Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Usia lanjut merupakan salah satu fase hidup yang akan dialami oleh setiap

manusia, meskipun usia bertambah dengan diiringi penurunan fungsi organ tubuh

tetapi lansia tetap dapat menjalani hidup sehat. Salah satu hal yang paling penting

adalah merubah kebiasaan. Tidak hanya meninggalkan kebiasaan buruk yang dapat

mengganggu kesehatan, tetapi beberapa pola hidup sehat seperti olahraga dan

menjaga pola makan memang harus dilaksanakan (PKPU Lembaga Kemanusiaan

Nasional, 2021).

Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO (World Health Organization)

sesorang disebut lanjut usia (eldery) jika berumur 60-74 tahun. KEMENTERIAN

Sosial menyatakan jumlah lanjut usia (lansia) di Indonesia lebih dari 10% dari

populasi penduduk pada 2020. Saat ini, jumlah penduduk di Tanah Air mencapai

269,9 juta orang. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, terdapat 29,3 juta

penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia pada 2021 Angka ini setara dengan

10,82% dari total penduduk di Indonesia. (BPS 2021). Menurut Kaplan & Sadock

dalam Mareti (2021) melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut

menderita gangguan tidur.

Insomnia adalah suatu keluhan mengenai kurangnya kualitas tidur seperti

sulitnya masuk tidur, sering terbangun pada malam hari, kesulitan untuk tidur

kembali, bangun terlalu pagi, dan tidur yang tidak nyenyak. Faktor yang
mempengaruhi insomnia pada lansia antara lain proses penuaan, gangguan

psikologis, gangguan medis umum, gaya hidup, faktor lingkungan fisik, dan faktor

lingkungan sosial. Menurut McCall (2021) bahwa pasien usia lanjut lebih

cenderung menderita insomnia yang ditandai dengan kesulitan mempertahankan

tidur daripada kesulitan memulai tidur. Insomnia merupakan gangguan tidur yang

paling sering ditemukan. Berdasarkan study pendahuluan yang dilakukan pada

lansia di Desa Motoling Satu pada bulan November 2021 diperoleh data bahwa

lansia yang tinggal di Desa Motoling Satu sebanyak 56 lansia. Terdapat lansia laki-

laki dan wanita yang berumur lebih dari 60 tahun. Dari jumlah seluruh lansia yang

tinggal di Desa Motoling satu didapatkan data bahwa 36 lansia mengalami

Insomnia. Karena perubahan fisiologis inilah siklus tidur dan bangun mulai

berubah.

Pada Usia lanjut dijumpai bahwa tingkat hormon mengalami perubahan

yaitu pada hormon melatonin dan hormon pertumbuhan. Kedua hormon tersebut

berperan pada perubahan irama sirkadian sehingga menyebabkan sebagian usia

lanjut mengantuk lebih cepat saat malam dan terbangun lebih awal saat pagi.

Dengan ketidak efektifan waktu tidur tersebut sebagian dari usia lanjut mengeluh

bahwa mereka merasa tidak segar setelah bangun tidur. Kebutuhan dan pola tidur

normal pada usia lanjut adalah tidur sekitar 6 jam sehari. Usia lanjut mengalami

tidur 6-7 jam sehari karena adanya penurunan fase NREM 1 dan 2, stadium 3 dan

4 aktivitas gelombang delta menurun atau hilang, hal ini membuat tidur usia lanjut

menjadi lebih singkat atau berkurang dibandingkan dengan orang dewasa yang rata-

rata 8 jam sehari. Usia lanjut yang tidurnya lebih dari 7 jam, hal ini dimungkinkan

lansia mampu beradaptasi dengan perubahan seiring dengan proses penuaan pada
dirinya.

Keluhan tentang kesulitan tidur waktu malam seringkali terjadi pada usia

lanjut, seringnya karena penyakit kronis. Gangguan tidur yang terjadi pada lanjut

usia, dapat disebabkan oleh persoalan medik atau psikologis, misalnya akibat stres

atau pengaruh gaya hidup seperti seringkali minum kopi, alkohol, atau merokok.

Perubahan pola tidur pada usia lanjut disebabkan perubahan pada sistem saraf pusat

yang mempengaruhi pengaturan tidur, kerusakan sensorik, umum dan penuaan,

dapat mengurangi sensitivitas terhadap waktu yang mempertahankan irama

sirkadian. Jika siklus bangun-tidur seseorang berubah secara bermakna, maka akan

menghasilkan kualitas tidur yang buruk (Potter & Perry, 2018).

Penanganan insomnia dapat dilakukan secara farmokologis dan non

farmakologis. Penanganan seacara farmakologis seperti obat-obatan hipnotik

sedatif seperti Zolpidem, Tradoson, Lorazepam, Fenobarbital, Klonazepam, dan

Amitripilin yang akan memiliki efek samping seperti gangguan koordinasi berfikir,

gangguan fungsi mental, amnesia, ketergantungan, dan bersifat racun (Wiria, 2018).

Penggunaan obat untuk membantu tidur tidak baik bagi tubuh seseorang dan

seharusnya dihindari semaksimal mungkin. Walaupun obat tidur bermanfaat untuk

membantu tidur menjadi lebih mudah, namun obat tidur ini membuat usia lanjut

mengalami gangguan tidur. Obat-obatan yang mengandung efek dapat mengganggu

tahap III dan IV tidur NREM dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk. Obat

jenis narkotik misalnya: meperidin hidroklorida dan morfin diketahui dapat

menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga dimalam hari.

Penggunaan obat tidur pada lansia harus memperhatikan penyebab gangguan tidur

(Khasanah, 2018).
Orang dewasa paruh baya yang tidur 5 jam atau kurang setiap malamnya

berisiko 2 kali lipat lebih tinggi mengalami hipertensi dibanding orang yang tidur

7-8 jam. Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi

fisik dengan terlihat adanya penurunan fungsi organ tubuh. Hal ini juga diikuti

dengan perubahan emosi secara psikologis dan kemunduran kognitif seperti suka

lupa, dan hal-hal yang mendukung lainnya seperti kecemasan yang berlebihan,

kepercayaan diri menurun, insomnia, juga kondisi biologis yang semuanya saling

berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan

masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lanjut

usia (Kadir, 2017). Proses penuaan membuat lansia lebih mudah mengalami

gangguan tidur, selain mengakibatkan perubahan normal pada pola tidur dan

istirahat lansia (Maas, 2018).

Banyak cara yang dapat digunakan untuk menanggulangi masalah tidur.

Salah satunya, Hidroterapi adalah penggunaan air untuk menyembuhkan dan

meringankan berbagai keluhan. Air dimanfaatkan sebagai pemicu untuk

memperbaiki tingkat kekuatan dan ketahanan terhadap penyakit. Pengaturan

sirkulasi tubuh dengan menggunakan terapi air dapat menyembuhkan berbagai

penyakit seperti demam, radang paru-paru, sakit kepala dan insomnia. Terapi air

hangat berdampak fisiologis bagi tubuh terutama pada pembuluh darah agar

sirkulasi darah lancar, dengan gangguan encok dan rematik sangat baik jika terapi

air hangat, air mempunyai dampak positif terhadap otot jantung dan paru-paru. Air

hangat membuat kita merasa santai, meringankan sakit dan tegang pada otot dan

memperlancar peredaraan darah. Maka dari itu, rendam kaki dengan air hangat

mampu membantu menghilangkan stres dan membuat kita tidur lebih mudah. Air
untuk terapi ditetapkan pada suhu 33°C sampai 39°C diatas suhu tubuh sehingga

pasien merasa nyaman (Pranoto, 2018).

Rendam air hangat pada kaki merupakan teknik stimulasi tidur yang

dilakukan dengan cara merendam kaki pada air hangat bersuhu 37°C-39ºC. Hal ini

sesuai berdasarkan fisiologi bahwa pada daerah kaki terdapat syaraf - syaraf kulit

yaitu flexusvenosus dari rangkaian syaraf ini stimulasi diteruskan ke kornus

posterior kemudian dilanjutkan ke medulla spinalis, ke radiks dorsalis, selanjutnya

ke ventro basal thalamus dan masuk ke batang otak yang tepatnya didaerah raafe

bagian bawah pons dan medulla disinilah terjadi efek sofarifik (ingin tidur) (Utami,

2018). Dengan berkembangnya teknologi pengobatan termasuk pengobatan

alternatif yaitu rendam kaki air hangat, rendam kaki air hangat merupakan terapi

komplementer pada lansia, karena lansia sifat penyakit occult atau tersembunyi dan

juga penyebabnya multifaktor sehingga obat itu sifatnya hanya sementara dan juga

obat bila terlalu banyak efek sampingnya jelek, karena kemampuan organ tubuhnya

sudah menurun sehingga alternatif rendam kaki air hangat sangat baik untuk

mengatasi keluhan lansia.

2. Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh rendam kaki air hangat terhadap insomia pada lansia di desa Motoling

Satu Minahasa selatan?


3. Tujuan Penelitian :

1. Tujuan Umum :

Mengetahui Pengaruh Rendam Kaki Air Hangat terhadap Insomnia pada Lansia di Desa

Motoling Satu Minahasa Selatan.

2. Tujuan Khusus :

- Menganalisa skala insomnia sebelum dan sesudah di lakukan tindakan Pemberian Terapi

Rendam Kaki Air Hangat terhadap Insomnia Pada Lansia di Desa Motoling Satu Minahasa

Selatan.

- Memberikan Kontribusi pemikiran terhadap dunia kesehatan.

4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan informasi

bagi pengembangan ilmu keperawatan. Dan juga akan menambah wawasan dan

pengetahuan khususnya di bidang gerontik.

2. Manfaat Praktisi

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagi sumber informasi tambahan untuk

pengembangan keilmuan bidang keperawatan gerontik untuk meningkatkan kekuatan otot

setelah dilakukan terapi Rendam kaki air hangat.

2. Penelitian ini diharapkan kualitas tidur lansia meningkat setelah dilakukan terapi rendam

kaki air hangat.

3. Penelitian ini dapat dijadikan dasar atau informasi untuk peningkatan pelayanan terhadap

masalah kesehatan pada lansia


BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Insomia Lansia

2.1.1 Pengertian Insomnia

Insomnia adalah salah satu fenomena umum dalam gangguan pola tidur. Jangka

panjang dapat menyebabkan menderita gejala somatik dan perkembangan penyakit. Ia

bahkan dapat menimbulkan penyakit mental dengan dimensi (Siregar, 2018). Insomnia

pada lansia merupakan keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam

kuantitas dan kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau

mengganggu gaya hidup yang di inginkan. Gangguan tidur pada lansia jika tidak segera

ditangani akan berdampak serius dan akan menjadi gangguan tidur yang kronis. Secara

fisiologis, jika seseorang tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk mempertahankan

kesehatan tubuh dapat terjadi efek-efek seperti pelupa, konfusi dan disorientasi (Asmadi,

2018).

2.1.2 Penyebab Insomnia

Sebenarnya penyebab insomnia ini hampir sama dengan hal-hal yang mempengaruhi

mekanisme tidur. Penyebab insomnia dapat meliputi beberapa aspek yaitu dari segi fisik,

psikologi maupun lingkungan (Siregar, 2018).

Beberapa penyebab yang sudah diketahui yaitu:

1.Kondisi fisik.

7
Tiap kondisi yang menyakitkan atau tidak menyenangkan, sindrom apnea tidur,

sakit kepala atau migrain, kulit dibawah mata tampak kehitaman, faktor diet, parasomnia,

efek zat langsung (alkohol atau obat-obatan terlarang), efek putus zat, penyakit endrokrin,

penyakit infeksi, neoplastik, nyeri, lesi batang otak, dan akibat penuaan.

Penyebab sekunder karena kondisi psikiarti.

Misalnya kecemasan, ketegangan otot, perubahan lingkungan, gangguan tidur irama sirkadian,

depresi primer, stress pascatraumatik, dan skizofrenia.

2.Masalah lingkungan.

Penyebab ini terkait dengan lingkungan ketika kita tidur. Bisa seperti suara

dengkuran pasangan, suasana pencahayaan dikamar, tempat tidur yang kurang nyaman,

lingkungan yang ribut, dll.

Insomnia bisa menyerang semua golongan usia. Meskipun demikian, angka kejadian

inspmnia akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Hal ini mungkin disebabkan oleh

stress yang sering menghinggapi orang yang berusia lebih mempengaruhi irama sirkadian. Pada

lansia terjadi ketidaksesuaian anatara irama sirkadian dengan perubahan lingkungan. Gangguan

irama sirkadian pada lansia menyebabkan kesulitan tidur pada malam hari dan peningkatan rasa

kantuk pada siang hari. Meskipun gangguan tidur merupakan hal yang normal pada lanjut usia,

namun kejadian gangguan tidur dianggap sebagai proses patologis yang menyertai penuaan (Bahr,

2011).

2.1.3 Dampak Insomnia

8
Kehidupan saat ini menuntut kita untuk selalu aktif, tajam, kreatif, dan produktif

setiap saat. Begitu pun dalam pekerjaan sehari-hari. Kita dituntut untuk tampil prima dan

penuh validitas untuk mencapai hasil maksimal. Demi mencapai target tersebut sering kali

kita mengabaikan tidur. Maka tidak heran jika banyak ditemukan orang-orang yang

mengalami kekurangan tidur. Bahkan, kekurangan tidur itu telah mengganggu

produktivitas sehari-hari (Siregar, 2011). Berikut ada beberapa hal yang menjadi dampak

insomnia, yaitu:Tidak produktif. Dampak serius insomnia adalah turunnya produktivitas

sehingga sering kali mengganggu kegiatannya.

1. Tidak fokus.

Penderita insomnia sering mengantuk di siang hari dan tidak bisa memuaskan perhatian pada

hal-hal detail.

Tidak bisa membuat keputusan. Mereka tidak dapat memberikan pertimbangan untuk

mengatasi masalah sehingga seringkali apa pun masalah yang ada akan terasa berat untuk

diatasi.Pelupa. Orang insomnia juga sering lupa, bahkan bagi hal yang baru saja

dialaminya.

2. Pemarah.

Tubuh lelah akibat tidak tidur semalaman membuat penderita insomnia mudah terusik.
Hal-hal kecil dapat menimbulkan kemarahan karena penderita insomnia menjadi pribadi yang

sensitif.

3. Depresi.

9
Hal ini bisa berdampak pada mereka yang telah mengalami insomnia menetap. Stress yang

menghantui menjadi faktor pencetus depresi yang semakin dalam. Hal ini nantinya akan

berdampak pada keadaan psikis penderita insomnia tersebut.

4. Meningkatkan resiko kematian.

Hal ini jika dikaitkan dengan berbagai macam penyakit yang bisa ditimbulkan dari

insomnia seperti beresiko terserang hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan

lain-lain.

Menyebabkan tubuh rentan terhadap berbagai macam penyakit. Sebab, tubuh manusia

diciptakan sedemikian sempurnanya yang secara alamiah telah diatur sebuah metabolisme

fisik yang akan mempengaruhi kesehatan. Fisik dan mental seseorang akah sehat jika

terdapat keteraturan antara terjaga dan tidur. Bukankah tidur juga berfungsi terhadap

penataan kembali keseimbangan fisik setalah sekian lamanya terjaga dan terjadi kecapekan

kerja. Sebab, dengan adanya tidur maka tubuh akan memproses untuk mengurangi asam

laktat yang berfungsi terkumulasinya kecapekan. Itulah kiranya jika seseorang tidurnya

normal maka ketika bangun tidur akan terasa segar kembali yang disebabkan asam laktat

tersebut telah terminimalkan. Sebaliknya, jika seseorang mengalami kurang tidur maka

asam laktat belum juga hilang secara sempurna sehingga ketika terjaga, badan masih terasa

sakit.

5. Menyebabkan kecelakaan.

Ini disebabkan kelelahan yang berlebihan, disertai dengan serangan rasa kantuk pada saat berkendara.

10
2.1.4 Gejala Pada Insomnia

Rafknowledge (2004), mengungkapkan adapun gejala-gejala dari insomnia terdiri dari beberapa

gejala yaitu :

1. Gejala fisik

Merasa tidak bisa tidur nyenyak. Keadaan ini bisa berlangsung sepanjang malam dan dalam

berhari-hari bahkan berminggu-minggu.

Merasa lelah saat bangun tidur dan tidak merasakan kesegaran. Mereka yang mengalami insomnia

seringkali merasa tidak pernah tertidur sama sekali.

Sakit kepala dipagi hari. ini sering disebut efek mabuk, padahal nyatanya tidak meminumminuman

di malam hari. Mata terlihat memerah.

2. Gejala Psikis

Kesulitan berkonsentrasi.

Mudah marah.

Mengantuk disiang hari.

