jarak dekat, misalnya transfer dari duduk ke berdiri kemudian duduk di kursi lain ),
atau ambulasi ( bergerak dan berjalan ) .2,5
Dalam praktek kedokteran dan rehabilitasi medik, imobilisasi digunakan untuk
menggambarkan sindroma degenerasi fisiologik yang diakibatkan penurunan aktivitas
dan deconditioning.5
PENYEBAB IMOBILISASI
Berbagai faktor fisik, psikologik dan lingkungan dapat menyebabkan
imobilisasi pada lansia. Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologik. Malnutrisi, tidak
digunakannya otot, anemia dan gangguan elektrolit sering menyebabkan rasa lemah.
Kekakuan otot terutama disebabkan osteoartritis, penyakit Parkinson, artritis
rematoid, gout dan obat-obatan antipsikotik seperti haloperidol. Ketidakseimbangan
dapat disebabkan kelemahan, faktor neurologik (strok, kehilangan refleks tubuh,
neuropati karena diabetes melitus, malnutrisi dan gangguan vestibuloserebral),
hipotensi ortostatik, atau obat-obatan (diuretik, antihipertensi, neuroleptik dan
antidepresan ).2
Faktor lingkungan dan psikologik seperti tidak tersedianya alat bantu,
kekhawatiran keluarga yang berlebihan, rasa takut jatuh, demensia dan depresi juga
dapat menyebabkan imobilisasi.2
Tabel 1. Penyebab imobilisasi
Gangguan muskuloskeletal
Artritis
Osteoporosis
Fraktur ( terutama panggul, femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain ( misal : penyakit Paget )
Gangguan Neurologik
Strok
Penyakit Parkinson
Disfungsi serebelar, neuropati
Penyakit kardiovaskuler
Faktor sensorik
Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut jatuh )
Lingkungan
Sumber :
rawan
sendi,
ankilosis,
peningkatan
tekanan
intoleran
terhadap
ortostatik,
penurunan
ambilan
oksigen
darah
Integumen
Metabolik dan
endokrin
deplesi
natrium,
dislipidemia,
resistensi
serta
insulin
penurunan
(intoleransi
absorbsi
dan
glukosa),
metabolisme
Neurologi dan
vitamin/mineral
Depresi dan psikosis, atrofi korteks motorik dan sensorik,
psikiatri
Traktus
gastrointestinal
dan urinarius
Sumber :
contoh,
imobilisasi
dengan
posisi
telungkup
akan
mengakibatkan
tungkai
menekuk
akan
menimbulkan
kontraktur
atau
deformitas
muskuloskeletal sepert drop foot (pergelangan kaki dalam posisi plantar fleksi).5
3. Osteoporosis
Berdasarkan standard apa pun, osteoporosis termasuk masalah yang paling
penting yang ditemui dalam praktik klinik geriatri. Setiap orang akan mengalami
pengurangan / kehilangan massa tulang seiring dengan proses menua, yang akan
mengakibatkan peningkatan kerapuhan tulang. Salah satu faktor utama yang
menyebabkan kehilangan massa tulang selama imobilisasi adalah peningkatan
resorpsi tulang. Sebagai konsekuensi lanjutan dari proses osteoporosis ini, fraktur
akan lebih mudah dan sering terjadi pada lansia.5,7
4. Hipotensi Postural / Ortostatik
Hipotensi postural atau ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik
20 mmHg atau diastolik 10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk atau tegak. 5
Gejala dan tandanya adalah berkeringat, pucat, kebingungan, letih, sering disertai
pusing, pandangan menggelap atau berputar, peningkatan denyut
jantung.
