KEPERAWATAN GERONTIK
Disusun oleh :
Dibimbing oleh :
KONSEP LANSIA
1. Pengertian Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah
suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang
No. 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan
nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi sosial
masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga
jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif
dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan
pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa.
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).
2. Batasan Usia Lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun
Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori,
yaitu:
Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun.
Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas.
Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.
3. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia
Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara degeneratif yang
akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan
fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M, 2011,
2011).
a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena hilangnya
kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara
atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen: Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering
dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak.
Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul
pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan penghubung (kolagen dan
elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi.. Kolagen sebagai pendukung utama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada persendian menjadi
lunak dan mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan
kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah
progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap
gesekan.
Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah bagian dari
penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut
akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan
jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan
jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
Sendi : pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung bertambah,
5) Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap
tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru,
udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi
torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan
toraks berkurang.
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai
kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa
lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin mengecil dan
menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.
8) Sistem sara
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang progresif pada
serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktifitas sehari-hari.
9) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
c. Perubahan mental
d. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin matang
(mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-
hari.
e. Perubahan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama jika lansia mengalami
penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama pendengaran.
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan kesayangan dapat
meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu
terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti dengan keinginan
untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan
karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas umum, gangguan stress
setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif, gangguan-gangguan tersebut merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia sering merasa
tetangganya mencuri barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada
lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat mengganggu. Rumah
atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering
menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat
terulang kembali.
1. Sel
Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intraseluler,
menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun,
terganggunya mekanisme perbaikan sel.
2. Sistem Persyarafan
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-
20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon
penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive
terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.
3. Sistem Penglihatan
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada
lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.
4. Sistem Pendengaran
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi,
suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun,
membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
5. Sistem Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena kemampuan jantung menurun 1% setiap
tahun sesudah kita berumur 20 tahun, sehingga pembuluh darah kehilangan sensitivitas dan
elastisitas pembuluh darah. Berkurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk
oksigenasi, misalnya perubahan posisi dari tidur ke duduk atau duduk ke berdiri bisa
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah meninggi,
karena meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.
Pengaturan suhu hipotalamus yang dianggap bekerja sebagai suatu thermostat (menetapkan
suatu suhu tertentu). Kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi yang
sering ditemukan adalah temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak
dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi aktifitas otot rendah.
7. Sistem Respirasi
8. Sistem Gastrointestinal
Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa
lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan
sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
9. Sistem urinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi
BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mengering, elastisitas
jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks
sekunder.
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi
hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan
jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada
bentuk sel epidermis.
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian
membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
4. Ciri-Ciri Lansia
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki
motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses
kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka
kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan
diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada
juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam
segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di
masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai
ketua RW karena usianya.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung mengembangkan konsep
diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh :
lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri
dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies – spesies tertentu.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul –
molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai contoh yang
khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan fungsional sel)
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah (rusak)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan
tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah
dan sakit.
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus kedalam
tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom)
mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein.
Radikal bebas ini dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
Sel-sel yang tua atau usang , reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya
jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan dan hilangnya
fungsi.
8) Teori program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut
mati.
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini
menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lansia.
Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia.
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Teori ini merupakan
gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki.
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial
lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi
kehilangan ganda (triple loss).
Menurut Mc. Kay et all., (1935) yang dikutip Darmojo dan Martono (2004), pengurangan
“intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan memperpanjang
umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara lain disebabkan karena
menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran
hormon yang merangsang pruferasi sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.
c. Teori Psikologis
Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua.
Sense of integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Teori ini
menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial (Azizah dan Ma’rifatul, L., 2011).
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia. Identity pada lansia yang
sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan masyarakat, melibatkan diri
dengan masalah di masyarakat, kelurga dan hubungan interpersonal (Azizah dan Lilik M,
2011).
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti
mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya
(Azizah dan Lilik M, 2011).
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang
menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium
dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Penurunan Massa tulang ini
sebagai akibat dari berkurangnya pembentukan, meningkatnya perusakan
(destruksi) atau kombinasi dari keduanya.
Osteoporosis dibedakan menjadi 2 yaitu osteoporosis lokal dan osteopororsis umum.
Osteoporosis lokal dapat terjadi karena kelainan primer di tulang atau
sekunder seperti akibat imobilisasi anggota gerak dalam waktu lama, dll .
Osteoporosis umum primer tipe I : pasca menopause, terjadi pada usia 50-75
tahun, wanita 6-8 kali beresiko dr pd laki-laki , penyebabnya adalah
menurunnya kadar hormon estrogen dan menurunnya penyerapan kalsium.
Osteoporosis umum primer tipe II terjadi pada usia 75-85 tahun, wanita 2 kali
lebih banyak daripada pria, penyebabnya adalah proses penuaan dan
menurunnya penyerapan kalsium.
Osteoporosis umum sekunder dihubungkan dengan pelbagai penyakit yang
mengakibatkan kelainan pada tulang, akibat penggunaan obat tertentu dan
lain-lain.
2. Etiologi Osteoporosis
1. Determinan Massa Tulang
Massa tulang maksimal pada usia dewasa ditentukan oleh berbagai faktor antara
lain :
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap kepadatan tulang .
b. Faktor mekanik
Beban mekanik berpengaruh terhadap massa tulang, bertambahnya beban
akan menambah massa tulang dan berkurangnya massa tulang. Ada
hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua
hal tersebut menunjukkan respon terhadap kerja mekanik. Beban mekanik
yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang
yang besar.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup
(protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai
dengan pengaruh genetic yang bersangkutan
2. Determinan pengurangan massa tulang
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penurunan massa tulang pada usia
lanjut yang dapat mengakibatkan fraktur osteoporosis pada dasarnya sama
seperti pada faktor-faktor yang mempengaruhi massa tulang.
a. Faktor genetic
Faktor genetik berpengaruh terhadap resiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat resiko
fraktur dari seseorang denfan tulang yang besar.
b. Faktor mekanis
Pada umumnya aktifitas fisik akan menurun dengan bertambahnya usia dan
karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanik, massa tulang
tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c. Faktor lain
- Kalsium
Kalsium merupakan nutrisi yang penting, dengan masukan kalsium yang
rendah dan absorbsinya tidak baik akan mengakibatkan keseimbangan
kalsium yang negatif begitu sebaliknya.
- Protein
Protein yang berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan
keseimbangan kalsium yang negative
- Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium, karena menurunnya
efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi
kalsium diginjal.
- Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai
masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh rokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
- Alkohol
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan
kalsium yang rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang pasti belum diketahui.
3. Manifestasi Klinis Osteoporosis
a. Nyeri dengan atau tanpa adanya fraktur yang nyata
b. Nyeri timbul secara mendadadak
c. Nyeri dirasakan ringan pada pagi hari (bangun tidur)
d. Nyeri akan bertambah karena melakukan aktifitas atau pekerjaan sehari-hari
atau karena pergerakan yang salah .
e. Rasa sakit karena oleh adanya fraktur pada anggota gerak
f. Rasa sakit karena adanya kompresi fraktur pada vertebra
g. Rasa sakit hebat yang terlokalisasi pada daerah vertebra
h. Rasa sakit akan berkurang apabila pasien istirahat di tempat tidur
4. Patofisiologi Osteoporosis
Setelah menopause, kadar hormon estrogen semakin menipis dan kemudian
tidak diproduksi lagi. Akibatnya, osteoblas pun makin sedikit diproduksi.
Terjadilah ketidakseimbangan antara pembentukan tulang dan kerusakan tulang.
Osteoklas menjadi lebih dominan, kerusakan tulang tidak lagi bisa diimbangi
dengan pembentukan tulang. Untuk diketahui, osteoklas merusak tulang selama
3 minggu, sedangkan pembentukan tulang membutuhkan waktu 3 bulan. Dengan
demikian, seiring bertambahnya usia, tulang-tulang semakin keropos (dimulai
saat memasuki menopause) dan mudah diserang penyakit osteoporosis.
akibatnya
MENOPAUSE OSTEOBLAS MAKIN SEDIKIT DIPRODUKSI
terjadilah
menyebabkan
OSTEOKLAS MENJADI LEBIH DOMINAN DAN KERUSAKAN TULANG TIDAK LAGI BISA
DIIMBANGI DENGAN KERUSAKAN TULANG
OSTEOPOROSIS
5. Pathway
Kemunduran
struktural Penurunan massa
jaringan tulang
Osteoporosis ( gangguan
musukuloskeletal )
Kerapuhan
nyeri
tulang
Kiposis Keseimbangan
(gibbus) tubuh menurun
fraktur
Perubahan Resiko
Defisit perawatan bentuk tubuh, cidera
diri penurunan TB
Hambatan
mobilitas
fisik
6. Pemeriksaan Diagnostik dan Penunjang
- X-ray
- Bone Mineral Density (BMD) : untuk mengukur densitas tulang
- Serum kalsium, posphor, alkalin fosfatase
- Quantitative ultrasound (QUS) : mebgukur densitas tulang dengan
gelombang suara
Osteoporosis teridentifikasi pada pemeriksaan sinar-x rutin bila sudah terjadi
demineralisasi 25% sampai 40%. Tampak radiolusensi tulang. Ketika vertebra
kolaps, vertebra torakalis menjadi berbentuk baji dan vertebra lumbalis menjadi
bikonkaf. Pemeriksaan laboratorium (misalnya kalsium serum, fosfat, serum,
fosfatase alkalu, ekskresi kalsium urine, ekskresi hidroksi prolin urine, hematokrit,
laju endap darah), dan sinar-x dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
diagnosis medis lain (misalnya ; osteomalasia, hiperparatiroidisme, dll) yang juga
menyumbang terjadinya kehilangan tulang. Absorbsiometri foton-tunggal dapat
digunakan untuk memantau massa tulang pada tulang kortikal pada sendi
pergelangan tangan. Absorpsiometri dual-foton, dual energy x-ray
absorpsiometry (DEXA) , dan CT mampu memberikan informasi mengenai
massa tulang pada tulang belakang dan panggul. Sangat berguna untuk
mengidentifikasi tulang osteoporosis dan mengkaji respon terhadap terapi. .
Penatalaksanaan Osteoporosis :
Diet kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi dan seimbang sepanjang
hidup, dengan peningkatan asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan,
dapat melindungi terhadap demineralisasi skeletal. Pada menopause, terapi
penggantian hormon dengan estrogen dan progesterone dapat diresepkan untuk
memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang yang
diakibatkannya. Obat-obat yang lain yang dapat diresepkan untuk menangani
osteoporosis termasuk kalsitonin, natrium florida, dan natrium etidronat.
Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan diberikan secara injeksi
subkutan atau intramuskular. Efek samping (misalnya : gangguan gastrointestinal
, aliran panas , frekuensi urin ) , biasanya ringan dan hanya kadang-kadang
dialami. Natrium florida memperbaiki aktifitas osteoblastik dan pembentukan
tulang.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita osteoporosis terdiri atas:
a. Penyuluhan Penderita
Pada penderita osteoporosis, faktor resiko di luar tulang harus diperhatikan
program latihan kebugaran tubuh (fitness), melompat, dan lari tidak boleh
dilakukan karena resiko besar patah tulang. Berdirilah tegak kalau jalan,
bekerja, menyetrika, menyapu (gunakan sapu dengan tangkai panjang) dan
masak. Duduklah tegak kalau bekerja, masak, sikat gigi dan mencuci. Tidak
boleh mengepel lantai dengan berlutut dan membungkuk karena resiko patah
tulang pinggang cukup besar. Untuk memperkuat dan mempertahankan
kekuatan neuromuskuler memerlukan latihan tiap hari atau paling sedikit 3
hari sekali. Berdansa santai dan jalan kaki cepat 20 — 30 menit sehari adalah
sehat dan aman untuk penderita osteoporosis.
Penderita perlu menyadari besarnya resiko jatuh. Setelah makan atau
tidur, duduk sebentar dulu sebelum berdiri dan pada permulaan berdiri
berpegangan dahulu pada tepi meja makan. Mereka yang sering kehilangan
keseimbangan bahan perlu memakai tongkat/walker.
b. Pencegahan
- Pencegahan primer bertujuan untuk membangun kepadatan tulang dan
neuromuskler yang maksimal. Ini dimulai dari balita, remaja dewasa umur
pertengahan sampai umur 36 tahun. Beberapa hal penting pada
pencegahan primer:
Pemberian kalsium yang cukup (1200 mg) sehari selama masa remaja
Kegiatan fisik yang cukup dalam keadaan berdiri. Minimal jalan kaki 30
menit tiap hari.
Mengurangi faktor resiko rapuh tulang seperti merokok, alkohol dan
imobilisasi.
Menambah kalsium dalam diet sebanyak 800 mg sehari pada manula
Untuk wanita resiko tinggi penambahan estrogen, difosfonat atau
kalsitonin harus dipertimbangkan.
- Pencegahan sekunder yaitu pemberian hormon-hormon estrogen
progesterone. Hormon-hormon ini dilaporkan menghentikan setidak-
tidaknya mengurangi kehilangan tulang selama menopause.
- Pencegahan tersier dilakukan bila penderita mengalami patah tulang
pada osteoporosis atau pada orang yang masuk lanjut usia (lansia).
c. Pemberian Gizi Optimal
Pencegahan primer bertujuan agar kepadatan tulang yang maksimal tercapai
pada umur 36 tahun. Pencegahan sekunder bertujuan menghambat
kehilangan kepada tulang waktu menopause dengan pemberian hormon
pengganti. Selanjutnya kehilangan kepadatan tulang pada lansia dihambat
dengan pencegahan tersier. Pencegahan primer, sekunder dan tersier
dilaksanakan melalui pengaturan gizi yang optimal, dibarengi dengan
aktivitas fisik dan olahraga yang sesuai dengan umur dan stadium kerapuhan
tulang penderita. Kebutuhan kalsium sehari—hari untuk mencegah
osteoporosis:
Sebelum menopause kebutuhan sehari 800 — 1000 mg Kalsium
Selama menopause kebutuhan sehari 1000— 1200 mg Kalsium
Selama menopause kebutuhan sehari 1200 — 1500 mg kalsium
d. Upaya Rehabilitasi Medik
Prinsip terapi fisik dan rehabilifasi dapat bermanfaat dalam penatalaksanaan
penderita osteoporosis
Latihan/exercise , latihan dapat mengurangi hilangnya massa tulang dan
menambah massa tulang dengan cara meningkatkan pembentukan tulang
yang lebih besar dari pada resorbsi tulang.
Pengobatan Pada Patah Tulang :
Pada orang tua dengan keluhan nyeri yang hebat pada lokalisasi tertentu
seperti pada punggung, pinggul, pergelangan tangan, disertai adanya riwayat
jatuh, maka perlu segera memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui
adanya patah tulang. Apabila pada pemeriksaan selanjutnya didapatkan
adanya patah tulang, maka harus dipertimbangkan tindakan-tindakan sebagai
berikut:
1. Menghilangkan nyeri disertai pemberian obat-obatan untuk membangun
kekuatan tulang, yaitu kalsium dan obat-obat osteoporosis
2. Tindakan pemasangan gips pada patah tulang pergelangan tangan.
Tindakan menarik tulang pada panggul dan dilanjutkan dengan tindakan
operasi pada panggul dengan mengganti kepala panggul pada patah
leher paha.
8. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Osteoporosis
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Osteoporosis
Pengkajian
a. Identitas
Dalam pengkajian identitas informasi yang harus di tulis meliputi nama ,
umur , alamat , tanggal lahir , pekerjaan , suku / bangsa , jenis kelamin ,
tanggal masuk rumah sakit , jam masuk rumah sakit , diagnose medis
dan nomor registrasi .
b. Riwayat Keperawatan
Keluhan Utama
Mengkaji keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian .
Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji keluhan yang dirasakan pasien saat munculnya gejala
sampai pada saat dilakukan pengkajian .
Riwayat Penyakit Dahulu
Mengkaji riwayat penyakit yang pernah di alami pasien .
Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji adanya penyakit keturunan dan penyakit menular dalam
keluarga pasien .
c. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum : Melihat kondisi umum pasien .
b) Tingkat kesadaran : Memeriksa tingkat kesadaran pasien dan respon
pasien
c) Tanda tanda vital : Mengukur tekanan darah , nadi , suhu dan
Pernafasan
IMOBILISASI
Luka atau ulkus dekubitus merupakan salah satu masalah yang ditimbulkan oleh imobilisasi
yang seringkali mempersulit perawatan dan bahkan dapat menimbulkan pemanjangan lama
perawatan, tingginya biaya perawatan dan kematian. Tidak jarang pasien yang mengalami
fraktur femur, penurunan kesadaran dan sakit berat lainnya harus mengalami imobilisasi lama
yang pada gilirannya menimbulkan berbagai komplikasi seperti ulkus dekubitus, thrombosis
vena, hipotensi ortostatik, infeksi saluran kemih, pneumonia aspirasi dan ortostatik, kekakuan
dan kontraktur sendi, hipotrofi otot, dan sebagainya. Identifikasi dan penatalaksanaan sedini
mungkin amat diperlukan baik pada penyakit penyebab imobilisasi maupun masalah
imobilisasi itu sendiri, sehingga terjadinya komplikasi akibat imobilisasi dapat dicegah.
Dampak Imobilisasi
Dampak yang terjadi terhadap imobilisasi menurut Potter & Perry, 2013 adalah sebagai
berikut :
a. Perubahan Metabolisme
Kurangnya pergerakan dan latihan akan menyebabkan klien memiliki komplikasi pernafasan.
Komplikasi pernafasan yang paling umum adalah atelektasis (kolapsnya alveoli) dan
pneumonia hipostatik (inflamasi pada paru akibat statis atau bertumpuknya sekret).
Menurunnya oksigenasi dan penyembuhan yang alam dapat meningkatkan ketidaknyamanan
klien. Pada atelektasis, sekresi yang terhambat pada bronkiolus atau bronkus dan jaringan
paru distal (alveoli) kolaps karena udara yang masuk diabsorpsi dapat menyebabkan
hipoventilasi. Sisi yang tersumbat mengurangi keparahan atelektasis. Pada beberapa keadaan
berkembangnya komplikasi ini. kemampuan batuk klien secara produktif menurun.
Selanjutnya distribusi mukus pada bronkus meningkat, terutama saat klien dalam posisi
supine, telungkup atau lateral. Mukus berkumpul pada bagian jalan nafas yang bergantung.
Pneumonia hipostatik sering menyebabkan mukus sebagai tempat yang baik untuk
bertumbuhnya bakteri.
c. Perubahan Kardiovaskuler
Imobilisasi juga mempengaruhi sistem kardiovaskuler. Tiga perubahan utama adalah
hipotensi ortostatik, meningkatnya beban kerja jantung dan pembentukan trombus. Hipotensi
ortostatik adalah peningkatan denyut jantung lebih dari 15% atau tekanan darah sistolik
menurun 15 mmHg atau lebih saaat klien berubah posisi dari posisi terlentang ke posisi
berdiri.43 Pada kilen yang imobilisasi, menurunnya volume cairan yang bersirkulasi,
berkumpulnya darah pada ekstremitas bawah, menurunnya respon otonomik akan terjadi.
Faktor ini akan menurunkan aliran balik vena, disertai meningkatnya curah jantung, yang
direfleksikan dengan menurunnya tekanan darah. Hal ini terutama terjadi pada klien lansia.
Karena beban kerja jantung meningkat, konsumsi oksigen juga meningkat. Oleh karena itu,
jantung akan bekerja lebih keras dan kurang efisiensi jantung selanjutnya akan menurun
sehingga beban kerja jantung meningkat.
d. Perubahan Muskuloskeletal
Dampak imobilisasi pada sistem musluloskeletal adalah gangguan permanen atau temporer
atau ketidakmampuan yang permanen. Pembatasan mobilisasi terkadang menyebabkan
kehilangan daya tahan, kekuatan dan massa otot, serta menurunnya stabilitas dan
keseimbangan. Dampak pembatasan mobilisasi adalah gangguan metabolisme kalsium dan
gangguan sendi. Karena pemecahan protein, klien kehilangan massa tubuh yang tidak
berlemak. Massa otot berkurang tidak stabil untuk mempertahankan aktivitas tanpa
meningkatnya kelemahan. Jika mobilisasi terus terjadi dan klien tidak melakukan latihan,
kehilangan massa otot akan terus terjadi. Kelemahan otot juga terjadi karena imobilisasi, dan
imobilisasi lama sering menyebabkan atrofi angguran, dimana atrofi angguran (disuse
atrophy) adalah respon yang dapat diobservasi terhadap penyakit dan menurunnya aktifitas
kehidupan sehari-hari. Dan imobilisasi kehilangan daya tahan, menurunnya massa dan
kekuatan otot, dan instabilitas sendi menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Hal ini
dapat terjadi dalam beberapa hari bedrest, menunjukkan bahwa pasien kritis terpasang
ventilator dapat kehilangan hingga kelemahan otot perifer 25 % dalam waktu 4 hari dan
kehilangan 18 % berat badannya. Hilangnya massa otot-otot rangka sangat tinggi dalam 2-3
minggu pertama imobilisasi selama perawatan intensif
E. mobillisasi dapat mengubah eliminasi urine. Pada posisi tegak, klien dapat mengeluarkan
urine dari pelvis renal dan menuju ureter dan kandung kemih karena gaya gravitasi. Saat
klien dalam posisi berbaring terlentang dan datar, ginjal dan ureter bergerak maju ke sisi yang
lebih datar. Urine yang dibentuk oleh ginjal harus memasuki kandung kemih yang tidak
dibantu oleh gaya gravitasi. Karena kontraksi peristaltik ureter tidak mampu menimbulkan
gaya garvitasi, pelvis ginjal terisis sebelum urine memasuki ureter. Kejadian ini disebut
stastis urine dan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dan batu ginjal. Batu ginjal
adalah batu kalsium yang terjebak dalam pelvis ginjal atau melewati ureter. Klien
imobilisasai beresiko tinggi terkena batu ginjal, karena mereka sering mengalami
hiperklasemia. Apabila periode imobilisasi berlanjut, asupan cairan sering berkurang. Ketika
digabungkan dengan masalah lain seperti demam, resiko dehidrasi meningkat. Akibatnya,
keseluruhan urine berkurang pada atau antara hari ke 5 atau ke 6 setelah imobilisasi, dan
urine menjadi pekat. Urine yang pekat ini meningkatkan resiko kontaminasi traktus urinarius
oleh bakteria escherchia coli. Penyebab infeksi saluran kemih lainnya pada klien yang
imobilsasi adalah penggunaan kateter urine indwelling.
Retensi urine, orang yang tidak dapat bergerak dapat menderita retensi urine ( akumulasi
urinedidalam kandung kemih), distensi kandung kemih, dan kadang kala inkontinensia urine (
berkemih secara involunter). Penurunan tonus otot kandung kemih menghambat
kemampuannya untuk mengosongkan urine secara komlit dan individu mengalami imobilitas
tidak mampu merelaksasi otot perineum secara cukup untuk dapat berkemih.ketidak
nyamanan menggunakan pispotuntuk defekasi / pispot untuk berkemih, rasa malu dan tidak
adanya privasi terkait fungsi ini, dan posisi yang tidak alami untuk berkemih, semuannya itu
menyulitkan klien untuk merelaksasi otot perineum dengan baik dengan baik untuk berkemih
saat berbaring ditempat tidur.
Apabila urinasi tidak memungkinkan kandung kemih secara bertahap menjadi penuh dengan
urine. Kandung kemih dapat meregang secara berlebihan, yang pada akhirnya menghambat
desakan untuk berkemih. Saat distensi kandung kemih cukup bermakna, beberapa tetesan
kemih secara involunter dapat terjadi (retensi dengan aliran berlebihan) ini tidak meredakan
distensi urine, karena sebagaian besar urine yang staknan tetap berada dikandung kemih.
Retensi urine, orang yang tidak dapat bergerak dapat menderita retensi urine ( akumulasi
urinedidalam kandung kemih), distensi kandung kemih, dan kadang kala inkontinensia urine (
berkemih secara involunter). Penurunan tonus otot kandung kemih menghambat
kemampuannya untuk mengosongkan urine secara komlit dan individu mengalami imobilitas
tidak mampu merelaksasi otot perineum secara cukup untuk dapat berkemih.ketidak
nyamanan menggunakan pispotuntuk defekasi / pispot untuk berkemih, rasa malu dan tidak
adanya privasi terkait fungsi ini, dan posisi yang tidak alami untuk berkemih, semuannya itu
menyulitkan klien untuk merelaksasi otot perineum dengan baik dengan baik untuk berkemih
saat berbaring ditempat tidur.
Apabila urinasi tidak memungkinkan kandung kemih secara bertahap menjadi penuh dengan
urine. Kandung kemih dapat meregang secara berlebihan, yang pada akhirnya menghambat
desakan untuk berkemih. Saat distensi kandung kemih cukup bermakna, beberapa tetesan
kemih secara involunter dapat terjadi (retensi dengan aliran berlebihan) ini tidak meredakan
distensi urine, karena sebagaian besar urine yang staknan tetap berada dikandung kemih.
f. Perubahan Integumen
Perubahan metabolisme yang menyertai imobilisasi dapat meningkatkan efek tekanan yang
berbahaya pada kulit klien yang imobilisasi. Hal ini membuat imobilisasi menjadi masalah
resiko yang besar terhadap luka tekan. Metabolisme jaringan bergantung pada suplai oksigen
dan nutrisi serta eliminasi sampah metabolisme dari darah. Tekanan mempengaruhi
metabolisme seluler dengan menurunkan atau mengeliminasi sirkulasi jaringan secara
keseluruhan
g. Perubahan Perkembangan
Perubahan perkembangan merupakan dampak fisiologis yang muncul akibat dari imobilisasi.
Perubahan perkembangan cenderung dihubungkan dengan imobilisasi pada anak yang sangat
muda dan pada lansia. Anak yang sangat muda atau lansia yang sehat namun diimobilisasi
memiliki sedikit perubahan perkembangan. Namun, terdapatnya beberapa pengecualian.
Misalnya ibu yang mengalami komplikasi saat kelahiran harus tirah baring dan
mengakibatkan tidak mampu berinteraksi dengan bayi baru lahir seperti yang dia harapkan.
DAFTAR PUSTAKA