2.1.5 Alat Ukur Insomnia

Alat ukur yang di gunakan untuk mengukur insomnia dari subjek adalah

menggunakan KSPBJ-IRS (Kelompok Studi Psikiarti Biologi Jakarta – Insomnia Rating

Scale) (Iskandar & Setyonegoro, 1985) (Ramaita JURNAL FK UNAND 2010) yang telah

dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia. Alat ukur ini mengukur insomnia secara

11
terperinci. Berikut merupakan butir-butir dari KSPBJ Insomnia Rating Scale yang telah di

modifikasi dan nilai seorang dari tiap item yang dipilih oleh subjek adalah sebagi berikut:

Lamanya Tidur

Butir ini mengevaluasi jumlah tidur total, nilai butir ini tergantung dari lamanya

subyek tertidur dalam satu. Untuk subjek normal tidur biasanya lebih dari 6,5 jam,

sedangkan pada penderita insomnia memiliki lama tidur lebih sedikit. Nilai yang diperoleh

untuk setiap jawaban adalah:

Nilai 0 : Untuk jawaban tidur lebih dari 6,5 jam

Nilai 1 : Untuk jawaban tidur antara 5,5-6,5 jam

Nilai 2 : Untuk jawaban tidur antara 4,5-5,5 jam untuk insomnia sedang

Nilai 3 : Untuk jawaban tidur antara 4,5 jam untuk insomnia berat.

Mimpi

Subjek normal biasanya tidak bermimpi atau tidak mengingat bila ia mimpi, sedangkan

penderita insomnia mempunyai mimpi yang lebih banyak. Nilai yang diperoleh untuk

setiap jawaban:

Nilai 0 : Untuk jawaban tidak ada mimpi

Nilai 1 : Untuk jawaban terkadang mimpi yang menyenangkan atau mimpi biasa saja

Nilai 2 : Untuk jawaban selalu bermimpi

Nilai 3 : Untuk jawaban mimpi buruk.

Kualitas tidur

12
Kebanyakan subjek normal tidurnya dalam, sedangkan penderita insomnia biasanya tidur dangkal.

Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban:

Nilai 0 : Untuk jawaban dalam atau sulit terbangun

Nilai 1 : Untuk jawaban terhitung tidur yang baik, tetapi sulit terbangun

Nilai 2 : Untuk jawaban terhitung tidur yang baik, tetapi mudah terbangun

Nilai 3 : Untuk jawaban tidur dangkal, mudah terbangun.

Masuk tidur

Subjek normal biasanya dapat tidur dalam waktu 5-15 menit atau rata-rata kurang dari 30

menit. Penderita insomnia biasanya lebih lama dari 30 menit. Nilai yang di peroleh dalam

setiap jawaban adalah:

Nilai 0 : Untuk jawaban kurang dari ½ jam


Nilai 1 : Untuk jawaban antara ½ jam sampai 1 jam untuk insomnia ringan.

Nilai 2 : Untuk jawaban antara 1 sampai 3 jam untuk insomnia sedang

Nilai 3 : Untuk jawaban lebih dari 3 jam untuk insomnia berat

Terbangun malam hari

Subjek normal dapat mempertahankan tidur sepanjang malam, kadang- kadang terbangun

1-2 kali, tetapi penderita insomnia terbangun lebih dari 3 kali. Nilai yang diperoleh dalam

setiap jawaban :

Nilai 0 : Untuk jawaban tidak terbangun sama sekali

Nilai 1 : Untuk jawaban 1-2 kali terbangun untuk insomnia ringan Nilai

2 : Untuk jawaban 3-4 kali terfbangun untuk insomnia sedang

13
Nilai 3 : Untuk jawaban lebih dari 4 kali terbangun untuk insomnia berat.

Waktu untuk tertidur kembali

Subjek normal mudah sekali untuk tidur kembali setelah terbangun dimalam hari, biasanya

kurang 5 menit/½ jam mereka dapat tidur kembali. Penderita insomnia memerlukan waktu

yang panjang untuk tidur kembali. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban:

Nilai 0 : Untuk jawaban kurang dari 5/½ jam

Nilai 1 : Untuk jawaban antara ½-1 jam untuk insomnia ringan

Nilai 2 : Untuk jawaban antara 1-3 jam untuk insomnia sedang

Nilai 3 : Untuk jawaban lebih dari 3 jam atau tidak dapat tidur lagi untuk insomnia berat

Lamanya tidur setelah bangun

Subjek normal biasanya dapat tertidur kembali setelah bangun, sedangkan penderita

insomnia tidak dapat tidur kembali atau tidur hanya ½ jam. Nilai yang diperoleh dalam

setiap jawaban :

Nilai 0 : Untuk jawaban lama tidur lebih dari 3 jam

Nilai 1 : Untuk jawaban lama tidur antara 1-3 jam


Nilai 2 : Untuk jawaban lama tidur ½-1 jam

Nilai 3 : Untuk jawaban lama tidur kurang dari ½ jam

Lamanya gangguan tidur terbangun pada malam hari

Subjek normal biasanya tidak mengalami gangguan tidur terbangun malam hari atau hanya

1 malam, tetapi penderita insomnia biasanya mengalami gangguan tidur selama 7 hari,

sebelum tergantung dari berat insomnianya. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawabannya:

14
Nilai 0 : Untuk jawaban lama gangguan tidur terbangun dini hari tidak sama sekali atau pagi

Nilai 1 : Untuk jawaban 2-7 hari untuk insomnia ringan

Nilai 2 : Untuk jawaban 2-4 minggu untuk insomnia sedang

Nilai 3 : Untuk jawaban lama gangguan sudah lebih dari 4 minggu untuk insomnia berat

Terbangun dini hari

Subjek normal dapat terbangun kapan ia ingin bangun, tetapi penderita insomnia biasanya

bangun lebih cepat (misal 1-2 jam sebelum waktu untuk bangun). Biasanya rata-rata subjek

normal terbangun 4.30 wib. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawaban adalah:

Nilai 0 : Untuk jawaban bangun jam 4.30

Nilai 1 : Untuk jawaban bangun jam 04.00 untuk insomnia ringan

Nilai 2 : Untuk jawaban bangun jam 3.30 dan tidak dapat tidur lagi untuk insomnia sedang

Nilai 3 : Untuk jawaban bangun sebelum jam 3.30 dan tidak dapat tidur lagi untuk insomnia berat

Lamanya perasaan tidak segar setiap bangun pagi

Subjek normal merasa segar setelah tidur di malam hari, akan tetapi penderita insomnia biasanya

bangun tidak segar atau lesu dan perasaan ini biasanya di alami selama 7 hari sebulan, bahkan

berbulan-bulan tergantung berat insomnianya. Nilai yang diperoleh dalam setiap jawabannya:

Nilai 0 : Untuk jawaban lamanya perasaan tidak segar setiap bangun pagi tidak ada

Nilai 1 : Untuk jawaban 2-7 hari untuk insomnia ringan

Nilai 2 : Untuk jawaban 2-4 minggu untuk insomnia sedang

15
Nilai 3 : Untuk jawaban lama gangguan sudah lebih dari 4 minggu untuk insomnia berat

Menurut Iskandar dan Setyonegoro (1985), setelah semua nilai terkumpul kemudian di hitung
dan di golongkan kedalam tingkat insomnia:

Tidak Insomnia : 0-9

Insomnia ringan : 10-16

Insomnia sedang : 17-23

Insomnia berat : 24-30


Hasil yang didapat dihitung kemudian menghasilkan scoring :

Nilai minimal : jumlah minimal mendapatkan nilai 0

Nilai maximal : jumlah maximal mendapatkan nilai 30

2.1.6 Teori Pola Tidur Lansia

Tidur adalah suatu proses yang sangat penting bagi manusia, karena dalam tidur terjadi

proses pemulihan, proses ini bermanfaat mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan

semula, dengan begitu tubuh yang tadinya mengalami kelelahan akan menjadi segar

kembali. Proses pemulihan yang terhambat dapat menyebabkan organ tubuh tidak bisa

bekerja dengan maksimal, akibatnya orang yang kurang tidur akan cepat lelah dan

mengalami penurunan konsentrasi (Ulumudiin, 2018).

Menurut Hardiman (dalam Saputri, 2018) tidur yang baik tidak hanya dilihat dari jumlah

jam tidur, tetapi juga dari kualitas tidurnya. Tidak sedikit orang yang mengeluh kurang

puas dengan tidurnya misalnya sering terbangun saat tidur, tidak nyenyak sehingga tidak

segar saat bangun tidur, padahal mereka tidur dalam waktu yang lama. Pada usia lanjut

sering terjadi mengantuk di siang hari yang kemudian dapat mempengaruhi jadwal tidur-

16
bangunnya di malam hari. Hal ini menandakan bahwa orang tersebut memiliki kualitas

tidur yang buruk. Sebaliknya, seseorang yang memiliki kualitas tidur yang baik akan

merasa puas dengan tidurnya dan merasa segar saat bangun dari tidur serta aktivitas di

siang harinya tidak akan terganggu walaupun jumlah jam tidur mereka tidak lama. Jadi

kualitas tidur seseorang lebih menentukan dibandingkan dengan kuantitas tidur

(Rohmawati, 2018).