Peningkatan denyut jantung lebih dari 10 kali/ menit menunjukkan adanya hipotensi
postural tipe simpatis sedangkan denyut jantung kurang dari 10 kali/menit adalah tipe
asimpatis. Pada keadaan berat dapat terjadi iskemia serebral, khususnya sinkop.2,7,9
Pada posisi berdiri, 600-800 ml darah dialirkan ke bagian inferior tubuh
terutama tungkai. Hal tersebut menyebabkan penurunan curah jantung sebanyak 20
%, penurunan volume sekuncup jantung sebanyak 35 %, dan percepatan denyut
jantung sebanyak 30 %. Pada orang normal yang sehat, mekanisme kompensasi
menyebabkan peningkatan denyut jantung yang akan mengakibatkan tekanan darah
menurun. Tekanan darah tidak berubah atau sedikit meningkat pada kondisi bangun
(dari berbaring ke duduk) dengan tiba-tiba. Pada lansia umumnya fungsi baroreseptor
5
menurun. Tirah baring total selama paling sedikit tiga minggu akan mengganggu
kemampuan seseorang untuk menyesuaikan posisi berdiri dari berbaring pada orang
sehat, dan hal ini akan lebih terlihat pada lansia.2
5. Ulkus Dekubitus ( Pressure Ulcers )
Ulkus dekubitus terjadi karena kombinasi faktor ekstrinsik ( mekanik ) dan
intrinsik ( kerentanan ). Setiap lansia memiliki risiko yang berbeda untuk terjadinya
kerusakan kulit, sehingga pendekatan untuk pencegahannya haruslah bersifat
individual. Lebih dari 100 faktor risiko ulkus dekubitus telah diketahui, namun
imobilisasi adalah faktor yang paling utama. Dalam sebuah penelitian, diperoleh
bahwa pasien-pasien rawat inap yang melakukan 50 atau lebih gerakan spontan dalam
semalam tidak mengalami luka akibat tekanan, dan 90 % pasien yang bergerak 20
kali atau lebih sedikit lagi, mengalami kerusakan kulit ( Exton-Smith dan Sherwin,
1961). Risiko mendapatkan ulkus dekubitus tampaknya paling tinggi pada pasien
yang baru saja mengalami imobilisasi. Sekitar 50-92 % lansia menderita ulkus
dekubitus dalam dua minggu pertama masa rawatan (Allman dkk, 1995 ), dan 80 %
ulkus dekubitus berlokasi di sakrum, iskhia, trokhanter mayor, lutut dan maleolus
lateralis.8
Jumlah tekanan yang dapat mempengaruhi mikrosirkulasi kulit pada lansia
berkisar 25 mmHg. Tekanan lebih dari 25 mmHg secara terus menerus pada kulit atau
jaringan lunak dalam waktu yang lama akan menyebabkan kompresi pembuluh darah
kapiler. Kompresi pembuluh darah dalam waktu yang lama akan menyebabkan
trombosis intra arteri dan gumpalan fibrin yang secara permanen mempertahankan
iskemia kulit. Bekas tekanan pada keadaan tersebut mengakibatkan pembuluh darah
tidak dapat terbuka dan pada akhirnya akan terbentuk luka akibat tekanan.2
Atrofi kulit juga dapat terjadi sebagai akibat nutrisi yang tidak adekuat. Oleh
sebab itu, dianjurkan agar lansia mengkonsumsi diet bergizi dan berptotein tinggi
seperti daging, telur, susu dan kacang-kacangan untuk tetap menjaga kesehatan kulit.9
6. Pneumonia Hipostatik dan Aspirasi
Akibat imobilisasi, retensi sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi pada
pasien geriatri. Pada posisi berbaring, otot diafragma dan interkostal tidak berfungsi
dengan baik sehingga gerakan dinding dada juga menjadi terbatas yang menyebabkan
sputum sulit keluar. Bila kondisi ini dibarengi dengan elastic recoil yang sudah
6
berkurang karena proses menua, maka akan terjadi perubahan pada tekanan penutup
saluran udara kecil, kondisi ini akan memudahkan lansia mengalami atelektasis dan
pneumonia.2
Pada sebuah penelitian yang dilakukan baru-baru ini di Jepang, yang
membandingkan karakteristik hospital acquired pneumonia dan nursing-home
acquired pneumonia pada lansia yang mengalami imobilisasi, ditemukan bahwa
bakteri penyebab kedua jenis pneumonia tersebut adalah polimikroba, seperti
Staphylococcus aureus ( termasuk Methicillin-ressistant Staphylococcus aureus ) dan
Pseudomonas aeruginosa.10
Di paru, dapat terjadi tromboemboli vena yang dikenal dengan sebutan emboli
paru. Emboli paru dapat berakibat fatal apabila tidak dicegah atau ditatalaksana secara
optimal.5
7.Inkontinensia urin dan Infeksi Saluran Kemih
Inkontinensia urin juga sering terjadi pada lansia yang mengalami imobilisasi,
umumnya disebabkan ketidakmampuan ke toilet, berkemih yang tidak sempurna,
gangguan status mental dan gangguan sensasi kandung kemih. Pengisian kandung
kemih yang berlebihan akan menyebabkan mengembangnya dinding kandung kemih
yang kemudian akan meningkatkan kapasitas kandung kemih dan retensi urin. Retensi
urin ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran kemih dan bila dibarengi dengan
hiperkalsiuria akan mengakibatkan terbentuknya batu kalsium di ginjal maupun di
saluran kemih.2
8. Konstipasi
Konstipasi adalah keluhan gastrointestinal utama pada pasien lansia, dengan
lebih dari 60% diantaranya melaporkan pemakaian laksatif. Selain disebabkan
perubahan sehubungan dengan proses menua pada fungsi anorektal (termasuk
peningkatan compliance rektum dan gangguan sensasi di rektum) yang menjadi
predisposisi konstipasi pada lansia, keadaan imobilisasi juga menjadi faktor risiko.
Imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon. Semakin lama feses
tinggal di usus besar maka absorbsi cairan akan lebih besar sehingga feses akan
menjadi lebih keras, dan dapat terbentuk skibala. Faktor-faktor lain yang mendukung
timbulnya konstipasi pada pasien imobilisasi adalah asupan cairan yang kurang,
dehidrasi dan penggunaan obat-obatan seperti opioid.2,11
7
Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mncegah ketergantungan
pasien dengan menyarankan pasien melakukan aktivitas sehari-hari sendiri,
semampu pasien.5
Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien yang mengalami sakit
atau dirawat di rumah sakit atau panti werdha untuk mencegah imobilisasi
lebih lanjut. Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan medis
terjadi, meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan lingkup gerak sendi
(pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan ), latihan penguatan otot-otot (isotonik,
isometrik, isokinetik), latihan koordinasi / keseimbangan (misalnya berjalan
pada satu garis lurus), transfer dengan bantuan, dan ambulasi terbatas.5
2. Penatalaksanaan Khusus
10
fungsional.
sendi, diperlukan latihan gerak sendi ekstermitas aktif dan pasif disertai slow
stretching minimal 1-2 kali sehari untuk menjaga seluruh rentang gerak sendi.
Untuk mempermudah stretching dapat diberikan ultrasound diatermi pada otot
yang hendak dilatih.5
Range of Motion Exercise atau sering disebut latihan ROM adalah suatu
latihan yang ditujukan untuk mencegak kontraktur dan deformitas. Latihan
ROM dapat dilakukan secara aktif (ketika seseorang,dalam hal ini lansia;
dapat melakukannya sendiri) maupun pasif (dilakukan oleh seorang penolong
untuk lansia imobil tersebut karena ia tidak dapat melakukannya sendiri), dan
ada juga yang disebut active assissted ROM exercise, yaitu latihan yang
dilakukan seorang lansia dan seorang penolong. Latihan ROM ini dilakukan
secara berurutan mulai dari kepala sampai ibu jari kaki, meliputi
menggerakkan kepala, menyentuhkan dagu ke dada, menggerakkan bahu ke
atas dan ke bawah, ke samping, rotasi mencakup rotasi bahu, siku,
pergelangan tangan, tungkai, dan juga gerakan menekuk dan membentangkan
(rotation, bending, spread). Semua gerakan ini harus dilakukan dengan lembut
tanpa dipaksa dan perlahan, tidak boleh sampai menimbulkan rasa sakit.14
Mengubah posisi sesering mungkin, yaitu perubahan posisi setiap 1x2 jam,
merupakan metode utama pencegahan ulkus dekubitus. Jika telah terjadi ulkus
dekubitus, sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh AHPCR,
penatalaksanaan meliputi pendekatan sistemik, penggunaan kasur atau matras
khusus, perawatan luka lokal, pembedahan dan terapi eksperimental.5
Proper positioning adalah posisi yang tepat dan selayaknya diterapkan untuk
menghindari terjadinya ulkus dekubitus dan kontraktur otot, sebagaimana
diilustrasikan di bawah ini : 9
11
Gambar 1: Berbaring
-Sangga
bagian
yang
rawan
terkena/imobil dengan bantal, siku
dan jari-jari harus lurus dengan
telapak tangan menghadap ke atas;
-Tempatkan sebuah bantal di bawah
lutut pada sisi yang rawan
terkena/imobil,jagalah agar lutut
hanya sedikit tertekuk.
Gambar 4 : Duduk
-Duduk tegak dengan punggung
disangga dengan baik;
-Sangga ekstremitas atas dengan
bantal atau meja, tempatkan kaki di
lantai atau istirahatkan kaki dengan
lutut fleksi pada sudut 90 (sudut
kanan).
