Anda di halaman 1dari 18

tugas dari psikologi makalah tentang LANSIA (Lanjut Usia)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan jumlah lansia terjadi baik di negara maju maupun di negara sedang berkembang.
Gejala menuanya struktur penduduk (ageing population) juga terjadi di Indonesia. Jika pada
tahun 1990 jumlah lansia hanya sekitar 11 juta maka pada tahun 2020 jumlah itu diperkirakan
akan meningkat menjadi sekitar 29 juta, dengan peningkatan dari 6,3% menjadi 11,4% dari
total populasi.
Proses penuaan akan berkaitan dengan proses degeneratif tubuh dengan segala penyakit yang
terkait, termasuk gangguan mobilitas dan alat gerak. Dengan demikian, golongan lansia ini
akan memberikan masalah kesehatan khusus yang memerlukan bantuan pelayanan kesehatan
tersendiri. Dengan usia lanjut dan sisa kehidupan yang ada, kehidupan lansia terisi dengan
40% masalah kesehatan.

1.2 Tujuan
• Untuk mengetahui pengertian lansia
• Untuk mengetahui perubahan-perubahan lansia
• Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi lansia

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan
yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu
mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran
dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan normal, seperti rambut yang mulai
memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum
lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial,
serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan
beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak (Soejono, 2000).
2.2 Batasan Lansia
Ada beberapa pendapat mengenai batasan umur lanjut usia yaitu:
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia
Lanjut usia meliputi : usia pertengahan yakni kelompok usia 46 sampai 59 tahun. Lanjut usia
(Elderly) yakni antara usia 60-74 tahun. Usia lanjut tua (Old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun
dan usia sangat tua (Very Old) yaitu usia diatas 90 tahun.
b. Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998
Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
c. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro pengelompokkan lanjut usia sebagai berikut :
Usia dewasa muda (Elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun. Usia dewasa penuh (Middle
year) atau maturitas : 25-60 atau 65 tahun. Lanjut usia (Geriatric Age) lebih dari 65 atau 70
tahun. Terbagi untuk umur 75-80 tahun (Old) dan lebih dari 80 tahun (Very Old).
2.3. Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia menurut Nugroho (2000) yaitu :
a. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh terjadinya proses
degeneratif yang meliputi :
1) Sel terjadi perubahan menjadi lebih sedikit jumlahnya dan lebih besar ukurannya, serta
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya intraseluler.
2) Sistem persyarafan terjadi perubahan berat otak 10-20, lambat dalam respon dan waktu
untuk bereaksi dan mengecilnya syaraf panca indera yang menyebabkan berkurangnya
penglihatan, hilangnya pendengaran, menurunnya sensasi perasa dan penciuman sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan misalnya glukoma dan sebagainya.
3) Sistem pendengaran terjadi perubahan hilangnya daya pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun dan pendengaran bertambah
menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress. Hilangnya
kemampuan pendengaran meningkat sesuai dengan proses penuaan dan hal yang seringkali
merupakan keadaan potensial yang dapat disembuhkan dan berkaitan dengan efek-efek
kolateral seperti komunikasi yang buruk dengan pemberi perawatan, isolasi, paranoia dan
penyimpangan fungsional.
4) Sistem penglihatan terjadi perubahan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih
terbentuk spesies, lensa lebih suram sehingga menjadi katarak yang menyebabkan gangguan
penglihatan, hilangnya daya akomodasi, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya
adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, menurunnya
lapang pandang sehingga luas pandangnya berkurang luas.
5) Sistem kardiovaskuler terjadi perubahan elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung
menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume
kehilangan elastisitas pembuluh darah karena kurangnya efektivitas pembuluh darah feriver
untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk, duduk keberdiri bisa mengakibatkan
tekanan darah menurun menjadi mmHg yang mengakibatkan pusing mendadak, tekanan
darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.