2.1.7 Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme

serebral yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat

tidur dan bangun. Pusat pengaturan tersebut terdapat pada medula oblongata (Hidayat,

2008). Pengaturan siklus tidur merupakan suatu proses yang bertujuan untuk

mempertahankan keseimbangan mekanisme homeostasis dalam siklus tidur berhubungan

dengan aktivitas sel-sel neuron dalam batang otak serta peran dari neurotransmitter yang

diproduksi hipotalamus (Juddith, 2018).

Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan dan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian

atas spons. Dalam keadaan sadar, neuron dalam Reticular Activating System (RAS) akan

melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Selain itu, RAS yang dapat memberikan

rangsangan fisual, pendengeran, nyeri, dan peraba juga dapat menerima stimulasi dari

korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir (Hidayat, 2018). Beberapa

neurohormon dan neurotransmitter juga dihubungkan dengan tidur dan terbangun.

Produksi yang dihasilkan oleh dua mekanisme serebral dalam batang otak ini menghasilkan

serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang bertanggung jawab terhadap

17
transfer implus-implus saraf ke otak dan juga berperan spesifik dalam menginduksi rasa

kantuk.

Saat tidur terdapat pelepasan serum serotin dari sel khusus yang berada di pons dan batang

otak tengah, yaitu Bulbar Synchronizing Regional (BSR). Sedangkan pada saat bangun

bergantung dari keseimbangan implus yang diterima dipusat otak dan sistem limbik.

Dengan demikian, sistem pada batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam

tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2018). Waktu tidur dikontrol oleh Suprachiasmatic

Nucleus (SCN) yang mengatur irama sirkadian. Dalam tubuh serotonin di ubah menjadi

melatonin. Melatonin merupakan hormon katekolamin yang diproduksi secara alami dan

dapat membantu irama sirkadian pada siklus tidur bangun (Potter & Perry, 2018).

Keadaan terjaga dikendalikan oleh neurotransmitter norepinephrine, sedangkan keadaan

tidur dikendalikan oleh serotonin yang diubah menjadi melatonin (Wold, 2018).

Katekolamin yang dilepaskan dari neuron-neuron Reticular Activating System akan

menghasilkan hormon neuronephrine yang umumnya hormon ini akan merangsang otak

untuk melakukan peningkatan aktivitas. Seseorang dalam keadaan stres atau cemas, kadar

hormon ini akan meningkatkan dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik

sehingga seseorang akan terus terjaga. Menurut Potter & Perry (2018) seseorang tetap

terjaga atau tertidur tergantung pada keseimbangan implus yang diterima dari pusat yang

lebih tinggi seperti pikiran, reseptor sensori perifer seperti stimulus bunyi atau cahaya, dan

sistem limbik seperti emosi. Orang yang mencoba tertidur maka aktivitas RAS menurun

dan BSR mengambil alih kemudian seseorang bisa tertidir. Penurunan aktivitas RAS akan

menurunkan aktivitas korteks serebral ditambah dengan peningkatan kadang melatonin


18
yang membuat mengantuk dan pada akhirnya tertidur. Seseoramg akan terbangun dari

tidurnya jika ada rangsangan dari lingkungan yang menstimulasi RAS untuk aktif.

2.1.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tidur

Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur antara lain:

1. Stres

Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat menggangu tidur. Stres

emosional menyebabkan seseorang menjadi tegang dan sering kali mengarah frustasi

apabila tidur. Stres merusak keseimbangan alamiah diri manusia. Mengalami keadaan tidak

normal secar terus-menerus akan merusak kesehatan tubuh dan berdampak pada beragam

gangguan fungsi tubuh. Satalah satu dampaknya adalah kesulitan tidur (mimpi buruk).

Stres juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tidur, sering terbangun

selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stres yang berlanjut dapat menyebabkan

kebiasaan tidur buruk (Potter & Perry, 2018).

2. Lingkungan

Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada kemampuan

untuk tidur dan tetap tidur. Ventilasi yang baik adalah esensial untuk tidur yang tenang.

Ukuran, kekerasan, posisi tempat tidur mempengaruhi kualitas tidur dan suara juga

mempengaruhi tidur. Suara yang rendah lebih sering membangunkan seseorang dari tidur

tahap I, sementara suara yang keras membangunkan orang pada tahap 3 atau 4 (Potter &

Perry, 2018).

19
Kebisingan merupakan suara atau bunyi yang mengganggu tidur. Bising dapat

menyebabkan berbagai macam gangguan seperti gangguan fisiologis dan gangguan

psikologis. Pada umumnya bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila

terputus-putus atau datangnya tiba-tiba. Bising dengan intensitas yang tinggi dapat

menyebabka pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi

reseptor vestibular dalam telinga yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo, perasaan

mual, susah tidur, dan sesak nafas. Hal ini karena adanya rangsangan bising terhadap sistem

saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan

kesimbangan elektrolit.

3. Diet

Makan besar dan/atau berbumbu pada makan malam dapat menyebabkan tidak

dapat dicerna dan menganggu tidur. Kafein dan alkohol yang dikonsumsi pada malam hari

mempunyai efek produksi insomnia seingga mengurangi atau enghindari zat tersebut

secaara drastik adalah strategi penting yang digunakan untuk meningkatkan tidur. Alergi

makanan menyebabkan insomnia. Selain susu, makanan lain yang sering menyebabkan

alergi pengahasil insomnia di antar anak-anak dan orang dewasa meliputi jagung, gandum,

kacang-kacangan, coklat, telur, ikan laut, pewarna makanan warna merah dan kuning, dan

ragi (Potter & Perry, 20018).

Perbaikan tidur yang normal memerlukan waktu sampai 2 minggu jika makanan

tertentu yang menyebabkan masalah tekag dihilangkan dari diet. Kehilangan atau

peningkatan berat badan mempengaruhi pola tidur. Ketika seseorang bertambah berat

badannya, maka periode berat badan mempengaruhi tidur. Ketika seseorang bertambah
20
berat badannya, maka periode tidur akan menjadi lebih panjang dengan lebih sedikit

interupsi. Kehilangan berat badan menyebabkan tidur pendek dan terputus-putus.

Gangguan tidur tertentu dapat dihasilkan dari diet semi puasa (semistarvation) yang

popular di dalam kelompok masyarakat yang sadar berat badan (Potter&Perry, 2018).

Obat-obatan dan Substansi lain

Mengantuk dan defrivasi tidur adalah efek samping medikasi yang umum (Potter

& Perry, 2018). Berikut daftar obat-obatan yang dapat mengganggu tidur, yaitu : Hipnotik;

mengganggu dengan mencapai tahap tidur yang lebih dalam, hanya memberikan

peningkatan kualitas sementara, seringakali menyebabkan “rasa mengembang” sepanjang

siang hari perasaan mengantuk yang berlebihan, bingung, penurunan energi, memperburuk

apnea tidur pada lanjut usia. Diuererik; menyebabkan nokturia (terbangun dari tidur pada

malam hari untuk buang air kecil). Anti depresan dan stimulant; menekan tidur Rapid Eye

Movement (REM), menurunkan total waktu tidur. Alkohol; mempercepat mulanya tidur,

menggangu tidur Rapid Eye Movement (REM), membangunkan seseorang pada mlam hari

dan menyebabkan kesulitan untuk kembali tidur.

Kafein; mencegah seseorang tertidur, dapat menyebabkan seseorang terbangun di

malam hari. Penyekat-beta; menyebabkan mimpi buruk, insomnia, dan terbangun dari

tidur. Benzodiazepine; meningkatkan wajtu tidur, meningkatkan kantuk di siang hari.

Narkotika; menekan tidur Rapid Eye Movement (REM) menyebabkan peningkatan

perasaan kantuk pada siang hari.

4. Latihan Fisik

21
Setiap yang kelehahan mencegah (moderate) biasanya memperoleh tidur yang

mengistirahatkan, khsusnya kelelahan adalah hasil dari kerja atau latihan yang

menyenangkan. Latihan 2 jam atau lebih sebelum waktu tidur membuat tubuh mendingin

dan mempertahankan suatu kelelahan yang emingkat relaksasi. Akan tetapi, kelelahan yang

berlebihan yang dihasilkan dari kerja yang meletihkan atau penuh stress membuat sulit

tidur (Potter & Perry, 2018).

