Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan


format pengkajian perawatan jiwa yang telah di tetapkan. Data yang
dikumpulkan berdasarkan wawancara langsung dengan klien, dari data catatan
keperawatan dan medis ditemukan kesenjangan antara data-data teoritis dengan
apa yang didapat dengan kasus dilapangan. Pengumpulan data yang dilakukan
hanya melalui wawancara dengan klien, observasi dan dari pendokumentasian
keperawatan diruangan.
Setelah melakukan tindakan keperawatan terhadap klien dengan gangguan
persepsi sensori : halusinasi di Ruang Arimbi RSJD Jambi mulai dari tanggal 5
April s/d 8 April 2022. Tanda dan gejala menurut teori antara lain berbicara,
tertawa, dan tersenyum sendiri, bersikap seperti mendengarkan sesuatu, berhenti
berbicara sesaat ditengah-tengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu,
disorientasi, tidak mampu atau kurang konsentrasi, cepat berubah pikiran, alur
pikiran kacau, respon yang tidak sesuai, menarik diri dan sering melamun.
Sedangkan pada klien data yang ditemukan yaitu berbicara sendiri, kadang
bersikap seperti mendengarkan sesuatu, klien kooperatif, dan sering melamun.
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial
dimana perawat dengan pendidikan dan pengalamannya mampu dan mempunyai
izin untuk mengatasinya. Diagnosa keperawatan teoritis dengan diagnosa yang
muncul ditinjauan kasus tidak terdapat perbadaan dan kesenjangan. Diagnosa
keperawatan menurut teori yaitu harga diri rendah kronik, gangguan persepsi
sensori halusinasi dan resiko perilaku kekerasan. Diagnosa keperawatan yang
ditegakkan untuk Ny.S saat ini yaitu gangguan persepsi sensori:halusinasi
pendengaran.
Pada tinjauan pustaka dikatakan bahwa persepsi klien terhadap lingkungan
tanpa stimulus yang nyata, sehingga klien menginterpretasikan sesuatu yang
tidak nyata tanpa stimulus atau rangsangan dari luar. Halusinasi terdiri dari
beberapa jenis yaitu halusinaasi penglihatan, pendengaran, penciuaman,

54
perabaan dan pengecapan (Budi Anna Keliat, dkk. 2019). Sedangkan pada studi
kasus klien mengatakan bahwa mendengar suara-suara bisikan baik itu bisikan
baik maupun bisikan jahat. Pada kasus ini klien mnegalami halusinasi
pendengaran. Dengan demikian ada kesesuaian antara tinjauan teori dan kasus
pada Ny. S sehingga diagnosa dapat dengan mudah di tegakan oleh perawat
Perencanaan keperawatan yang disusun mengacu pada tinjauan teori dan
disesuaikan dengan kondisi pasien. Rencana keperawatan yang dapat disusun
pada pasien Ny. “S.” dengan halusinasi penulis dapat merencanakan asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosa atau masalah aktual dan potensial, pada
diagnosa halusinasi, penulis merencanakan intervensi pada hari pertama yaitu
membina hubungan saling percaya, Mengidentifikasi penyebab halusinasi,
penyebab dan kemampuan klien mengatasinya. Melatih klien untuk mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik dan dan memasukkan pada jadwal kegiatan.
Pada hari kedua penulis merencanakan intervensi yaitu mengevaluasi kegiatan
latiahan menghardik, beri pujian, melatih cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap kemudian memasukkan pada jadwal kegiatan. Sedangkan pada
hari ketiga penulis merencanakan intervensi yaitu mengevaluasi kegiatan latiahn
menghardik, dan bercakap-cakap, beri pujian, melatih cara mengontrol
halusinasi denga cara minum obat dengan prinsip 8 benar, kemudian
memasukkan pada jadwal kegiatan. Sedangkan pada hari keempat penulis
merencanakan intervensi yaitu mengevaluasi kegiatan latiahn menghardik, ,
bercakap-cakap, minum obat, beri pujian, kemudian memasukkan pada jadwal
kegiatan.
Selama implementasi klien mengatakan hal yang berbeda setiap harinya,
sehingga startegi pelaksanaan masih belum mampu dilaksanakan dengan baik.
Untuk kemampuan yang dimiliki, klien mengatakan bahwa suka senam, menari,
mendengarkan musik, dan bernyanyi sehingga perawat menganjurkan klien
untuk selalu ikut senam setiap pagi dan mengikuti kegiatan terapi musik/
psikoreligius. Pada tahap evaluasi, penulis menyimpulkan bahwa selama
implementasi 4 hari di ruangan, klien mulai mampu melaksanakan strategi
pelaksanaan menghardik dengan baik.