b. Perubahan mental
Meliputi perubahan dalam memori secara umum. Gejala-gejala memori cocok dengan
keadaan yang disebut pikun tua, akhir-akhir ini lebih cenderung disebut kerusakan memori
berkenaan dengan usia atau penurunan kognitif berkenaan dengan proses menua. Pelupa
merupakan keluhan yang sering dikemukakan oleh manula, keluhan ini di anggap lumrah dan
biasa oleh lansia, keluhan ini didasari oleh fakta dari peneliti cross sectional dan logitudional
didapat bahwa kebanyakan, namun tidak semua lansia mengalami gangguan memori,
terutama setelah usia 70 tahun, serta perubahan IQ (intelegentia quotient) tidak berubah
dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya penampilan, persepsi dan
ketrampilan psikomotor terjadi perubahan daya membayangkan karena tekanan-tekanan dari
faktor waktu.
c. Perubahan-perubahan psikososial
Meliputi pensiun, nilai seseoarang sering di ukur oleh produktivitasnya dan identitas di
kaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seorang pension (purna tugas) ia akan
mengalami kehilangan financial, status, teman dan pekerjaan. Merasakan sadar akan
kematian, semakin lanjut usia biasanya mereka menjadi semakin kurang tertarik terhadap
kehidupan akhirat dan lebih mementingkan kematian itu sendiri serta kematian dirinya,
kondisi seperti ini benar khususnya bagi orang yang kondisi fisik dan mentalnya semakin
memburuk, pada waktu kesehatannya memburuk mereka cenderung untuk berkonsentrasi
pada masalah kematian dan mulai dipengaruhi oleh perasaan seperti itu, hal ini secara
langsung bertentangan dengan pendapat orang lebih muda, dimana kematian mereka
tampaknya masih jauh dan karena itu mereka kurang memikirkan kematian.
d. Perubahan psikologis
Masalah psikologis yang dialami oleh lansia ini pertama kali mengenai sikap mereka sendiri
terhadap proses menua yang mereka hadapi, antara lain penurunan badaniah atau dalam
kebingungan untuk memikirkannya. Dalam hal ini di kenal apa yang di sebutdisengagement
theory, yang berarti ada penarikan diri dari masyarakat dan diri pribadinya satu sama lain.
Pemisahan diri hanya dilakukan baru dilaksanakan hanya pada masa-masa akhir kehidupan
lansia saja. Pada lansia yang realistik dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru.
Karena telah lanjut usia mereka sering dianggap terlalu lamban, dengan gaya reaksi yang
lamban dan kesiapan dan kecepatan bertindak dan berfikir yang menurun. Daya ingat mereka
memang banyak yang menurun dari lupa sampai pikun dan demensia, biasanya mereka masih
ingat betul peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenal hal-hal yang
baru terjadi.
2.4 Masalah-masalah yang di Hadapi pada Lansia
Pada umumnya berbeda dengan pada dewasa muda, karena masalah pada lansia merupakan
gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat proses menua. Proses ini menyebabkan
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap penyakit dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkannya.
Menurut Robert Kane dan Joseph Ouslander , penulis buku “ Essentials of Clinical
Geriatrics” , Permasalahan Lansia sering disebut dengan istilah 14 I.
1. Immobility (kurang bergerak): gangguan fisik, jiwa, dan faktor lingkungan dapat
menyebabkan lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling sering adalah gangguan tulang,
sendi dan otot, gangguan saraf, dan penyakit jantung dan pembuluh darah.
2. Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil dan mudah jatuh). Akibat jatuh pada lansia
pada umumnya adalah kerusakan bahagian tertentu dari tubuh yang mengakibatkan rasa sakit,
seperti patah tulang, cedera pada kepala. Penyebab instabilitas dapat berupa faktor intrinsic,
hal-hal yang berkaitan dengan keadaan fisik tubuh penderita karena proses menua; dan faktor
ekstrinsik yang berasal dari luar tubuh seperti obat-obat tertentu dan faktor lingkungan.
3. Incontinence (beser buang air senil). Keluarnya air seni tanpa disadari, semakin banyak
dan sering, mengakibatkan masalah kesehatan atau lingkungan, khususnya lingkungan
keluarga. Untuk menghindari ini, lansia sering mengurangi minum. Upaya ini justru
menyebabkan lansia kekurangan cairan tubuh dan juga berkurangnya kemampuan kandung
kemih dalam menjalankan fungsinya.
4. Intellectual impairment (gangguan intelektual/dementia). Gangguan intelektual merupakan
kumpulan gejala klinik yang meliputi gangguan fungsi intelektual dan ingatan yang cukup
berat.
5. Infection (infeksi). Kekurangan gizi, kekebalan tubuh:yang menurun adalah penyebab
utama lansia mudah mendapat penyakit infeksi. Selain itu berkurangnya fungsi berbagai
organ tubuh, terdapatnya beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang menyebabkan
daya tahan tubuh yang sangat berkurang, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman
akan mempermudah tubuh mengalami infeksi.
6. Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin
integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, daya pulih, dan kulit). Akibat proses menua
semua fungsi pancaindera dan otak berkurang. Demikian juga gangguan pada saraf dan otot-
otot yang digunakan untuk berbicara dapat menyebabkn terganggunya komunikasi, daya
pulih terhadap penyakitpun berkurang sedangkan kulit menjadi lebih kering, rapuh dan
mudah rusak.
7. Impaction (sulit buang air besar). Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya ini
adalah kurangnya gerakan fisik, makanan yang kurang mengandung serat, kurang minum,
akibat obat-obat tertentu dan lain-lain. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit terjadi
atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di dalam usus menjadi keras dan
kering, dan pada keadaan yang berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa
penyumbatan pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
8. Isolation (depresi), perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan berkurangnya
kemandirian sosial serta perubahan-perubahan akibat proses menua menjadi salah satu
pemicu munculnya depresi pada lansia.
9. Inanition (kurang gizi ), kekurangan gizi dapat disebabkan ketidaktahuan untuk memilih
makanan yang bergizi. Terutama karena isolasi sosial (terasing dari masyarakat), gangguan
pancaindera, kemiskinan, hidup seorang diri.
10. Impecunity (tidak punya uang), dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan
fisik dan mental akan berkurang secara perlahan-lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan
tubuh dalam mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak dapat
memperoleh penghasilan.
11. Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), masalah yang sering terjadi adalah
menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan obat yang banyak, apalagi
penggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa pengawasan dokter. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya suatu penyakit akibat pemakaian berbagai macam obat.
12. Insomnia (gangguan tidur), berbagai keluhan gangguan tidur yang sering dilaporkan oleh
para lansia, yakni sulit tidur, tidur tidak nyenyak, tidurnya banyak mimpi mudah terbangun,
jika terbangun sukar tidur kembali, terbangun dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari.
13. Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), daya tahan tubuh yang menurun
selain disebabkan karena proses menua, tetapi dapat pula karena berbagai keadaan seperti
penyakit yang sudah lama atau baru diderita. Selain itu dapat juga disebabkan penggunaan
berbagai obat, keadaan gizi yang kurang, penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
14. Impotence (impotensi). merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan atau
mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan sanggama yang memuaskan.
Penyebab disfungsi ereksi pada lansia adalah hambatan aliran darah ke dalam alat kelamin
sebagai adanya kekakuan pada dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) baik karena proses
menua maupun penyakit, dan juga berkurangnya sel-sel otot polos yang terdapat pada alat
kelamin serta berkurangnya kepekaan dari alat kelamin pria terhadap rangsangan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan normal, seperti rambut yang mulai
memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta
kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut.
Pada umumnya berbeda dengan pada dewasa muda, karena masalah pada lansia merupakan
gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat proses menua. Proses ini menyebabkan
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat
bertahan terhadap penyakit dan memperbaiki kerusakan yang diakibatkannya.
3.2 Saran
Sebaiknya lansia mendekatkan diri kepada sang pencipta, misal; shalat fardu dan shalat
sunnah, mengaji, dan lain-lain. Jangan terlalu banyak pikiran, istirahat yang cukup, jangan
terlalu sering minum kopi atau minuman yang mengandung alkohol, hindari merokok,
makan-makan yang sehat, olahraga sehat. Hidup sehat pada saat lansia pasti menyenangkan.
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bidan Praktek Mandiri ( BPM ) merupakan bentuk pelayanan kesehatan di bidang

kesehatan dasar. Praktek bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang

diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga, dan masyarakat) sesuai dengan

kewenangan dan kemampuannya. Bidan yang menjalankan praktek harus memiliki Surat Izin

Praktek Bidan ( SIPB ) sehingga dapat menjalankan praktek pada saran kesehatan atau

program. ( Imamah, 2012 : 01)

Bidan Praktek Mandiri memiliki berbagai persyaratan khusus untuk menjalankan

prakteknya, seperti tempat atau ruangan praktek, peralatan, obat – obatan. Namun pada

kenyataannya BPM sekarang kurang memperhatikan dan memenuhi kelengkapan praktek

serta kebutuhan kliennya. Di samping peralatan yang kurang lengkap tindakan dalam

memberikan pelayanan kurang ramah dan bersahabat dengan klien. Sehingga masyarakat

berasumsi bahwa pelayanan kesehatan bidan praktek mandiri tersebut kurang memuaskan.

( Rhiea, 2011 : 01)

1
 

Pelayanan yang di berikan di bidan praktek mandiri meliputi penyuluhan kesehatan,


konseling KB, antenatal care, senam hamil, perawatan payudara, asuhan persalinan,
perawatan nifas, perawatan bayi, pelayanan KB ( IUD, AKBK, Suntik, Pil ) , imunisasi ( ibu
dan bayi ), kesehatan reproduksi remaja, perawatan pasca keguguran. Selain itu bidan
praktek mandiri melayani pemeriksaan untuk orang yang sakit, kemudian memberi pelayanan
kesehatan terhadap WUS (wanita usia subur ) serta LANSIA ( lanjut usia ).
( Imamah, 2011 : 01 )

Tingginya permintaan masyarakat terhadap peran aktif Bidan dalam memberikan

pelayanan terus meningkat. Ini merupakan bukti bahwa eksistensi Bidan di tengah

masyarakat semakin memperoleh kepercayaan, pengakuan dan penghargaan.


Berdasarkan hal inilah, Bidan dituntut untuk selalu berusaha meningkatkan kemampuan

sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanannya termasuk pelayanan

Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Karena hanya melalui pelayanan berkualitas

pelayanan yang terbaik dan terjangkau yang diberikan oleh Bidan, kepuasan pelanggan baik

kepada individu, keluarga dan masyarakat dapat tercapai. ( Ambarwati, 2010 : 0l )

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa mampu mengidentifikasi tentang standart pelayanan pada Bidan

Praktek Mandiri .

1.2.2. Tujuan Khusus

Diharapkan mampu :

1.        Menjelaskan tentang definisi Bidan Praktek Mandiri

2.        Mengetahui fungsi dan peran Bidan Praktek Mandiri

3.        Mengidentifikasi persyaratan mendirikan Bidan Praktek Mandiri

4.        Mengidentifikasi pelayanan yang diberikan pada Bidan Praktek Mandiri

5.        Mengetahui tarif yang dijadikan patokan oleh Bidan Praktek Mandiri

6.        Mengidentifikasi tentang pencatatan dan pelaporan pada Bidan Praktek Mandiri

7.        Menjelaskan tentang bagaimana proses menjadi Bidan Delima

 
1.3. Manfaat

1.3.1.      Manfaat Teori

Dapat menambah pengetahuan mahasiswa serta diharapkan mampu memahami dan

mengetahui pelayanan yang diberikan Bidan Praktek Mandiri.

1.3.2.      Manfaat Praktis


Dapat meningkatkan serta menerapkan keterampilan dan ilmu yang diperoleh dari

institusi di Bidan Praktek Mandiri.

PERAN DAN FUNGSI BIDAN


Peran Bidan
Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan
peneliti.
A. Peran Sebagai Pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi, dan
tugas ketergantungan.
1. Tugas mandiri
Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu:
1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosis.
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tindakan.

2) Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan dengan melibatkan mereka sebagai
klien, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa pranikah.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar.
c. Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama klien.
d. Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

3) Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal, mencakup:


a. Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.
b. Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan yang telah diberikan bersama klien.
g. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien,
h. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan yang telah diberikan.

4) Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinar dengan melibatkan
klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengar prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindakan pada ibu selama masa persalinan sesuai dengan prioriras.
g. Membuat asuhan kebidanan.

5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, mencakup:


a. Mengkaji status keselhatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat rencana pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah diberikan.

6) Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien/keluarga,
mencakup:
a. Menfkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.
7) Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga
berencana, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus (pasangan usia subur)
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan.
c. Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan laporan.

8) Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan wanita dalam
masa klimakterium serta menopause, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, prioritas, dan kebutuhan asuhan.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

9) Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang bayi/balita.
b. Menentukan diagnosis dan prioritas masalah.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah.
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan.

2. Tugas Kolaborasi
Tugas-tugas kolaborasi (kerja sama) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi
dengan melibatkan klien dan keluarga. mencakup:
a. Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan
kolaborasi.
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan prioriras kegawatdaruratan dan hasil kolaborasi serta
berkerjasama dengan klien.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan klien.
e. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.
f. Menyusum rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

2) Memberi asu6an kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama pada
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang
memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukam diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan
kegawatdaruratan pada kasus risiko tinggi.
c. Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengn prioritas
d. Melaksanalkan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil dengan risiko tinggi dan memberi
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
3) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi serta keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko dan keadaan
kegawatdaruratan
c. Menyusun rrencana asuhan kebidanan pada i6tl dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan
memberi pertolongan pertama sesuai dengan priositas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil dengan risiko
tinggi.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

4) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi serta pertolongan
pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan
keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan
pertolongan pertarna sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai
dengan rencana.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

5) Memberi asuhan kebidanan pada bay, baru lahir dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama
dalam keadaan kegawatdaruraran yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan
keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir de ngan risiko tinggi dan keadaan
kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan Faktor risiko serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan memerlukan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan pertolongan
pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

6) Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan risiko cinggi serta pertolongan pertama dalam
keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi betsamut klien dan keluarga,
mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang
nemerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioricas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan
kegawatdaruratan.
c. Menyvsun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan memerlukan
pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai
dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidaman dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporaan.

3. Tugas ketergantungan
Tugas-tugas ketergantungan (merujuk) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajamen kebidanan ,pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi
keterlibatan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebndanan yang memerlukan tindakan di luar lingkup kewenangan
bidan dan memerlukan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas serta sumbersumber dan fasilitas untuk
kebmuuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga.
c. Merujuk klien uncuk keperluan iintervensi lebih lanjuc kepada petugas/inscitusi pelayanan
kesehaatan yang berwenang dengan dokumentasi yang lengkap.
d. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan incervensi.

2) Membeci asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada kasus kehamilan dengan risiko
tinggi serta kegawatdaruratan, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.
e. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan
kesehatan yang berwenang.
f. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
3) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan pada masa persalinan dengan
penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam persalinan yang
memerlukan konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan
yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikae seluruh kejadian dan intervensi.

4) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas yang
disertai penyulit tertentu dan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam masa nifas yang
memerlukan konsultasi serta rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan
kesehatan yang berwenang
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.

5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan
yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada bayi baru lahir yang memerlukan
konsulrasi serta rujukan.
b. Menentatkan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan
yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.

6) Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan
yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kegawatdaruratan pada balita yang memerlukan konsultasi serta
rujukan.
b. Menenrukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan
yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.

B. Peran Sebagai Pengelola


Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar kesehatan
dan tugas partisipasi dalam tim.
1. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan
Bidan bertugas; mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, terutama pelayanan kebnjanan untuk
individu, keluarga kelompok khusus, dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatl;can
masyarakat/klien, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk
meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya bersama
tim kesehatan dan pemuka masyarakat.
2) Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama masyarakat.
3) Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan
anak serta keluarga berencana (KB) sesuai dengan rencana.
4) Mengoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun, atau petugas kesehatan lain dalam
melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak-serta KB.
5) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keseharan masyarakat khususnya kesehatan ibu
dan anak serta KB, termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada pada program dan sektor
terkait.
6) Menggerakkan dan mengembanglran kemampuan masyarakat serta memelihara kesehatannya
dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
7) Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik profesional melalui pendidikan,
pelatihan, magang sena kegiatankegiatan dalam kelompok profesi.
8) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.

2. Berpartisipasi dalam tim


Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di wilayah
kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta tenaga kesehatan lain
yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya, mencakup:
1) Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi asuhan
kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut.
2) Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau petugas lapangan keluarga
berencaca (PLKB) dan masyarakat.
3) Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan lain.
4) Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.
5) Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang berkaitan dengan kesehatan.

C. Peran Sebagai Pendidik


Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan bagi klien
serta pelatih dan pembimbing kader.
1. Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien
Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok,
serta maryarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungarn
dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan, khususnya dalam bidang kesehatan
ibu, anak, dan keluarga berencana bersama klien.
2) Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk
jangka pendek maupun jangka panjang bersama klien.
3) Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah
disusun.
4) Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan sesuai dengan rencana
jangka pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur-unsur terkait, termasuk klien.
5) Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama klien dan menggunakannya untuk
memperbaiki serta meninglcatkan program dl masa yang akan datang.
6) Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/ penyuluhan kesehatan secara lengkap
serta sistematis.

2. Melatih dan membimbing kader


Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan, serta membina
dukun dl wilayah atau tempat kerjanya, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader, dukun bayi, serta peserta didik
2) Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian.
3) Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids, AVA) dan bahan untuk keperluan pelatihan
dan bimbingan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
4) Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai dengan rencana yang telah disusun
dengan melibatkan unsur-unsur terkait.
5) Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan dalam lingkup kerjanya.
6) Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan.
7) Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan.
8) Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan serta bimbingan secara
sistematis dan lengkap.
D. Peran Sebagai Peneliti/Investigator
Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri
maupun berkelompok, mencakup:
1. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2. Menyusun rencana kerja pelatihan.
3. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
4. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
5. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
6. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau
pelayanan kesehatan.

FUNGSI BIDAN
Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah sebagai
berikut.
A. Fungsi Pelaksana
Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup:
1. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga, serta masyarakat (khususnya
kaum remaja) pada masa praperkawinan.
2. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan kasus patologis
tertentu, dan kehamilan dengan risiko tinggi.
3. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis tertentu.
4. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan risiko tinggi.
5. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
6. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.
7. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan pcasekolah
8. Memberi pelayanan keluarga berencanasesuai dengan wewenangnya.
9. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus gangguan sistem reproduksi, termasuk
wanita pada masa klimakterium internal dan menopause sesuai dengan wewenangnya.

B. Fungsi Pengelola
Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup:
1. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi individu, keluarga, kelompok
masyarakat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat yang didukung oleh
partisipasi masyarakat.
2. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di lingkungan unit kerjanya.
3. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.
4. Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antarsektor yang terkait dengan pelayanan
kebidanan
5. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan.

C. Fungsi Pendidik
Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup:
1. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok masyarakat terkait dengan
pelayanan kebidanan dalam lingkup kesehatan serta keluarga berencana.
2. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesetan sesuai dengan bidang tanggung jawab
bidan.
3. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di klinik dan di
masyarakat.
4. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan bidang keahliannya.

D. Fungsi Peneliti
Fungsi bidan sebagai peneliti mencakup:
1. Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang dilakukan sendiri atau berkelompok
dalam lingkup pelayanan kebidanan.
2. Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga berencana.

BIDAN SEBAGAI PROFESI

Bidan Suatu Profesi


Sejarah menunjukkan bahwa bidan merupakan salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya
peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan
menolong ibu melahirkan. Peran dan posisi bidan di masyarakat sangat dihargai dan dihormati
karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, dan mendampingi, serta
menolong ibu melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.

Dalam naskah kuno, pada zaman prasejarah, tercatat bahwa bidan dari Mesir (Siphrah dan Poah)
berani mengambil risiko menyelamatkan bayi laki-laki bangsa Yahudi (orang-orang yang dijajah
bangsa Mesir) yang diperintahkan oleh Firaun untuk dibunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap
etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada pada
posisi lemah, yang pada zaman modern ini kita sebut perara advokasi. Dalam menjalankan tugas dan
praktiknya, bidan bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja,
standar praktik pelayanan, serta kode etik profesi yang dimilikinya.

Ciri profesi bidan:


1. Bidan disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan pdcerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya secara profesional.
2. Bidan memiliki alat yang dijadikan panduan dalam menjalankan profesinya yaitu Standar
Pelayanan Kebidanan, Kode Etik, dan Etika Kebidanan.
3. Bidan memiliki kelompok pengetahuan yang jelas dalam menjalankan profesinya.
4. Bidan memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya.
5. Bidan memberi pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
6. Bidan memiliki organisasi profesi.
7. Bidan memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan masyarakat.
8. Profesi bidan dijadikan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama penghidupan.

Arti dan Ciri Jabatan Profesional


Secara populer, seseorang yang bekerja di bidang apa pun sering diberi predikat profesional Seorang
pekerja profesional menurut bahasa keseharian adalah seorang pekerja yang terampil atau cakap
dalam kerjanya meskipun keterampilan atau kecakapan tersebut merupakan hasil minat dan belajar
dari kebiasaan.

Pengertian jabatan profesional perlu dibedakan dengan predikat profesional yang diperoleh dari
jenis pekerjaan hasil pembiasaan melakukan keterampilan tertentu (melalui magang/keterlibatan
langsung dalam situasi kerja tertenru dan mendapatkan keterampilan kerja sebagai warisan orang
tuanya atau pendahulunya).

Seorang pekerja profesional perlu dibedakan dart seorang teknisi. Baik pekerja profesional maupun
teknisi dapat saja terampil dalam unjuk kerja (mis., menguasai teknik kerja yang sama, dapat
memecahkan masalah teknis dalam bidang kerjanya). Akan tetapi, seorang pekerja profesional
dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut wawasan filosofis,
pertimbangan rasional, dan memiliki sikap yang positif dalam melaksanakan serta mengembangkan
mucu karyanya.
C.V. Good menjelaskan bahwa-jenis pekerjaan profesional memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu:
memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi pelakunya (membutuhkan pendidikan
prajabatan yang relevan), kecakapannya memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak
yang berwenang (mis., organisasi profesional, konsorsium dan pemerintah), serta jabatan tersebut
mendapat pengakuan dari masyarakat dan/atau negara.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bidan adalah jabatan profesional karena
memenuhi ketiga persyaratan di atas. Secara lebih rind, ciri-ciri jabatan profesional adalah sebagai
berikut:
1. Pelakunya secara nyata (de facto) dituntut memiliki kecakapan kerja (keahlian) sesuai dengan
tugas-tugas khusus serta tuntutan dari jenis jabatannya (spesialisasi).
2. Kecakapan atau keahlian seorang pekerja profesional bukan sekadar hasil pembiasaan atau
latihan rutin yang terkondisi, tetapi harus didasari oleh wawasan keilmuwan yang mantap. Jabatan
profesional juga menuntut pendidikan formal. Jabatan yang terprogram secara relevan dan
berbobot akan terselenggara secara efektif, efisien, serta memiliki tolak ukur evaluasi yang
terstandardisasi.
3. Pekerja profesional dituntut berwawasan sosial yang luas sehingga pilihan jabatan serta kerjanya
didasarkan pada kerangka nilai tertentu, bersikap positif terhadap jabatan dan perannya, serta
memiliki motivasi dan upaya urituk berkarya sebaik-baiknya. Hal ini mendorong pekerja profesional
yang bersangkutan untuk selalu meningkatkan (menyempurnakan) diri serra karyanya. Orang
tersebut secara nyata mencintai profesinya dan memiliki etos kerja yang tinggi.
4. Jabatan profesional perlu mendapat pengesahan dari maryarakat dan/ atau negara. Jabatan
profesional memiliki syarat-syarat serra kode etik yang harus dipenuhi oleh pelakunya. Hal ini
menjamin kepantasan berkarya dan merupakan tanggung jawab sosial profesional tersebut.
Sehubungan dengan profesionalisme jabatan bidan, perlu dibahas bahwa bidan tergolong jabatan
profesional. Jabatan dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional.
Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dan diatur berjenjang dalam suatu
organisasi, sedangkan jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta dihargai dari aspek
fungsinya yang vital dalam kehidupan masyarakat dan negara.

Selain fungsi dan perannya yang vital dalam kehidupan masyarakat, jabatan fungsional juga
berorientasi kualitatif. Dalam konteks inilah jabatan bidan adalah jabatan fungsional profesional, dan
wajarlah apabila bidan tersebut mendapat tunjangan fungsional.

Bidan Suatu Jabatan Profesional


Sesuai dengan uraian di atas, sudah jelas bahwa bidan adalah jabatan profesional. Persyaratan dari
bidan sebagai jabatan profesional telah dimiliki oleh bidan tersebut. Persyaratan tersebut adalah
sebagai berikut.
1. Memberi pelayanan kepada masyarakat yang bersifac khusus atau spesialis.
2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga profesional.
3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.
4. Memiliki kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah.
5. Memiliki peran dan fungsi yang jelas.
6. Memiliki kompetensi yang jelas dan terukur.
7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah.
8. Memiliki kode etik bidan.
9. Memiliki etika kebidanan.
10. Memiliki standar pelayanan.
11. Memiliki standar praktik.
12. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai dengan
kebutuhan pelayanan.
13. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.

Anda mungkin juga menyukai