Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PADA LANSIA DENGAN SYPALGIA DI

WISMA ANDONG SUMAWI BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA


WERDHAYOGYAKARTA UNIT ABIYOSO

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Gerontik

Disusun oleh :

ARIEF KURNIAWAN
3216039

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

UJIAN STASE KEPERAWATAN GERONTIK


ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. S DENGAN
HIPERTENSI DI WISMA WUKIROTAWU BALAI PELAYANAN
SOSIAL TRESNA WERDHA YOGYAKARTA UNIT ABIYOSO

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Profesi Ners


Stase Keperawatan Gerontik

Yang diajukan oleh:

Arief Kurniawan
3216039

Telah disetujui
Pada

Hari :
Tanggal : 2017

Oleh:

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik, Mahasiswa,

(Anastasia Suci. S, MNG) (Usi Tety W, A. Md. Kep) (Arief Kurniawan)


TEORI TENTANG LANSIA

A. DEFINISI LANSIA
Gerontologi berasal dari bahasa Latin, yaitu geros berarti usia lanjut
dan logos berarti ilmu. Gerontologi merupakan cabang ilmu yang
mempelajari proses menua dan masalah yang terjadi pada lanjut usia. Geriatri
berasal dari bahasa Latin, yaitu geros berarti lanjut usia dan eatriea berarti
kesehatan atau medis. Geriatri merupakan cabang ilmu kedokteran yang
berfokus pada masalah kedokteran, yaitu penyakit yang timbul pada usia
lanjut (Kushariyadi, 2010).
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
indivindu. Lansia adalah orang yang berusia 50 tahun atau lebih. Lansia
merupakan kelompok orang lanjut usia yang mengalami proses penuaan yang
terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak dapat
dihindarkan (Ernawati, 2005). Sedangkan menurut Prayitno (2008),
mengatakan bahwa lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke
atas,tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk
keperluanpokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Di Indonesia, dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat (2), (3), (4), mengatakan
bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik
pria maupun wanita.
Penduduk lansia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan
secara terus menerus, ditandai dengan penurunan daya tahan fisik dan rentan
terhadap penyakit yang mengakibatkan kematian. Secara ekonomi lansia
dianggap sebagai beban sumber daya. Lansia merupakan kelompok umur
yang mengalami berbagai penurunan daya tahan tubuh dan berbagai tekanan
psikologis (Saparinah,2008). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
lansia adalah kelompok orang yang berumur lebih dari 50 tahun yang secara
fisiologis mengalami kemunduran baik dari segi biologis, ekonomi maupun
sosial secara bertahap hingga akhirnya sampai pada kematian.

B. BATASAN LANSIA
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya
berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia
adalah sebagai berikut:
1. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), menggolongkan lanjut
usia menjadi 4 yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
2. Menurut Prof. DR. Koesoemanto Setyonegoro, Sp.Kj., batasan usia
dewasa sampai lanjut usia dikelompokkan menjadi:
a. Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
b. Usia dewasa penuh (middle years) usia 25-60/65 tahun
c. Lanjut usia (geriatric age) usia >65/70 tahun
3. Menurut Hurlock, perbedaan lanjut usia ada dua tahap, yaitu:
a. Early old age (usia 60-70 tahun)
b. Advanced old age (usia >70 tahun)
4. Menurut Burnsie, ada empat tahap lanjut usia, yaitu:
a. Young old (usia 60-69 tahun)
b. Middle age old (usia 70-79 tahun)
c. Old-old (usia 80-89 tahun)
d. Very old-old (usia > 90 tahun)

