NIM : 201810461011031
Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Usia 72 Tahun Dengan Diagnosa Post Op Perforasi
Gastrointestinal Di Ruang Icu Rumah Sakit Umum Daerah Kepanjen
Oleh:
DWI ALDILAH CHASANAH
201810461011031
A. Definisi
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
lambung, usus halus, usus besar, akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut.
Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri
dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung
berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang di sebabkan karna kebocoran asam
lambung ke dalam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran
cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah.
Perforasi pada saluran cerna sering di sebabkan oleh penyakit-penyakit seperti
ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, atau trauma.
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.
Penyebabnya antara lain yaitu ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,
trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas.
Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan
(perforatio tecta).
Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen,
sehingga menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi
gaster atau perforasi duodenum. Selain itu, 10 – 15 % pasien yang didiagnosa
divertikulitis akut akan berkembang menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang ke
tempat perawatan dengan gejala peritonitis umum. Kadar mortalitas secara relatifnya
tinggi yaitu hampir 20 – 40 %. Kebanyakkan disebabkan oleh komplikasi seperti syok
septik kegagalan multi organ. Kecederaan berkaitan usus yang disebabkan endoskopi
(endoscopy-associated bowel injuries) jarang menyebabkan terjadinya perforasi.
B. Anatomi Lambung
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara
esofagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan
hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami
perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya,
bergantung pada letak tukak.
Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal
yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan
serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, tebal dan
kuat lapisan ototnya. Di belakang dan tepi madial duodenum terdapat arteri besar (arteri
gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak
peptik lambung atau duodenum.
Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh
fundus dan korpus , dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam
pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin. Fungsi motilitas yang
berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan (mencapai 1500ml) dan pencampuran
makanan serta pengosongan lambung diatur oleh n.vagus.
Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung
lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal
cairan ini selalu ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks,
namun secara sederhana dibagi atas tiga fase perangsangan yaitu: Pertama fase sefalik
merupakan rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan berpikir
tentang makanan akan meningkatkan produksi asam melalui aktivitas n.vagus, Kedua
fase gastrik adalah distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia yang
merangsang sel parietal untuk memproduksi asam lambung, dan Ketiga fase intestinal
yaitu hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah makanan
sampai di usus halus.
C. Etiologi
1. Perforasi Non-Trauma, Misalnya :
a. Akibat volvulus gaster karna overdistensi dan iskemia
b. Adanya factor predisposisi : termasuk ulkus peptic.
c. Perforasi oleh malignasi intra abdomen atau limfoma.
d. Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esophagus,
gaster, atau usus, dengan infeksi antra abdomen, peritonitis, dan sepsis.
2. Perforasi Trauma (Tajam atau Tumpul), misalnya :
a. Trauma iatrogenik setelah pemasangan, pipa nasogastric saat endoskopi.
b. Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
c. Trauma tumpul pada gester : trauma sepeti ini lebih umum pada anak daripada
dewasa.
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala perforasi gaster adalah :
1. Kesakitan hebat pada perut dan kram diperut.
2. Nyeri di daerah epigastrium.
3. Hipertermi
4. Takikardi
5. Hipotensi
6. Biasanya tampak letargik karna syok toksik.
E. Patofisologi
Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme
lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko
kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah
memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi
gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis
kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga
peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas
gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial
kemudian.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut.
Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk
flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di
area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas
bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit,
degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih
banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi,
bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih
prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi
pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi
gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan
abdomen, dengan menggunakan teknik radiologi maka dapat mendeteksi jumlah udara
sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, perlu teknik foto abdomen klasik dalam posisi
berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil
menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat
mendeteksi udara bebas.
3. CT Scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah
perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni
dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi
gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens
dengan densitas negatif.
PATHWAYS
Gastritis
Anemis
MK : Gangguan MK : Perubahan
Rasa aman nyeri MK : Resti kekurangan nutrisi kurang
Sianosis
Volume cairan dari kebutuhan
3. Diagnosa Keperawatan
4. Intervensi
sampingnya.
5) Dalam mengkaji pasien gunakan kata – kata yang konsisten dengan usia
Intervensi keperawatan:
2). Beri makanan dalm keadaan hangat dan porsi kecil serta diet TKTP.
pemenuhan nutrisi.
4). Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
klien.
5). Beri motivasi dan dukungan psikologis.
berlebih.
Intervensi keperawatan:
kehilangan cairan.
setiap hari.
Intervensi keperawatan:
perasaan.
prognosis.
Rasional: Meminimalkan ansietas dengan ketidaktauan menyangkup
ansietas.
Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan Duodenum,
Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-59.
Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif., Suprohalta.,
Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas Kedokteran UI, Media Aesculapius,
Jakarta : 2000
Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), Jakarta, EGC.
Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.
Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC