Anda di halaman 1dari 20

IMOBILISASI

OLEH :

Dosen Pembimbing : Imelda Sirait, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Jagentar P Pane, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Kelompok 4 Ners 3B :

1. Ruth Chrisdayanti Simarmata (032018067)


2. Betty Rosefa Sinaga (032018079)
3. Malensi Winda Juliaty Rajagukguk (032018088)
4. Enjel Fbryan Sijabat (032018093)
5. Reza Novita Yanti Simanjuntak (032018094)
6. Evan Juniman Putra Lahagu (032018095)
7. Enjelina Limbong (032018097)

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETH MEDAN

TA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunianya. Kami dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Medika Bedah III dengan
judul “IMOBILISASI”. Kami berterima kasih kepada ibu Imelda Sirait, S.Kep.,Ns.,M.Kep
dan pak Jagentar P Pane, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendri maupun orang
yang membacannya. Sebelumnya kami mohon maaf apa terdapat kesalahan kata- kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Medan, Oktober 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI ............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................

1.1.. Latar Belakang ..................................................................................................................

1.2.. Rumusan Masalah.............................................................................................................

1.3. Tujuan .................................................................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORITIS ...............................................................................................

2.1. Defenisi Imobilisasi ............................................................................................................

2.2. Faktor yang Berhubungan dengan Imobilitas.......................................................................

2.3. Jenis Imobilitas....................................................................................................................

2.4. Etiologi Imobilisasi.............................................................................................................

2.5. Efek pada Imobilisasi........................................................................................................

2.6. Hambatan Mobilitas...........................................................................................................

2.7. Penatalaksanaan.................................................................................................................

2.8. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................

2.9. Posisi Klein Ditempat Tidur Klien dengan Pembidaian................................................


BAB III PENUTUP....................................................................................................................

3.1. Kesimpulan.........................................................................................................................

3.2. Saran .................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penderita fraktur harus menjalani pengobatan intensif di layanan kesehatan termasuk


mereduksi fraktur melalui pembedahan yang diikuti imobilisasi setelah pembedahan.
Imobilisasi atau mempertahankan posisi tulang selama masa penyembuhan fraktur dilakukan
untuk mencegah dislokasi fragmen tulang dan cedera lebih lanjut. Namun imobilisasi dapat
berpengaruh negatif sementara maupun permanen yang ditunjukkan dengan kehilangan daya
tahan, penurunan massa otot, atrofi, dan keterbatasan ruang lingkup gerak sendi. imobilisasi
mengakibatkan klien tidak dapat melakukan aktivitas fisiknya selama menjalani terapi
pengobatan. Tindakan tersebut meskipun menguntungkan dari segi medis, tetapi dalam
jangka panjang akan menimbulkan dampak negatif pada klien karena akan terjadi penurunan
Peran perawat dalam mencegah dampak negatif akibat imobilisasi adalah mengedukasi klien
dan mengajarkan latihan rentang gerak. latihan rentang gerak yang dilakukan secara teratur
dapat meningkatkan kekuatan otot pada klien dengan keterbatasan atau gangguan motorik,
salah satunya pada klien fraktur

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa defenisi Imobilisasi?


2. Apa faktor yang berhubungan dengan imobilisasi?
3. Bagaimana jenis imobilisasi?
4. Bagaimana efek pada imobilisasi?
5. Bagaimana hambatan mobilitas?
6. Bagaimana penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjang imobilisasi?

1.3. Tujuan

Agar mahasiswa mengetahui konsep dasar imobilisasi sehingga dapat melakukan


intervensi keperawatan pada kasus dengan gangguan sistem muskuloskeletal pada klien
dewasa sesuai dengan standar yang berlaku dengan berpikir kreatif dan inovatif sehingga
menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Definisi Imobilisasi

Gangguan mobilitas fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing


Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau
berisiko mengalamni keterbatasan gerak fisik. Dalam istilah diagnosa keperawatan,
imobilitas digambarkan sebagai “hambatan mobilitas fisik” dan didefinisikan sebagai
“keteratasan gerakan fisik pada tubuh, satu ektremitas atau lebih, yang independen atau
terarah”. Faktor yang berhubungan dengan imobilitas meliputi : keengganan untuk bergerak,
penurunan kekuatan, kontrol, dan/ massa otot, serta faktor yang berhubungan dengan
pembatasan gerak yang diharuskan, termasuk karena protokol mekanis dan medis (Kim et al,
1995).

Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
(Hidayat, 2009).

Perubahan dalam tingkat mobilitas fisik dapat mengakibatkan instruksi pembatasan


gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu
eksternal (mis. Gips atau traksi rangka), pembebasan gerak volunter, atau kehilangan fungsi
motorik. (Potter & Perry, 2005).

2.2. Faktor yang Berhubungan dengan Imobilitas

Beberapa faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya imobilisasi, yaitu :

1. Gangguan muskuloskeletal
a. Osteoporosis
b. Atrofi
c. Kontraktur
d. Kekakuan sendi
2. Gangguan kardiovaskular
a. Hipotensi postural
b. Vasodilatasi vena
c. Peningkatan penggunaan valsava manuver
3. Gangguan sistem respirasi
a. Penurunan gerak pernapasan
b. Bertambahnya sekresi paru
c. Atelektasis

d. Pneumonia hipostasis

2.3. Jenis Imobilisasi

1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang
paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan idividu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi perannya
dalam kehidupan sosial.

2.4. Etiologi Imobilisasi

Berbagai perubahan terjadi pada sistem musculoskletal, meliputi tulang keropos


(osteoporosis), pembesaran sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus
intervetebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan. Pada lansia, struktur
kolagen kurang mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah
yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut ,mengakibatkan terjadinya
osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan kekuatannya juga berkurang. Istirahat di tempat
tidur lama dan inaktivitas menurunkan metabolisme umum. Hal ini mengakibatkan
penurunan kapasitas fungsional sistem tubuh yang multipel, dengan manifestasi klinis
sindrom imobilisasi. Konsekuensi metaboliknya tidak tergantung penyebab untuk apa
imobilisasi diresepkan. Hal ini bisa disebabkan oleh:

1. Cedera tulang : penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulang
(fraktur)tertentu akan menghambat pergerakan
2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis dan gangguan saraf tepi
yang menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi
3. Penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketika
beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ-organ tersebut akan
mengurangi imobilisasinya. Ia cenderung lebih banyak duduk dan berbaring.
4. Gips ortopedik dan bidai
5. Penyakit kritis yang memerlukan istirahat
6. Menetap lama pada posisi gravitasi berurang, seperti saat duduk atau berbaring
7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi namun tanpa
melawan gaya gravitasi
Biasannya alasan imobilisasi pada anak atau perbatasan aktivitas pada anak tanpa
disability adalah sakit atau injury. Bed rest atau penggunaan alat restraining mekanik
(pemasangan traksi, gips, bidai) merupakan tindakan yang paling sering dilakukan
untuk penyembuhan dan pemulihan. Saat anak sakit mereka cenderung diam dan
aktivitasnya berkurang. Anak terpaksa tidak active karena keterbatasan fisik/teraphy
akan memberikan efek terhadap keterbatasan gerak.

Alasan yang paling banyak untuk terjadi imobilisasi pada anak antara lain:

1. Congenital defect (spina bifida)


2. Degenerative disorder (muskular dystropi)
3. Infeksi/injury pada sistem integumen (luka bakar)
4. Gangguan sistem muskuloskeletal (fraktur/osteomielitis): fraktur suprakondiler
humeri, fraktur femur, dll
5. Gangguan neuorologic sistem (spina cord injury, polyneuritis, head injury)
6. Therapi (traksi, spinal fussion)

Terdapat 3 alasan dari imobilisasi umum yaitu:

1. Pembatasan gerak yang sifatnya terapeutik pada: injury pada tungkai dan lengan,
pembedahan
2. Pembatasan yang tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan primer menjadi
paralisis
3. Pembatasan secara otomatis sampai dengan gaya hidup.
Tingakat imobilisasi menjadi bervariasi:
Imobilisasi secara komplit : pada pasien yang tidak sadar
Imobilisasi secara parsial: pada pasien fraktur kaki
Pembatasan aktivitas karena alasan kesehatan: klien sesak napas pada decom menjadi
tidak boleh jalan atau naik tangga
Bedrest: bedrest ialah klien istirahat ditempat tidur kecuali ia pergi kekamar mandi
Bedrest total: klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak boleh pergi
kekamar mandi atau duduk dikursi.
Keuntungan bedrest:
a. Mengurangi kebutuhan sel tubuh terhadap O2
b. Menyalurkan sumber energi untuk proses penembuhan
c. Mengurangi nyeri

Alat-alat yang menyebabkan imobilisasi pasien dengan gangguan muskuloskeletal

a. Traksi: kulit (paling banyak digunakan pada anak ) dan skeletal


b. Pembebatan atau pembalutan
c. Pemasanagn gips
d. Fiksasi internal, pembatasan gerak karena kerusakan tulang
e. Fiksasi eksternal fraktur dengan pin atau kawat yang dipasang pada tulang dan
dihubungkan ke cincin atau batang eksternal
f. Pemasangan alat eksternal-ortosis

2.5. Efek pada Imobilisasi

Efek fisiologis imobilisasi

1. Sistem muskular
Otot yang tidak akan mengalami kehilangan kekuatan 3% per hari, dan dalam hal ini
tanpa defisit neuromuskular primer kadang-kadang memerlukan beberapa
minggu/bulan untuk dapat berfungsi kembali. Streching dapat terjadi seperti
kehilangan tonus otot atau seperti exessive strain (wirst drop/foot drop) dapat terjadi
karena kerusakan jaringan/atropi otot. Pada atropi otot yang general → penurunan
kekuatan otot dan kekakuan pada persendian. Kekakuan sendi dan perlekatan sendi
serta otot.

2. Sistem skeletal
Kondisi skeletal sehari-hari akan dipertahankan antara aktivitas formasi tulang
(Osteoblastic activity) dan resporsi tulang (osteoclastic actinity). Bila stressing pada
tulang berkurang, aktivitas osteobalas menurun, akan dilanjutkan dengan destruksi
tulang, calsium tulang akan berkurang, sedangkan serum nirogen dan phospor
meningkat → deminralisasi tulang (osteopenia) → fraktur patologis dan peningkatan
kalsium darah. Atrofi dan kelemahan otot rangka.
Pada anak yang tidak dapat bergerak, seperti anak dengan penurunan kesadaran,
pergerakan menjadi terbatas → kontrkator persendian.
Kontraktor paling sering di hip, lutut, bahu, paintar, kaki.

3. Sisitem kardiovaskular
Ada tiga efek yang dapat terjadi pada sistem kardio vaskuler:
a. Hypotensi ortostatik
b. Peningkatan kerja jantung
c. Trombus formation
d. Gangguan distribusi volume darah

4. Sistem respiratory
Basal metabolisme rate menurun karena adanya penurunan kebutuhan energi dalam
sel → kebutuhan sel akan oksigen menurun → produksi CO2, berkurang →
penurunan kebutuhan O2 dan CO2 menyebabkan respirasi menjadi lambat dan dalam.
 Expansi dada terbatas karena adanya distensi abdomen akibat akumulasi feses, gas
dan cairan atau karena penggunaan alat yang membatasi gerak seperti body cast,
brace, tight bindes.

5. Sistem gastrointestinal
Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan balance nitrogen yang negatif yang
disebabkan oleh peningkatan aktivitas katabolisme → penurunan kontribusi energi →
ingesti nutrisi menurun → nafsu makan menurun.
 Penurunan aktivitas → efek gravitational pada pergerakan feses → fases menjadi
keras → sulit untuk dikeluarkan → konstipasi.

6. Sistem renal
Struktur dalam sistem perkemihan dirancang untuk posisi tegak lurus sehingga bila
terjadi perubahan posisi kontraksi peristaltik ureter akan memberikan tahanan
terhadap kandung kemih → urine menjadi statis → merangsang pembentukan batu →
batu dalam saluran kemih.
Batu dalm saluran kemih → urine statis → media untuk pertumbuhan mikro
organisme → infeksi saluran kemih.

7. Sistem integumentary
Akibat immobilisasi dapat menyebabkan aliran darah menurun terutama pada daerah
yang tertekan (sacrum, occiput, trokanter dan ankle) → distribusi O2 dan nutrisi
menurun → ischemia jaringan → nekritic jaringan → ulcer (decubitus).