C. PERUBAHAN PADA LANSIA


Perubahan yang terjadi pada lansia dapat meliputi perubahan fisik,
psikososial dan mental. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses
penuan normal, seperti rambut yang memulai memutih, kerut-kerut ketuan
diwajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan
tubuh. Lansia juga harus berhadapan dengan kehilangan -kehilangan
peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang -orang
yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi
yang cukup besar untuk dapat men yikapi kehidupannya secara bijak
(Soejono, 2007).
1. Perubahan Fisik
a. Sel
 Jumlah sel otak menurun
 Ukurannya lebih besar
b. Sistem Persyarafan
 Berat otak menurun 10%-20%
 Respon dan waktu untuk bereaksi menjadi lambat
 Kurang sensitif terhadap sentuhan
c. Sisitem Pendengaran
 Pendengaran bertambah menurun
d. Sistem Penglihatan
 Lensa lebih suram yang menyebabkan katarak
 Hilangnya daya akomodasi mata
 Lapang pandang menurun
e. Sisitem Kardiovaskuler
 Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
 Tekanan darah cenderung tinggi
 Kehilangan elastisitas pembuluh darah
f. Sistem Respirasi
 Elastisitas paru berkurang
 Otot-otot pernapasan menurun
g. Sistem Genitouria
 Otot-otot vesika urinaria melemah
 Prostat membesar
h. Sistem Gastrointestinal
 Kehilangan gigi
 Indra pengecapan menurun
 Daya absorbsi terganggu
i. Sistem Reproduksi
 Mengecilnya ovari dan uterus
 Atropi payudara
j. Sistem Endokrin
 Produksi hormon menurun
 Menurunnya aktivitas tiroid
k. Sistem Integumentum
 Kulit keriput
 Permukaan kulit kasar dan bersisik
 Kulit kepala dan rambut menipis
 Rambut dalam hidung dan telinga menebal
 Kuku jari menjadi keras
 Kelenjar keringat berkurang
l. Sistem Muskuloskeletal
 Tulang telinga makin rapuh
 Pergerakan pinggang, lutut dan jari pergelangan terbatas
 Persendian membesar dan kaku
 Otot-otot kram dan tremor
2. Perubahan Psikososial
a. Pensiun. Akan lebih sering dialami oleh para lanjut usia dengan
masa habisnya akan bekerja yang dipengaruhi oleh perubahan pada
produktivitas dan identitas di lingkungannya.
b. Sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup
d. Penyakit kronis dan ketidakmampuan
e. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik
3. Perubahan Mental
a. Perubahan fisik
b. Kesehatan umum
c. Lingkungan

D. PENYAKIT PADA LANSIA


Dikemukakan adanya empat penyakit yang sangat erat hubungannya
dengan proses menua, yakni:
1. Gangguan sirkulasi darah, seperti: hipertensi, kelainan pembuluh
darah, gangguan pembuluh darah di otak(koroner), dan ginjal.
2. Gangguan metabolism hormornal: seperti: diabetes mellitus,
klimakterium, dan keidakseimbangan tiroid.
3. Gangguan pada persendiaan, seperti: osteoarthritis, gout arthritis,
ataupun penyakit kolagen lainnya.
4. Barbagai macam neoplasma
Menurut ”The National Old People’s Welfare Council”
Di inggris mengemukakan bahwa penyakit atau gangguan umum
pada lanjut usia ada 12 macam yakni:
1. Depresi mental
2. Gangguan pendengaran
3. Bronchitis kronis
4. Gangguan tungkai/sikap berjalan
5. Gangguan pada koksa/sendi panggul
6. Anemia
7. Demensia
8. Gangguan penglihatan
9. Ansietas/kecemasan
10. Dekompensasi kordis
11. Diabetes melitus
12. Gangguan pada defekasi

Penyakit Lanjut Usia di Indonesia


1. Penyakit-penyakit system pernafasan
2. Panyakit-penyakit kardiovaskuler dan pembuluh darah
3. Penyakit pencernaan makanan
4. Penyakit sistem urogenital
5. Penyakit gangguan metabolik/endokrin
6. Panyakit pada persendiaan dan tulang
7. Penyakit-penyakit yang disebabkan proses keganasan. Timbulnya
penyakit-penyakit tersebut dapat dipercepat atau diperlambat oleh
faktor-faktor luar, misalnya: makanan, kebiasaan hidup salah,
infeksi, dan trauma.
SYPHALGIA

A. PENGERTIAN
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama
manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan
dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon
stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau
kombinasi respon tersebut (Soemarmo, 2009)
Cephalgia (nyeri kepala) adalah nyeri yang berlokasi di atas garis
orbitomeatal. Nyeri kepala biasanya merupakan suatu gejala dari penyakit dan
dapat terjadi dengan atau tanpa adanya gangguan organik. Ada pendapat yang
mengatakan bahwa nyeri wajah/nyeri fasialis dan nyeri kepala berbeda, namun
pendapat lain ada yang menganggap wajah itu sebagai bagian depan kepala
yang tidak ditutupi rambut kepala. (Lionel, 2007)
Chepalgia adalah nyeri atau sakit sekitar kepala, termasuk nyeri di
belakang mata serta perbatasan antara leher dan kepala bagian belakang.
Chepalgia atau sakit kepala adalah salah satu keluhan fisik paling utama
manusia. Sakit kepala pada kenyataannya adalah gejala bukan penyakit dan
dapat menunjukkan penyakit organik (neurologi atau penyakit lain), respon
stress, vasodilatasi (migren), tegangan otot rangka (sakit kepala tegang) atau
kombinasi respon tersebut (Weiner& Levitt, 2005).
B. KLASIFIKASI
1. Jenis Chepalgia Primer yaitu :
- Migrain
- Sakit kepala tegang
- Sakit kepala cluster
2. Jenis Chepalgia Sekunder yaitu :
- Berbagai sakit kepala yang dikaitkan dengan lesi struktural.
- Sakit kepala dikaitkan dengan trauma kepala.
- Sakit kepala dihubungkan dengan gangguan vaskuler (mis. Perdarahan
subarakhnoid).
- Sakit kepala dihuungkan dengan gangguan intrakranial non vaskuler
(mis. Tumor otak).
- Sakit kepala dihubungkan dengan penggunaan zat kimia tau putus obat.
- Sakit kepala dihubungkan dengan infeksi non sefalik.
- Sakit kepala yang dihubungkan dengan gangguan metabolik (hipoglikemia).
- Sakit kepala atau nyeri wajah yang dihubungkan dengan gangguan kepala, leher
atau struktur sekitar kepala ( mis. Glaukoma akut).
- Neuralgia Kranial (nyeri menetap berasal dari saraf cranial
C. ETIOLOGI
Menurut Papdi (2012) Sakit kepala sering berkembang dari sejumlah
faktor resiko yang umum yaitu:
1. Penggunaan obat yang berlebihan
Menggunakan terlalu banyak obat dapat menyebabkan otak kesebuah keadaan
tereksasi, yang dapat memicu sakit kepala. Penggunaan obat yang
berlebihan dapat menyebabkan rebound sakit kepala (tambah parah setiap diobati).
2. Stress
Stress adalah pemicu yang paling umum untuk sakit kepala, termasuk sakit
kepala kronis. Stress menyebabkan pembuluh darah di otak mengalami
penegangan sehingga menyebabkan sakit kepala.
3. Masalah tidur
Kesulitan tidur merupakan faktor resiko umum untuk sakit kepala.
Karena hanya sewaktu tidur kerja seluruh tubuh termasuk otak dapat
beristirahat pula.
4. Kegiatan berlebihan
Kegiatan atau pekerjaan yang berlebihan dapat memicu datangnya
sakit kepala, termasuk hubungan seks. Kegiatan yang berlebihan dapat
membuat pembuluh darah di kepala dan leher mengalami pembengkakan.
5. Kafein
Sementara kafein telah ditujukan untuk meningkatkan efektifitas
ketika ditambahkan kebeberapa obat sakit kepala. Sama seperti obat sakit
kepala berlebihan dapat memperburuk gejala sakit kepala, kafein yang berlebihan juga
dapat menciptakan efek rebound (tambah parah setiap kali diobati).
6. Rokok
Rokok merupakan faktor resiko pemicu sakit kepala. Kandungan nikotin
dalam rokok dapat membuat pembuluh darah menyempit.
7. Alkohol
Alkohol menyebabkan peningkatan aliran darah ke otak. Sama
seperti rokok, alkohol juga merupakan faktor resiko umum penyebab sakit
kepala. Penyakit atau infeksi seperti meningitis (infeksi selaput otak), saraf
terjepit di leher atau bahkan tumor.
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Sidharta (2008), sakit kepala timbul sebagai hasil perangsangan
terhadap bagian-bagian di wilayah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri.
Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka nyeri ialah otot-otot oksipital,
temporal dan frontal, kulit kepala, arteri-arteri subkutis dan periostium. Tulang
tengkorak sendiri tidak peka nyeri. Bangunan-bangunan intracranial yang peka nyeri terdiri
dari meninges, terutama dura basalis dan meninges yang mendindingi sinus venosus serta
arteri-arteri besar pada basis otak. Sebagian besar dari jaringan otak sendiri
tidak peka nyeri. Peransangan terhadap bagian-bagian itu dapat berupa :
1. Infeksi selaput otak : meningitis, ensefalitis
2. Iritasi kimiawi terhadap selaput otak seperti pada perdarahan subdural
atau setelah dilakukan pneumo atau zat kontras ensefalografi.
3. Peregangan selaput otak akibat proses desak ruang intrakranial,
penyumbatan jalanlintasan liquor, trombosis venos spinosus, edema serebri atau
tekanan intrakranial yang menurun tiba-tiba atau cepat sekali.
4. Vasodilatasi arteri intrakranial akibat keadaan toksik (seperti pada
infeksi umum, intoksikasi alkohol, intoksikasi CO, reaksi alergik),
gangguan metabolik (seperti hipoksemia, hipoglikemia dan hiperkapnia),
pemakaian obat vasodilatasi, keadaan paska contusio serebri, insufisiensi
serebrovasculer akut).
5. Gangguan pembuluh darah ekstrakranial, misalnya vasodilatasi ( migren dan
clusterheadache) dan radang (arteritis temporalis)
6. Gangguan terhadap otot-otot yang mempunyai hubungan dengan
kepala, seperti pada spondiloartrosis deformans servikalis.
Penjalaran nyeri (reffererd pain) dari daerah mata (glaukoma, iritis), sinus
(sinusitis),baseol kranii ( ca. Nasofaring), gigi geligi (pulpitis dan molar III yang
mendesak gigi)dan daerah leher (spondiloartritis deforman servikalis. Ketegangan
otot kepala, leher bahu sebagai manifestasi psiko organik pada keadaan depresi
dan stress.
E. PATHWAY
F. TANDA DAN GEJALA
a. Nyeri kepala dapat unilateral atau bilateral.
b. Nyeri terasa di bagian dalam mata atau pada sudut mata bagian dalam, lebih sering
didaerah fronto temporal .
c. Nyeri dapat menjalar di oksiput dan leher bagian atas atau bahkan leher bagian bawah.
d. Ada sebagian kasus dimulai dengan nyeri yang terasa tumpul mulai di leher bagian atas
menjalar ke depan.
e. Kadang pada di seluruh kepala dan menjalar ke bawah sampai muka.
f. Nyeri tumpul dapat menjadi berdenyut-denyut yang semakin bertambah
sesuai dengan pulsasi dan selanjutnya konstan.
g. Penderita pucat, wajah lebih gelap dan bengkak di bawah mata.
h. Muka merah dan bengkak pada daerah yang sakit.
i. Kaki atau tangan berkeringat dan dingin.
j. Biasanya oliguria sebelum serangan dan poliuria setelah serangan.
k. Gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah, dan lain-lain.
l. Kadang-kadang terdapat kelainan neurologik yang menyertai, timbul
kemudian atau mendahului serangan.
G. PEMERIKASAAN PENUNJANG
a. Rontgen kepala : mendeteksi fraktur dan penyimpangan struktur.
b. Rontgen sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengidentifikasi
masalah-masalah struktur, malformasi rahang.
c. Pemeriksaan visual : ketajaman, lapang pandang, refraksi, membantu dalam
menentukan diagnosa banding.
d. CT scan Otak : Mendeteksi masa intracranial, perpindahan ventrikuler atau
hemoragi Intracranial.
e. Sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoldal dan etmoidal
f. MRI : Mendeteksi lesi/abnormalitas jaringan, memberikan informasi
tentang biokimia, fisiologis dan struktur anatomi.
g. Ekoensefalografi : mencatat perpindahan struktur otak akibat trauma, CSV
atau space occupaying lesion.
h. Elektroensefalografi : mencatat aktivitas otak selama berbagai aktivitas saat
episode sakit kepala.
i. Angeografi serebral : Mengidentifikasi lesivaskuler.
j. HSD : leukositosis menunjukkan infeksi, anemia dapat menstimulasi migren.
k. Laju sedimentasi : Mungkin normal, menetapkan ateritis temporal,
meningkat pada inflamasi.
l. Elektrolit : tidak seimbang, hiperkalsemia dapat menstimulasi migren.
m. Pungsi lumbal : Untuk mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan CSS,
adanya sel-sel abnormal dan infeksi.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan chepalgia meliputi :
 Cidera serebrovaskuler / Stroke
 Infeksi intrakranial
 Trauma kranioserebral
 Cemas
 Gangguan tidur
 Depresi
 Masalah fisik dan psikologis lainnya
I. PENATALAKSANAAN
1. Migren
a. Terapi Profilaksis
1) Menghindari pemicu
2) Menggunakan obat profilaksis secara teratur
3) Profilaksis: bukan analgesik, memperbaiki pengaturan proses
fisiologis yang mengontrol aliran darah dan aktivitas system syaraf
b. Terapi abortif menggunakan obat-obat penghilang nyeri dan/atau
vasokonstriktor. Obat-obat untuk terapi abortif
1) Analgesik ringan : aspirin (drug of choice), parasetamol
2) NSAIDS : Menghambat sintesis prostaglandin, agragasi platelet, dan
pelepasan 5-HT. Naproksen terbukti lebih baik dari ergotamine. Pilihan lain :
ibuprofen, ketorolak
2. Golongan triptan
a. Agonis reseptor 5-HT1D menyebabkan vasokonstriksi Menghambat pelepasan
takikinin, memblok inflamasi neurogenik Efikasinya setara dengan
dihidroergotamin, tetapi onsetnya lebih cepat
b. Sumatriptan oral lebih efektif dibandingkan ergotamin per oral
c. Ergotamin : Memblokade inflamasi neurogenik dengan menstimulasi reseptor 5-
HT1 presinapti. Pemberian IV dpt dilakukan untuk serangan yang berat
d. Metoklopramid : Digunakan untuk mencegah mual muntah. Diberikan 15-30 min
sebelum terapi antimigrain, dapat diulang setelah 4-6 jam
e. Kortikosteroid : Dapat mengurangi inflamasi. Analgesik opiate. Contoh
: butorphanol
3. Obat untuk terapi profilaksis
a. Beta bloker. Merupakan drug of choice untuk prevensi migraine.
Contoh: atenolol, metoprolol, propanolol, nadolol. Antidepresan trisiklik Pilihan:
amitriptilin, bisa juga: imipramin, doksepin, nortriptilin Punya efek
antikolinergik, tidak boleh digunakan untuk pasien glaukoma atau
hiperplasia prostat
b. Metisergid. Merupakan senyawa ergot semisintetik, antagonis 5-HT2.
Asam/Na Valproat dapat menurunkan keparahan, frekuensi dan durasi
pada 80% penderita migraine.
c. NSAID. Aspirin dan naproksen terbukti cukup efektif. Tidak
disarankan penggunaan jangka panjang karena dapat menyebabkan gangguan GI
d. Verapamil. Merupakan terapi lini kedua atau ketiga
e. Topiramat. Sudah diuji klinis, terbukti mengurangi kejadian migraine
4. Sakit kepala tegang otot
a. Terapi Non-farmakologi
1. Melakukan latihan peregangan leher atau otot bahu sedikitnya 20 sampai 30
menit.
2. Perubahan posisi tidur.
3. Pernafasan dengan diafragma atau metode relaksasi otot yang lain.
4. Penyesuaian lingkungan kerja maupun rumah
5. Pencahayaan yang tepat untuk membaca, bekerja, menggunakan komputer,
atau saat menonton televise
6. Hindari eksposur terus-menerus pada suara keras dan bising
7. Hindari suhu rendah pada saat tidur pada malam hari
b. Terapi farmakologi
Menggunakan analgesik atau analgesik plus ajuvan sesuai tingkat nyeri
Contoh : Obat-obat OTC seperti aspirin, acetaminophen, ibuprofen atau
naproxen sodium. Produk kombinasi dengan kafein dapat
meningkatkan efek analgesic. Untuk sakit kepala kronis, perlu
assesment yang lebih teliti mengenai penyebabnya, misalnya karena
anxietas atau depresi. Pilihan obatnya adalah antidepresan, seperti
amitriptilin atau antidepresan lainnya. Hindari penggunaan analgesik secara
kronis memicu rebound headache
c. Cluster headache
a) Sasaran terapi : menghilangkan nyeri (terapi abortif), mencegah
serangan (profilaksis)
b) Strategi terapi : menggunakan obat NSAID, vasokonstriktor
cerebral
c) Obat-obat terapi abortif:
d. Oksigen
e. Ergotamin. Dosis sama dengan dosis untuk migrain
f. Sumatriptan.
g. Obat-obat untuk terapi profilaksis : Verapamil, Litium, Ergotamin,
Metisergid, Kortikosteroid, Topiramat

J. PENGKAJIAN
Data subyektif dan obyektif sangat penting untuk menentukan tentang
penyebab dan sifat dari sakit kepala.
a. Data Subyektif
1. Pengertian pasien tentang sakit kepala dan kemungkinan penyebabnya.
2. Sadar tentang adanya faktor pencetus, seperti stress.
3. Langkah – langkah untuk mengurangi gejala seperti obat-obatan.
4. Tempat, frekwensi, pola dan sifat sakit kepala termasuk tempat nyeri,
lama dan interval diantara sakit kepala.
5. Awal serangan sakit kepala.
6. Ada gejala prodomal atau tidak
7. Ada gejala yang menyertai.
8. Riwayat sakit kepala dalam keluarga (khusus penting sekali bila migren).
9. Situasi yang membuat sakit kepala lebih parah.
b. Data Obyektif
1. Perilaku : gejala yang memperlihatkan stress, kecemasan atau nyeri.
2. Perubahan kemampuan dalam melaksanakan aktifitas sehari – hari.
3. Terdapat pengkajian anormal dari sistem pengkajian fisik sistem saraf
cranial.
4. Suhu badan
5. Drainase dari sinus.
Dalam pengkajian sakit kepala, beberapa butir penting perlu
dipertimbangkan. Diantaranya ialah:
1. Sakit kepala yang terlokalisir biasanya berhubungan dengan sakit kepala
migrain atau gangguan organik.
2. Sakit kepala yang menyeluruh biasanya disebabkan oleh penyebab
psikologis atau terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
3. Sakit kepala migren dapat berpindah dari satu sisi kesisi yang lain.
4. Sakit kepala yang disertai peningkatan tekanan intrakranial biasanya
timbil pada waktu bangun tidur atau sakit kepala tersebut
membengunkan pasien dari tidur.
5. Sakit kepala tipe sinus timbul pada pagi hari dan semakin siang menjadi
lebih buruk.
6. Banyak sakit kepala yang berhubungan dengan kondisi stress.
7. Rasa nyeri yang tumpul, menjengkelkan, menghebat dan terus ada,
sering terjadi pada sakit kepala yang psikogenis.
8. Bahan organis yang menimbulkan nyeri yang tetap dan sifatnya
bertambah terus.
9. Sakit kapala migrain bisa menyertai mentruasi.sakit kepala bisa
didahului makan makanan yang mengandung monosodium glutamat,
sodim nitrat, tyramine demikian juga alkohol.
10. Tidur terlalu lama,berpuasa, menghirup bau-bauan yang toksis dalam
limngkungan kerja dimana ventilasi tidak cukup dapat menjadi
penyebab sakit kepala.
11. Obat kontrasepsi oral dapat memperberat migrain.
12. Tiap yang ditemukan sekunder dari sakit kepala perlu dikaji.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan faktor
risiko hipertensi
2. Nyeri kronis berhubungan dengan usia > 50 tahun
3. Resiko jatuh berhubungan dengan faktor resiko usia >65 tahun
L. PERENCANAAN
No Diagnosa NOC NIC
1 Risiko Setelah dilakukan tindakan Circulation status
ketidakefektifan keperawatan selama3x 1. Monitor TD, nadi,
perfusi jaringan pertemuan, masalah dan RR.
perifer kurang pengetahuan dapat 2. Identifikasi
berhubungan teratasi dengan criteria penyebab dari
dengan faktor hasil: perubahan
resiko hipertensi Tissue Perfussion Perifer: 3. Monitor kulitas dari
1. Tekanan darah nadi.
sistolik dalam batas 4. Monitor TD, nadi,
normal dan RR sebelum,
2. Tekanan darah selama, dan susudah
diastolic dalam aktivitas.
batas normal 5. Memberi terapi
3. Klien tidak colaborasi pemberian
mengalami sakit obat anti hipertensi
kepala
4. Cairan seimbang

2 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan Pain management


berhubungan keperawatan 3x pertemuan Manajemen Nyeri
dengan usia masalah keperawatan nyeri 1. Kaji keluhan nyeri,
>50tahun dapat teratasi dengan lokasi, karakteristik,
criteria hasil: onset/durasi,
Pain Control frekuensi, kualitas,
1. Melaporkan nyeri dan beratnya nyeri.
berkurang 2. Observasi respon
2. Tidak ada ekspresi ketidaknyamanan
menahan nyeri secara verbal dan non
3. TTV dalam batas verbal.
normal 3. Pastikan pasien
4. Klien mampu menerima perawatan
mengontrol nyeri analgetik dengan
tepat.
4. Gunakan strategi
komunikasi yang
efektif untuk
mengetahui respon
penerimaan pasien
terhadap nyeri.
5. Evaluasi keefektifan
penggunaan kontrol
nyeri
6. Monitoring
perubahan nyeri baik
aktual maupun
potensial.
7. Sediakan lingkungan
yang nyaman.
8. Kurangi faktor-faktor
yang dapat
menambah ungkapan
nyeri.
9. Ajarkan penggunaan
tehnik relaksasi
sebelum atau sesudah
nyeri berlangsung
10. Kolaborasi dengan
tim kesehatan lain
untuk memilih
tindakan selain obat
3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan Fall Prevantion
berhubungan keperawatan 3x pertemuan 1. Identifikasi
dengan factor masalah keperawatan keterbatasan fisik dan
usia > 65 tahun deficit perawatan diri kognitif klien yang
dapat teratasi dengan dapat meningkatkan
criteria hasil: potensi jatuh.
Coordinated movement: 2. Identifikasi
a. Menggunakan alat karakteristik
bantu dengan benar. lingkungan yang
b. Menempatkan meningkatkan
penghalang untuk potensi jatuh.
mencegah jatuh. 3. Ajarkan pasien
c. Menggunakan prosedur meminimalkan injuri
berpindah yang aman. ketika jatuh.
d. Menggunakan retrain 4. Gunakan side rail
jika diperlukan. pada bagian kiri dan
kanan untuk
mencegah jatuh dari
tempat tidur.
5. Sediakan
pencahayaan yang
adekuat untuk
meningkatkan
penglihatan.
DAFTAR PUSTAKA

Cynthia. M.T, Sheila. S.R. 2011. Diagnosis keperawatan dengan rencana asuhan

.EGC: Jakarta.

Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. EGC: Jakarta.

Papdi, Eimed. 2012.Kegawatdaruratan Penyakit dalam (Emergency in internal

medicine).Internal Publishing: Jakarta.

Ginsberg, Lionel. 2007. Lecture Notes Mourologi Erlangga: Jakarta.

Markam, soemarmo. 2009. Penuntun Neurlogi. Binarupa Aksara.Jakarta.

Priguna Sidharta. 2008.Neurogi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat : Jakarta.

Weiner. H.L, Levitt. L.P. 2005. NEUROLOGI . Edisi 5. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai