PEMBAHASAN
54
perabaan dan pengecapan (Budi Anna Keliat, dkk. 2019). Sedangkan pada studi
kasus klien mengatakan bahwa mendengar suara-suara bisikan baik itu bisikan
baik maupun bisikan jahat. Pada kasus ini klien mnegalami halusinasi
pendengaran. Dengan demikian ada kesesuaian antara tinjauan teori dan kasus
pada Ny. S sehingga diagnosa dapat dengan mudah di tegakan oleh perawat
Perencanaan keperawatan yang disusun mengacu pada tinjauan teori dan
disesuaikan dengan kondisi pasien. Rencana keperawatan yang dapat disusun
pada pasien Ny. “S.” dengan halusinasi penulis dapat merencanakan asuhan
keperawatan berdasarkan diagnosa atau masalah aktual dan potensial, pada
diagnosa halusinasi, penulis merencanakan intervensi pada hari pertama yaitu
membina hubungan saling percaya, Mengidentifikasi penyebab halusinasi,
penyebab dan kemampuan klien mengatasinya. Melatih klien untuk mengontrol
halusinasi dengan cara menghardik dan dan memasukkan pada jadwal kegiatan.
Pada hari kedua penulis merencanakan intervensi yaitu mengevaluasi kegiatan
latiahan menghardik, beri pujian, melatih cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap kemudian memasukkan pada jadwal kegiatan. Sedangkan pada
hari ketiga penulis merencanakan intervensi yaitu mengevaluasi kegiatan latiahn
menghardik, dan bercakap-cakap, beri pujian, melatih cara mengontrol
halusinasi denga cara minum obat dengan prinsip 8 benar, kemudian
memasukkan pada jadwal kegiatan. Sedangkan pada hari keempat penulis
merencanakan intervensi yaitu mengevaluasi kegiatan latiahn menghardik, ,
bercakap-cakap, minum obat, beri pujian, kemudian memasukkan pada jadwal
kegiatan.
Selama implementasi klien mengatakan hal yang berbeda setiap harinya,
sehingga startegi pelaksanaan masih belum mampu dilaksanakan dengan baik.
Untuk kemampuan yang dimiliki, klien mengatakan bahwa suka senam, menari,
mendengarkan musik, dan bernyanyi sehingga perawat menganjurkan klien
untuk selalu ikut senam setiap pagi dan mengikuti kegiatan terapi musik/
psikoreligius. Pada tahap evaluasi, penulis menyimpulkan bahwa selama
implementasi 4 hari di ruangan, klien mulai mampu melaksanakan strategi
pelaksanaan menghardik dengan baik.
55
Selain pemberian intervensi berupa Strategi pelaksanaan (SP) salah satu
interevensi yang perawat berikan untuk mengontrol halusinasinya yaitu terapi
psikoreligius. Pada saat klien diberikan terapi psikoreligius, klien tampak
mengikuti apa yang telah diajarkan perawat, klien tampak tenang hal ini
dikarenakan terapi psikoreligius yaitu terapi zikir merupakan salah satu metode
untuk mencapai keseimbangan, dimana akan tercipta suasana tenang, respon
emosi positif yang akan membuat sistem kerja saraf pusat menjadi lebih baik.
Terdapat beberapa penelitan yang menunjukkan bahwa terapi psikoreligius
dzikir dapat mengontrol ataupun menguragi tanda gejala pasien dengan
halusinasi. Penelitian pertama dilakukan oleh Pratiwi dkk, (2020) yang
menyatakan bahwa sebelum diberikan terapi psikoreligius dalam mengontrol
halusinasi pada pasien skizofrenia. Kemampuan mengontrol halusinasi sesudah
intervensi lebih baik dari pada sebelum intervensi yang ditinjau melalui
Frekuensi, Durasi, Lokasi, Kekuatan suara halusinasi, Keyakinan, Jumlah isi
suara negatif, Derajat isi suara negatif, Tingkat kesedihan/tidak menyenangkan
suara yang didengar, Intensitas kesedihan/tidak menyenangkan, Gangguan untuk
hidup akibat suara, dan Kemampuan mengontrol suara. Dimana sebelum
dilakukan intervensi sebanyak 10 orang yang tidak terkontrol halusinasinya,
sedangkan sesudah diberikan intervensi sebanyak 15 orang yang terkontrol
halusinasinya
Penelitian kedua dilakukan oleh Madepan dkk, (2021) menunjukkan bahwa
klien yang sudah diberikan tindakan keperawatan terapi psikoreligius: zikir
terdapat selisih peningkatan kemampuan mengatasi halusinasi baik pada
partisipan ke-1 maupun ke-2 yaitu masing-masing sebesar 11% baik pada
partisipan ke-1 maupun partisipan ke-2. Hal ini menunjukan bahwa terapi
psikoreligius: zikir dapat meningkatkan kemampuan mengatasi halusinasi.
Penelitian ketiga dilakukan oleh Intan dkk, (2021) menyatakan bahwa sebelum
dilakukan penerapan terapi psikoreligius selisih tanda gejala sebelum dan
sesudah diberikan terapi yaitu pada Hari pertama didapatkan data 11,1%, hari
kedua 22,2% dan hari ketiga 22,2%. Dan setelah diberikan terapi psikoreligius
didapatkan tanda gejala pada hari pertama 66,6%, hari kedua 33,3% dan hari
56
ketiga 0%.
Penelitian keempat dilakukan oleh R.Nur dkk, (2022) menyatakan bahwa
perubahan persepsi sensorik pada pasien halusinasi pendengaran di RSUD
Arjawinangun dengan perbedaan rerata persepsi sensorik sebelum terapi dzikir
adalah 2,80 dan setelah terapi dzikir adalah 1,62. Penelitian kelima dilakukan
oleh Arif Munandar dkk (2019) menunjukkan sebanyak 5 orang yang dilakukan
terapi semuanya tidak ditemukan gangguan kognitif, dimana kemapuan kognitif
di tinjau dari beberapa aspek yang terdiri dari perubahan emosi, perubahan
kognitif, mekanisme koping, perubahan fungsi keluarga dan perubahan fungsi
hubungan sosial kemasyarakatan.
Berdasarkan kelima penelitian dapat disimpulkan bahwa terapi
psikoreligius dzikir berpengaruh dan efektif dalam mengontrol halusinasi dan
memiliki perubahan persepsi sensori pada pasien halusianasi. Terapi
psikoreligius Dzikir dikatakan efektif untuk menurunkan tanda gejala halusinasi
karena apabila dilafalkan secara baik dan benar dapat membuat hati menjadi
tenang dan rileks.
Selain itu terapi dzikir dari sudut pandang ilmu kesehatan jiwa merupakan
terapi psikiatrik setingkat lebih tinggi daripada psikoterapi biasa. Hal ini
dikarenakan terapi psikoreligius dzikir mengandung unsur spiritual kerohanian,
keagamaan, yang dapat membangkitkan harapan dan percaya diri pada diri klien
atau penderita, yang pada gilirannya kekebalan tubuh dan kekuatan psikis
meningkat sehingga mempercepat penyembuhan (Hawari, 2008). Selain itu zikir
dalam perspektif psikologis memiliki efek spiritual yang besar, yaitu sebagai
peningkatan rasa keimanan, ketaqwaan, kejujuran, ketabahan dan kedewasaan
dalam hidup. Zikir dapat membersihkan pikiran secara psikologis, menimbulkan
ketenangan batin dan keteduhan jiwa sehingga terhindar dari stress, rasa cemas,
takut dan gelisah (Gasril, P. & Sasmita H, 2020). Dzikir ini juga dapat
dikombinasikan dengan menghardik, sesuai dengan penelitian Slamet wiwi dan
Fatkhul mubin (2021) didapatkan hasil adanya penurunan tingkat halusinasi
setelah dilakukan Teknik kombinasi meghardik dan zikir.
57
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S dengan halusinasi di
ruang Arimbi RSJD Jambi maka dari asuhan keperawatan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa : halusinasi adalah gejala gangguan jiwa
berupa respons panca-indra yaitu penglihatan, pendengaran, penciuaman,
perabaan dan pengecapan terhadap sumber yang tidak nyata. Dengan tanda
dan gejala melihat sesuatu tanpa ada objeknya, mendengar suara tanpa ada
objeknya, menghirup bau, merasakan pengecapan dan rabaan dari sumber
yang tidak nyata, berbicara sendiri, tertawa sendiri, sulit tidur, disorientasi
waktu, mondar-mandir, menyendiri dan melamun. Beberapa kondisi tersebut
di temukan pada Ny.S. Untuk itu diperlukan intervensi dan implementasi yang
tepat untuk mengatasinya.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil evaluasi asuhan keperawatan pada Ny S dengan
Gangguan Persepsi Sensori halusinasi di Ruang Arimbi RSJD Provinsi Jambi
maka untuk memperoleh hasil optimal, penulis ingin memberikan saran
58
sebagai berikut.
1) Bagi Pasien
59
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, Lilik Ma’rifatul, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Yosep, I dan Sutini. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama
Yusuf Ah, Rizki, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika
60