Anda di halaman 1dari 13

1

PERFORASI GASTER

A. Anatomi Fisiologi

Gaster adalah rongga seperti kantong berbentuk J yang terletak


di antara esofagus dan usus halus. Organ ini dibagi menjadi tiga
bagian berdasarkan perbedaan struktur dan fungsi yaitu: fundus,
korpus, dan antrum. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di
atas lubang esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah
korpus. Antrum adalah bagian lapisan otot yang lebih tebal di bagian
bawah lambung (Sherwood, 2014).

Fisiologi Gaster
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrien,
air, dan elektrolit dari makanan yang kita telan ke dalam lingkungan
internal tubuh. Sistem pencernaan melakukan empat proses
pencernaan dasar yaitu: motilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi
(Guyton, 2014).
Ketika tidak ada makanan, mukosa lambung berbentuk lipatan
yang besar, disebut rugae, dapat dilihat dengan mata telanjang. Pada
2

saat terisi makanan, rugae menghilang dengan lancar seperti alat


musik akordion dimainkan. Mukosa lambung terdiri dari tiga sel
sekresi: sel chief, sel parietal, dan sel mukus. Sel chief menyekresi
enzim pepsinogen, sel parietal menyekresi asam klorida yang
mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin, dan sel mukus menyekresi
mukus untuk melindungi gaster (Rizzo, 2016).
Gaster bekerja dengan memperkecil partikel makanan menjadi
larutan yang dikenal dengan nama kimus. Kimus tersebut
mengandung fragmen molekul protein dan polisakarida, butiran
lemak, garam, air, dan berbagai molekul kecil lain yang masuk
bersama makanan. Tidak ada ada molekul-molekul tersebut yang
dapat melewati epitel gaster kecuali air. Absorpsi paling banyak
terjadi di usus halus (Widmaier, Raff, dan Strang, 2014).
Faktor di lambung yang memengaruhi laju pengosongan gaster
yaitu volume kimus dan derajat fluiditas. Faktor di duodenum yang
memengaruhi laju pengosongan lambung antara lain:

a) Respon saraf melalui pleksus saraf intrinsik dan saraf autonom.


b) Respon hormon dikenal dengan enterogastron yang dibawa darah
dari mukosa usus halus ke gaster tempat mereka menghambat
kontraksi antrum. Enterogastron tersebut yang penting adalah
sekretin (dihasilkan sel S) dan kolesistokinin (dihasilkan sel I).
c) Lemak paling efektif dalam memperlambat pengosongan lambung
karena lemak memiliki nilai kalori yang tinggi. Selain itu,
pencernaan dan penyerapan lemak hanya berlangsung di usus
halus. Trigliserida sangat merangsang duodenum untuk melepaskan
kolesistokinin (CCK). Hormon ini menghambat kontraksi antrum
dan menginduksi kontraksi sfingter pilorus, yang keduanya
memperlambat pengosongan lambung.
d) Asam dari kimus yang di dalamnya terdapat HCl dinetralkan oleh
natrium bikarbonat di dalam lumen duodenum. Asam yang belum
3

dinetralkan akan menginduksi pelepasan sekretin, yaitu suatu


hormon yang akan memperlambat pengosongan lebih lanjut isi
gaster yang asam hingga netralisasi selesai.
e) Hipertonisitas. Pengosongan gaster secara refleks jika osmolaritas
isi duodenum mulai meningkat.
f) Peregangan. Kimus yang terlalu banyak di duodenum akan
menghambat pengosongan isi lambung (Costanzo, 2018).
Emosi juga dapat memengaruhi motilitas lambung. Meskipun
tidak berhubungan dengan pencernaan, emosi dapat mengubah
motilitas lambung dengan bekerja melalui saraf autonom untuk
memengaruhi derajat eksitasbilitas oto polos lambung. Efek emosi
pada motilitas lambung barvariasi dari orang ke orang lain dan tidak
selalu dapat diperkirakan, rasa sedih dan takut umumnya mengurangi
motilitas, sedangkan kemarahan dan agresi cenderung
meningkatkannya. Selain emosi, nyeri hebat dari bagian tubuh
manapun cenderung menghambat motilitas, tidak hanya di lambung
tetapi di seluruh saluran cerna. Respon ini ditimbulkan oleh
peningkatan aktivitas simpatis (Guyton, 2014).

B. Definisi
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang
komplek dari lambung, usus halus, usus besar, akibat dari bocornya isi dari usus
ke dalam rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial
untuk terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut (keadaan ini dikenal
dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung berkembang menjadi suatu
peritonitis kimia yang di sebabkan karna kebocoran asam lambung ke dalam
rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna
merupakan suatu kasus kegawatan bedah.
Perforasi pada saluran cerna sering di sebabkan oleh penyakit-penyakit
seperti ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, atau trauma
C. Etiologi
1. Perforasi Non-Trauma, Misalnya :
4

a. Akibat volvulus gaster karna overdistensi dan iskemia


b. Adanya factor predisposisi : termasuk ulkus peptic.
c. Perforasi oleh malignasi intra abdomen atau limfoma.
d. Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi
esophagus, gaster, atau usus, dengan infeksi antra abdomen, peritonitis,
dan sepsis.
2. Perforasi Trauma (Tajam atau Tumpul), misalnya :
a. Trauma iatrogenik setelah pemasangan, pipa nasogastric saat
endoskopi.
b. Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan
pisau)
c. Trauma tumpul pada gester : trauma sepeti ini lebih umum pada anak
daripada dewasa.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala perforasi gaster adalah :
1. Kesakitan hebat pada perut dan kram diperut.
2. Nyeri di daerah epigastrium.
3. Hipertermi
4. Takikardi
5. Hipotensi
6. Biasanya tampak letargik karna syok toksik.

E. Patofisologi
Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan
mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi.
Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster
normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi
gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster
beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran
cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang
dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga
peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien
mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai
peritonitis bakterial kemudian.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi
akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi,
membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia
5

yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan


menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah
pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan
membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area
abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis
general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.

F. Pemeriksaan Penunjang
Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan
adalah :
1. foto polos abdomen pada posisi berdiri.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut
abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas
dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak
homogen karena terdapat kandungan lambung..
3. CT-scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk
mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti
gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh
karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster.
6

PATHWAYS

Stress fisik Obat obatan Bahan kimia Trauma Bakteri, virus

Perfusi mukosa Penghancuran


Melekat Pada
lambung sawar epitel
epitel lambung
terganggu

Kerusakan mukosa barier

Difusi ion balik H+

Julmah asam lambung


meningkat

Iritasi mukosa lambung


Nyeri Rasa Nausea anoreksia
dan vomitas
Gastritis
MK : Mk :
Mk :
Perubahan
Gangguan rasa
Mk : Resiko
Perlukaan pada lambung tiggi
G. Penatalaksanaan nutrisi kurang
nyaman nyeri
kekurangan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki
dari kebutuhan
Resiko tinggi
volume cairan
keadaan umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit,
tubuh
perfusi
pemasangan
Hematomesis pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika
jaringan
gejala dan tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif
Anemis digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-
mungkin
negatif dan anaerob.
Sianosis
H. Komplikasi
1. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri
pada gaster
7

2. Kegagalan luka operasi Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau


total pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
tidak ada batasan yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Bisa
tingkatan segala usia. Tapi paling banyak di jumpai pada usia lansia.
b. Keluhan utama
keluhan utama yang di rasakan pada perfoasi gaster adalah nyeri
pada ulu hati.
c. Riwayat Penyakit sekarang
1) Profoking incident : di sebabkan oleh non-trauma ;
predisposisi atau trauma ; benturan atau tertusuk menda
tajam
2) Quality : pada penderita perforasi gaster nyeri pada perut
terasa seperti di tusuk-tusuk
3) Region : nyeri pada epigastrium
4) Severity : adanya keluhan tidak dapat beristirahat karna nyeri
atau regurgitasi makanan.
5) Time : nyeri biasanya timbul jika beraktifitas dan setelah
mengkonsumsi makanan yang merangsang asam lambung.
d. Riwayat penyakit keluarga perforasi gaster bukan merupakan penyakit
keturunan namun bisa di sebabkan oleh pola hidup yang kurang
kurang baik dan bisa trauma atau factor predisposisi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada pasien perforasi gaster biasanya kesadaran baik
composmentis, terjadi kelemahan dan terjadi gangguan pola tidur akibat
nyeri yang dirasakan
b. Sistem penglihatan
I : Biasanya pada pasien perforasi gaster konjungtiva pucat di curigai
adanya tanda-tanda anemia ( Tutik. 2010 : 53 ).
P : Pada palpasi tidak ditemukan kelainan pada penderita perforasi
gaster.
c. Sistem pendengaran
8

I :Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak


mengalami gangguan.
P :Pada sistem pendengaran secara umum penderita perforasi gaster
tidak terdapat kelainan.
d. Sistem penciuman
I :Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak
mengalami ganguan, fungsi penciuman tidak mengalami gangguan.
P :Pada palpasi hidung tidak terdapat kelainan.
e. Sistem Pernafasan
I :Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak
mengalami ganguan, frekuensi pernafasan normal.
P :Biasanya pada palpasi thorax tidak terdapat kelainan seperti nyeri
tekan.
P :Biasanya perfusi area paru norma (sonor)
A :Biasanya auskultasi paru tidak terdapat suara tambahan
f. Sistem kardiovaskuler
I :Biasanya tudak terdapat kelainan, ictus kordis nampak pada ICS 4
– 5 mid klavikula sinistra , akan tetapi nampak tidaknya ictus kordis
tergantung pada gemuk atau kurusnya penderita.
P :Pada palpasi teraaba icyus kordis di ICS 4 – 5 mid klafikula sinistra.
Palpasi nadi biasnya melemah dan takikardi.
P :Pada perkusi jantung tidak terdapat kelainan, suara perkusi area
jantung redup.
A: Biasanya pada aukultasi jantung pada penderita perforasi gaster
tidak mengalami kelainan.
g. Sistem persyarafan
I :Kesadaran yang diamati berupa komposmentis, apatis, samnolen,
bahkan hingga coma pada perforasi gaster
h. Sistem pencernaan
I :Biasanya pada penderita perforasi gaster nampak menyeringai
kesakitan dan memegangi perut daerah ulu hati.
A : Bising usus menurun
P : Biasanya terdapat nyeri tekan daerah ulu hati ( epigastrium ).
9

P :Pada pemeriksaan perkusi untuk penderita perforasi gaster


ditemukan suara hipertimpani.
i. Sistem eliminasi
I :Pada eliminasi alvi terjadi gangguan defekasi akibat dari input
yang tidak adekuat.
j. Sistem muskuluskeletal
I :Biasanya pada perforasi gaster akut pasien masih mampu untuk
melakukan aktivitas dan tidak terlihat kekuatan otot menurun
namun pada perforasi gaster kronis hal itu dapat terjadi
k. Integumen
I :Turgor kulit menurun akibat dehidrasi

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada lambung.
b. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekut.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.
d. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan
4. Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan adanya perlukaan di lambung.
Tujuan :Setelah dilakukkan tindakan selama 3 × 24 jam diharapkan
terdapat penurunan respon nyeri / nyeri hilang.
Kriteria hasil :Tingkat kenyamanan, (perasaan senang) tingkat persepsi
positif terhadap kemudahan fisik dan psikologis, tindakan
individu untuk mengendalikan nyeri, keparahan nyeri dapat
diamati / dilaporkan, jumlah nyeri yang dilaporkan.
Intervensi Keperawatan:
1) Gunakan laporan dari pasien sendiri pilihan pertama.
Rasional: Guna mengumpulkan informasi pengkajian.
2) Minta pasien untuk menilai nyeri.
Rasional: Membantu menilai nyeri atau ketidaknyamanan.
3) Gunakan lembar alur nyeri.
Rasional: Memantau pengurangan nyeri dari analgetik dan efek
sampingnya.
10

4) Lakukan pengkjian nyeri (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


kualitas, keparahan nyeri, faktor presipitasi).
Rasional: Membantu membedakan nyeri.
5) Dalam mengkaji pasien gunakan kata – kata yang konsisten
dengan usia dan tingkat perkembangan pasien.
Rasional: Membantu membangun suasana terapiutik.
6) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaran nyeri tidak dapat dicapai.
Rasional: Nyeri yang berkelanjutan dicurigai adanya komplikasi.
7) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi.
Rasional: Teknik distraksi relaksasi meminimalkan tingkatan rasa
nyeri.
8) Observasi vital sign.
Rasional: Nadi dapat meningkat secara dini karena tingkatan nyeri
b. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekut, anaroxia.
Tujuan :Setelah dilakukkan tindakan selama 3 × 24 jam diharapkan
terjadi peningkatan asupan dalam pemenuhan nutrisi.
Kriteria hasil :Klien secara subjektif termotivasi untuk melakukan
pemenuhan ntrisi sesuai anjuran, asupan meningkat pada
porsi makan yang disediakan, mempertahankan berat
badan, menoleransi diet yang dianjurkan, mengungkapkan
tekat untuk mematuhi diet.
Intervensi keperawatan:
a) Anjurkan agar klien memakan makanan yang disediakan di
rumah sakit.
b) Rasional: Untuk menghindari makanan yang justru dapat
mengganggu proses penyembuhan klien.
c) Beri makanan dalm keadaan hangat dan porsi kecil serta
diet TKTP.
d) Rasional: Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual,
mempercepat perbaikan kondisi.
e) Libatkan keluarga pasien dalam pemenuhan nutrisi
tambahan yang tidak bertentangan dengan penyakitnya.
f) Rasional: Klien kadang kala mempunyai selera makan yang
sudah terbiasa sejak dirumah. Dengan bantuan keluarga
11

dalam pemenuhan nutrisi dengan tidak bertentangan


dengan pola diet akan meningkatkan pemenuhan nutrisi.
g) Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan
sesudah makan serta sebelum dan sesudah intervensi
pemeriksaan peroral.
h) Rasional: Hygiene oral yang baik akan meningkatkan nafsu
makan klien.
i) Beri motivasi dan dukungan psikologis.
j) Rasional: Meningkatkan secara psikologis.
k) Pencegahan dan penanganan diet yang berat dan aktivitas
yang berlebih.
l) Rasional: Diet yang terlalu keras meningkatkan kerja
lambung
m) Timbang pasien dalam interval yang tepat.
n) Rasional: Membantu mengetahui adanya peningkatan atau
penurunan berat badan klien.
o) Anjurkan untuk makan porsi sedikit dengan interval sering.
Rasional: Mencegah perangsangan yang mendadak pada
lambung.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan
muntah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapakan tidak terjadi kekurangan cairan tubuh .
Kriteria hasil :Tidak memiliki konsentrasi urin yang berlebih, tidak
mengalami haus yang tidak normal, memiliki
keseimbangan asupan yang seimbang, menampilkan
hidrasi yang baik, memiliki asupan cairan oral yang
adekuat.
Intervensi keperawatan:
1) Observasi output dan input cairan setiap hari terhadap
dehidrasi.
Rasional: Out put yang berlebih dapat terjadinya dehidrasi.
2) Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa,
penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat.
Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan /
dehidrasi.
12

3) Kaji tanda tanda vital.


Rasional: Hipotensi, demam, dapat menunjukkan terjadinya
kehilangan cairan.
4) Observasi terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
(diare).
Rasional: Untuk mengevalasi kehilangan cairan.
5) Kaji nilai elektrolit setiap 24 jam untuk ketidaksinambungan
cairan.
Rasional: Mengetahui jumlah cairan yang dibutuhkan.
6) Anjurkan keluarga untuk memberi minum klien 6 – 8 gelas air
putih setiap hari.
Rasional: Mengganti cairan elektrolit yang hilang melalui oral.
d. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawan selama 1 x 15
menit diharapkan klien menunjukkan ansietasnya
berkurang.
Kriteria hasil : Ansietas berkurang dibuktikan dengan menunjukkan
kontrol agresi, kontrol ansietas, koping, kontrol implus.
Melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik,
manifestasi prilaku akubat kecemasan tidak ada.
Intervensi keperawatan:
1) Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan
perasaan.
Rasional: Membantu mengeksternalisasikan ansietas.
2) Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan
dan prognosis.
Rasional: Meminimalkan ansietas dengan ketidaktauan
menyangkup diagnosis, dan tindakan keperawatan.
3) Intruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi.
Rasional: Belajar cara untuk rileks dapat menbantu menurunkan
ansietas.
4) Dampingi pasien (misalnya selama prosedur).
Rasional: Meningkatkan keamanan dan mengurangi takut.
(Wilkinson. 2007 : 26)
13

DAFTAR PUSTAKA

Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan
Duodenum,

Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-59.
Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif., Suprohalta.,
Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas Kedokteran UI, Media
Aesculapius, Jakarta : 2000

Azer, Samy A., Intestinal Perforation – emedicine available from,


http://www.emedicine.com/med/topic2822.htm

Medcyclopaedia – Gastric rupture, available from


http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/g/gastric_rupture

Gharehbaghy, Manizheh M., Rafeey, Mandana., Acute Gastric Perforation in


Neonatal Period, available from http://www.medicaljournal-
ias.org/14_2/Gharehbaghy.pdf

Sofić, Amela., Bešlić, Šerif., Linceder, Lidija., Vrcić, Dunja., Early radiological
diagnostics of gastrointestinal perforation, available from http://www.onko-
i.si/uploads/articles/Radiology_40_2_2.pdf

Hermana, Asep., Awas, Bahaya Jamu Oplosan! Available from


http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/05/cakrawala/lainnya

Anda mungkin juga menyukai