Anda di halaman 1dari 4

Gangguan Tidur dan Sleep Therapy

Tidur adalah proses istirahat bagi semua makhluk hidup dan merupakan hal yang sangat
penting bagi kesehatan tubuh manusia, hampir sepertiga hidup manusia dihabiskan untuk tidur.
Kebutuhan tidur setiap orang tidak sama, normalnya sekitar 6-8 jam. Kebutuhan tidur meningkat
setelah aktivitas fisik yang meningkat, olahraga, sakit, kehamilan, tekanan mental, dan
peningkatan aktivitas mental. Kebutuhan tidur akan berubah sesuai dengan bertambahnya umur,
waktu yang dibutuhkan anak-anak untuk tidur lebih banyak jika dibandingkan dengan orang tua.
Tidur berguna untuk memulihkan energi yang telah hilang ketika melakukan aktivitas dalam
memenuhi kebutuhan hidup, memperlancar produksi hormon pertumbuhan tubuh, meningkatkan
kekebalan tubuh, dan meregenerasi sel-sel yang rusak.

Namun, tidak semua tidur adalah tidur berkualitas. Tidur yang tidak sesuai dengan pola
normal akan menyebabkan gangguan tidur pada sebagian orang yang mengalaminya. Gangguan
tidur adalah kondisi ketika seseorang mengalami sulit memulai tidur, mudah terbangun serta
menyebabkan bangun tidak segar. Gangguan tidur yang berkepanjangan akan menyebabkan
gangguan kognitif, emosi, perilaku dan gangguan fisik berat, bahkan kematian. Tidur menjadi
sangat terkait dengan kesehatan jiwa karena gangguan tidur dapat menyebabkan gangguan jiwa,
dan sering menjadi bagian dari kriteria diagnostik gangguan jiwa tertentu.

Gangguan tidur ada berbagai macam. Berikut adalah beberapa jenis gangguan tidur yang
sering terjadi :

1. Insomnia
Insomnia adalah kondisi ketika seseorang merasa kesulitan untuk memulai atau
mempertahankan tidur, yang berlangsung setidaknya satu bulan, dan menyebabkan
gangguan signifikan dalam fungsi sehari-hari. Gangguan tidur ini membuat dirinya tak
memiliki waktu tidur yang cukup dibutuhkan oleh tubuh. Keadaan tersebut menyebabkan
kondisi fisiknya menjadi tidak cukup fit untuk melakukan aktivitas keesokan harinya.
Insomnia bisa disebabkan oleh kebiasaan sebelum tidur yang tidak baik, jet lag, atau
konsumsi kafein yang berlebihan. Kondisi ini juga dapat disebabkan oleh gangguan jiwa,
seperti cemas dan depresi. 
2. Hipersomnia
Hipersomnia adalah kondisi yang ditandai dengan rasa kantuk yang berlebihan, yang
menyebabkan keinginan untuk tidur yang lama, yaitu sekitar 20 jam sehari. Ada berbagai
hal yang berpotensi menyebabkan hipersomnia atau tidur berlebihan. Salah satunya
adalah depresi.
3. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan gangguan tidur yang gejala awalnya ditandai dengan rasa kantuk
yang tidak tertahankan di siang hari, lalu pada umumnya berlanjut dengan serangan tidur
atau tidur secara tiba-tiba tanpa mengenal waktu dan tempat.
4. Gangguan siklus sirkardian
Gangguan ini merupakan gangguan tidur yang dihasilkan karena pola yang persisten atau
berulang baik dari jadwal tidur-bangun yang berubah atau kesenjangan antara siklus
alami tidur-bangun dan kebutuhan tidur seseorang (missal, karena kerja shift).
5. Tidur berjalan atau somnabulisme (sleepwalking)
Pasien dengan kondisi ini sering bangun, berjalan, atau melakukan berbagai kegiatan
dalam keadaan tidur, tetapi ia tidak menyadari apa yang dilakukannya.
6. Nightmare (mimpi buruk)
Gangguan mimpi buruk merupakan sebuah gangguan tidur dimana pasien sangat sering
mengalami mimpi buruk sehingga membuatnya takut tidur atau berkali-kali terbangun
selama malam hari. Mimpi buruk sering kali melibatkan bahaya fisik yang mengancam di
dalam mimpi atau memiliki tema menyedihkan dan emosi negatif. Hal ini dapat
mengakibatkan gangguan dalam fungsi kehidupan sehari-hari, seperti pekerjaan,
berkendara, dan berkonsentrasi.
7. Sleep terror (teror tidur)
Teror tidur lebih sering terjadi pada anak-anak, terutama yang berusia 4-8 tahun.
Penderita teror tidur dapat tampak ketakutan, berteriak ketika tidur, hingga memukul
seseorang saat masih tertidur. Kondisi ini dapat dipicu ketika anak sedang kelelahan atau
demam.
Dokter akan mendiagnosis gangguan tidur dengan melakukan wawancara medis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. Saat ini polisomnografi sudah menjadi "GOLD
STANDAR” untuk pemeriksaan penunjang bagi gangguan tidur melalui sleep study.
Sleep Study adalah tindakan merekam aktifitas selama tidur, yaitu sel otak, tegangan otot,
pergerakan bola mata, aliran nafas, denyut utama jantung, kadar oksigen dalam darah, dan
lain-lain.
Terapi terbaik untuk gangguan tidur adalah dengan mengatasi penyebabnya. Dengan
demikian, penatalaksaan akan dapat diberikan sesuai dan tepat sasaran. Secara umum
penanganan gangguan tidur terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
1. Farmakoterapi (obat-obatan)
Obat-obatan diberikan jika gangguan tidur tidak berhasil diatasi dengan non
farmakoterapi. Obat hanya boleh diberikan oleh dokter dan diberikan dalam jangka waktu
singkat. American Family Physician baru-baru ini mendorong klinisi untuk mengurangi
pemakaian obat-obatan dalam tata laksana gangguan tidur. Adapun golongan obat-obatan
yang bisa digunakan untuk menangani gangguan tidur diantaranya adalah
benzodiazepine, agonis reseptor melatonin, antidepresan, antihistamin, dan lain-lain. 
2. Non farmakoterapi, diantaranya adalah :
a. Sleep hygiene
Sleep hygiene bertujuan untuk mengatur pola hidup dan lingkungan sehingga kualitas
tidur dapat meningkat. Beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
 Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur (hindari bekerja, belajar, menonton
TV di tempat tidur).
 Hindari konsumsi kafein dari sore hari hingga menjelang tidur, dan hindari makan
malam yang berat.
 Berolahraga secara tepat dan teratur.
 Buat jadwal tidur dan bangun yang sama setiap hari. Hindari bangun tidur terlalu
siang pada saat akhir pekan.
 Buat kondisi senyaman mungkin untuk tidur, seperti penggunaan lampu tidur,
penutup mata, menghindari suara bising, televisi, dan sebagainya. Tidur di
ruangan gelap lebih baik daripada ruangan terang.
b. Sleep restriction
Terapi ini dilakukan dengan membatasi waktu terjaga di tempat tidur sebelum tidur.
Sebelum terapi dimulai, pasien diminta membuat sleep log (buku harian tidur) selama
2 minggu untuk mengetahui perbandingan waktu benar-benar tidur di tempat tidur
dibandingkan dengan seluruh waktu yang dihabiskan di tempat tidur (sleep
efficiency). Pasien hanya diijinkan tidur sejumlah waktu yang dihabiskan benar-benar
tidur di tempat tidur (tapi tidak boleh kurang dari 5 jam), sehingga pasien akan
mengalami peningkatan dorongan untuk tidur.
c. Terapi kognitif perilaku (Cognitive Behavioral Therapy)
Terapi ini membantu dengan cara mengontrol atau mengurangi pikiran negatif dan
rasa cemas yang membuat tetap terjaga, memberi pemahaman lebih mendalam
kepada pasien tentang insomnia dan diberikan tugas-tugas untuk menjalankan tata
cara tidur yang baik.

 
Referensi :

1. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry. 11th ed. Volume 1. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2015.
2. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders.
5th edition. Washington: American Psychiatric Publishing; 2013.
3. American Family Physician. Treatment of Chronic Insomnia in Adults: ACP Guideline. Am
Fam Physician. 2017 May 15;95(10):669-670
4. Praharaj SK, Gupta R, Gaur N. Clinical Practice Guideline on Management of Sleep
Disorders in the Elderly. Indian J Psychiatry 2018;60:S383–96.
[https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5840912/]
5. K. Pavlova M, Latreille V. Sleep Disorders. The American Journal of Medicine
2019;132:292–9. [https://www.amjmed.com/article/S0002-9343(18)30944-6/fulltext]

Anda mungkin juga menyukai