OLEH :
Kelompok 4 Ners 3B :
TA 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunianya. Kami dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Medika Bedah III dengan
judul “IMOBILISASI”. Kami berterima kasih kepada ibu Imelda Sirait, S.Kep.,Ns.,M.Kep
dan pak Jagentar P Pane, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kami berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendri maupun orang
yang membacannya. Sebelumnya kami mohon maaf apa terdapat kesalahan kata- kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.
KATA PENGANTAR................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
2.7. Penatalaksanaan.................................................................................................................
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
TINJAUAN TEORITIS
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
(Hidayat, 2009).
1. Gangguan muskuloskeletal
a. Osteoporosis
b. Atrofi
c. Kontraktur
d. Kekakuan sendi
2. Gangguan kardiovaskular
a. Hipotensi postural
b. Vasodilatasi vena
c. Peningkatan penggunaan valsava manuver
3. Gangguan sistem respirasi
a. Penurunan gerak pernapasan
b. Bertambahnya sekresi paru
c. Atelektasis
d. Pneumonia hipostasis
1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Sebagai contoh, keadaan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang
paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan idividu yang mengalami hambatan dalam melakukan
interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi perannya
dalam kehidupan sosial.
1. Cedera tulang : penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulang
(fraktur)tertentu akan menghambat pergerakan
2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis dan gangguan saraf tepi
yang menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi
3. Penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan kelelahan dan sesak napas ketika
beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada organ-organ tersebut akan
mengurangi imobilisasinya. Ia cenderung lebih banyak duduk dan berbaring.
4. Gips ortopedik dan bidai
5. Penyakit kritis yang memerlukan istirahat
6. Menetap lama pada posisi gravitasi berurang, seperti saat duduk atau berbaring
7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi namun tanpa
melawan gaya gravitasi
Biasannya alasan imobilisasi pada anak atau perbatasan aktivitas pada anak tanpa
disability adalah sakit atau injury. Bed rest atau penggunaan alat restraining mekanik
(pemasangan traksi, gips, bidai) merupakan tindakan yang paling sering dilakukan
untuk penyembuhan dan pemulihan. Saat anak sakit mereka cenderung diam dan
aktivitasnya berkurang. Anak terpaksa tidak active karena keterbatasan fisik/teraphy
akan memberikan efek terhadap keterbatasan gerak.
Alasan yang paling banyak untuk terjadi imobilisasi pada anak antara lain:
1. Pembatasan gerak yang sifatnya terapeutik pada: injury pada tungkai dan lengan,
pembedahan
2. Pembatasan yang tidak dapat dihindari karena ketidakmampuan primer menjadi
paralisis
3. Pembatasan secara otomatis sampai dengan gaya hidup.
Tingakat imobilisasi menjadi bervariasi:
Imobilisasi secara komplit : pada pasien yang tidak sadar
Imobilisasi secara parsial: pada pasien fraktur kaki
Pembatasan aktivitas karena alasan kesehatan: klien sesak napas pada decom menjadi
tidak boleh jalan atau naik tangga
Bedrest: bedrest ialah klien istirahat ditempat tidur kecuali ia pergi kekamar mandi
Bedrest total: klien tidak boleh bergerak dari tempat tidur dan tidak boleh pergi
kekamar mandi atau duduk dikursi.
Keuntungan bedrest:
a. Mengurangi kebutuhan sel tubuh terhadap O2
b. Menyalurkan sumber energi untuk proses penembuhan
c. Mengurangi nyeri
1. Sistem muskular
Otot yang tidak akan mengalami kehilangan kekuatan 3% per hari, dan dalam hal ini
tanpa defisit neuromuskular primer kadang-kadang memerlukan beberapa
minggu/bulan untuk dapat berfungsi kembali. Streching dapat terjadi seperti
kehilangan tonus otot atau seperti exessive strain (wirst drop/foot drop) dapat terjadi
karena kerusakan jaringan/atropi otot. Pada atropi otot yang general → penurunan
kekuatan otot dan kekakuan pada persendian. Kekakuan sendi dan perlekatan sendi
serta otot.
2. Sistem skeletal
Kondisi skeletal sehari-hari akan dipertahankan antara aktivitas formasi tulang
(Osteoblastic activity) dan resporsi tulang (osteoclastic actinity). Bila stressing pada
tulang berkurang, aktivitas osteobalas menurun, akan dilanjutkan dengan destruksi
tulang, calsium tulang akan berkurang, sedangkan serum nirogen dan phospor
meningkat → deminralisasi tulang (osteopenia) → fraktur patologis dan peningkatan
kalsium darah. Atrofi dan kelemahan otot rangka.
Pada anak yang tidak dapat bergerak, seperti anak dengan penurunan kesadaran,
pergerakan menjadi terbatas → kontrkator persendian.
Kontraktor paling sering di hip, lutut, bahu, paintar, kaki.
3. Sisitem kardiovaskular
Ada tiga efek yang dapat terjadi pada sistem kardio vaskuler:
a. Hypotensi ortostatik
b. Peningkatan kerja jantung
c. Trombus formation
d. Gangguan distribusi volume darah
4. Sistem respiratory
Basal metabolisme rate menurun karena adanya penurunan kebutuhan energi dalam
sel → kebutuhan sel akan oksigen menurun → produksi CO2, berkurang →
penurunan kebutuhan O2 dan CO2 menyebabkan respirasi menjadi lambat dan dalam.
Expansi dada terbatas karena adanya distensi abdomen akibat akumulasi feses, gas
dan cairan atau karena penggunaan alat yang membatasi gerak seperti body cast,
brace, tight bindes.
5. Sistem gastrointestinal
Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan balance nitrogen yang negatif yang
disebabkan oleh peningkatan aktivitas katabolisme → penurunan kontribusi energi →
ingesti nutrisi menurun → nafsu makan menurun.
Penurunan aktivitas → efek gravitational pada pergerakan feses → fases menjadi
keras → sulit untuk dikeluarkan → konstipasi.
6. Sistem renal
Struktur dalam sistem perkemihan dirancang untuk posisi tegak lurus sehingga bila
terjadi perubahan posisi kontraksi peristaltik ureter akan memberikan tahanan
terhadap kandung kemih → urine menjadi statis → merangsang pembentukan batu →
batu dalam saluran kemih.
Batu dalm saluran kemih → urine statis → media untuk pertumbuhan mikro
organisme → infeksi saluran kemih.
7. Sistem integumentary
Akibat immobilisasi dapat menyebabkan aliran darah menurun terutama pada daerah
yang tertekan (sacrum, occiput, trokanter dan ankle) → distribusi O2 dan nutrisi
menurun → ischemia jaringan → nekritic jaringan → ulcer (decubitus).
8. Sistem neurosensory
Menurut hasil penelitian efek immobilisasi terhadap sistem neurosensory tidak begitu
terlihat. Dua hal yang dapat terjadi : loss of innervation dan sensory and perceptual
deprivation.
Aktivitas fisik merupakan bagian integraldari kehidupan sehari-hari dan penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan fisik. Aktivitas ini membantu pasien mengatasi bermacam-
macam perasaaan dan implus serta memberikan mekanisme yang memungkinkan mereka
mengendalikan ketegangan dari dalam. Pasien berespon terhadap ansietas dengan
meningkatkan aktivitas. Apabila kekuatan ini tidak ada, mereka akan kehilangan masukan
yang penting dan tempat untuk mengekspresikan perasaan fantasinya. Keadaan seperti ini
sering kali menimbulkan perasaan terisolasi dan bosan.
Reaksi pasien terhadap imobilisasi:
Komplikasi
2.7. Penatalaksanaan
1. Lakukan perubahan posisi (ROM), yang sering membantu untuk mencegah edema
dependen dan merangsang sirkulasi, fungsi pernapasan, motilitas gastrointestinal dan
sensasi neurologi.
2. Tingkatkan metabolisme dengan aktivitas dalam batas kemampuan pasien.
3. Diet TKTP, rangsang nafsu makan dengan makanan kecil yang disukai pasien dan
hidrasi yang adekuat.
4. Perhatikan kebutuhan eliminasi dan toileting membantu mengurangi rasa malu dan
membantu BAK/BAB.
5. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik jika pasien yang tidak mampu/ takut bergerak
yang membutuhkan latihan dan gerakan pasif.
6. Jika memungkinkan bawa pasien untuk berjalan-jalan keluar ruangan dengan kursi
roda. Untuk meningkatkan stimulus lingkungan dan memberikan kontak sosial
dengan orang lain.
7. Atur jadwal kunjungan orang terdekat untuk memberikan dukungan.
Posisi Supine
Posisi dengan klien berbaring lurus, tulang punggung dan kedua kaki lurus, posisi lengan
dengan telapak tangan menghadap kebawah, untuk menjaga kaki tetap pada sisi yang tepat.
Tujuan
Indikasi
Kontraindikasi
Pelaksaan: Rasional:
- Memberi tahu pasien - Menjelaskan tindakan pada klien
- Cuci tangan - Menjaga kehigienisan
- Kepala dan punggung klien - Memberikan kenyamanan dan
berada diatas tempat tidur menghindari fleksi tulang
dengan meletakkan batal belakang
dibawah kepala
- Kaki diluruskan diatas tempat - Cukup jelas
tidur, dengan meletakkan batal
dibawah kepala
- Cukup jelas
- Merapikan tempat tidur
- Cuci tangan - Menghidari infeksi silang
Posisi fowler
Posisi duduk, dimana pasien istirahat diatas istirahat diatas tempat tidur dengan tubuh agak
dinaikkan keatas dan derajat ketinggian (75-90) derajat.
Tujuan
Indikasi
1. Klien sesak nafas (penyakit jantung dan asma) atau gangguan pernafasan
2. Klien dengan resiko ulkus
3. Klien yang sedang makan atau minum
Kontraindikasi
Penatalaksanaan: Rasional :
- Memberi tahu pasien - Jika klien dapat bergerak dengan bebas,
- Mencuci tangan menggerakan posisi pinggang dari yang
- Naikkan bagian kepala tempat tidur tinggi sampai yang rendah serta dapat
yang lebih tinggi, biarkan kepala klien meluruskan pundak.
beristirahat dan diberi bantal. (posisi ini - Megurangi pegerakan. Mengurangi
mencegah fleksi dari leher). pergerakan yang melawan grafitasi.
- Posisikan klien sehingga sudutnya
berada di pinggul. (menjaga punggung - Memastikan klien berada ditengah
dalam keadaan lurus). tempat tidur ketika klien berubah
- Beri bantal pada lengan bawah keadaannya.
sehingga lengan bawah tersangga untuk - Memberikan motifasi kepada klien
mencegah bahu klien tertarik. (tindakan untuk menaikkan rasa keamanan.
ini mencegah bahu klien tertarik - Menjaga tulang punggung pada keadaan
kebawah). yang sejajar.
- Sangga tangan dengan bantal sehingga
tangan dalam posisi normal dengan - Mencegah tekanan dipundak secara
lengan bawah tersangga. (posisi ini langsung yang berlebihan.
mencegah kontraktur pergelangan - Memperbaiki fentilasi dengan
tangan dan membantu sirkulasi di mengurangi tekanan pada dada.
tangan).
- Tekuk dalam keadaan tertentu, hindari - Memberikan sokongan kepada klien
tekanan pembuluh darah dan syaraf agar tidak mengguling kembali.
dibelakang lutut. Tekanan didaerah ini
mengurangi sirkulasi kebagian tungkai
bawah dan kaki, dan syaraf dapat
terganggu. (lutut yang difleksikan
- Menjaga kehigienisan
terlalu lama dapat menyebabkan
kontraktur).
- Cuci tangan
Tujuan
1. Mobilisasi
2. Memberikan perasaaan lega kapda klien yang sesak nafas
3. Memudahkan perawatan misalnya memberikan makan
Indikasi
Kontraindikasi
1. Pada klien yang post operasi serbikalis vetebrata
2. Confusion serebri atau gegar otak
3. Comser (comusio seribri) atau memar otak
Penatalaksanaan: Rasional
- Mengangkat kepala dari tempat tidur - Meminimalkan adanya perkembangan
kepermukaan yang tepat (45 sampai 90 udem dan mencegah lepasnya
derajat) (lihat ilustrasi). sambungan pundak klien ketika klien
- Gunakan bantal untuk menyokong melakukan rutiniatas diatas tempat tidur
lengan dan kepala klien jika tubuh yang dapat menambah keadaan klien
bagian atas klien lumpuh. semakin buruk.
- letakan bantal dibawah kepala klien - Menjaga kenyamanan klien ketika tidur
sesuai dengan keinginan klien, dan mencegah adanya tekanan lutut
menaikkan lutut dari tempat tidur yang yang berlebihan.
rendah. Menghindari adanya tekanan - Tekanan dapat mengganggu sirkulasi
dibawah jarak popliteal (dibawah dan distribusi dari Thromboemboli
lutut). (Pembekuan darah)
- Ganti derajat ketinggian kepala dari - Merubah dari tekanan titik terendah dan
tempat tidur antara 5 sampai 10 derajat menaikkan kenyamanan.
sesering mungkin.
- Identifikasi tekanan potensial pada titik
tertentu, siku, sacrum atau tulang
tungging (sulbi) dan tumit.(lihat figure
6- 1,p. 98).
Posisi sim
Posisi dengan pasien dibaringkan kekiri, atau kekanan dengan setengah telungkup, dan
tangan yang dibawah diletakkan dibelakang punggung, serta yang atas difleksikan didepan
bahu.
Tujuan
Indikasi
Kontraindikasi
Penatalaksanaan: Rasional:
- Memberi tahu klien - Menjelaskan tindakan pada pasien.
- Cuci tangan - Menjaga higienitas.
- Klien miring kekiri atau kekanan dan - Supaya lengan yang ada dibagian bawah
setengah badan telungkup. Tangan tidak ketindihan tubuh pasien.
yang dibawah diletakkan dibelakang - Untuk menjaga serebral seruikal tetap
punggung, serta yang atas difleksikan lurus
didepan bahu. - Supaya nyaman dan sejajar dengan
- Dibawah kepala diberi bantal. tubuh.
- Dibawah kaki dan tangan yang
difleksikan didepan diberi bantal.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya.
Faktor yang mengakibatkan terjadinya imobilisasi ialah gangguan muskuloskeletal,
kardiovaskular, respirasi. Jenis imobilisasi ada imobilisasi fisik, intelektual, emosional,
sosial. Efek pada imobilisasi ialah efek fisiologis ,keluarga serta prikologis.
3.2. Saran
Aziz, A.Alimul. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia (Aplikasi Konsep dan
Potter, P.A dan Perry,A,G. (2005). Buku Ajar Fundalmental Keperawatan Konsep,
Proses dan Praktik. Edisi 4 Volume 2. Jakarta : EGC.
Tarwoto dan Wartonah. (2011). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan
Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika.
https://pdfcookie.com/download/pengaturan-posisi-pasien-lp-rv31oxpp802d