5. Penyakit

Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidak nyamanan fisik (misal: kesulitan

bernafas), atau suasana hati (seperti: kecemasan atau depresi) dapat menyebabkan masalah

tidur. Penyakit pernafasan seperti emfisema, asma, bronchitis, rhinitis alergi mengubah

irama pernafasan dan mengganggu tidur. Penyakit jantung koroner sering

dikarakteristikan dengan episode nyeri dada yang tiba-tiba dan denyut jantung yang tidak teratur

dan mengalami frekuensi terbangun yang sering dan perubahan tahapan selama tidur (Potter &

Perry, 2018).

6. Gaya Hidup

Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur. Individu yang bekerja

bergantian dan berputar (misal: 2 minggu siang diikuti oleh 1 minggu malam) sering

mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Jam internal tubuh di atur

pukul 22, tetapi sebaliknya jadwal kerja memaksa untuk tidur pada pukul 9 pagi. Individu

mampu untuk tidur 3 sampai 4 jam karena jam tubuh mempersepsikan bahwa ini adalah

waktu terbangun dan aktif. Kesulitan mempertahankan kesadaran selama waktu kerja

22
menyebabkan penurunan dan bahkan penampilan yang berbahaya. Setelah beberapa

minggu bekerja pada malam hari, jam biologis seseorang biasanya dapat disesuaikan.

Perubahan lain dalam rutinitas yang mengganggu pola tidur meliputi: kerja berat yang tidak

biasanya, terlibat dalam aktifitas sosial pada larut malam, dan perubahan waktu makan

malam (Potter & Perry, 2018).

2.1.9. Respon Tubuh Saat Merendam Kaki dengan Air Hangat

Kerja air hangat pada dasarnya adalah meningkatkan aktivitas molekuler (sel) dengan

metode pengaliran energi melalui konveksi (pengaliran lewat medium cair) (Intan, 2018).

Metode perendaman kaki dengan air hangat memberikan efek fisiologis terhadap beberapa

bagian tubuh organ manusia.

Berikut ini adalah beberapa organ yang mengalami perubahan fisiologis, yaitu:

1.Jantung

Tekanan hidrostatik air terhadap tubuh mendorong aliran darah dari kaki menuju

ke rongga dada dan darah akan berakumulasi di pembuluh darah besar jantung. Air hangat

akan mendorong pembesaran pembuluh darah kulit dan meningkatkan denyut jantung.

Efek ini berlangsung cepat setelah terapi air hangat diberikan (Ningrum, 2018).
2.Jaringan otot

Air hangat dapat mengendorkan oto sekaligus memiliki efek analgesik. Tubuh yang lelah

akan menjadi segar dan mengurangi rasa letih yang berlebihan. Hal ini dapat mengurangi

gejala kesemutan atau Restless Legs Syndrom (RLS) pada lansia (Ningrum, 2018).

23
3. Organ pernapasan

Aliran darah yang lancar akan membawa nutrisi dan oksigen yang cukup untuk dibawa ke

rongga dada serta paru-paru. Peningkatan kapasitas paru juga dapat terjadi, hal ini dapat

mengurangi gejalas Sleep Disordered Breathing (SDB) (Ningrum, 2018).

4. Sistem endokrin

Berendam menggunakan air hangat dapat melepaskan dan meningkatkan sekresi hormon

pertumbuhan tubuh. Sirkulasi hormon kortisol misalnya, air hangat dapat meningkatkan

sekresi hormon tersebut dan menimbulkan rasa “kegembiraan” bagi seseorang. Pada terapi

merendam kaki dengan air hangat dapat menyebabkan efek sopartifik (efek ingin tidur),

hal ini kemungkinan dapat disebabkan oleh peningkatan sekresi hormone melatonin

sebagai dampak dari rendam air hangat pada kaki sehingga seseorang yang merendam

kakinya dengan air hangat dapat meningkatkan kualitas tidurnya (Ningrum, 2018).

5. Persyarafan

Efek merendam kaki dengan air hangat dapat menghilangkan stress (Ningrum, 2018).

Adapun manfaat dari terapi rendam kaki air hangat adalah sebagai berikut:

Produksi perasaan rileks

Merangsang ujung saraf untuk membuat perasaan segar kembali.

Meningkatkan sirkulasi darah Peningkatan

metabolisme jaringan.

Penurunan kekuasaan tonus otot.

Peningkatan migrasi leukosit.

24
2.2 Terapi Rendam Kaki Menggunakan Air Hangat

1. Pengertian merendam kaki dengan air hangat

Menurut jurnal perbedaan penurunan tekanan darah lansia dengan obat anti hipertensi dan

rendam air hangat di puskesmas Antara Tamalanrea Makassar. Rendam kaki air hangat adalah adalah

salah satu terapi yang bermanfaat untuk mendilatasi pembuluh darah dan melancarkan peredaran

darah (Hembing,2018)

Rendam kaki menggunakan air hangat merupakan proses merangsang saraf yang ada di kaki

untuk bekerja, dan berfungsi mendilatasi pembuluh darah serta melancarkan peredaran darah. Dasar

utama penggunaan air hangat untuk pengobatan adalah efek hidrostatik dan hidrodinamik. Secara

ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh .Pertama berdampak pada pembuluh

darah dimana hangatnya air membuat sirkulasi darah menjadi lancar, yang kedua adalah faktor

pembebanan di dalam air yang akan menguatkan otot-otot dan ligament yang mempengaruhi sendi

tubuh (Hembing,2018)

2. Manfaat Merendam Kaki dengan Air Hangat

Menurut Guyton (2018) dalam jurnal efektifitas terapi rendam kaki menggunakan air hangat

dan senam lansia terhadap tekanan darah di uresos pucang gading semarang. Rendam kaki

menggunakan air hangat akan merangsang saraf yang terdapat pada kaki untuk merangsang

baroreseptor menerima rangsangan dari peregangan atau tekanan yang berlokasi di arkus aorta dan

sinus karoktikus. Dilatasi arteriol menurunkan tekanan perifer dan dilatasi vena menyebabkan darah

25
menumpuk pda vena sehingga mengurangi aliran balik vena, dan dengan demikian menurunkan

curah jantung. Implus aferen suatu baroreseptor yang mencapai jantung akan merangsang aktivitas

saraf parasimpatis dan menghambat pusat simpatis (kardioaselerator) sehingga menyebabkan

penurunan denyut jantung dan daya kontraktilitas jantung.

Menurut Lalage, (2018) secara ilmiah air hangat mempunyai dampak fisiologis bagi tubuh,

pertama berdampak pada pembuluh darah dimana hangatnya air membuat sirkulasi darah menjadi

lancer, menstabilkan aliran darah dan kerja jantung serta faktor pembebanan didalam air yang akan

menguatkan otot-otot dan ligament yang mempengaruhi sendi tubuh.

Menurut Bat jun. M.T. (2018) pada jurnal perbedaan penurunan tekanan darah lansia dengan

obat anti hipertensi dan rendam air hangat di puskesmas Antara Tamalanrea Makassar, Dimana air

hangat secara konduksi terjadi perpindahan panas/hangat dari air hangat ke dalam tubuh akan

menyebabkan pelebaran pembuluh darah dan penurunan ketegangan otot sehingga dapat

melancarkan peredaran darah yang akan mempengaruhi tekanan ateri oleh baroreseptor pada sinus

kortikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan implus yang dibawa serabut saraf yang

membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal tekanan

darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ ke pusat saraf simpatis ke medulla sehingga

akan merangsang tekanan sistolik yaitu regangan otot ventrikel akan merangsang ventrikel untuk

segera berkontraksi (Guyton, 2019).

2.3 Tidur

1. Pengertian Tidur

26
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh semua orang. Setiap orang

memerlukan kebutuhan tidur yang cukup agar tubuh dapat berfungsi secara normal. Tidur yang

normal melibatkan dua fase yaitu gerakan bola mata cepat atau rapid eye movement (REM) dan tidur

dengan gerakan bola mata lambat atau non-rapid eye movemenet (NREM). Selama NREM

seseorang mengalami 4 tahapan siklus tidur. Tahap 1 dan 2 merupakan karakteristik dai tidur

dangkal dan seseorang lebih mudah bangun. Tahap 3 dan 4 merupakan tidur dalam dan sulit untuk

dibangunkan (Potter &Perry, 2018).

2. Manfaat Tidur

Tidur sangat penting bagi tubuh untuk jaringan otakdan fungsi organ-organ tubuh manusia

karena dapat memulihkan tenaga dan berpengaruh terhadap metabolism tubuh. Selain itu juga dapat

merangsang daya asimilasi karena tidur terlalu lama justru bisa menikbulkan hal yang tidak sehat

dikarenakan tubuh menyerap atau mengasimilasi sisa metabolisme yang berakibat tubuh menjadi

loyo dan tidak bersemangat saatbangun tidur. Data dari studi selama 6 tahun mendukung hipotesis

bahwa orang yang tidur terlalu lama, terlalu singkat atau menggunakan pil tidur mengalami angka

mortalitas lebih tinggi daari yang lainnya. Studi yang ditemukan orang yang mengalami tidur selama

7-8 jam di malam hari memiliki angka mortalitas terendah daripada yang tidurnya kurang dari 7 jam

atau lebih dari 8 jam perhari. Lanjut usia sangat rentan terkena insomnia karena adanya perubahan

pola tidur, yang biasanya menyerang tahap 4 (tidur dalam) (Stanley, 2018).

4.Tahapan tidur

Menurut hidayat (20118 ) dalam proses tidur dibagi dalam dua jenis yaitu:

27
1. REM (Rapid Eye Movement)

REM yaitu jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat dalam otak,

meskipun kegiatan otak tidak tertekan secara berarti atau disebut juga tidur paradox dengan ciri- ciri

: Biasanya disertai dengan mimpi aktif Lebih sulit dibangungkan daripada selama tidur nyenyak

gelombang lambatMata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan irreguler tekanan darah

meningkat, sekresi gaster dan metabolisme meningkat.Tidur ini penting untuk keseimbangan

mental, emosi juga berperan dalam memori, belajar dan adaptasi.

2 NREM (Non Rapid Movement Eye)

NREM yaitu jenis tidur yang disebabkan menurunnya kegiatan dalam system pengaktivasi

retikularis atau disebut juga gelombang lambat, karena gelombang otak bergerak sangat lambat.

Tidur gelombang lambat bisa disebut juga gelombang delta dengan ciri-ciri : istirahat penuh, tekanan

darah menurun, frekuensi nafas menurun, pergerakan bolamata melambat, mimpi berkurang dan

metabolisme menurun.

Tahapan tidur gelombang lambat meliputi :

Tahap I

Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri rileks, masih sadar dengan

lingkungan,merasa mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke samping, frekuensi nadi dan

nafas sedikitmenurun, dapat bangun segera selama tahap ini dan berlangsung selama 15 menit.

Tahap II

28
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dengan proses tubuh terus menerus dengan ciri mata pada

umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi nafas menurun, temperatur tubuh menurun,

berlangsung pendek dan berakhir 10-15 menit.

Tahap III

Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi, frekuensi nafas, dan proses tubuh lainnya

lambat disebabkan oleh adanya dominasi sistem saraf parasimpatis dan sulit dibangunkan.

Tahap IV

Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kcepatan jantung dan pernafasan turun,jarang

bergerak dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresilambung dan tonus otot menurun.

Jenis-jenis gangguan tidur Menurut Maas, (2018) gangguan tidur meliputi beberapa macam antara

lain : Insomnia, Hipersomnia, Parasomnia, Gangguan Siklus tidur-bangun.

3 Kualitas Tidur

Kualitas tidur merupakan konstruksi klinis yang penting. Hal ini dikarenakan keluhan akan

kualitas tidur umum terjadi di masyarakat dan kualitas tidur yang buruk merupakan gejala penting

dari adanya gangguan tidur dan penyakit lainnya. Potter & Perry (2018), menyatakan pentingnya

kualitas tidur terbaik dalam upaya peningkatan kesehatan dan pemulihan individu yang sakit.

Kualitas tidur adalah karakteristik subjektif dan seringkali ditentukan oleh perasaan energik atau

tidak setelah bangun tidur (Kozier, 2008). Kualitas tidur adalah kepuasan terhadap tidur, sehingga

orang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,

29
kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, perhatian terpecah, sakit

kepala dan sering menguap atau mengantuk (Sagala, 2018).

Ertekin & Dogan (dalam Eser et al, 2018) menyatakan bahwa kualitas tidur mencakup

lamanya waktu yang dibutuhkan untuk tertidur, frekuensi bangun dalam tidur malam, kedalaman

tidur, dan restfulness. Thompson & Franklin (2018) menyatakan bahwa kualitas tidur berbeda

dengan kuantitas tidur. Kuantitas tidur adalah lama waktu tidur berdasarkan jumlah jam tidur

sedangkan kualitas tidur mencerminkan keadaan tidur yang restoratif dan dapat menyegarkan tubuh

keesokan harinya. Kuantitas tidur yang buruk mencakup durasi tidur pendek sedangkan kualitas

tidur yang buruk mencakup kesulitan untuk tidur, seringkali terbangun di malam atau dini hari. Tidur

dikatakan berkualitas baik apabila siklus NREM dan REM terjadi berselang-seling empat sampai

enam kali (Rasyad, 2014). Kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda

kekurangan tidur dan tidak mengalami masalah tidur (Sagala, 2018).

Penatalaksanaan gangguan tidur pada lansia

4 Pencegahan primer

Pencegahan primer yang dapat dilakukan sebagai upaya mencegah gangguan tidur pada

lansia yaitu dengan melakukan hygiene tidur yang baik. Stanley & Beare (2018), menyatakan bahwa

higiene tidur yang baik mencakup sebelas peraturan, yaitu

Tidur seperlunya, tetapi tidak berlebihan. Pembatasan waktu tidur dapat memperkuat tidur,

berlebihnya wakktu yag dihabiskan di tempat tidur akan berkaitan dengan kualitas tiduryang buruk.

waktu bangun yang teratur di pagi hari. Hal ini akan memperkuat siklus sirkadian dan menyebabkan

30
awitan tidur yang teratur. jumlah latihan yang stabil tiap harinya akan dapat memperdalam tidur

bunyi bising yang bersifat sementara (mis.bunyi pesawat terbang yang melintas) dapat mengganggu

tidur. Kamar tidur kedap suara dapat membantu bagi orang-orang yang harus tidur didekat

kebisingan. Ruangan yang terlalu hangat dapat mengganggu tidur. Ruanganyang terlalu dingin juga

daat menggganggu tidur.Rasa lapar dapat mengganggu tidur.

Ketergantungan obat tidur tidak efektif membantu tidur pada mayoritas lansia yang

mengalami gangguan tidur. Penggunaaan kafein di malam hari dapat mengganggu tidur. Alkohol

dapat memudahkan orang untuk tidur, namunhal ini akan menyebabkan tidur menjadi terputusputus.

Lansia yang merasa marah atau frustasi karena tidak dapat tidur

tidakbolehmencobaterlalukeraasuntuk tidur. Hal yangdapat dilakukan yaitu menyalakan lampu dan

melakukan kegiatan lainterlebih dahulu.Penggunaan tembakau yang berlebihan dapat menggangu

tidur.

4.Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan pengobatan terhadap kondisi kesehatan yang

merugikan. Komponenpenting dalampencegahan sekunder adalah skrinning atau pemeriksaan.

Pengkajian gangguan tdur meliputi seberapa baik lansia tidur di rumah, berapa kali lansia terbangun

di malam hari, kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebelum tidur, posisi tidur yang saling disukai,

lingkungan dan suhu kamar yang disukai, dan penggunaan obat tidur atau obat lainnya sebelum

waktu tidur. Validasi dapat dilakuan pada anggota keluarga dari lansia tersebut untuk memastikan

keakuratan data pengkajian (Stanley & Beare, 2018).


31
Bootzin & Nicaso (1978, dalam Stanley & Beare, 2014) menganjurkan beberapa aturan untuk

mempertahankan kenormalan pola tidur, yaitu :

Pergi tidur ketika merasa ngantuk Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur, menghindari

kegiatan membaca, menonton televisi, atau makan di tempat tidur. Jika tidak dapat tidur,bangun dan

pindah ke ruangan lain, dan kembali ketika benar-benar merasa ngantuk. Menggunakan alarm dan

bangun diwaktu yang sama setiap pagi tanpa memperdulikan jumlah jam tidur dimalam hari, halini

membantu tubuh menetapkan irama tidur-bangun yang konstan. Menghindari tidur di siang hari

5.Pencegahan tersier

Pencegahan tersier dilakukan jika kondisi tertentu sudah menyebabkan kerusakan pada

individu. Tujuan pencegahan tersier adalah membatasi kecacatan dan merehabilitasi atau

meningkatkan kemampuan individu (Anderson&MCFarlane, 2018). Pada kasus gangguan tidur

seperti apnea tidur yang mengancam kehidupan, lansia memerlukan rehabilitasi melalui

tindakantindakan seperti pengangkatan jaringan yang menyumbat dan mempengaruhi jalan nafas.

Tujuan rehabilitasi yang dilakukan yaitu agar lansia dapat memnikmati tidur yang berkualitas baik

sampai akhir khayatnya. (Stanley & Beare, 2018).

Pengukuran Kualitas Tidur

Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) merupakan salah satu alat yang cukup

efektif yang digunakan untuk mengukur kualitas tidur pada orang dewasa. Melalui

Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), kualitas tidur dibagi menjadi baik dan buruk

melalui pengukuran terhadap 7 domain : kualitas tidur secara subjektif, latensi tidur, durasi

tidur, efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat-obat yang berhubungan dengan

32
tidur, dan disfungsi yang dialami pada siang hari selama satu bulan terakhir. Pittsburgh

Sleep Quality Index (PSQI) memiliki koefisien konsistensi dan reliabilitas (Cronbach’s

alpha) sebesar 0.83 terhadap setiap domain yang diukur. Pittsburgh Sleep Quality Index

(PSQI) telah divalidasi pada kedua populasi klinis dan populasi non-klinis, termasuk

perguruan tinggi dan mahasiswa pascasarjana.

33
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Kerangka Konsep

: Diteliti : Hubungan

: Tidak di teliti : Pengaruh

34
Gambar 3.1 Kerangkan Konsep Rendam Kaki Air Hangat terhadap Insomnia Pada Lansia.

Insomnia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a) faktor yang tidak dapat diubah: usia, b) faktor

yang dapat di ubah: stress, lingkungan, diet, obat- obatan, penyakit, alkohol, gaya hidup. Dampak

dari insomnia yaitu: tidak produktif, tidak fokus, tidak bisa membuat keputusan, pelupa, pemarah,

depresi, meningkatkan resiko kematian, menyebabkan tubuh rentan terhadap berbagai macam

penyakit, menyebabkan kecelakaan. Banyak terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi

insomnia baik terapi farmakologis maupun non farmakologis. Salah satu cara intervensi yang saya

berikan untuk mengatasi insomnia dapat dilakukan menggunakan terapi non farmakologis yaitu

rendam kaki air hangat di observasi tingkat insomnianya.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah pengaruh rendam kaki air hangat terhadap insomnia

pada lansia.

Ho : Tidak Adanya hubungan pengaruh rendam kaki dengan air hangat terhadap lansia

Ha : Adanya Hubungan pengaruh rendam kaki dengan air hangat terhadap lansia.

35
BAB IV

METODELOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakanpeneliti adalah pendekatan studi kuantitatifdengan

desain penelitian Quasi Eksperiment. Rancangan penelitian ini adalah one group pre test

and post test design dengan cara pengukuran menggunakan Insomnia Ratting Scale sebelum

dan setelah dilakukan intervensi rendaman air hangat pada kaki sebelum tidur kepada

responden.

4.2 Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas obyek dan subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tentang

yang ditetapkan(Notoatmodjo, 2018). Popolasi dalam penelitian ini adalah lansia berumur

60-70 tahun karena diusia tersebut telah terjadi penurunan kesehatan di Desa Motoling Satu

sebanyak 56 lansia.

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 20118). Sampel dalam penelitian ini

adalah lansia berumur 60- 70 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Handapherang

sebanyak 36 lansia

36
4.3 Desain Penelitian

Pengukuran dilakukan dengan dua carayaitu pre test dan post test. Pre test adalah sebelum

dilakukan rendaman air hangat pada kaki sebelum tidur dengan menggunakan Insomnia Ratting Scale

dan post test adalah sesudah dilakukan rendaman air hangat padakaki sebelum tidur dengan

menggunakan Insomnia Ratting Scale selama 5 hari.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain penelitian Quasi

Eksperiment Pretest and Posttest Design dengan cara pengukuran menggunakan Insomnia Ratting

Scale sebelum dan setelah dilakukan intervensi rendaman air hangat pada kaki sebelum tidur kepada

responden

4.4 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Motoling Satu Minahasa Selatan selama 5 hari berturut- turut

dimulai pada tanggal 05 Januari sampai dengan 10 Januari 2022.

4.5 Definisi Oprasional


Menurut Sugiyono (2018), definisi oprasional variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai

dari oarang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Variabel Definisi Definisi oprasional Alat ukur Hasil ukur Skala


Konseptual
Independen

37
Rendam Kaki Air Terapi yang Terapi Kuesioner 1. Dilakukan, Nominal
Hangat bermanfaat untuk nonfarmakologis Prosedur jika
mendilatasi dengan merendam pelaksanaan terapi dilakukan
pembuluh darah kaki menggunakan rendam kaki sesuai
dan melancarkan air dengan suhu 400c menggunakan air prosedur
peredaran darah dalam waktu 15 hangat menurut pelaksanaan
(Hembing, 2018) menit sebelum tidur Ningrum (2018) 2. Tidak
malam selama 5 hari dilakukan,
berturut-turut jika tidak
dilakukan
sesuai
prosedur
pelaksanaan
Dependent
Kualitas Tidur Kualitas tidur Kepuasan tidur yang Kuesioner 1. Baik, jika Nominal
adalah kepuasan dipersepsikan oleh Pittsburgh Sleep skor (18-28)
terhadap tidur, lansia berdasarkan Quality Index 2. Buruk, jika
sehingga orang lama tidur, berapa (PSQI) skor (7-17)
tersebut tidak kali terbangun saat Menurut Syarif
memperlihatkan tidur serta kondisi (2018)
perasaan lelah, dan perasaan saat
mudah terangsang bangun tidur.
dan gelisah, lesu
dan apatis,
kehitaman di
sekitar mata,
kelopak mata
bengkak,
konjungtiva
merah, perhatian
terpecah, sakit
kepala dan sering
menguap atau
mengantuk
(Sagala, 2018).
Adapun Variabel beserta oprasionalnya di gambarkan pada tabel berikut :

4.6 Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau

kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2018). Variabel dalam penelitian ini

menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen).
38
Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah rendam kaki air hangat sedangkan

variabel terikat (dependen) adalah insomia pada lansia.

4.7 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan kuisioner KSPBJ

Insomnia Rating Scale yang terdiridari 11 pertanyaan mengenai kesulitan untuk memulai tidur,

terbangun pada malam hari, terbangun lebih awal atau dini hari, merasa mengantuk pada siang

hari, sakit kepala pada siang hari, merasa kurang puas terhadap tidur, merasa kurang nyaman

atau gelisah saat tidur, mendapati mimpi buruk, badan terasa lemah, letih, kurang tenaga

setelah tidur, jadwal jam tidur sampai bangun tidak beraturan, tidur selama 6 jam dalam

semalam. dan instrument lain yang digunakan adalah SOP rendam kaki dengan air hangat.

Sebelum dilakukan analisis statistic, terlebih dahulu data hasil penelitiandilakukan uji

normalitas untuk mrlihat distribusi data. Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan

adalah Shapiro- wilk dengan keputusan jika probabilitas >0.05 maka berdistribusi normal, dan

sebaliknya jika probabilitas <0.05 berdistribusi tidak normal. Data yang didapatkan

berdistribusi tidak normal, sehingga uji beda yang digunakan adalah metode Wilxocon test.

4.8 Analisa Univariat

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisa univariate, yaitu analisa yang

dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010). Analisa dilakukan

dengan menggunakan komputer untuk mendapatkan frekuensi dari tiap-tiap variabel

menggunakan rumus sebagai berikut:


39
Keterangan :

P : Persentase f :

Frekuensi n : Jumlah

Sampel

6. Analisa Bivariat

Analisis bivariat untuk menentukan hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen. Pada penelitian ini menggunakan uji t-test dengan tingkat kesalahan

yang digunakan adalah 0,01 %. Derajat kepercayaan 99 %. Bila nilai t hitung lebih besar

dari nilai t tabel, maka Ha diterima yaitu ada pengaruh rendam kaki air hangat terhadap

kualitas tidur pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Handapherang Kabupaten Ciamis.

Adapun rumus t-test:

Md
t
x2d

N
N

1
Keterangan :

40
Md : Mean dari perbedaan pre test dan post test

Xd : Deviasi masing-masing subjek (d-Md)


x2d : Jumlah Kuadrat deviasi

N : Subjek pada sampel

7.Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian terdapat etika yang harus diperhatikan, antara lain

sebagai berikut :

Informed Concent

Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan


responden sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk

bersedia menjadi responden.

Anonimity

Tidak mencantumkan nama responden pada lembar observasi, hanya

menulis kode atau inisial nama pada pengumpulan data atau hasil penelitian

yang akan disampaikan.

Confidentiallity

Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi yang telah dikumpulkan selama

pelaksanaa

41
Daftar Pustaka

Andriyani. 2018. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: PUSTAKA BARU

Anwar, Z. 2018. Penanganan Gangguan Tidur Pada Lansia. Malang: UMM

Journal Studies

Azizah, L.M. 2018. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha

Ilmu.Depkes RI. 2020. Profil Klasifikasi Lansia di Indonesia.

Gumilar, G. 20118. Pengaruh Merendam Kaki Dengan Air Hangat Terhadap Kualitas Tidur Lansia.

Skripsi. Dipublikasikan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera.

Guyton. 2018. Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses Keperawatan Gerontik.

Jakarta : TIM

Hidayat, S. 2018. Metodologi Penelitian Keperawatan dan Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

42
Istiqomah. 2017. Pengaruh Hidroterapi Rendam Kaki Air Hangat Terhadap Tingkatan Tekanan

Darah pada Lansia. Skripsi. Dipublikasikan. Universitas Diponegoro.

Iwan. 2009. Skala Insomnia (KSPBJ) Insomnia Rating Scale. Diakses pada tanggal 11 Desember

2018.

Khasanah. 2018. Kualitas Tidur Lansia Balai Rehabilitasi Sosial Mandiri.

ejournals1.undip.ac.id.1(1). 189-196: Semarang.

Lendengtariang, dkk. 2018. Pengaruh Terapi Rendam Air Hangat Pada Kaki Terhadap Insomnia

Pada Lansia. Skripsi. Dipublikasikan. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Notoatmodjo.

2018. Metodologi Penelitian Kesehatan. Kineka Cipta: Jakarta.

Potter, Perry. 2018. Sleep disorder and sleep deprivation: An Unmet Public Health Problem.

Washington, DC: The National Academic Press,

Prabowo. 2014. Gangguan Tidur. Diakses pada tanggal 20 Desember 2018.

Prananto, A.E. 2016. Pengaruh Masase Kaki Dan Rendam Air


Hangat Pada

KakiTerhadapPenurunanInsomniaPadaLansia.http://eprints.ums.ac.id/44311/11/NASKAH%2

0PUBLIKAS.pdf.Diakases 19 Jul 2016 01:12

43
Puspita. 2018. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Siti.

2018. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Sugiyono. 2018. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sujarweni, V.W, 2018. Metodologi Penelitian Keperawatan dan Analisa Data. Jakarta: Salemba
Medika.

Sunaryo. 2018. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: ANDI

Utami, P.S. 2018. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pasien Primigravida Dan Multigravida

Pada Kehamilan Trimester Ketiga. SkripsiDipublikasikan. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Jember.

WHO. 2018. Profil Kesehatan dan Klasifikasi Lansia di Indonesia. Jakarta: Pundiknakes

Widijanto, dkk. 2018. Nursing: Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala Penyakit. Jakarta Barat:

PT Indeks

Triyadini. (2018). Efektifitas Terapi Massage Dengan Terapi Mandi Air Hangat Terhadap

Penurunan Insomnia Lansia. Malang: Jurnal Keperawatan


Sudirman. Wijayanti, D. (2018). Sehat Dengan Pengobatan Alami. Yogykarta:

Venus. Muhammad, A. (2018). Kedahsyatan Air Putih Untuk Ragam Terapi

Kesehatan.Yogyakarta: Diva Press.

44
Lampiran 1

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada
Yth. Calon Responden
Di Tempat

Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Progam Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Pembangunan Indonesia Manado ,

Nama : Resky Hendro Paulus Sumolang

NIM : 1814201170

Bermaksud melakukan penelitian tentang berjudul “Pengaruh Rendam Kaki Dengan Air

Hangat terhadap Insomnia Pada Lansia Di Desa Motoling Satu Minahasa Selatan ”.

Sehubungan dengan ini, saya mohon kesediaan saudara untuk bersedia menjadi responden

dalam penelitian yang akan saya lakukan.Kerahasiaan data pribadi saudara akan sangat

kami jaga dan informasi yang akan saya gunakan untuk kepentingan penelitian.

Demikian permohonan saya, atas perhatian dan kesediaan saudara saya ucapkan terima

kasih.

Manado, 5 Januari 2022

Peneliti

45
Resky H R Sumolang
NIM : 1814201170

Lampiran 2
SOP Rendam Kaki Dengan Air Hangat

1. Alat

a. Termometer

b. Baskom untuk di isi air hangat

c. Teko untuk air hangat

d. Kursi

e. Handuk

2. Prosedur Kerja

a. Kumpulkan responden di Aula

b. Jelaskan kepada responden mengenai tujuan dan tindakan yang akan di lakukan.

c. Bawa peralatan mendekati responden.

d. Tuang baskom dengan air hangat sebanyak 3000ml kemudian ukur kehangatan air

menggunakan termometer dengan suhu 39°C

e. Dudukan responden di kursi yang sudah disediakan, pastikan kursi dalam kondisi yang baik

dan aman. Jika kaki tampak kotor bersihkan dahulu.


46
f. Letakkan baskom yang berisi air hangat tersebut di kaki responden.

g. Celupkan kaki dan rendam kaki sampai pergelangan kaki ke dalam baskom yang berisi air

hangat selama 15 menit.

h. Lakukan pengukuran suhu setiap 5 menit, jika suhu turun tambahkan air hangat sesuai suhu

39°C (ukur dengan termometer).

i. Setelah 15 menit angkat kaki dan keringkan dengan handuk.

j. Rapikan peralat

47
Lampiran 3

Kuesioner Insomnia KSPBJ-IRS

Data Responden

No. Responden :

Nama :

Umur :

Alamat :

Jenis Kelamin : Laki-laki

Perempuan Riwayat

Penyakit :

Petunjuk Pengisian

Dibawah ini terdapat pernyatan mengenai insomnia yang mungkin bapak/ibu lakukan setiap

harinya. Bacalah setiap pernyataan dengan seksama kemuadian berikan jawaban bapak/ibu

pada lembar jawaban bagi setiap pernyataan tersebut dengan cara mencentang

(√) pada kolom tersebut.

48
1. Lamanya tidur

Tidur lebih dari 5,6 jam Tidur

antara 5,5-6,5 jam

Tidur antara 4,5-5,5 jam untuk insomnia sedang

Tidur antara 4,5 jam untuk insomnia berat

2. Mimpi

Tidak ada mimpi.

Terkadang mimpi yang menyenangkan atau mimpi biasa saja.

Selalu bermimpi.

Mimpi buruk.

3. Kualitas tidur

Sulit terbangun.

Tidur yang baik, tetapi sulit terbangun. Tidur

yang baik, tetapi mudah terbangun. Tidur

dangkal, mudah terbangun.

4. Masuk tidur

Tidur kurang dari ½ jam.

Tidur antara ½ jam sampai 1 jam untuk insomnia ringan.

Tidur antara 1 sampai 3 jam untuk insomnia sedang.

Tidur lebih dari 3 jam untuk insomnia berat.

49
5. Terbangun malam hari

Tidur tidak terbangun sama sekali.

Tidur 1-2 kali terbangun untuk insomnia ringan. Tidur 3-4 kali

terfbangun untuk insomnia sedang.

Tidur lebih dari 4 kali terbangun untuk insomnia berat.

6. Waktu untuk tertidur kembali

Tidur kurang dari 5/½ jam

Tidur antara ½-1 jam untuk insomnia ringan.

Tidur antara 1-3 jam untuk insomnia sedang.

Tidur lebih dari 3 jam atau tidak dapat tidur lagi untuk insomnia berat .

7. Lamanya tidur setelah bangun

Lama tidur lebih dari 3 jam

Lama tidur antara 1-3jam Lama tidur ½-1 jam.

Lama tidur kurang dari ½ jam.

8. Lamanya gangguan tidur terbangun pada malam hari

Lama gangguan tidur terbangun dini hari tidak sama sekali atau pagi.

Tidur

2-7 hari untuk insomnia ringan.

Tidur 2-4 minggu untuk insomnia sedang.

Lama gangguan sudah lebih dari 4 minggu untuk insomnia berat.


50
9. Terbangun dini hari

Tidur bangun jam 4.30.

Tidur bangun jam 04.00 untuk insomnia ringan.

Tidur bangun jam 3.30 dan tidak dapat tidur lagi untuk insomnia sedang.

Tidur bangun sebelum jam 3.30 dan tidak dapat tidur lagi untuk insomnia berat

10. Lamanya perasaan tidak segar setiap bangun pagi

Lamanya perasaan tiak segar setiap bangun pagi tidak ada.

Tidur 2-7 hari untuk insomnia ringan.

Tidur 2-4 minggu untuk insomnia sedang.

Lama gangguan sudah lebih dari 4 minggu untuk insomnia berat

51
62

Anda mungkin juga menyukai