55
Selain pemberian intervensi berupa Strategi pelaksanaan (SP) salah satu
interevensi yang perawat berikan untuk mengontrol halusinasinya yaitu terapi
psikoreligius. Pada saat klien diberikan terapi psikoreligius, klien tampak
mengikuti apa yang telah diajarkan perawat, klien tampak tenang hal ini
dikarenakan terapi psikoreligius yaitu terapi zikir merupakan salah satu metode
untuk mencapai keseimbangan, dimana akan tercipta suasana tenang, respon
emosi positif yang akan membuat sistem kerja saraf pusat menjadi lebih baik.
Terdapat beberapa penelitan yang menunjukkan bahwa terapi psikoreligius
dzikir dapat mengontrol ataupun menguragi tanda gejala pasien dengan
halusinasi. Penelitian pertama dilakukan oleh Pratiwi dkk, (2020) yang
menyatakan bahwa sebelum diberikan terapi psikoreligius dalam mengontrol
halusinasi pada pasien skizofrenia. Kemampuan mengontrol halusinasi sesudah
intervensi lebih baik dari pada sebelum intervensi yang ditinjau melalui
Frekuensi, Durasi, Lokasi, Kekuatan suara halusinasi, Keyakinan, Jumlah isi
suara negatif, Derajat isi suara negatif, Tingkat kesedihan/tidak menyenangkan
suara yang didengar, Intensitas kesedihan/tidak menyenangkan, Gangguan untuk
hidup akibat suara, dan Kemampuan mengontrol suara. Dimana sebelum
dilakukan intervensi sebanyak 10 orang yang tidak terkontrol halusinasinya,
sedangkan sesudah diberikan intervensi sebanyak 15 orang yang terkontrol
halusinasinya
Penelitian kedua dilakukan oleh Madepan dkk, (2021) menunjukkan bahwa
klien yang sudah diberikan tindakan keperawatan terapi psikoreligius: zikir
terdapat selisih peningkatan kemampuan mengatasi halusinasi baik pada
partisipan ke-1 maupun ke-2 yaitu masing-masing sebesar 11% baik pada
partisipan ke-1 maupun partisipan ke-2. Hal ini menunjukan bahwa terapi
psikoreligius: zikir dapat meningkatkan kemampuan mengatasi halusinasi.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Intan dkk, (2021) menyatakan bahwa sebelum
dilakukan penerapan terapi psikoreligius selisih tanda gejala sebelum dan
sesudah diberikan terapi yaitu pada Hari pertama didapatkan data 11,1%, hari
kedua 22,2% dan hari ketiga 22,2%. Dan setelah diberikan terapi psikoreligius
didapatkan tanda gejala pada hari pertama 66,6%, hari kedua 33,3% dan hari

56
ketiga 0%.
Penelitian keempat dilakukan oleh R.Nur dkk, (2022) menyatakan bahwa
perubahan persepsi sensorik pada pasien halusinasi pendengaran di RSUD
Arjawinangun dengan perbedaan rerata persepsi sensorik sebelum terapi dzikir
adalah 2,80 dan setelah terapi dzikir adalah 1,62. Penelitian kelima dilakukan
oleh Arif Munandar dkk (2019) menunjukkan sebanyak 5 orang yang dilakukan
terapi semuanya tidak ditemukan gangguan kognitif, dimana kemapuan kognitif
di tinjau dari beberapa aspek yang terdiri dari perubahan emosi, perubahan
kognitif, mekanisme koping, perubahan fungsi keluarga dan perubahan fungsi
hubungan sosial kemasyarakatan.
Berdasarkan kelima penelitian dapat disimpulkan bahwa terapi
psikoreligius dzikir berpengaruh dan efektif dalam mengontrol halusinasi dan
memiliki perubahan persepsi sensori pada pasien halusianasi. Terapi
psikoreligius Dzikir dikatakan efektif untuk menurunkan tanda gejala halusinasi
karena apabila dilafalkan secara baik dan benar dapat membuat hati menjadi
tenang dan rileks.
Selain itu terapi dzikir dari sudut pandang ilmu kesehatan jiwa merupakan
terapi psikiatrik setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa. Hal ini
dikarenakan terapi psikoreligius dzikir mengandung unsur spiritual kerohanian,
keagamaan, yang dapat membangkitkan harapan dan percaya diri pada diri klien
atau penderita, yang pada gilirannya kekebalan tubuh dan kekuatan psikis
meningkat sehingga mempercepat penyembuhan (Hawari, 2008). Selain itu zikir
dalam perspektif psikologis memiliki efek spiritual yang besar, yaitu sebagai
peningkatan rasa keimanan, ketaqwaan, kejujuran, ketabahan dan kedewasaan
dalam hidup. Zikir dapat membersihkan pikiran secara psikologis, menimbulkan
ketenangan batin dan keteduhan jiwa sehingga terhindar dari stress, rasa cemas,
takut dan gelisah (Gasril, P. & Sasmita H, 2020). Dzikir ini juga dapat
dikombinasikan dengan menghardik, sesuai dengan penelitian Slamet wiwi dan
Fatkhul mubin (2021) didapatkan hasil adanya penurunan tingkat halusinasi
setelah dilakukan Teknik kombinasi meghardik dan zikir.

