teruskan ke
diri dari perbuatan maksiat dan dosa, serta otak bagian belakang terdiri dari premotor
dapat memberikan sinaran kepada hati dan dan motor sebagai sistem motorik dan jalur
menghilangkan kekeruhan jiwa (Potter, otonom untuk mengontrol gerakan,
2012). aktivitas viserial, dan fungsi-fungsi
endokrin. (Ikawati, 2014).
Salah satu nilai spritualitas yang dapat
disandingkan agar tanda dan gejala SIMPULAN
halusinasi bisa menurun adalah dengan
terapi dzikir. Tujuan dari dzikir adalah Respon dari kedua pasien setelah diberikan
mengagungkan Allah, mensucikan hati dan terapi psikoreligius: dzikir, kedua pasien
jiwa, mengagungkan Allah selaku hamba mengatakan mampu menurunkan frekuensi
yang bersyukur, dzikir dapat menyehatkan halusinasi setelah berdzikir, menjelaskan
tubuh, dapat mengobati penyakit dengan manfaat berdzikir terhadap halusinasi,
metode ruqyah, mencegah manusia dari mampu berdzikir saat muncul halusinasi,
bahaya nafsu (Munandar, 2019). Terapi merasa nyaman saat berdzikir setelah
dzikir yang dapat dilakukan adalah dengan muncul halusinasi, mampu melafalkan
lisan dan hati yang mensucikan nama Allah, bacaan dzikir, dan mampu menyampaikan
memuji-Nya dengan segala kesempurnaan, perasaannya setelah berdzikir.
kebesaran dan keindahan. Menurut surat
Al-Ahzab (33:41-42) Allah SWT telah Stimulasi yang dilakukan dengan teknik
memerintahkan kepada orang-orang yang pengalihan dengan cara dzikir, agar
beriman agar banyak berdzikir. Allah responden dapat mengalihkan halusinasi
berfirman “ wahai orang-orang yang pendengaran yang dialami sehingga pasien
beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan merasakan ketentraman jiwa.
mengingat (nama-Nya) sebanyak-
banyaknya dan bertasbihlah kepada-Nya

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Ners Muda, Vol 2 No 2, Agustus 2021/ page 66-72 72
Akbar - Terapi Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi Pendengaran

UCAPAN TERIMA KASIH Fatihuddin. (2010). Tentran Hati Dengan Dzikir.


Delta Prima Press.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Hidayati, W. C. (2014). Pengaruh Terapi Religius
rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat Zikir Terhadap Peningkatan Kemampuan
Mengontrol Halusinasi Pendengaran Pada
menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners
Pasien Halusinasi Di RSJD DR. Amino
(KIAN). Dalam penyusunan Karya Ilmiah Gondohutomo Semarang. Jurnal Ilmu
Akhir Ners ini dapat terselesaikan berkat Keperawatan Dan Kebidanan (JKK).
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Ikawati, Z. (2014). Farmakoterapi Penyakit Sistem
Pada kesempatan ini dengan segala Syaraf Pusat. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
kerendahan hati yang tulus dan ikhlas
Kesehatan. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak
perkenankan penulis menyampaikan Kebidanan. Asuhan Kebidanan Neonatus,
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bayi, Balita Dan Anak Pra Sekolah. Jakarta:
seluruh pihak yang telah berkontribusi, Kemenkes RI.
sehingga Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) Kusumawati, F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Jakarta: Salem Medika.
Munandar, A. (2019). Terapi Psikoreligius Dzikir
REFERENSI Menggunakan Jari Tangan Kanan Pada Orang
Dengan Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa
Depkes RI. (2010). Keperawatan Jiwa Teori dan Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta .
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Depkes.RI. Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan
Keperawatan, Vol 10.
Dermawan. (2012). Proses Keperawatan Penerapan
Konsep Dan Kerangka Kerja . Yogyakarta: Potter. (2012). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Gosyen Publishing. (4th ed.). Jakarta: EGC.
Dermawan, D. (2017). Pengaruh Terapi Stuart, G. (2016). Prinsip Dan Praktek Keperawatan
Psikoreligius: Dzikir Pada Pasien Halusinasi Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore: Singapore:
Pendengaran di RSJD dr. Arif Zainudin Elsevier Inc. .
Surakarta . Media Publikasi Penelitian.
Videbeck. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Direja, A.D.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jakarta: EGC.
Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Yosep. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT.
Emulyani. (2020). Pengaruh Terapi Zikir Terhadap Refika Aditama.
Penurunan Tanda Dan Gejala Halusinasi Pada
Pasien Halusinasi. Healthcare: Jurnal
Kesehatan.

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.

Anda mungkin juga menyukai