Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


DENGAN GOUT ARTRITIS
DI UPT PSTW BONDOWOSO

Disusun Untuk Laporan Praktik Keperawatan Gerontik

Oleh :
1. Arya Dio Primandika (19037140007)
2. Anggita Faradina (19037140005)
3. Rozak Yuniar sukisman (19037140047)
4. Sagita Rheza Tigas Sergio (19037140048)
5. Sherli Amelia Okta Firdaus (19037140050)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS BONDOWOSO

1
TAHUN 2022

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
Rahmat serta karunia-Nya semata, sehingga tugas Praktek Klinik Keperawatan
Gerontik ini dapat terselesaikan dengan baik.Tugas ini disusun untuk memenuhi
tugas Asuhan Keperawatan Praktek Klinik Keperawatan Gerontik.
Penulis yakin tanpa adanya bantuan dari semua pihak, maka tugas ini tidak
akan dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin megucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu Yuana Dwi Agustin, SKM, M.Kes sebagai Ketua Program Studi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso;
2. Ns. Destia Widyarani, S.Kep sebagai Penanggung Jawab Praktek
Keperawatan Komunitas, Keluarga dan Gerontik
3. Damon Wicaksi SST,Mkes sebagai Dosen Pembimbing Praktek Keperawatan
Komunitas, Keluarga dan Gerontik
4. Semua pihak yang telah membantu pengerjaan makalah ini.
Semoga sumbangsih yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan
imbalan dari Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk bahan perbaikan penulisan makalah ini.

Bondowoso, 10 Mei 2022

Penulis

2
LAPORAN PENDAHULUAN
GERONTIK DENGAN GOUT ARTRITIS

A. Konsep Lansia
1. Definisi
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.Menua
atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu
waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu
anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).

2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut:
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
2) Usia tua (old):75-90 tahun, dan
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.

b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga


katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.

3. Proses Menua
Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penurunan fungsi tubuh.
Penuaan. merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,
jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia,
penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit, tulang jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainya.

4. Perubahan Yang Terjadi Pada LansiaPerubahan Fisik dan Fungsi


a. Perubahan Fisik
1) Sistem Indra

3
sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karena

hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama


terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,
sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen:
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan
glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal
dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan penghubung
(kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi..Kolagen sebagai
pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago:
jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami
granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago
untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah
progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan
terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati
adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehinggal akan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan
fraktur. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan.
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif.
Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan
fasia mengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa jantung
bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan

4
jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat.
Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node
dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total
paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi
kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan
pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan
terganggu dan kemampuan peregangan toraks berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi,
indra pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar
menurun), liver (hati) makinmengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.Banyak fungsi
yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan
reabsorpsi olehginjal.
8) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresif pada serabut saraf lansia.Lansia mengalami penurunan
koordinasikemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
9) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan ovaryuterus.Terjadi
atropi payudara.Pada laki-laki testis masih dapat
memproduksispermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-
angsur.

b. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental:
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.

5
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman
dan famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri, perubahan konsep diri.

c. Perubahan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama
jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit
fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama
pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada
lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengankeinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu
episode depresi. Depresijuga dapat disebabkan karena stres lingkungan
dan menurunnya kemampuanadaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif, gangguan gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari
dewasa muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit

6
medis, depresi, efek samping obat, atau gejalapenghentian mendadak
dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga),
lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau
berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia yang
terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku
sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia
bermain-main dengan feses dan urin nya, sering menumpuk barang
dengan tidak teratur. Walaupun telah dibersihkan, keadaan tersebut
dapat terulang kembali.

7
B. Konsep Medis
1. Definisi
Gout Arthritis adalah penyakit yang diakibatkan gangguan metabolisme

purin yang ditandai dengan hiperurikemi dan serangan sinovitis akut berulang-

ulang. Penyakit ini paling sering menyerang pria usia pertengahan sampai usia

lanjut dan wanita pasca menopause. (Nurarif, Huda, 2016)

Gout atau pirai adalah penyakit metabolik yang sering ditemukan pada laki-laki

>40 tahun dan perempuan pasca menopause, karena penumpukan kristal

monosodium urat (MSU) pada jaringan akibat dari hiperurisemia. (Idrus Alwi,

dkk, 2015)

Gout Arthritis atau Arthritis Gout bisa diartikan sebagai sebuah penyakit

dimana terjadi penumpukan asam urat dalam tubuh secara berlebihan, baik akibat

produksi yang meningkat, pembuangan yang menurun, atau akibat peningkatan

asupan makanan kaya purin. Gout Arthritis ditandai dengan serangan berulang

dari arthritis (peradangan sendi) yang akut, kadang-kadang disertai pembentukan

kristal natrium urat besar, deformitas (kerusakan) sendi secara kronis dan cedera

pada ginjal. (Naga Soleh S., 2013)

2. Etiologi/ Prediposisi
Menurut Nurarif, Huda, (2016), gangguan metabolik dengan

meningkatnya konsentrasi asam urat ini ditimbulkan dari penimbunan kristal di

sendi oleh monosodium urat (MSU, gout) dan kalsium pirofosfat dihidrat (CPPD

8
pseudogout), dan pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan

sendi. Klasifikasi Gout Arthritis dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Gout Primer

Dipengaruhi oleh faktor genetic. Terdapat produksi/sekresi asam urat yang

berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya.

2. Gout Sekunder

a. Pembentukan asam urat yang berlebihan

1) Kelainan mieloproliferatif (polisitemia,leukimia,mieloma retikularis)

2) Sindrom Lech-Nyhan yaitu suatu kelainan akibat defisiensi hipoxantin

guanine fosforibosil transferase yang terjadi pada anak-anak dan pada sebagian

orang dewasa

3) Gangguan penyimpanan glikogen

4) Pada pengobatan anemia pernisiosa oleh karena maturasi sel megaloblastik

menstimulasi pengeluaran asam urat

b. Sekresi asam urat yang berkurang misalnya pada :

1) Kegagalan ginjal kronik

2) Pemakaian obat salisilat, tiazid, beberapa macam diuretik dan sulfonamid

3) Keadaan-keadaan alkoholik, asidosis laktik, hiperparatiroidisme, dan pada

miksedema

Faktor predisposisi terjadinya penyakit gout yaitu, umur, jenis kelamin


lebih sering terjadi pada pria, iklim, herediter dankeadaan-keadaan yang
menyebabkan timbulnya hiperurikemia.
3. Manifestasi Klinis
Menurut Nurarif, Huda (2016), terdapat empat stadium perjalanan klinis gout

yang tidak diobati :

9
1. Stadium pertama adalah hiperurisemia asimtomatik. Pada stadium ini

asam urat serum laki-laki meningkat dan tanpa gejala selain dari peningkatan

asam urat serum.

2. Stadium kedua arthritis gout akut terjadi awitan mendadak pembengkakan

dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki dan sendi

metatarsofalangeal.

3. Stadium ketiga setelah serangan gout akut adalah tahap interkritis. Tidak

terdapat gejala-gejala pada tahap ini, yang dapat berlangsung dari beberapa bulan

sampai tahun. Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu

kurang dari 1 tahun jika tidak diobati.

4. Stadium keempat adalah tahap goutkronik, dengan timbunan asam urat

yang terus meluas selama beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai.

Peradangan kronik akibat kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan

kaku, juga pembesaran dan penonjolan sendi bengkak.

4. Patofisiologi
Menurut Samuel Sembiring, (2019)Prevalensi gout arthritis meningkat

seiring umur dan memuncak hingga lebih 12% pada mereka yang berusia lebih 80

tahun. meningkatkan Karena eksresi urin hormone asam seks wanita urat. wanita

premenopause jarang menderita ini. Orang kulit hitammemiliki risiko yang lebih

tinggi. Konsumsi alkohol (terutama bir), daging (khususnya daging merah),

beberapa makanan laut (beberapa ikan air tawar), jus buah dan sayur mayor yang

tinggi fruktosa meningkatkan risiko gout. Makanan kaya purine seperti kacang,

oatmeal, asparagus dan jamur tampaknya tidak meningkatkan risiko.

