Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun oleh :

Siska Qurota Ayuni 1720180053

Dibimbing oleh :

Ns. Seniwati S.kep M.kep

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM ASSYAFIIYAH


LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP LANSIA

1. Pengertian Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang
No. 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan
nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial
masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga
jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif
dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan
pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).
2. Batasan Usia Lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
 Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun
 Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
 Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
yaitu:
 Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun.
 Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas.
 Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.
3. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang
akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan
fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M, 2011,
2011).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya
kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering
dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak.
Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul
pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan penghubung (kolagen dan
elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.. Kolagen sebagai pendukung utama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada persendian menjadi
lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan
kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah
progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap
gesekan.
 Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari
penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut
akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
 Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
 Sendi : pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.

4) Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung bertambah,

ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondis


ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini

disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi


berubah menjadi jaringan ikat.

5) Sistem respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru,
udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi
torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan
toraks berkurang.

6) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai
kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa
lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.

8) Sistem sara

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada
serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.

9) Sistem reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

b. Perubahan Kognitif

 Memory (Daya ingat, Ingatan)


 IQ (Intellegent Quotient)
 Kemampuan Belajar (Learning)
 Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
 Pemecahan Masalah (Problem Solving)
 Pengambilan Keputusan (Decision Making)
 Kebijaksanaan (Wisdom)
 Kinerja (Performance)
 Motivasi

c. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

 Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.


 Kesehatan umum
 Tingkat pendidikan
 Keturunan (hereditas)
 Lingkungan
 Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
 Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
 Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
 Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.

d. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin matang
(mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-
hari.

e. Perubahan Psikososial

1) Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia mengalami
penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran.

2) Duka cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu
terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.

3) Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan keinginan
untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan
karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.

4) Gangguan cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan stress
setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.

5) Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia sering merasa
tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada
lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.

6) Sindroma Diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat mengganggu. Rumah
atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering
menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat
terulang kembali.

Menurut Nugroho (2000) Perubahan Fisik pada lansia adalah :

1. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intraseluler,
menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel.

2. Sistem Persyarafan

Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-
20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon
penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive
terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.

3. Sistem Penglihatan

Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada
lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.

4. Sistem Pendengaran

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi,
suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun,
membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

5. Sistem Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena kemampuan jantung menurun 1% setiap
tahun sesudah kita berumur 20 tahun, sehingga pembuluh darah kehilangan sensitivitas dan
elastisitas pembuluh darah. Berkurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi, misalnya perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke berdiri bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi,
karena meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.

6. Sistem pengaturan temperatur tubuh

Pengaturan suhu hipotalamus yang dianggap bekerja sebagai suatu thermostat (menetapkan
suatu suhu tertentu). Kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi yang
sering ditemukan adalah temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi aktifitas otot rendah.

7. Sistem Respirasi

Paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas residu meningkat, mengakibatkan


menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas
menurun pula. Selain itu, kemampuan batukmenurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri
menurun menjadi 75 mmHg, dan CO2 arteri tidak berganti.

8. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa
lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan
sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.

9. Sistem urinaria

Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi
BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mengering, elastisitas
jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks
sekunder.

10. Sistem Endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi
hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.

11. Sistem Kulit

Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan
jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada
bentuk sel epidermis.

12. Sistem Muskuloskeletal

Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian
membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.

4. Ciri-Ciri Lansia

Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :

a. Lansia merupakan periode kemunduran.

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki
motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan
diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada
juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.

Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam
segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di
masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai
ketua RW karena usianya.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung mengembangkan konsep
diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh :
lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri
dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

5. TEORI PROSES MENUA

a. Teori – teori biologi

1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul –
molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang
khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)

2) Pemakaian dan rusak

Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)

3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)

Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan
tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah
dan sakit.

4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)

Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam
tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

5) Teori stres

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebas

Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein.
Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

7) Teori rantai silang

Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya
jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya
fungsi.

8) Teori program

Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut
mati.

b. Teori kejiwaan sosial

1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)

Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini
menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial.

2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.

Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia.

3) Kepribadian berlanjut (continuity theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini merupakan
gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.

4) Teori pembebasan (disengagement theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi
kehilangan ganda (triple loss).

5) Teori Menua Akibat Metabolisme

Menurut Mc. Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004), pengurangan
“intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena
menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran
hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.
c. Teori Psikologis

1) Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)

Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua.
Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini
menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial (Azizah dan Ma’rifatul, L., 2011).

2) Kepribadian berlanjut (Continuity Theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Identity pada lansia yang
sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri
dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal (Azizah dan Lilik M,
2011).

3) Teori Pembebasan (Disengagement Theory)

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya
(Azizah dan Lilik M, 2011).
LAPORAN PENDAHULUAN

LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOPOROSIS

1. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium
dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Penurunan Massa tulang ini
sebagai akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan
(destruksi) atau kombinasi dari keduanya.
Osteoporosis dibedakan menjadi 2 yaitu osteoporosis lokal dan osteopororsis umum.
 Osteoporosis lokal dapat terjadi karena kelainan primer di tulang atau
sekunder seperti akibat imobilisasi anggota gerak dalam waktu lama, dll .
 Osteoporosis umum primer tipe I : pasca menopause, terjadi pada usia 50-75
tahun, wanita 6-8 kali beresiko dr pd laki-laki , penyebabnya adalah
menurunnya kadar hormon estrogen dan menurunnya penyerapan kalsium.
Osteoporosis umum primer tipe II terjadi pada usia 75-85 tahun, wanita  2 kali
lebih  banyak daripada pria, penyebabnya adalah proses penuaan dan
menurunnya penyerapan kalsium.
Osteoporosis umum sekunder dihubungkan dengan pelbagai penyakit yang
mengakibatkan kelainan pada tulang, akibat penggunaan obat tertentu dan
lain-lain.

2. Etiologi Osteoporosis
1. Determinan Massa Tulang
Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai faktor antara
lain :
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang .
b. Faktor mekanik
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban
akan menambah massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada
hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua
hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja mekanik. Beban mekanik
yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang
yang besar.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetic yang bersangkutan
2. Determinan pengurangan massa tulang
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia
lanjut yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama
seperti pada faktor-faktor yang mempengaruhi massa tulang.
a. Faktor genetic
Faktor genetik berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko
fraktur dari seseorang denfan tulang yang besar.
b. Faktor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia dan
karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang
tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Faktor lain
- Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang
rendah dan absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan
kalsium yang negatif begitu sebaliknya.
- Protein
Protein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan
keseimbangan kalsium yang negative
- Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium, karena menurunnya
efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi
kalsium diginjal.
- Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh rokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
- Alkohol
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium yang rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang pasti belum diketahui.
3. Manifestasi Klinis Osteoporosis
a.  Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
b. Nyeri timbul secara mendadadak
c. Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
d. Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari
atau karena pergerakan yang salah .
e. Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak
f. Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra
g. Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra
h. Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur
4. Patofisiologi Osteoporosis
Setelah menopause, kadar hormon estrogen semakin menipis dan kemudian
tidak diproduksi lagi. Akibatnya, osteoblas pun makin sedikit diproduksi.
Terjadilah ketidakseimbangan antara pembentukan tulang dan kerusakan tulang.
Osteoklas menjadi lebih dominan, kerusakan tulang tidak lagi bisa diimbangi
dengan pembentukan tulang. Untuk diketahui, osteoklas merusak tulang selama
3 minggu, sedangkan pembentukan tulang membutuhkan waktu 3 bulan. Dengan
demikian, seiring bertambahnya usia, tulang-tulang semakin keropos (dimulai
saat memasuki menopause) dan mudah diserang penyakit osteoporosis.

akibatnya
MENOPAUSE OSTEOBLAS MAKIN SEDIKIT DIPRODUKSI

terjadilah

KETIDAKSEIMBANGAN ANTARA PEMBENTUKAN TULANG DAN KERUSAKAN TULANG

menyebabkan

OSTEOKLAS MENJADI LEBIH DOMINAN DAN KERUSAKAN TULANG TIDAK LAGI BISA
DIIMBANGI DENGAN KERUSAKAN TULANG

SEIRING BERTAMBAH USIA , TULANG – TULANG SEMAKIN KEROPOS ( DIMULAI SAAT


MEMASUKI MENOPAUSE

OSTEOPOROSIS
5. Pathway

Genetik, gaya hidup, alcohol,


penurunan produksi hormon

Kemunduran
struktural Penurunan massa
jaringan tulang

Osteoporosis ( gangguan
musukuloskeletal )
Kerapuhan
nyeri
tulang

Kiposis Keseimbangan
(gibbus) tubuh menurun
fraktur

Perubahan Resiko
Defisit perawatan bentuk tubuh, cidera
diri penurunan TB

Hambatan
mobilitas
fisik
6. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
- X-ray
- Bone Mineral Density (BMD) : untuk mengukur densitas tulang
- Serum kalsium, posphor, alkalin fosfatase
-  Quantitative ultrasound (QUS) : mebgukur densitas tulang dengan
gelombang suara
Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi
demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusensi tulang. Ketika vertebra
kolaps, vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi
bikonkaf. Pemeriksaan laboratorium (misalnya kalsium serum, fosfat, serum,
fosfatase alkalu, ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit,
laju endap darah), dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis medis lain (misalnya ; osteomalasia, hiperparatiroidisme, dll) yang juga
menyumbang terjadinya kehilangan tulang. Absorbsiometri foton-tunggal dapat
digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang kortikal pada sendi
pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray
absorpsiometry (DEXA) , dan CT mampu memberikan informasi mengenai
massa tulang pada tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk
mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi. .
Penatalaksanaan Osteoporosis :
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang
hidup, dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan,
dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Pada menopause, terapi
penggantian hormon dengan estrogen dan progesterone dapat diresepkan untuk
memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang
diakibatkannya. Obat-obat yang lain yang dapat diresepkan untuk menangani
osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium florida, dan natrium etidronat.
Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi
subkutan atau intramuskular. Efek samping (misalnya : gangguan gastrointestinal
, aliran panas , frekuensi urin ) , biasanya ringan dan hanya kadang-kadang
dialami. Natrium florida memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan
tulang.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita osteoporosis terdiri atas:
a. Penyuluhan Penderita
Pada penderita osteoporosis, faktor resiko di luar tulang harus diperhatikan
program latihan kebugaran tubuh (fitness), melompat, dan lari tidak boleh
dilakukan karena resiko besar patah tulang. Berdirilah tegak kalau jalan,
bekerja, menyetrika, menyapu (gunakan sapu dengan tangkai panjang) dan
masak. Duduklah tegak kalau bekerja, masak, sikat gigi dan mencuci. Tidak
boleh mengepel lantai dengan berlutut dan membungkuk karena resiko patah
tulang pinggang cukup besar. Untuk memperkuat dan mempertahankan
kekuatan neuromuskuler memerlukan latihan tiap hari atau paling sedikit 3
hari sekali. Berdansa santai dan jalan kaki cepat 20 — 30 menit sehari adalah
sehat dan aman untuk penderita osteoporosis.
Penderita perlu menyadari besarnya resiko jatuh. Setelah makan atau
tidur, duduk sebentar dulu sebelum berdiri dan pada permulaan berdiri
berpegangan dahulu pada tepi meja makan. Mereka yang sering kehilangan
keseimbangan bahan perlu memakai tongkat/walker.
b. Pencegahan
- Pencegahan primer bertujuan untuk membangun kepadatan tulang dan
neuromuskler yang maksimal. Ini dimulai dari balita, remaja dewasa umur
pertengahan sampai umur 36 tahun. Beberapa hal penting pada
pencegahan primer:
Pemberian kalsium yang cukup (1200 mg) sehari selama masa remaja
Kegiatan fisik yang cukup dalam keadaan berdiri. Minimal jalan kaki 30
menit tiap hari.
Mengurangi faktor resiko rapuh tulang seperti merokok, alkohol dan
imobilisasi.
Menambah kalsium dalam diet sebanyak 800 mg sehari pada manula
Untuk wanita resiko tinggi penambahan estrogen, difosfonat atau
kalsitonin harus dipertimbangkan.
- Pencegahan sekunder yaitu pemberian hormon-hormon estrogen
progesterone. Hormon-hormon ini dilaporkan menghentikan setidak-
tidaknya mengurangi kehilangan tulang selama menopause.
- Pencegahan tersier dilakukan bila penderita mengalami patah tulang
pada osteoporosis atau pada orang yang masuk lanjut usia (lansia).
c. Pemberian Gizi Optimal
Pencegahan primer bertujuan agar kepadatan tulang yang maksimal tercapai
pada umur 36 tahun. Pencegahan sekunder bertujuan menghambat
kehilangan kepada tulang waktu menopause dengan pemberian hormon
pengganti. Selanjutnya kehilangan kepadatan tulang pada lansia dihambat
dengan pencegahan tersier. Pencegahan primer, sekunder dan tersier
dilaksanakan melalui pengaturan gizi yang optimal, dibarengi dengan
aktivitas fisik dan olahraga yang sesuai dengan umur dan stadium kerapuhan
tulang penderita. Kebutuhan kalsium sehari—hari untuk mencegah
osteoporosis:
Sebelum menopause kebutuhan sehari 800 — 1000 mg Kalsium
Selama menopause kebutuhan sehari 1000— 1200 mg Kalsium
Selama menopause kebutuhan sehari 1200 — 1500 mg kalsium
d. Upaya Rehabilitasi Medik
Prinsip terapi fisik dan rehabilifasi dapat bermanfaat dalam penatalaksanaan
penderita osteoporosis
Latihan/exercise , latihan dapat mengurangi hilangnya massa tulang dan
menambah massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan tulang
yang lebih besar dari pada resorbsi tulang.
Pengobatan Pada Patah Tulang :
Pada orang tua dengan keluhan nyeri yang hebat pada lokalisasi tertentu
seperti pada punggung, pinggul, pergelangan tangan, disertai adanya riwayat
jatuh, maka perlu segera memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui
adanya patah tulang. Apabila pada pemeriksaan selanjutnya didapatkan
adanya patah tulang, maka harus dipertimbangkan tindakan-tindakan sebagai
berikut:
1. Menghilangkan nyeri disertai pemberian obat-obatan untuk membangun
kekuatan tulang, yaitu kalsium dan obat-obat osteoporosis
2. Tindakan pemasangan gips pada patah tulang pergelangan tangan.
Tindakan menarik tulang pada panggul dan dilanjutkan dengan tindakan
operasi pada panggul dengan mengganti kepala panggul pada patah
leher paha.
8. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Osteoporosis
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Osteoporosis
Pengkajian
a. Identitas
Dalam pengkajian identitas informasi yang harus di tulis meliputi nama ,
umur , alamat , tanggal lahir , pekerjaan , suku / bangsa , jenis kelamin ,
tanggal masuk rumah sakit , jam masuk rumah sakit , diagnose medis
dan nomor registrasi .
b. Riwayat Keperawatan
 Keluhan Utama
Mengkaji keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian .
 Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji keluhan yang dirasakan pasien saat munculnya gejala
sampai pada saat dilakukan pengkajian .
 Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji riwayat penyakit yang pernah di alami pasien .
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji adanya penyakit keturunan dan penyakit menular dalam
keluarga pasien .
c. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum : Melihat kondisi umum pasien .
b) Tingkat kesadaran : Memeriksa tingkat kesadaran pasien dan respon
pasien
c) Tanda tanda vital : Mengukur tekanan darah , nadi , suhu dan
Pernafasan

d) Head to toe : pemeriksaan head to toe diilakukan dari kepala sampai


kaki , namun data yang lebih di fokuskan meliputi pemeriksaan pada :
 Sistem pernafasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat , karena
penekanan pada fungsional paru .
 Sistem Kardiovaskuler
Suara jantung , tensi meningkat , nadi , suhu .
 Psikososial
Osteoporosis menimbulkan depresi , ansietas , gangguan tidur
dan ketakutan akan jatuh .
 Kemampuan bergerak
Ekstermitas atas , ekstermitas bawah , pergerakan sendi , dan
kekuatan otot
 Sistem Syaraf
Tingkat kesadaran pasien (fungsi selebral )
 Sistem Pencernaan
Pembatasan Pergerakan dan deformitas spinal
 Sistem Komunikasi
Kemampuan pasien dalam berkomunikasi
d. Pola Fungsional Gordon
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
- Kebiasaan minum alkohol, kafein
- Riwayat keluarga dengan osteoporosis
- Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
- Penggunaan steroid
2. Pola nutrisi metabolic
- Inadekuat intake kalsium
3. Pola eliminasi
4. Pola aktivitas dan latihan
- Fraktur
- Badan bungkuk
- Jarang berolahraga
5. Pola tidur dan istirahat
- Mengkaji ada tidaknya gangguan pada saat istirahat tidur , frekuensi
tidur dan kualitas tidur .

6. Pola persepsi kognitif


- Mengkaji fungsi panca indra dan pengetahuan pasien tentang
sakitnya .
7. Pola Konsep diri
- Mengkaji persepsi pasien tentang dirinya saat kondisi pasien sedang
sakit .
8. Pola Koping
- Mengkaji cara pasien saat menghadapi masalah yang mengganggu
misalnya stres, cemas karena penyakitnya
9. Pola Reproduksi Seksual
- mengkaji perkembangan psikoseksual pada pasien.
10. Pola Peran dan Hubungan
- Mengkaji peran dan hubungan pasien dengan keluarganya .
e. Pemeriksaan Diagnostik : Memeriksa keadaan pasien dengan
menggunakan X-ray , Bone Mineral Density (BMD) untuk mengukur
densitas tulang , Serum kalsium, posphor, alkalin fosfatase , Quantitative
ultrasound (QUS) mengukur densitas tulang dengan gelombang suara
f. Program Terapi : Pemberian terapi obat dan terapi fisik sesuai dengan
advice dokter dan penyakit yang di derita pasien .
B. Analisa Data : Mengumpulkan data yang berfokus pada diagnosa yang
diangkat .
C. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan ,
kendali , atau massa otot.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
4. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh .
D. Intervensi Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan ,
kendali atau massa otot .
Tujuan :
Intervensi :
O : Kaji tingkat kemampuan klien untuk bergerak
r : untuk mengetahui tingkat kemampuan klien dalam menggerakkan
anggota tubuh
N : Lakukan latihan ROM aktif dan ROM Pasif
r : untuk mempertahankan dan mengembalikan fleksibilitas sendi
E : Ajarkan pasien teknik ambulasi dan berpindah yang aman
r : untuk menumbuhkan kemandirian pasien dalam beraktivitas
K : Kolaborasikan dengan ahli terapi fisik untuk program latihan
r : untuk mengembangkan kemampuan pasien dalam mobilitas
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri
berkurang .
Intervensi :
O : Monitoring keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk
intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan
pada tanda vital dan emosi/prilaku)
r : untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan pasien
N : Lakukan teknik relaksasi
r : untuk membantu mengurangi nyeri yang dirasakan pasien
E : Ajarkan pasien teknik nafas dalam ketika nyeri tiba-tiba muncul
r : untuk membantu pasien mengurangi rasa nyeri yang tiba-tiba
muncul
K : Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi dan program terapi ,
contoh : analgesik
r : untuk membantu mengurangi nyeri dengan terapi farmakologi sesuai
program terapi
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
O : Observasi tingkat kekuatan dan toleransi terhadap aktivitas
r :untuk mengetahui kebutuhan aktivitas mandiri pasien yang tidak
terpenuhi
N :Bantu pasien dalam melakukan perawatan diri
r :untuk membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dasar dan
aktivitas perawatan diri pasien
E :Dorong kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas dan
perawatan mandiri
r :untuk meningkatkan kemampuan kemandirian pasien dalam
melakukan perawatan diri sesuai kemampuan pasien
K :Kolaborasikan dengan keluarga dalam memenuhi kebutuhan mandiri
pasien
r :untuk membantu pasien mendapatkan perawatan dari keluarga
4. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh.
Tujuan : Cedera/injuri tidak terjadi.
Intervensi :
O :identifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cedera
r :untuk mengetahui faktor resiko dalam meningkatkan keamanan
pasien
N : Manajemen lingkungan yang aman untuk pasien
r : untuk memfasilitasi keamanan
E : Ajarkan perilaku yang kondusif
r : untuk menjaga kesehatan , keseimbangan tubuh
K : Kolaborasikan dengan tim medis penggunaan alat bantu
r : untuk membantu pasien dalam menjaga keamanannya
E. Implementasi Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan ,
kendali atau massa otot .
a. Mengkaji tingkat kemampuan klien untuk bergerak
b. Melakukan latihan ROM aktif dan ROM Pasif
c. Mengajarkan pasien teknik ambulasi dan berpindah yang aman
d. Mengkolaborasikan dengan ahli terapi fisik untuk program latihan
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologi
a. Memonitoring keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik
termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal
(perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)
b. Melakukan teknik relaksasi
c. Mengajarkan pasien teknik nafas dalam ketika nyeri tiba-tiba muncul
d. Mengkolaborasikan pemberian obat sesuai indikasi dan program
terapi , contoh : analgesik
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
a. Mengbservasi tingkat kekuatan dan toleransi terhadap aktivitas
b. Membantu pasien dalam melakukan perawatan diri
c. Mendorong kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas dan
perawatan mandiri
d. Mengkolaborasikan dengan keluarga dalam memenuhi kebutuhan
mandiri pasien

4. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal


dan ketidakseimbangan tubuh.
a. Mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap
cedera
b. Memanajemen lingkungan yang aman untuk pasien
c. Mengajarkan perilaku yang kondusif
d. Mengkolaborasikan dengan tim medis penggunaan alat bantu
F. Evaluasi
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali ,
kekuatan atau massa otot :
a. Melihat kemampuan pasien dalam menggerakkan anggota tubuhnya
secara mandiri atau dengan di bantu
b. Melihat pasien melakukan gerakan ROM
c. Memantau peningkatan pergerakkan pasien pada saat ambulasi
d. Memantau perubahan kemampuan pasien untuk mobilitas setelah
dilakukan terapi
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologi
a. Mengobservasi kembali skala nyeri yang dirasakan pasien.
b. Melihat perkembangan dan mengkaji kembali skala nyeri pasien
setelah dilakukan teknik relaksasi
c. Melihat klien dapat mendemonstrasikan teknik nafas dalam yang
diberikan atau tidak.
d. Melihat efek obat setelah diberikan pada pasien.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
a. Mengkaji ulang kebutuhan aktivitas mandiri pasien yang belum
terpenuhi
b. Melihat kembali tingkat kenyamanan pasien terhadap dirinya setelah
dilakukan perawatan diri
4. Risiko cedera berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh.
a. Memantau tidak adanya resiko jatuh pada pasien.
b. Memantau aktivitas yang dilakukan pasien .
c. Memantau reaksi obat yang telah diberikan
LAPORAN PENDAHULUAN IMOBILISASI

IMOBILISASI

Berkurangnya Kemampuan Gerak (Immobilisation)Berkurangnya kemampuan gerak yang


dikenal dengan istilah imobilisasi digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom
penurunan fungsi fisik sebagai akibat daripenurunan aktivitas dan adanya penyakit penyerta.
Tidak mampu bergerak selama minimal 3 kali 24 jam sesuai definisi imobilisasi.
Immobilisasi seringkali diabaikan dan tidak ditatalaksana dengan baik sejak awal perawatan,
baik di rumah maupun di rumah sakit

Luka atau ulkus dekubitus merupakan salah satu masalah yang ditimbulkan oleh imobilisasi
yang seringkali mempersulit perawatan dan bahkan dapat menimbulkan pemanjangan lama
perawatan, tingginya biaya perawatan dan kematian. Tidak jarang pasien yang mengalami
fraktur femur, penurunan kesadaran dan sakit berat lainnya harus mengalami imobilisasi lama
yang pada gilirannya menimbulkan berbagai komplikasi seperti ulkus dekubitus, thrombosis
vena, hipotensi ortostatik, infeksi saluran kemih, pneumonia aspirasi dan ortostatik, kekakuan
dan kontraktur sendi, hipotrofi otot, dan sebagainya. Identifikasi dan penatalaksanaan sedini
mungkin amat diperlukan baik pada penyakit penyebab imobilisasi maupun masalah
imobilisasi itu sendiri, sehingga terjadinya komplikasi akibat imobilisasi dapat dicegah.

Dampak Imobilisasi
Dampak yang terjadi terhadap imobilisasi menurut Potter & Perry, 2013 adalah sebagai
berikut :

a. Perubahan Metabolisme

Perubahan mobilisasi akan mempengaruhi metabolisme endokrin, resorpsi kalsium dan


fungsi gastrointestinal. Sistem endokrin menghasilkan hormon, mempertahankan dan
meregulasi fungsi vital seperti: 1) berespon pada stress dan cedera, 2) pertumbuhan dan
perkembangan, 3) reproduksi, 4) mempertahankan lingkungan internal, serta 5) produksi
pembentukan dan penyimpanan energi. Imobilisasi mengganggu fungsi metabolisme normal
seperti: menurunkan laju metabolisme, mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein, dan menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti nafsu makan dan peristaltik
berkurang. Namun demikian pada proses infeksi klien yang imobilisasi mengalami
peningkatan BMR karena demam dan penyembuhan luka membutuhkan oksigen.
b. Perubahan Pernafasan

Kurangnya pergerakan dan latihan akan menyebabkan klien memiliki komplikasi pernafasan.
Komplikasi pernafasan yang paling umum adalah atelektasis (kolapsnya alveoli) dan
pneumonia hipostatik (inflamasi pada paru akibat statis atau bertumpuknya sekret).
Menurunnya oksigenasi dan penyembuhan yang alam dapat meningkatkan ketidaknyamanan
klien. Pada atelektasis, sekresi yang terhambat pada bronkiolus atau bronkus dan jaringan
paru distal (alveoli) kolaps karena udara yang masuk diabsorpsi dapat menyebabkan
hipoventilasi. Sisi yang tersumbat mengurangi keparahan atelektasis. Pada beberapa keadaan
berkembangnya komplikasi ini. kemampuan batuk klien secara produktif menurun.
Selanjutnya distribusi mukus pada bronkus meningkat, terutama saat klien dalam posisi
supine, telungkup atau lateral. Mukus berkumpul pada bagian jalan nafas yang bergantung.
Pneumonia hipostatik sering menyebabkan mukus sebagai tempat yang baik untuk
bertumbuhnya bakteri.

c. Perubahan Kardiovaskuler
Imobilisasi juga mempengaruhi sistem kardiovaskuler. Tiga perubahan utama adalah
hipotensi ortostatik, meningkatnya beban kerja jantung dan pembentukan trombus. Hipotensi
ortostatik adalah peningkatan denyut jantung lebih dari 15% atau tekanan darah sistolik
menurun 15 mmHg atau lebih saaat klien berubah posisi dari posisi terlentang ke posisi
berdiri.43 Pada kilen yang imobilisasi, menurunnya volume cairan yang bersirkulasi,
berkumpulnya darah pada ekstremitas bawah, menurunnya respon otonomik akan terjadi.
Faktor ini akan menurunkan aliran balik vena, disertai meningkatnya curah jantung, yang
direfleksikan dengan menurunnya tekanan darah. Hal ini terutama terjadi pada klien lansia.
Karena beban kerja jantung meningkat, konsumsi oksigen juga meningkat. Oleh karena itu,
jantung akan bekerja lebih keras dan kurang efisiensi jantung selanjutnya akan menurun
sehingga beban kerja jantung meningkat.

d. Perubahan Muskuloskeletal
Dampak imobilisasi pada sistem musluloskeletal adalah gangguan permanen atau temporer
atau ketidakmampuan yang permanen. Pembatasan mobilisasi terkadang menyebabkan
kehilangan daya tahan, kekuatan dan massa otot, serta menurunnya stabilitas dan
keseimbangan. Dampak pembatasan mobilisasi adalah gangguan metabolisme kalsium dan
gangguan sendi. Karena pemecahan protein, klien kehilangan massa tubuh yang tidak
berlemak. Massa otot berkurang tidak stabil untuk mempertahankan aktivitas tanpa
meningkatnya kelemahan. Jika mobilisasi terus terjadi dan klien tidak melakukan latihan,
kehilangan massa otot akan terus terjadi. Kelemahan otot juga terjadi karena imobilisasi, dan
imobilisasi lama sering menyebabkan atrofi angguran, dimana atrofi angguran (disuse
atrophy) adalah respon yang dapat diobservasi terhadap penyakit dan menurunnya aktifitas
kehidupan sehari-hari. Dan imobilisasi kehilangan daya tahan, menurunnya massa dan
kekuatan otot, dan instabilitas sendi menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Hal ini
dapat terjadi dalam beberapa hari bedrest, menunjukkan bahwa pasien kritis terpasang
ventilator dapat kehilangan hingga kelemahan otot perifer 25 % dalam waktu 4 hari dan
kehilangan 18 % berat badannya. Hilangnya massa otot-otot rangka sangat tinggi dalam 2-3
minggu pertama imobilisasi selama perawatan intensif
E. mobillisasi dapat mengubah eliminasi urine. Pada posisi tegak, klien dapat mengeluarkan
urine dari pelvis renal dan menuju ureter dan kandung kemih karena gaya gravitasi. Saat
klien dalam posisi berbaring terlentang dan datar, ginjal dan ureter bergerak maju ke sisi yang
lebih datar. Urine yang dibentuk oleh ginjal harus memasuki kandung kemih yang tidak
dibantu oleh gaya gravitasi. Karena kontraksi peristaltik ureter tidak mampu menimbulkan
gaya garvitasi, pelvis ginjal terisis sebelum urine memasuki ureter. Kejadian ini disebut
stastis urine dan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dan batu ginjal. Batu ginjal
adalah batu kalsium yang terjebak dalam pelvis ginjal atau melewati ureter. Klien
imobilisasai beresiko tinggi terkena batu ginjal, karena mereka sering mengalami
hiperklasemia. Apabila periode imobilisasi berlanjut, asupan cairan sering berkurang. Ketika
digabungkan dengan masalah lain seperti demam, resiko dehidrasi meningkat. Akibatnya,
keseluruhan urine berkurang pada atau antara hari ke 5 atau ke 6 setelah imobilisasi, dan
urine menjadi pekat. Urine yang pekat ini meningkatkan resiko kontaminasi traktus urinarius
oleh bakteria escherchia coli. Penyebab infeksi saluran kemih lainnya pada klien yang
imobilsasi adalah penggunaan kateter urine indwelling.
Retensi urine, orang yang tidak dapat bergerak dapat menderita retensi urine ( akumulasi
urinedidalam kandung kemih), distensi kandung kemih, dan kadang kala inkontinensia urine (
berkemih secara involunter). Penurunan tonus otot kandung kemih menghambat
kemampuannya untuk mengosongkan urine secara komlit dan individu mengalami imobilitas
tidak mampu merelaksasi otot perineum secara cukup untuk dapat berkemih.ketidak
nyamanan menggunakan pispotuntuk defekasi / pispot untuk berkemih, rasa malu dan tidak
adanya privasi terkait fungsi ini, dan posisi yang tidak alami untuk berkemih, semuannya itu
menyulitkan klien untuk merelaksasi otot perineum dengan baik dengan baik untuk berkemih
saat berbaring ditempat tidur.
Apabila urinasi tidak memungkinkan kandung kemih secara bertahap menjadi penuh dengan
urine. Kandung kemih dapat meregang secara berlebihan, yang pada akhirnya menghambat
desakan untuk berkemih. Saat distensi kandung kemih cukup bermakna, beberapa tetesan
kemih secara involunter dapat terjadi (retensi dengan aliran berlebihan) ini tidak meredakan
distensi urine, karena sebagaian besar urine yang staknan tetap berada dikandung kemih.
Retensi urine, orang yang tidak dapat bergerak dapat menderita retensi urine ( akumulasi
urinedidalam kandung kemih), distensi kandung kemih, dan kadang kala inkontinensia urine (
berkemih secara involunter). Penurunan tonus otot kandung kemih menghambat
kemampuannya untuk mengosongkan urine secara komlit dan individu mengalami imobilitas
tidak mampu merelaksasi otot perineum secara cukup untuk dapat berkemih.ketidak
nyamanan menggunakan pispotuntuk defekasi / pispot untuk berkemih, rasa malu dan tidak
adanya privasi terkait fungsi ini, dan posisi yang tidak alami untuk berkemih, semuannya itu
menyulitkan klien untuk merelaksasi otot perineum dengan baik dengan baik untuk berkemih
saat berbaring ditempat tidur.
Apabila urinasi tidak memungkinkan kandung kemih secara bertahap menjadi penuh dengan
urine. Kandung kemih dapat meregang secara berlebihan, yang pada akhirnya menghambat
desakan untuk berkemih. Saat distensi kandung kemih cukup bermakna, beberapa tetesan
kemih secara involunter dapat terjadi (retensi dengan aliran berlebihan) ini tidak meredakan
distensi urine, karena sebagaian besar urine yang staknan tetap berada dikandung kemih.

f. Perubahan Integumen
Perubahan metabolisme yang menyertai imobilisasi dapat meningkatkan efek tekanan yang
berbahaya pada kulit klien yang imobilisasi. Hal ini membuat imobilisasi menjadi masalah
resiko yang besar terhadap luka tekan. Metabolisme jaringan bergantung pada suplai oksigen
dan nutrisi serta eliminasi sampah metabolisme dari darah. Tekanan mempengaruhi
metabolisme seluler dengan menurunkan atau mengeliminasi sirkulasi jaringan secara
keseluruhan

g. Perubahan Perkembangan

Perubahan perkembangan merupakan dampak fisiologis yang muncul akibat dari imobilisasi.
Perubahan perkembangan cenderung dihubungkan dengan imobilisasi pada anak yang sangat
muda dan pada lansia. Anak yang sangat muda atau lansia yang sehat namun diimobilisasi
memiliki sedikit perubahan perkembangan. Namun, terdapatnya beberapa pengecualian.
Misalnya ibu yang mengalami komplikasi saat kelahiran harus tirah baring dan
mengakibatkan tidak mampu berinteraksi dengan bayi baru lahir seperti yang dia harapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer.  Jakarta : PT Bhuana Ilmu


Populer.
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT
Indeks.
Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal
Publishing.
Tandra, H. 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis
Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang Keropos. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai