Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

SCREENING FALL PADA LANSIA

Dosen pembimbing :

ABU BAKAR SIDIK ,SKP ,M.Kes.

Di susun Oleh :

Ninik Liani, S. Kep

20149011230

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIK BINA HUSADA PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2020/2021


DAFTAR ISI

BAB I KONSEP MENUA/ LANSIA

BAB II ASAS ETIK LEGAL DALAM KEPERAWATAN GERONTIK

BAB III KONSEP SCREENING FALL (RESIKO JATUH)


BAB I

KONSEP MENUA ATAU LANSIA

A. Konsep Lansia dan Proses Menua


1. Pengertian Lansia dan Proses Menua
Menurut World Health Organization (WHO), lansia adalah sseorang yang telah
memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang
telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan
lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan.
Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapan-tahapan
menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh
terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada
sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain
sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan
tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang
pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosial lansia. Sehingga secara
umum akan berpenggaruh pada activity of daily living (Fatimah, 2010).
Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia Bab 1 pasal 1 ayat 2, lanjut usia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun keatas (Azizah,2011)
Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena
faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani
maupun sosial ( Nugroho, 2012)

2. Klasifikasi lansia
1. Menurut World Health Organization (WHO 2013) :
a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun

2. Menurut DepKes RI (2013) klasifikasi lansia terdiri dari :


a. Pra lansia yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia yaitu seseorang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan
masalah kesehatan
d. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa
e. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga
hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. Masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada lansia menurut (Azizah, 2011) :


a. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pernafasan, antara lain penyakit paru
obstruktif kronik, tuberkulosis, influenza dan pneumonia
b. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem kardiovaskuler, antara lain hipertensi
dan penyakit jantung koroner
c. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem neurologi, seperti cerebro vaskuler
accident
d. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem musculoskletal, antara lain
osteoartritis, rheumatoid atritis, gout atritis, osteoporosis
e. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem endokrin, seperti DM
f. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem sensori, antara lain katarak, glaukoma,
presbikusis
g. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pencernaan, antara lain gastritis,
hemoroid, konstipasi
h. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem reproduksi dan perkemihan, antara lain
menoupause, inkontinensia
i. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem integumen, antara lain dermatitis
seborik, pruitis, candidiasis, herpes zoster, ulkus ekstremitas bawah, pressure ulcers.
j. Lansia dengan masalah kesehatan jiwa, seperti demensia.

4. Proses Menua
Menua atau proses menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya,
yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun
psikologis. Memasuki usia tua berartimengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik
yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan postur
tubuh yang tidak proposional (Nugroho,2012).

5. Perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia


Berikut ini merupakan beberapa perubahan yang terjadi pada lansia menurut Aspiani
(2014) :
a. Perubahan fisiologi pada lansia:
1. Perubahan sistem kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah umur 20
tahun, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat.
2. Perubahan sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas silia, paru-paru kehilangan elastisitas, alveoli ukurannya melebar dan
jumlahnya berkurang, kemampuan batuk berkurang.
3. Perubahan sistem persyarafan
Berat otak menurun 10-20 %, lambat dalam merespon, mengecilnya syaraf panca
indra, kurang sensitif terhadap sentuhan.
4. Perubahan sistem gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esophagus melebar, lambung : rasa
lapar menurun, peristaltik lemah, fungsi absorbsi melemah dan liver makin
mengecil dan menurun.
5. Perubahan sistem urinaria
Fungsi ginjal menurun, otot – otot vesika urinaria lemah, kapasitasnya menurun
6. Perubahan sistem endokrin
Produksi dari hampir semua hormon menurun, fungsi parathyroid dan sekresinya
tidak berubah, menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic
Rate).
7. Perubahan sistem indera
a. Sistem pendengaran
Presbiakuisis (gangguan pendengaran) memrane tympani menjadi atropi,
terjadinya pengumpulan serumen, pendengaran menurun.
b. Sistem pengelihatan
Hilangnya respon terhadap sinar, lensa keruh, daya adaptasi terhadap
kegelapan. Lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya
daya akomodasi, menurunnya lapang pandang.
c. Sistem perabaan
Indera peraba mengalami penurunan.
d. Sistem pengecap dan penghidu
Rasa yang tumpul menyebabkan kesukaan terhadap makanan yang asin dan
banyak berbumbu, penciuman menurun.
8. Perubahan sistem integumen
Kulit mengkerut atau keriput, permukaan kulit kasar dan berisik, menurunnya
respon terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala dan
rambut menipis berwarna kelabu, pertumbuhan kuku lebih lambat, kuku menjadi
pudar, kulit kurang bercahaya.
9. Perubahan sistem musculoskletal
Tulang kehilangan density (cairan) makin rapuh dan osteoporosis, kifosis,discus
intervertebralis menipis dan menjadi pendek, persendian membesar dan menjadi
kaku, tendon mengkerut dan mengalami sklerosis.
10. Perubahan sistem reproduksi
Pada perempuan frekuensi sexual intercourse cenderung menurun secara
bertahap, menciutnya ovari dan uterus, atrofi payudara, selaput lendir vagina
menurun, produksi estrogen dan progesteron oleh ovarium menurun saat
menoupouse. Pada laki-laki penurunan produksi spermatozoa, dorongan seksual
menetap sampai usia diatas 70 tahun. Dorongan dan aktivitas seksual berkurang
tetapi tidak hilang sama sekali.
b. Perubahan psikososial pada lansia
1. Pensiun
Nilai seorang diukur oleh produktivitas dan identitas dikaitkan dengan peranan
dalam pekerjaannya. Jika seseorang pensiun maka akan mengalami kehilangan-
kehilangan antara lain:
a. Kehilangan finansial (pendapatan berkurang)
b. Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang cukup tinggi, lengkap
dengan semua fasilitas)
c. Kehilangan teman/kenalan atau relasi
d. Kehilangan pekerjaan/kegiatan
2. Merasakan atau sadar terhadap kematian
3. Perubahan cara hidup (memasuki rumah perawatan, bergerak lebih sempit)
4. Kemampuan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan. Biaya hidup meningkat
dan penghasilan yang sulit, biaya pengobatan bertambah.
5. Adanya penyakit kronis dan ketidakmampuan
6. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial
7. Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian
8. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-teman dan
keluarga
9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
c. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin berintegrasi dalam kehidupan. Lansia semakin
teratur dalam kegiatan beribadah. Lansia cenderung tidak terlalu takut terhadap
konsep dan realitas kehidupan (Azizah dan Zulmi, 2016).
d. Perubahan pola tidur dan istirahat
Penurunan aliran darah dan perubahan dalam mekanisme neurotransmitter dan
sinapsis memainkan peran penting dalam perubahan tidur dan terjaga yang dikaitkan
dengan faktor pertambahan usia. Faktor ektrinsik seperti pensiun juga dapat
menyebabkan perubahan yang tiba-tiba pada kebutuhan untuk beraktivitas dan
kebutuhan energi sehari-hari serta mengarah perubahan polatidur. Keadaan sosial
dan psikologis yang terkait dengan faktor predisposisi terjadinya depresi pada lansia.
Pola tidur dapat dipengaruhi oleh lingkungan,dan bukan sepenuhnya dipengaruhi oleh
penuaan (Maas, 2011).
BAB II

ASAS ETIK LEGAL DALAM KEPERAWATAN GERONTIK

1. Asas Legal Keperawatan Gerontik


Asas legal yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. UU
RI No 13 Tahun 1998, tentang kesejahteraan lansia (GBHN’98-2003). Undang-undang No 4
Tahun 1965 tentang pemberian bantuan bagi orang jompo (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1965 Nomor 32 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2747). Salah satu pasalnya berbunyi “ seseorang dapat dinyatakan orang jompo atau lanjut
usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai pekerjaan atau
tidak mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari
orang lain.”
Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 ini berisikan antara lain :
a. Hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan kelembagaan
b. Upaya pemberdayaan
c. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia potensial dan tidak potensial
d. Pelayanan terhadap lanjut usia
e. Perlindungan sosial
f. Bantuan sosial
g. Koordinasi
h. Ketentuan pidana dan sanksi administrasi
i. Ketentuan peralihan

2. Etik Keperawatan Gerontik


Kode etik dalam keperawatan :
a. Tanggung jawab terhadap pasien
b. Tanggung jawab terhadap tugas
c. Tanggung jawab terhadap sesama perawat
d. Tanggung jawab terhadap profesi keperawatan
e. Tanggung jawab terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air.
3. Hal yang perlu diperhatikan oleh perawat berkaitan dengan kode etik :
a. Perawat harus memberikan rasa hormat kepada pasien tanpa memperhatikan suku,
ras, golongan, pangkat, jabatan, status sosial, masalah kesehatan
b. Menjaga rahasia pasien
c. Melindungi pasien dari campur tangan pihak lain yang tidak kompeten, tidak etis,
praktik legal
d. Perawat berhak menerima jasa dari hasil konsultasi dan pekerjaannya
e. Perawat menjaga kompetensi keperawatan
f. Perawat memberikan pendapat dan menggunakannya
g. Kompetensi individu serta kualifikasi dalam memberikan konsultasi
h. Berpartisipasi aktif dalam meningkatkan standar profesional
i. Perawat melakukan kolaborasi dengan profesi kesehatan lain atau ahli dalam rangka
meningkatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat termasuk
lansia.

4. Prinsip Etika Keperawatan Lansia :


Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada lansia adalah ( Kane
et al, 1994, Reuben et al, 1996) :
a. Empati : istilah empati menyangkut istilah “ simpati atas dasar pengertian yang
dalam” artinya upaya pelayanan pada lansia harus memandang seseorang lansia
yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang
dialami oleh penderita tersebut.
b. Nonmalefience dan beneficence
Pelayanan lansia selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik
dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan. Sebagai contoh,
upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian
analgesik (kalau perlu) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh
berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.
c. Otonomi yaitu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya, dan mengemukakan keinginannya sendiri. Tentu saja hak tersebut
mempunyai batasan, tetapi bidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan,
apakah lansia dapat membuat keputusan secara mandiri dan bebas. Dalam etika
ketimuran, seringkali ini dibantu oleh pendapat keluarga dekat. Jadi secara hakiki,
prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita yang fungsional masih kapabel
( sedangkan nonmalifecence dan beneficence lebih bersifat melindungi penderita
yang inkapabel). Dalam berbagai hal aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip
paternalisme, dimana seseorang menjadi wakil dari orang lain untuk membuat suatu
keputusan (mis. Seorang ayah membuat keputusan bagi anaknya yang belum
dewasa).
d. Keadilan yaitu prinsip pelayanan pada lansia harus memberikan perlakuan yang
sama bagi semua. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar
dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.
e. Kesunguhan hati yaitu suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang
diberikan pada seorang lansia.
BAB III

KONSEP SCREENING FALL (RESIKO JATUH)

1. Pengertian Resiko Jatuh


Pasien Jatuh adalah jatuhnya pasien geriatric (usia > 65 tahun) di unit peawatan pada saat
istirahat maupun saat pasien tejaga yang tidak disebabkan oleh serangan stroke, epilepsy,
seizure, bahaya karena terlalu banyak aktifitas
Penanggulanngan pasien resiko jatuh adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah
kejadian berupa pasien jatuh yang menggunakan lembar monitoring pencegahan pasien
geriatric.
Penatalaksanaan pasien jatuh adalah upaya yang dilakukan oleh petugas/ perawat setelah
mengetahui terjadinya pasien jatuh.
2. Tujuan
a. Melakukan identifikasi pasien yang beresiko jatuh oleh semua petugas yang ada
sehingga memudahkan untuk melakukan pengawasan.
b. Mencegah kejadian pasien jatuh akibat dari kurngnya perhatian akan kondisi pasien.
c. Mengurangi resiko yang timbul baik untuk pasien, karyawan, maupun untuk rumah sakit
akibat dari kejadian jatuhnya pasien.
d. Mencegah terjadinya keadaan yang lebih bururk akibat pasien jatuh.
e. Melakukan pemantauan, pengumpulan data, analisa data dan rencana tindak lanjut dari
kecenderungan kejadian pasien jatuh.
3. Tahapan atau Langkah-Langkah Prosedur Tindakan
Dilakukan oleh Perawat
a. Isi identitas pasien atau tempelkan stiker yang berisi identitas pasien.
b. Penilaian resiko jatuh (oleh Perawat)
1) Gangguan gaya berjalan (diseret, menghentak, berayun)
Skor 4 : Ya
Skor 0 : Tidak
2) Pusing/ pingsan pada posisi tegak
Skor 3 : Ya
Skor 0 : Tidak
3) Kebingungan setiap saat
Skor 3 : Ya
Skor 0 : Tidak
4) Nokturia/ Inkontinensia
Skor 3 : Ya
Skor 0 : Tidak
5) Kebingungan intermiten
Skor 2 : Ya
Skor 0 : Tidak
6) Obat-obatan beresiko tinggi (diuretic, narkotik, sedative, anti psikotik, laksatif,
vasodilator, antiaritmia, antihipertensi, obat hipoglikemik, antidepresan, neuroleptic,
NSAID)
Skor 2 : Ya
Skor 0 : Tidak
7) Riwayat jayuh dalam waktu 12 bulan sebelumnya
Skor 2 : Ya
Skor 0 : Tidak
8) Osteoporosis
Skor 1 : Ya
Skor 0 : Tidak
9) Gangguan pendengaran dan atau penglihatan
Skor 1 : Ya
Skor 0 : Tidak
c. Setelah skoring selesai, hasilnya dijumlahkan ke bawah, kemudian dinilai apakah
termasuk:
 Resiko Rendah (RR) nilai 0-1
 Resiko Sedang (RS) nilai 2-3 atau
 Resiko Tinggi (RT) nilai > 4
d. Lingkari golongan Skor Resiko Jatuh sesuai hasil penilaian.
e. Isilah nama Perawat penilai pada baris terakhir lembar penilaian resiko jatuh dan paraf
dikolom paraf.
Pada lembar intervensi pencegahan pasien jatuh :
Pada pasien dengan Resiko Tinggi (RT)
 Lakukan intervensi dibawah ini dan berikan tanda (v) pada lembar intervensi yang
telah dilakukan, setiap 4 jam dan dinilai ulang setiap 2 hari.
1. Jelaskan dan letakkann protocol resiko jatuh didekat pasien dan atau keluarga
2. Sarankan untuk minta bantuan
3. Tempatkan bel panggilan dalam jangkauan tangan pasien
4. Tempatkan benda;benda milik pasien di dekat pasien
5. Pastiak tempat tidur dalam posisi rendah dan roda terkunci
6. Pastikan pakaian yang di gunakan pasien diatas mata kaki
7. Bantu pasien saat transfer/ ambulasi
8. Pasangkan pengaman sisi tempat tidur
9. Pastikan klip paisen resiko jatuh terpasang pada gelang pasien dan lambing
resiko jatuh terpasang pada tempat tidur/ pintu kamar pasien bila 1 kamar
pasien sendirian
10. Tawarkan ke pasien untuk ke toilet setiap 4 jam
11. Pasangkan tali pengaman bila perlu
12. Beritahukan efek dari obat/ anestesi kepada pasien/ keluarga
13. Berikan orientasi ruangan sekitar kepada pasien/ penunggu pasien

Pada pasien dengan Resiko Sedang (RS)

 Lakukan intervensi di bawah ini dan berikan tanda (v) pada lembar intervensi yang
telah di lakukan setiap 8 jam dan di nilai setiap 3 hari
1. Jelaskan dan letakkan protocol resiko jatuh di dekat pasien dan atau keluarga
2. Sarankan untuk minta bantuan
3. Tempatkan bel panggilan dalam jangkauan tangan pasien
4. Tempatkan benda0-benda milik pasien di dekat pasien
5. Pastikan tempat tidur dalam posisi rendah dan roda terkunci
6. Pastikan celana panjang atau sarung pasien di atas mata kaki
7. Bantu pasien saat trabsfer/ ambulasi
8. Pasangkan pengaman sisi tempat tidur
9. Pastikan klip pasien resiko jatuh terpasang pada gelang pasien dan lambing
resiko jatuh terpasang pada tempat tidur/ pintu kamar pasien sendirian
Pada pasien dengan Resiko Rendah (RD)

 Letakkan intervensi di bawwah ini dan berikan tanda (v) pada lembar intervensi
untuk intervensi yang telah di lakukan , setiap shift dan dinilai ulang dalam 3 hari
1. Jelaskan dan letakkan protocol resiko jatuh di dekat pasien atau keluarga
2. Monitor kondisi umum pasien dan tanda vital
3. Pastikan pengaman tempat tidur selalu tertutup saat pasien tidur.

Anda mungkin juga menyukai