DISUSUN OLEH :
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada lansia, sistem saraf pusat telah mengalami beberapa perubahan, antara lain
sebagai berikut :
a. Otak
Pada Lansia, akibat penuaan, otak kehilangan 100.000 neuron/tahun. Neuron
dapat mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam.
Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70 tahun.
Secara berangsur angsur tonjolan dendrite dineuron hilang disusul membengkaknya
batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel.
Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang terbentuk di
sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau mitokondria. RNA, Mitokondria
dan enzyme sitoplasma menghilang, inklusi dialin eosinofil dan badan levy,
neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi granulovakuole.Corpora amilasea terdapat
dimana-mana dijaringan otak.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari 60 tahun
dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input sensorik menurun
menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi).
Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan melambat.
b. Sistem Saraf Otonom
Pusat pengendalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang
dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah
penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada
“neurotransmisi” pada ganglion otonom yang berupa penurunan pembentukan asetil-
kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama kolin-asetilase.
Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan jumlah reseptor
kolin.Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu
sebagai tanggapan atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi serebral
rusak sehingga mudah terjatuh.
c. Sistem Saraf Perifer
1) Saraf aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen, sehingga terjadi penurunan
penyampaian informasi sensorik dari organ luar yang terkena ransangan.
2) Saraf eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal tersebut dikarenakan
terjadinya penurunan fungsi saraf eferen pada sistem saraf perifer.
d. Medulla spinalis
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi, sehingga mempengaruhi
pergerakan otot dan sendi di mana lansia menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan
sendinya secara maksimal.
ASUHAN KEPERAWATAN
kanan gerak
Volume 1 2 3 4 5 5. Anjurkan
Nokturia 1 2 3 4 5 urin
Mengompol 1 2 3 4 5 6. Anjurkan
bolus 7. Kolaborasi
Frekuensi 1 2 3 4 5
tersedak
Batuk 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Refluks lambung 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Regurgitasi 1 2 3 4 5
Cukup sdg Cukup
Produksi Saliva 1 2 3 4 5
Penerimaan 1 2 3 4 5
makanan
Kualitas suara 1 2 3 4 5
BAB 4
PEMBAHASAN
Latihan range of motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan dalam proses
rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pasien
dengan stroke. Latihan ini adalah salah satu bentuk intervensi fundamental perawat yang
dapat di lakukan untuk keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dalam upaya pencegahan
terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien paska perawatan rumah sakit sehingga dapat
menurunkan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga. Semakin dini proses rehabilitasi
maka kemungkinan pasien mengalami defisit kemampuan akan semakin kecil (National
Stroke Association, 2009). Oleh karena itu, untuk menilai latihan ROM aktif dan pasif dapat
meningkatkan mobilitas sendi sehingga mencegah terjadinya berbagai komplikasi.
Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa perubahan status mental, gangguan
penglihatan, afasia, vertigo, mual-muntah, nyeri kepala dan penurunan fungsi motorik
(Mansjoer, 2007). Perubahan tersebut mempengaruhi struktur fisik maupun mentalnya.
Sehingga dengan adanya perubahan mobilisasi penderita stroke akut akan mengalami
kemunduran aktivitas seperti kelemahan menggerakkan kaki, kelemahan menggerakkan
tangan, ketidakmampuan fungsi motorik.
PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa ada pengaruh pemberian latihan
Range Of Motion terhadap kemampuan motorik pasien post stroke. Diharapkan Rumah Sakit
bisa memberikan layanan keperawatan yang lebih prima dengan meningkatkan pelaksanaan
edukasi secara teratur dengan struktur yang lebih terutama dengan menggunakan media
bervariasi, dengan demikian kesadaran pasien dan keluarga untuk mau dan mampu
melakukan Range Of Motion (ROM) akan meningkat.
5.2 Saran
1. Bagi perawat dengan adanya penelitian ini dapat memberikan pemahaman bahwa
terapi non farmakolohi juga berpengaruh terhadap pemulihan pasien pasca stroke.
2. Bagi masyarakat agar dapat mengaplikasikan latihan selama dirumah serta bagi
keluarga pasien agar dapat memotivasi sehingga pasien dapat meningkatkan
kemandiriannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hanum, Parida, dkk. 2018. Hubungan Karakteristik dan Dukungan Keluarga Lansia dengan
Kejadian Stroke pada Lansia Hipertensi di Rumah Sakit Umum Pusat Hj. Adam
http://www.jurnal.uinsu.ac.id/index.php/kesmas/article/view/1377.
PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Rahayu, Kun Ika Nur. 2015. Pengaruh Pemberian Latihan Range Of Motion (ROM) terhadap
Kemampuan Motorik pada Pasien Post Stroke di RSUD Gambiran. Kediri : Fakultas
Ilmu Kesehatan.