57
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan halusinasi di
ruang Arimbi RSJD Jambi maka dari asuhan keperawatan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa : halusinasi adalah gejala gangguan jiwa
berupa respons panca-indra yaitu penglihatan, pendengaran, penciuaman,
perabaan dan pengecapan terhadap sumber yang tidak nyata. Dengan tanda
dan gejala melihat sesuatu tanpa ada objeknya, mendengar suara tanpa ada
objeknya, menghirup bau, merasakan pengecapan dan rabaan dari sumber
yang tidak nyata, berbicara sendiri, tertawa sendiri, sulit tidur, disorientasi
waktu, mondar-mandir, menyendiri dan melamun. Beberapa kondisi tersebut
di temukan pada Ny.S. Untuk itu diperlukan intervensi dan implementasi yang
tepat untuk mengatasinya.

Berdasarkan catatan perkembangan penulis menyimpulkan bahwa selama


dilakukan rencana keperawatan klien mulai mampu melaksanakan beberapa
strategi pelaksanaan dengan baik. Evaluasi SP setiap harinya berbeda-beda
dikarenakan tergantung kondisi klien yang terkadang kooperatif dan
terkadang muncul halusinasinya. Pada tahap evaluasi disesuaikan dengan
kriteria yang ingin dicapai dan keluhan dari pasien sendiri (DS) serta dari
observasi penulis (DO), dimana evaluasi yang digunakan yaitu menggunakan
pendekatan SOAP.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil evaluasi asuhan keperawatan pada Ny S dengan
Gangguan Persepsi Sensori halusinasi di Ruang Arimbi RSJD Provinsi Jambi
maka untuk memperoleh hasil optimal, penulis ingin memberikan saran

58
sebagai berikut.
1) Bagi Pasien

Penulis mengharapkan klien dapat mengontrol halusinasinya tidak hanya


di RSJ tetapi juga dapat mengontrol halusinasinya saat di rumah.
2) Bagi Perawat
Penulis mengharapkan untuk meningkatkan kualitas dalam pelayanan
kesehatan terhadap klien salah satunya dengan melakukan home visit,
sehingga perawat bisa lebih tahu perkembangan kesehatan klien tidak
hanya di RSJ saja.
3) Bagi Instansi (Rumah Sakit Jiwa)
Penulis mengharapkan kepada pihak RSJ agar dapat lebih meningkatkan
mutu pelayanan seperti memfasilitasi sarana dan prasarana bagi perawat
dan juga tenaga kesehatan lain untuk melakukan home visit.

59
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Lilik Ma’rifatul, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Yogyakarta: Indomedia Pustaka.

Budi Anna Keliat, dkk. 2019. Asuhan Keperawatan Jiwa : EGC

Prabowo, Eko.2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Pratiwi gasril, suryani. 2020. Pengaruh terapi psikoreligius: dzikir dalam


mengontrol halusinasi pendengaran pada pasien skizofrenia yang muslim di
rumah sakit jiwa tampan provinsi riau. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari
Jambi, 20(3), Oktober 2020, 821-826 ISSN 1411-8939 (Online), ISSN 2549-
4236 (Print) DOI 10.33087/jiubj.v20i3.1063

Slamet Wiwi Jayanti, M. Fatkhul Mubin. 2017. Pengaruh Teknik Kombinasi


Menghardik Dengan Zikir Terhadap Penurunan Halusinasi. Jurnal Ners
Muda, Vol 2 No 1, April 2021 e-ISSN: 2723-8067

Yosep, I dan Sutini. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama

Yusuf Ah, Rizki, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika

60

Anda mungkin juga menyukai