8. Sistem neurosensory
Menurut hasil penelitian efek immobilisasi terhadap sistem neurosensory tidak begitu
terlihat.  Dua hal yang dapat terjadi : loss of innervation dan sensory and perceptual
deprivation.

Selain mengakibatkan perubahan pada sistem tubuh, imobilisasi juga dapat


menyebabkan terjadinya perubahan perkembangan khususnya pada lansia. Pada umumnya
lansia akan mengalami kehilangan total masaa tulang progresif. Beberapa kemungkinan yang
dapat menyebabkan kondisi tersebut, meliputi aktivitas fisik, perubahan hormonal, dan
resorpsi tulang aktual. Dampak dari kehilangga massa tulang adalah tulang menjadi lebih
lemah, tulang belakang lebih lunak, dan tertekan, tulang panjang kurang resisten ketika
membungkuk. Lansia berjalan lebih lambat dan tampak kurang terkoordinasi. Lansia juga
membuat langkah yang lebih pendek, menjaga kaki mereka lebih dekat bersamaan, yang
mengurangi dasar dukungan. Sehingga keseimbangan tubuh tidak stabil, dan mereka sangat
berisiko jatuh dan cedera.

Efek terhadap keluarga

1. Penurunan status finansial (sumber keuangan keluarga berkurang)


2. Fokus keluarga terhadap anak sakit, sehingga sibling merasa disia-siakan
3. Coping individu dan keluarga tidak efektif sehingga tidak dapat menanggulangi krisis
keluarga yang terjadi
4. Orang tua selalu bersalah atas sakit anaknya

Efek psikologis imobilisasi

Aktivitas fisik merupakan bagian integraldari kehidupan sehari-hari dan penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan fisik. Aktivitas ini membantu pasien mengatasi bermacam-
macam perasaaan dan implus serta memberikan mekanisme yang memungkinkan mereka
mengendalikan ketegangan dari dalam. Pasien berespon terhadap ansietas dengan
meningkatkan aktivitas. Apabila kekuatan ini tidak ada, mereka akan kehilangan masukan
yang penting dan tempat untuk mengekspresikan perasaan fantasinya. Keadaan seperti ini
sering kali menimbulkan perasaan terisolasi dan bosan.
Reaksi pasien terhadap imobilisasi:

1. Tingkat kecemasan lebih tinggi


2. Depresi
3. Merasa terisolasi
4. Protes atif, marah dan agresif atau bahkan menjadi dipendiam, pasif dan submisif
5. Monotomy dapat mengakibatkan
a. Respon intelektual dan psikomotor menjadi lama
b. Keterampilan komunikasi menurun
c. Fantastis menigkat
d. Halusinasi
e. Disorentasi
f. Ketergantungan
6. Perilaku yang tidak biasa (mencari perhatian orang lain dengan kembali ke perilaku
perkembangan awal: ingin disuapi, mengompol, dan komunikasi seperti bayi. Pada
anak sebaiknya dibiarkan melampiaskan rasa amarah, tetapi tidak boleh melewati
batas keamanan dari harga diri mereka dan tidak merusak integritas orang lain.
Contohnya, memberikan benda untuk diserang, bukan orang atau barang-barang
berharga, adalah tindakan yang cukup aman dan terapeutik. Apabila tidak dapat
mengekspresikan rasa marah, agresi sering kali ditampilkan tidak tepat melalui
perilaku regresif dan menangis berlebihan atau tempetamentum.

2.6. Hambatan Mobilitas

1. Hambatan mobilitas: ditempat tidur


Definisi : keterbatasan kebebasan bergerak di atas tempat tidur dari posisi yang lain
Batasan karakteristik:
a. Bergerak dari terlentang ke duduk selonjor atau dari duduk selonjor ke
terlentang
b. Bergerak dari terlentang ke tengkurap atau tengkurup ke terlentang
c. Bergerak dari terlentang ke duduk atau duduk ke terlentang
d. Berbalik dari sisi ke sisi
e. “bergerak cepat” atau reposisi diri di tempat tidur
2. Hambatan mobilitas fisik
Definisi: suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang bermanfaat
dari tubuh atau satu ektremitas atau lebih
Batasan karakteristik
Objektif:
a. Penurunan waktu reaksi
b. Kesulitan bergerak
c. Perubahan cara berjalan (misalnya, penurunan aktivitas dari kecepatan
berjalan, kesulitan untuk memulai berjalan dengan menyeret kaki, pada saat
berjalan badan mengayun ke samping)
d. Tremor yang diindikasi oleh pergerakan
e. Melambatnya pergerakan
f. Pergerakan kaki tak terkoordinasi
g. Keterbatasan ROM (rentang gerak)
3. Hambatan morbilitas berkursi roda
Definisi: keterbatasan pengoperasian kursi roda secara mandiri pada lingkungan
tertentu
Batasan karakteristik:
a. hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda manual atau listrik
pada tanjakan atau turunan
b. hambatan kemampuan untuk menjalankan kursi roda manual atau listrik pada
permukaan rata atau yang tidak rata
c. hambatan kemampuan untuk mengoperasikan kursi roda trotoar (pinggir jalan)
4. Hambatan kemampuan berpindah
Definisi: keterbatasan pergerakan mandiri di antara dua permukaan yang dekat
Batasan karakteristik:
a. Hambatan dari tempat tidur ke kursi dan kursi ke tempat tidur
b. Hambatan dari kursi ke mobil atau mobil ke kursi
c. Hambatan dari kursi ke lantai atau lantai ke kursi
d. Hambatan dari berdiri ke lantai atau lantai ke berdiri
5. Hambatan berjalan
Definisi : keterbatasan pergerakan mandiri dalam lingkungan dengan berjalan kaki
Batasan karakteristik:
a. Hambatan menaiki tangga
b. Hambatan menentukan arah
c. Hambatan berjalan pada area yang menurun atau menanjak
d. Hambatan berjalan permukaaan yang tidak rata

Komplikasi

Imobilitas daoat menimbukkan berbagai masalah sebagai berikut: infeksi saluran


kemih, atrofi otot karena disused/disuse sindrome, konstipasi, infeksi paru, gangguan aliran
darah dan dekubitus.

2.7. Penatalaksanaan

1. Lakukan perubahan posisi (ROM), yang sering membantu untuk mencegah edema
dependen dan merangsang sirkulasi, fungsi pernapasan, motilitas gastrointestinal dan
sensasi neurologi.
2. Tingkatkan metabolisme dengan aktivitas dalam batas kemampuan pasien.
3. Diet TKTP, rangsang nafsu makan dengan makanan kecil yang disukai pasien dan
hidrasi yang adekuat.
4. Perhatikan kebutuhan eliminasi dan toileting membantu mengurangi rasa malu dan
membantu BAK/BAB.
5. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik jika pasien yang tidak mampu/ takut bergerak
yang membutuhkan latihan dan gerakan pasif.
6. Jika memungkinkan bawa pasien untuk berjalan-jalan keluar ruangan dengan kursi
roda. Untuk meningkatkan stimulus lingkungan dan memberikan kontak sosial
dengan orang lain.
7. Atur jadwal kunjungan orang terdekat untuk memberikan dukungan.

2.8. Pemeriksaan Penunjang


1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan
tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang
terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau
tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang
didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive,
yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang.
4. Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali
Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
2.9. Posisi Klein Ditempat Tidur Klien dengan Pembidaian

Posisi Supine

Posisi dengan klien berbaring lurus, tulang punggung dan kedua kaki lurus, posisi lengan
dengan telapak tangan menghadap kebawah, untuk menjaga kaki tetap pada sisi yang tepat.

Tujuan

1. Agar menjadi lebih rilek


2. Mencegah kontroktur otot abdomen
3. Memudahkan pemeriksaan denyut nadi

Indikasi

1. Dilakukan pada ibu hamil muda


2. Dilakukan pada waktu pre dan post operasi

Kontraindikasi

1. Pada kien dengan sesak nafas


2. Pada koien dengan fraktur lumbal

Pelaksaan: Rasional:
- Memberi tahu pasien - Menjelaskan tindakan pada klien
- Cuci tangan - Menjaga kehigienisan
- Kepala dan punggung klien - Memberikan kenyamanan dan
berada diatas tempat tidur menghindari fleksi tulang
dengan meletakkan batal belakang
dibawah kepala
- Kaki diluruskan diatas tempat - Cukup jelas
tidur, dengan meletakkan batal
dibawah kepala
- Cukup jelas
- Merapikan tempat tidur
- Cuci tangan - Menghidari infeksi silang

Posisi fowler

Posisi duduk, dimana pasien istirahat diatas istirahat diatas tempat tidur dengan tubuh agak
dinaikkan keatas dan derajat ketinggian (75-90) derajat.

Tujuan

1. Memberikan perasaaan senang


2. Membantu melancarkan keluarnya cairan
3. Mengurangi sesak napas

Indikasi

1. Klien sesak nafas (penyakit jantung dan asma) atau gangguan pernafasan
2. Klien dengan resiko ulkus
3. Klien yang sedang makan atau minum

Kontraindikasi

1. Fraktur tulang pelvis, post operasi abdoment


2. Fraktur tulang belakang (vetebra lumbalis)

Penatalaksanaan: Rasional :
- Memberi tahu pasien - Jika klien dapat bergerak dengan bebas,
- Mencuci tangan menggerakan posisi pinggang dari yang
- Naikkan bagian kepala tempat tidur tinggi sampai yang rendah serta dapat
yang lebih tinggi, biarkan kepala klien meluruskan pundak.
beristirahat dan diberi bantal. (posisi ini - Megurangi pegerakan. Mengurangi
mencegah fleksi dari leher). pergerakan yang melawan grafitasi.
- Posisikan klien sehingga sudutnya
berada di pinggul. (menjaga punggung - Memastikan klien berada ditengah
dalam keadaan lurus). tempat tidur ketika klien berubah
- Beri bantal pada lengan bawah keadaannya.
sehingga lengan bawah tersangga untuk - Memberikan motifasi kepada klien
mencegah bahu klien tertarik. (tindakan untuk menaikkan rasa keamanan.
ini mencegah bahu klien tertarik - Menjaga tulang punggung pada keadaan
kebawah). yang sejajar.
- Sangga tangan dengan bantal sehingga
tangan dalam posisi normal dengan - Mencegah tekanan dipundak secara
lengan bawah tersangga. (posisi ini langsung yang berlebihan.
mencegah kontraktur pergelangan - Memperbaiki fentilasi dengan
tangan dan membantu sirkulasi di mengurangi tekanan pada dada.
tangan).
- Tekuk dalam keadaan tertentu, hindari - Memberikan sokongan kepada klien
tekanan pembuluh darah dan syaraf agar tidak mengguling kembali.
dibelakang lutut. Tekanan didaerah ini
mengurangi sirkulasi kebagian tungkai
bawah dan kaki, dan syaraf dapat
terganggu. (lutut yang difleksikan
- Menjaga kehigienisan
terlalu lama dapat menyebabkan
kontraktur).
- Cuci tangan

Posisi semi fowler

Sikap dalam posisi setengan duduk 15 derajat sampai 60 derajat

Tujuan

1. Mobilisasi
2. Memberikan perasaaan lega kapda klien yang sesak nafas
3. Memudahkan perawatan misalnya memberikan makan

Indikasi

1. Klien sesak napaf


2. Klien pasca operasi struma, hidung, thorax
3. Klien dengan penyakit tenggorokan yang memproduksi sputum, aliran gelembung dan
kotoran pada saluran pernapasan

Kontraindikasi
1. Pada klien yang post operasi serbikalis vetebrata
2. Confusion serebri atau gegar otak
3. Comser (comusio seribri) atau memar otak

Penatalaksanaan: Rasional
- Mengangkat kepala dari tempat tidur - Meminimalkan adanya perkembangan
kepermukaan yang tepat (45 sampai 90 udem dan mencegah lepasnya
derajat) (lihat ilustrasi). sambungan pundak klien ketika klien
- Gunakan bantal untuk menyokong melakukan rutiniatas diatas tempat tidur
lengan dan kepala klien jika tubuh yang dapat menambah keadaan klien
bagian atas klien lumpuh. semakin buruk.
- letakan bantal dibawah kepala klien - Menjaga kenyamanan klien ketika tidur
sesuai dengan keinginan klien, dan mencegah adanya tekanan lutut
menaikkan lutut dari tempat tidur yang yang berlebihan.
rendah. Menghindari adanya tekanan - Tekanan dapat mengganggu sirkulasi
dibawah jarak popliteal (dibawah dan distribusi dari Thromboemboli
lutut). (Pembekuan darah)
- Ganti derajat ketinggian kepala dari - Merubah dari tekanan titik terendah dan
tempat tidur antara 5 sampai 10 derajat menaikkan kenyamanan.
sesering mungkin.
- Identifikasi tekanan potensial pada titik
tertentu, siku, sacrum atau tulang
tungging (sulbi) dan tumit.(lihat figure
6- 1,p. 98).

Posisi sim

Posisi dengan pasien dibaringkan kekiri, atau kekanan dengan setengah telungkup, dan
tangan yang dibawah diletakkan dibelakang punggung, serta yang atas difleksikan didepan
bahu.

Tujuan

1. Memudahkan untuk melakukan pemeriksaan rectum (pelepasan)


2. Memudahkan dalam melakukan suntikan
3. Untuk mengurangi tekanan kulit yang berlawanan dengan punggung.

Indikasi

1. Klien yang tidak mampu mengeluarkan sputum dari mulut


2. Pada klien yang mempunyai secret yang banyak agar tidak masuk ke paru-paru
3. Untuk pemeriksaan vagina atau rectu
4. Dilakukan pada pasien yang tidak sadar untuk mempemudahkan jalan masuk air dari
mulut klien
5. Pada ibu hamil atau punya tumor perut.

Kontraindikasi

Klien dengan kelainan sendi pada lutut dan panggul.

Penatalaksanaan: Rasional:
- Memberi tahu klien - Menjelaskan tindakan pada pasien.
- Cuci tangan - Menjaga higienitas.
- Klien miring kekiri atau kekanan dan - Supaya lengan yang ada dibagian bawah
setengah badan telungkup. Tangan tidak ketindihan tubuh pasien.
yang dibawah diletakkan dibelakang - Untuk menjaga serebral seruikal tetap
punggung, serta yang atas difleksikan lurus
didepan bahu. - Supaya nyaman dan sejajar dengan
- Dibawah kepala diberi bantal. tubuh.
- Dibawah kaki dan tangan yang
difleksikan didepan diberi bantal.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
Faktor yang mengakibatkan terjadinya imobilisasi ialah gangguan muskuloskeletal,
kardiovaskular, respirasi. Jenis imobilisasi ada imobilisasi fisik, intelektual, emosional,
sosial. Efek pada imobilisasi ialah efek fisiologis ,keluarga serta prikologis.

Hambatan mobilitas dibagi menjadi 5 ialah diataranya: hambatan mobilitas ditempat


tidur keterbatasan kebebasan bergerak di atas tempat tidur dari posisi yang lain, hambatan
mobilitas fisik suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang bermanfaat dari
tubuh atau satu ektremitas atau lebih, hambatan mobilitas berkursi roda keterbatasan
pengoperasian kursi roda secara mandiri pada lingkungan tertentu, hambatan mobilitas
kemampuan berpindah keterbatasan pergerakan mandiri di antara dua permukaan yang dekat,
hambatan berjalan keterbatasan pergerakan mandiri dalam lingkungan dengan berjalan kaki.
Imobilitas daoat menimbukkan berbagai masalah sebagai berikut: infeksi saluran kemih,
atrofi otot karena disused/disuse sindrome, konstipasi, infeksi paru, gangguan aliran darah
dan dekubitus.

3.2. Saran

Diharapkan mahasiswa dapat memahami sehingga lebih optimal dalam memberikan


pelayanan terhadap kebutuhan dasar mobilisasi dan dapat mencegah masalah kebutuhan dasar
imobilisasi yang lebih buruk dengan gangguan mobilisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, A.Alimul. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia (Aplikasi Konsep dan

Potter, P.A dan Perry,A,G. (2005). Buku Ajar Fundalmental Keperawatan Konsep,
Proses dan Praktik. Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.

Tarwoto dan Wartonah. (2011). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan
Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.

Putri, A. W. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST OPERASI


FRAKTUR EKSTREMITAS BAWAH DENGAN MASALAH GANGGUAN
MOBILITAS FISIK (Studi Kasus di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang)
(Doctoral dissertation, STIKES Panti Waluya Malang).

https://pdfcookie.com/download/pengaturan-posisi-pasien-lp-rv31oxpp802d

Anda mungkin juga menyukai