Kelompok 8
Nurhaliza Anjli
Melisa Ayunda Kencana
Siska Wati
Vila putri diva
B. Batasan-batasan lansia
Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagiai berikut:
1) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas
2) Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
3) Kelompok usia lanjut (65 th >) sebagai senium
1. Sel
a. Pada lansia jumlah sel akan lebih sedikit dan ukuranya lebih besar.
b. Cairan tubuh dan cairan intraselular akan berkurang.
c. Proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati juga ikut berkurang.
d. Jumlah sel otak akan menurun.
e. Mekanisme perbaikan sel akan terganggu dan otak menjadi atropi.
2. System persyarafan
a. Rata – rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 detik ( pakkenberg dkk.2003)
b. Hubungan persyarafan cepat menurun.
c. Lambat dalam merespon, baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya
stress.
d. Mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang sensitive terhadap sentuhan.
3. System pendengaran
a. Gangguan pada pendengaran ( presbiakusis)
b. Membrane timpani antropi.
c. Terjadi pengumpalan dan pengerasan serumen Karena peningkatan keratin.
d. Pendengaran menurun pada usia lanjut yang mengalami ketegangan jiwa atau
stress.
4. System penglihatan
a. Timbul sklerisis pada sfinter pupil dan hilangnya respon terhadap sinar.
b. Kornea lebih berbentuk seperti bola ( sferis)
c. Lensa lebih suram ( keruh) dapat menyebabkan katarak.
d. Meningkatnya ambang.
e. Pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan
sulit untuk melihat dalam keadaan gelap.
f. Hilangnya daya akomodasi.
g. Menurunya lapang pandang dan menurunya daya untuk membedakan antara
warna biru dengan warna hijau pada skala pemeriksaan.
5. System kardiovaskuler.
a. Elastisitas dinding aorta menurun.
b. Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap jantung sesudah
berumur 20 tahun. Hal ini memyebabkan menurunya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi.
e. Tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.
7. Sistem pernapasan
a. Otot – otot pernapasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunya aktivitas dari silia.
c. Paru – paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat.
d. Menarik napas lebih berat, kapasitas maksimum menurun, dan kedalaman
bernapas menurun.
e. Ukuran alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri
menurun menjadi 75mmhg. Kemampuan untuk batuk berkurang dan penurunan
kekuatan otot pernapasan.
8. System gastrointestinal
a. Kehilangan gigi, indera pengecapan mengalami penurunan.
b. Esophagus melebar.
c. Sensitivitas akan rasa lapar menurun.
d. Produksi asam lambung dan waktu pengosongan lambung menurun.
e. Peristaltic lemah dan biasanya timbul konstipasi.
f. Fungsi absorsi menurun.
g. Hati semakin mengecil dan menurunya tempat menyimpan.
h. Berkurangnya suplai aliran darah.
9. System genetalia
a. Ginjal mengecil dan nefron menjadi atropi, aliran darah keginjal menurun hingga
50%, fungsi tubulus berkurang ( berakibat pada penurunan kemmapuan ginjal
untuk mengonsentrasi urine, berat jenis urine menurun, protein urine menurun,
BUN meningkat, nilai ambang ginjalterhadap glukosa meningkat.
b. Otot- otot kandung kemih (vesika urinaria) melemah kapasitasnya menurun
hingga hingga 200ml dan menyebabkan frekuansi BAK meningkat, kandung
kemih dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine.
c. Pria dengan usia 65th keatas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga
75% dari besar normalnya.
10. System endokrin.
Menurunya produksi ACTH,TSH,FSH,dan LH, aktivitas tiroid, basal metabolic rate
(BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosterone, serta sekresi hormone kelamin
seperti progesterone, estrogen dan tetstoteron.
Gejala lain :
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Kurang percaya diri
- Sering merasa bersalah
- Pesimis
- Ide bunuh diri
- Gangguan pada tidur
- Gangguan nafsu makan
Berdasarkan gejala di atas, depresi pada lansia dapat dibedakan beberapa bentuk
berdasarkan berat ringannya :
Depresi ringan : 2 gejala utama + 2 gejala lain+ aktivitas tidak terganggu.
Depresi sedang : 2 gejala utama + 3 gejala lain+ aktivitas agak terganggu.
Depresi berat : 3 gejala utama + 4 gejala lain+ aktivitas sangat terganggu.
c. Skizofrenia
Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa muda dan menetap
seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria.
Perbedaan onset lambat dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe
onsetlambat.
Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih. Terapi dapat diberikan obat anti psikotik seperti haloperidol,
chlorpromazine, dengan pemberian dosis yang lebih kecil.
d. Gangguan kecemasan
Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif
konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca
traumatik. Onset awal gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi.
Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi
efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori
eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi
secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis.
Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik
karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan
secara individu tergantung beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti :
hydroxyzine, Buspirone.
Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang
buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan
nikotin sering disalah gunakan. Di sini harus diperhatikan adanya gangguan
gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol maupun tidak obat-obat sehingga
tidak terjadi suatu penyakit medik.
f. Gangguan Tidur
Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan
peningkatan prevalensi gangguan tidur. Fenomena yang sering dikeluhkan lansia
daripada usia dewasa muda adalah :
- Gangguan tidur,
- Ngantuk siang hari,
- Tidur sejenak di siang hari,
- Pemakaian obat hipnotik.
Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan
tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa
muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur
primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis
umum, faktor sosial dan lingkungan. Ganguan tersering pada lansia pria adalah
gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga
termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut.
Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini
hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah
perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur
pada lansia.
Terapi dapat diberikan obat hipnotik sedatif dengan dosis yang sesuai dengan kondisi
masing-masing lansia dengan tidak lupa untuk memantau adanya gejala fungsi
kognitif, perilaku, psikomotor, gangguan daya ingat, insomnia rebound dan gaya
jalan.
3. Mitos senilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh adanya kerusakan
sel otak.
Faktanya: banyak lansia yang masih tetap sehat dan segar bugar, daya pikirnya masih
jernih dan cenderung cemerlang, bnyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap
perubahan daya ingat.
4. Mitos ketidakproduktifan
Lansia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif, bahkan menjadi
beban keluarganya. Lansia dipandang sebagai masa usia yang tidak produktif, bahkan
menjadi beban keluarganya.
Faktanya: tidak demikian, banyak individu yang mencapai kebenaran, kematangan,
kemantapan, serta produktifitas mental dan material dimas lanjut usia.
5. Mitos asektualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, minat, dorongan, gairah, kebutuhan, dan
daya seks menurun.
Faktanya: kehidupan seks pada lansia berlangsung normal, dan frekuensi hubungan
seksual menurun sejalan meningkatnya usia, tetapi masih tetap tinggi.
Disamping itu, faktor intrinsik (tubuh sendiri) juga berperan untuk terjadinya
dekubitus, yakni :
1. Status gizi
2. Anemia
3. Adanya hipoalbunemia
4. Adanya penyakit-penyakit neurologik
5. Adanya penyakit-penyakit pembuluh darah
6. Adanya dehidrasi
Faktor ekstrinsik, yakni :
1. Kurang kebersihan tempat tidur
2. Alat-alat tenun yang kusut dan kotor
3. Kurangnya perawaatan yang baik dari perawatan
1. Pendekatan fisik
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian
yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh,
tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang
dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi klien
lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yakni :
a. Klien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak
tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu
melakukan sendiri.
b. Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya
mengalami kelumpuhan atau sakit. perawat harus mengetahui dasar perawatan
klien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang berhubunga dengan
keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya. kebersihan
perorangan (personal hygiene) sanga penting dalam usaha mencegah timbulnya
peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberihan kurang
mendapat perhatian.
1. Pendekatan psikis
Di sini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan
pendekatan adukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter,
interpreter terhaadap segala sesuatu yang asing, sebagai penamung rahasia yang
pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknnya memiliki kesabaran dan
ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk
menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus
selalu memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar, simpatik, dan service.
Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap, perawat harus
dapat mendukung mental mereka kea rah pemuasan pribadi sehingga seluruh
pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar
dimasa lanjut usia ini mereka dapat merasa pua dan bahagia.
1) Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercarita merupakan salah
satu upaya perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk
berkumpul bersama dengan sesame klien lanjut usia berarti menciptakan
sosialisasi mereka. Pendekatan social ini merupakan suatu pegangan bagi
perawat bahwa orang yang dihadapinya adalh mahluk social yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat menciptakan
hubungan social antara lanjut usia dan lanjut usia maupun lanjut usia dan
perawat sendiri.
Carpenito, L. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Edisi ke-6. Jakarta :
EGC
Leeckenotte, Annete Glesler. 1997. Pengkajian Gerontologi, Edisi ke-2. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahjudi. 2000. Keperawatan Gerontik, Edisi ke-2. Jakarta : EGC
Muhith, Abdul , 2016. Pendidikan keperawatan gerontic, edisi 1, yokyakarta : ANDI OFFFSET