10
Dalam keadaan normal, kadar asam urat di dalam darah pada pria dewasa

kurang dari 7 mg/dL dan pada wanitakurang dari 6 mg/dL. Dan apabila

konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7,0 mg/dl dapat menyebabkan

penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan

dengan peningkatan atau penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam

serum. Jika kristal asam urat mengendap dalam sendi, akanterjadi respon

inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya serangan gout. Dengan adanya

serangan yang berulang ulang. penumpukan kristal monosodium urat yang

dinamakan tophi akan mengendap dibagian perifer tubuhseperti ibu jari kaki,

tangan dan telinga.Sendimetatarsophalangeal pertama paling sering diserang.

Lokasi umum yang lain termasuk di antaranya sendi midtarsal, ankle, lutut, jari,

lengan dan siku. Selain itu penumpukan kristal ini juga dapat memicu

nefrolitiasis. urat (batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis.

Penumpukan kristal kemudian mencetuskan aktivasi imun dan pelepasan

beberapa sitokin inflamasi dan neutrophil. Seiring waktu, rongga sendi dapat

rusak secara ireversibel, yang akhirnya mencetus nyeri kronik dan disabilitas pada

sendi.

11
12
5. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif, Huda, (2016), penanganan gout biasanya dibagi menjadi

penanganan serangan akut dan penangan hiperurisemia pada pasien artritis kronik.

Ada 3 tahapan dalam terapi penyakit ini :

1. Mengatasi serangan akut

2. Mengurangi kadar asam urat untuk mencegah penimbunan kristal urat

pada jaringan, terutama persendian

3. Terapi pencegahan menggunakan terapi hipourisemik

Terapi Gout Arthritis dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologis merupakan strategi esensial dalam penanganan

gout. Intervensi seperti istirahat yang cukup, penggunaan kompres dingin,

modifikasi diet, mengurangi asupan alkohol dan menurunkan berat badan pada

pasien yang kelebihan berat badan terbukti efektif.

2. Terapi Farmakologi

Gout Arthritis dapat diberikan terapi farmakologi, seperti :

1) Penatalaksanaan pada gout akut

a. NSAID; NSAID merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk pasien

yang mengalami serangan gout akut. Hal terpenting yang menentukan

keberhasilam terapi bukanlah pada NSAID yang dipilih melainkan pada seberapa

cepat terapi NSAID mulai diberikan. NSAID harus diberikan dengan dosis

sepenuhnya (full dose) pada 24-48 jam pertama atau sampai rasa nyeri hilang.

Indometasin banyak diresepkan untuk serangan akut arthritis gout, dengan dosis

awal 75-100 mg/hari. Dosis ini kemudian diturunkan setelah 5 hari bersamaan

13
dengan meredanya gejala serangan akut. Efek samping indometasin antara lain

pusing dan gangguan saluran cerna, efek ini akan sembuh pada saat dosis obat

diturunkan. NSAID lain yang umum digunakan untuk mengatasi episode gout

akut adalah :

1. Nasproxen-awal 750 mg, kemudian 250 mg 3 kali/hari

2. Piroxicam-awal 40 mg, kemudian 10-20 mg/hari

3. Dicofenac-awal 100 mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari selama 48 jam,

kemudian 50 mg dua kali/hari selama 8 hari

b. Colchicine; colchicine merupakan terapi spesifik dan efektif untuk

serangan gout akut. Namun, dibanding NSAID kurang populer karena mula

kerjanya (onset) lebih lambat dan efek samping lebih sering dijumpai.

c. Steroid; strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin adalah pemberian

steroid intra artikular. Cara ini dapat meredakan serangan dengan cepat ketika

hanya 1 atau 2 sendi yang terkena. Namun, harus dipertimbangkan dengan cermat

diferensial diagnosis antara arthritis sepsis dan gout akut karena pemberian steroid

intra antikular akan memperburuk infeksi.

2) Penatalaksana pada gout kronik

a. Allopurinol; obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah

allopurinol. Selain mengontrol gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal.

Allopurinol menurunkan produksi asam urat dengan cara menghambat enzim

xantin oksidase. Dosis pada pasien dengan fungsi ginjal normal dosis awal

allopurinol tidak boleh melebihi 300 mg/24 jam. Respon terhadap allopurinol

dapat dilihat sebagai penurunan kadar urat dalam serum pada 2 hari setelah terapi

dimulai dan maksimum setelah 7-10 hari. Kadar urat dalam serum harus dicetak

14
setelah 2-3 minggu penggunaan allopurinol untuk meyakinkan turunnya kadar

urat.

Obat urikosurik; kebanyakan pasien dengan hiperurisemia yang sedikit

mengekskresikan asam urat dapat diterapi dengan obat urikosurik. Urikosurik

seperti probenesid (500 mg-1 g 2 kali/hari) dan sulfinpirazon (100 mg 3-4

kali/hari) merupakan alternatif allopurinol, terutama untuk pasien yang tidak tahan

terhadap allopurinol. Urikosurik harus dihindari pada pasien dengan nefropati urat

dan yang memproduksi asam urat berlebihan. Obat ini tidak efektif pada pasien

dengan fungsi ginjal yang buruk (klirens kreatinin <20-30 ml/menit). Sekitar 5%

pasien yang menggunakan probenesid jangka lama mengalami mual, nyeri uluh

hati, kembung atau konstipasi. (Huda, Nurarif & Hardi, 2016)

B. Konsep Keperawatan Gerontik


1. Pengkajian
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat professional harus
menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan ini adalah proses
pemecahan masalah yang mengarahkan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan. Pengkajian adalah langkah pertama pada proses keperawatan,
meliputi pengumpulan data, analisis data, dan menghasilkan diagnosis
keperawatan (Nugroho, 2008).Tujuan pengkajian :
1. Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri
2. Melengkapi dasar rencana perawatan individu
3. Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien
4. Memberi waktu kepada klien untuk menjawab
Pengkajian meliputi aspek :
1. Fisik
a. Wawancara :
 Pandangan lanjut usia tentang kesehatannya

15
 Kegiatan yang mampu dilakukan lanjut usi
 Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri
 Kekuatan fisik lanjut usia : otot, sendi, penglihatan, dan pendengaran
 Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, buang air besar/kecil
 Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lanjut usia
 Perubahan fungsi tubuh yang sangat bermakna dirasakan
 Kebiasan lanjut usia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam
minum obat
 Masalah seksual yang dirasakan
b. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi untuk mengetahui perubahan fungsi sistem tubuh
 Pendekatan yang digunakan dalam pemeriksaan fisik adalah head to toe
(dari ujung kepala sampai ke ujung kaki) dan sistem tubuh
2. Psikologis
a. Apakah mengenal masalah utamanya
b. Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan
c. Apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak
d. Apakah memandang kehidupan dengan optimis
e. Bagaimana mengatasi stress yang dialami
f. Apakah mudah dalam menyesuaikan diri
g. Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan
h. Apakah harapan pada saat ini dan akan datang
i. Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif, daya ingat, proses pikir,
alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam penyelesaian masalah
3. Sosial ekonomi
a. Sumber keuangan lanjut usia
b. Apa saja kesibukan lanjut usia dalam mengisi waktu luang
c. Dengan siapa ia tinggal
d. Kegiatan organisasi apa yang diikuti lanjut usia
e. Bagaimana pandangan lanjut usia terhadap lingkungannya
f. Berapa sering lanjut usia berhubungan dengan orang lain di luar rumah

16
g. Siapa saja yang biasa mengunjungi
h. Seberapa besar ketergantungannya
i. Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginannya dengan fasilitas
yang ada
4. Spiritual
a. Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan
agamanya
b. Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan
keagamaan
c. Bagaimana cara lanjut usia menyelesaikan masalah apakah dengan
berdoa
d. Apakah lanjut usia terlihat sabar dan tawakal
2. Pengkajian Dasar
Perawat harus ingat, akibat adanya perubahan fungsi yang sangat
mendasar pada proses menua yang meliputi seluruh organ tubuh, dalam
melakukan pengkajian, perawat memerlukan pertimbangan khusus. Pengkajian
harus dilakukan terhadap fungsi semua sistem, status gizi, dan aspek
psikososialnya (Nugroho, 2008).
1. Temperature/suhu tubuh
a. Mungkin (hipotermia) +35oC
b. Lebih teliti diperksa di sublingual
2. Denyut nadi
a. Kecepatan, irama, volume
b. Apical, radial, pedal
3. Respirasi (pernafasan)
a. Kecepatan, irama, dan kedalaman
b. Pernapasan tidak teratur
4. Tekanan darah
a. Saat baring, duduk, berdiri
b. Hipotensi akibat posisi tubuh
5. Berat badan perlahan hilang pada beberapa tahun terakhir
6. Tingkat orientasi

17
7. Memori (ingatan)
8. Pola tidur
9. Penyesuaian psikososial
A. Sistem Persarafan
1. Kesimetrisan raut wajah
2. Tingkat kesadaran, adanya perubahan dari otak
a. Tidak semua orang menjadi senil
b. Kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau melemah
3. Mata : pergerakan, kejelasan melihat, adanya katarak
4. Pupil : kesamaan, dilatasi
5. Ketajaman penglihatan menurun karena menua :
a. Jangan diuji di depan jendela
b. Gunakan tangan atau gambar
c. Cek kondisi kacamata
6. Gangguan sensori
7. Ketajaman pendengaran
a. Apakah menggunakan alat bantu dengar
b. Tinnitus
c. Serumen telinga bagian luar, jangan dibersihkan
8. Adanya rasa sakit atau nyeri
B. Sistem Kardiovaskular
1. Sirkulasi perifer, warna, dan kehangatan
2. Auskultasi denyut nadi apical
3. Periksa adanya pembengkakan vena jugularis
4. Pusing
5. Sakit/nyeri
6. Edema
C. Sistem Gastrointestinal
1. Status gizi
2. Asupan diet
3. Anoreksia, tidak dapat mencerna, mual, muntah
4. Mengunyah, menelan

18
5. Keadaan gigi, rahang, dan rongga mulut
6. Auskultasi bising usus
7. Palpasi, apakah perut kembung, ada pelebaran kolon
8. Apakah ada konstipasi (sembelit), diare, inkontinensia alvi
D. Sistem Genitourinaria
1. Urine (warna dan bau)
2. Distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan untuk buang
air kecil)
3. Frekuensi, tekanan, atau desakan
4. Pemasukan dan pengeluaran cairan
5. Dysuria
6. Seksualitas
a. Kurang minat melakukan hubungan seks
b. Adanya disfungsi seksual
c. Gangguan ereksi
d. Dorongan/daya seks menurun
e. Hilangnya kekuatan dan gairah seksualitas
f. Adanya kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual
E. Sistem Kulit
1. Kulit
a. Temperature, tingkat kelembapan
b. Keutuhan kulit : luka, luka terbuka, robekan
c. Turgor (kekenyalan kulit)
d. Perubahan pigmen
2. Adanya jaringan parut
3. Keadaan kuku
4. Keadaan rambut
5. Adanya gangguan umum
F. Sistem Muskuloskeletal
1. Kontraktur
a. Atrofi otot
b. Tendon mengecil

19
c. Ketidakadekuatan gerakan sendi
2. Tingkat mobilisasi
a. Ambulasi dengan atau tanpa bantuan peralatan
b. Keterbatasan gerak
c. Kekuatan otot
d. Kemampuan melangkah atau berjalan
3. Gerakan sendi
4. Paralisis
5. Kifosis
G. Psikososial
1. Menunjukkan tanda meningkatnya ketergantungan
2. Fokus pada diri bertambah
3. Memperlihatkan semakin sempitnya perhatian
4. Membutuhkan bukti nyata rasa kasih sayang yang berlebihan

Diagnosa Keperawatan
Nyeri Akut D.0077

Kategori: Pakologi

Subkategori : nyeri dan kenyamanan

Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan


berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab

1. Agen pencedera fisiologis (mis, inflamasi, iskemia, neoplasma)


2. Agen pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis, abses, amputasi, terbakar, terpolong,
mengangkat barat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

20
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Mengeluh nyeri

Objektif

1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis, waspada. posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejala dan tanda minor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

1. Tekanan darah meningkat


2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis

Kondist Klinis Terkait

1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma

Tujuan dan kriteria hasil :

1. Keluhan nyeri (5) menurun


2. Meringis (5) menurun
3. Gelisah (5) menurun
4. Menarik diri (5) menurun

21
Manajemen nyeri

Observasi

 Identifikasi lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan intensitas


nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri

Terapeutik

 Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis TENS,
hypnosis,akuprusur,terapi musik, biofesdback,terapi
pijat,aromaterapi,teknik imajinasi termbimbing,kompres hangat dan
dingin, terapi bermain)

Edukasi

 Jelaskan strategi meredakan nyeri

Kolaborasi

 Pemberian analgetik,jika perlu

Gangguan Pola Tidur

Kategori: psikologis

Subkategori: aktivitas/istirahat

Definisi

Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.

Penyebab

1. Hambatan lingkungan (mis. kelembapan lingkungan sekitar, suhu


lingkungan, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal
pemantauan/inspeksi/tindakan)
2. Kurangnya kontrol tidur
3. Kurangnya privasi
4. Restraint fisik
5. Tidak adanya teman tidur

22
Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

1. Mengeluh sulit tidur


2. Mengeluh sering terjaga
3. Mengeluh tidak puas tidur

Gejala dan tanda minor

Subjektif

1. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun

Objektif

(tidak tersedia)

Kondisi klinis terkait

1. Nyeri kronik
2. Hipertiroidisme
3. Kecemasan
4. Penyakit paru obstruktif kronis
5. Kehamilan
6. Periode pasca partum
7. Kondisi pasca operasi

Tujuan dan kriteria hasil :

1. Keluhan sulit tidur (5) meningkat


2. Keluhan sering terjaga (5) meningkat
3. Keluhan tidak puas tidur (5) meningkat
4. Kemampuan beraktivitas (5) menurun

Intervensi

Observasi

 Identifikasi pola aktivitas dan tidur


 Identifikasi faktor pengganggu tidur(fisik dan psikologis)

Terapeutik

 Tetapkan jadwal tidur rutin

23
Edukasi

 Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit


 Anjurkan menghindari makanan/ minuman yang mengganggu tidur
 Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur

Defisit pengetahuan

Kategori: periaku

Subkategori: penyuluhan dan pembelajaran

Definisi

Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu

Penyebab

1. Keteratasan kognitif
2. Gangguan fungsi kognitif
3. Kekeliruan mengikuti anjuran
4. Kurang terpapar informasi
5. Kurang minat dalam belajar
6. Kurang mampu memngingat

Gejala dan tanda mayor

Subjektif

1. Menanyakan masalah yang di hadapi

Objektif

1. Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran


2. Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah

Gejala dan tanda minor

Subjektif

(tidak tersedia)

Objektif

1. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat


2. Menunjukkan perilaku berlebihan

24
Kondisi klinis terkait

1. Kondisi klinis yang baru dihadapi oleh klien


2. Penyakit akut
3. Penyakit kronis

Tujuan dan kriteria hasil :

1. Pertanyaan tentang masalah yan dihadapi (5) menurun


2. Persepsi yang keliru terhadap masalah (5) menurun
3. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat (5) menurun

Intervensi

Observasi

 Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeutik

 Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


 Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi

 Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

25
DAFTAR PUSTAKA

Amin huda, H.k, (2016). Asuhan keperawatan praktis jilid 1 yogyakarta: media
action

Naga. S. sholeh. (2012). Buku panduan lengkap ilmu penyakit dalam. Jogyakarta,
diva press

Nur kholifah, 2016 keperawatan gerontik , kebayoran baru, jakarta Selatan

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta.


DPP.PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).


Jakarta.DPP.PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).Jakarta.DPP.PPNI

26

Anda mungkin juga menyukai