Sumber : Proper positioning for the prevention of pressure sores and muscle
contracture. Dikutip dari: http: //www.elderlyhealthscience.net
12
Kasur/matras keras
Pilihan kursi :
13
Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih, input dan output cairan
setiap harinya harus disesuaikan. Jika diperlukan, dapat dilakukan pemasangan
kateter intermiten.3
14
Higiene kulit juga harus dijaga, ada beberapa hal penting yang menjadi
perhatian dalam perawatan kulit bagi lansia: 14
Rasa gatal dan kulit kering : Seiring dengan proses menua, sekresi
minyak pada kulit menurun, menyebabkan kulit kering dan gatal.
Cara mengatasinya adalah dengan menggunakan krim pelembab
berulang-ulang, khususnya setelah mandi 14.
otot-otot
pernafasan, dan
Weight Bearing Exercise yang meliputi latihan menahan beban tubuh pada
otot-otot tungkai bawah, bangkit dari kursi atau menaiki tangga, dapat
membentuk kondisi yang baik untuk proses transfer, dan meningkatkan fungsi
fisik (keseimbangan, kemampuan lenggang tubuh/gait, kekuatan tungkai
bawah) untuk menjalani aktivitas sehari-hari.18
KESIMPULAN
15
kejiwaan,
serta
masalah
sosial
dan
lingkungan.
Berbagai
upaya
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Darmojo BR. Teori Proses Menua. Dalam : Darmojo BR, Martono HH,
editor. Buku Ajar Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ). Jakarta : Balai
Penerbitan FK UI; 2006. h.3.
2. Setiati S. Imobilisasi pada Usia Lanjut Pencegahan Terjadinya Komplikasi.
Dalam : Alwi I, dkk, editor. Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan
Penyakit Dalam 2002. Jakarta : Balai Penerbitan FK UI; 2002. h.147-53.
3. Zwicker CD. The Elderly Patient at Risk. J Am Geriatr Soc. 2003; 26 (3) ;
137-143.
4. Immobility. Available from : http://www.fascrs.org/ascrspppvt/gltreatment.
html.
5. Laksmi PW. Imobilisasi. Dalam : Setiati S, dkk, editor. Lima Puluh
Masalah Kesehatan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai
Penerbitan FK UI; 2008. h. 57-63.
6. DAntona G, et al.The Effect of Ageing and Immobilization on Structure
and function of Human Skeletal Muscle Fibres.Physiol. 2003 ; 552 (2),
pp.499-511.
7. Khola S, Melton J III, Riggs BL. Involutional Osteoporosis. Dalam :
Evans JG, Williams TF, editor. Oxford Textbook of Geriatrics. Edisi ke-2.
Oxford University Press; 2000. h. 1173.
8. Mader SL. Orthostatic Hypotension, Dizziness and Syncope. Dalam :
Duthie EH, Katz PR, editor. Practice of Geriatrics. Edisi ke-3. WB
Saunders Publication; 1998. h. 278.
9. Proper Positioning for the Prevention of Pressure Sores and Muscle
Contracture.
Available
from
http:
//www.elderlyhealthscience.net/carerscor.
10. Yoshihiro K, dkk. A Comparative Study on Hospital-Acquired Pneumonia
and Nursing Home-Acquired Pneumonia in the Elderly. Japanese Journal
of Chest Diseases. 2000 ; 59 (7); 545-52.
11. Prather C, Borum M. Constipation, Diarrhea, and Fecal Incontinence.
Dalam : Merck Manual of Geriatrics. New Jersey : Merck and Co,Inc ;
2001. h.809-11.
17
Range
of
Motion
Exercise.
Available
from
http : //www.drugs.com/carenotes/passrom.html
15. Skin
Care
for
The
Elderly.
Available
from
http : //www.elderlyhealthscience.net/carerscor
16. Chest Physical Therapy.Available from : http://www. healthatoz.net
17. Celli,BR. Chest Physical Therapy.Available from : http://www.merck.com
18. Littbrand H, dkk. A High-Intensity Functional Weight Bearing Exercise
Program for Older People Dependent in Activities of Daily Living and
Living in Residential Care Facilities : Evaluation of the Apllicability With
Focus on Cognitive Function. Journal of Physical Therapy. 2006; 86 (4) ;
489-98.
18