Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Pada Tn. S Usia 72 Tahun Dengan Diagnosa Post Op Perforasi Gastrointestinal Di


Ruang Icu Rumah Sakit Umum Daerah Kepanjen

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Keperawatan Departemen Keperawatan


Kegawatandarurat

Nama : Dwi Aldilah Chasanah

NIM : 201810461011031

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Usia 72 Tahun Dengan Diagnosa Post Op Perforasi
Gastrointestinal Di Ruang Icu Rumah Sakit Umum Daerah Kepanjen

Oleh:
DWI ALDILAH CHASANAH
201810461011031

Telah diperiksa dan disahkan pada:


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,


PERFORASI GASTER

A. Definisi
Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi yang komplek dari
lambung, usus halus, usus besar, akibat dari bocornya isi dari usus ke dalam rongga perut.
Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk terjadinya kontaminasi bakteri
dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan istilah peritonitis). Perforasi lambung
berkembang menjadi suatu peritonitis kimia yang di sebabkan karna kebocoran asam
lambung ke dalam rongga perut. Perforasi dalam bentuk apapun yang mengenai saluran
cerna merupakan suatu kasus kegawatan bedah.
Perforasi pada saluran cerna sering di sebabkan oleh penyakit-penyakit seperti
ulkus gaster, appendicitis, keganasan pada saluran cerna, atau trauma.
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.
Penyebabnya antara lain yaitu ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,
trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas.
Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan
(perforatio tecta).
Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen,
sehingga menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi
gaster atau perforasi duodenum. Selain itu, 10 – 15 % pasien yang didiagnosa
divertikulitis akut akan berkembang menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang ke
tempat perawatan dengan gejala peritonitis umum. Kadar mortalitas secara relatifnya
tinggi yaitu hampir 20 – 40 %. Kebanyakkan disebabkan oleh komplikasi seperti syok
septik kegagalan multi organ. Kecederaan berkaitan usus yang disebabkan endoskopi
(endoscopy-associated bowel injuries) jarang menyebabkan terjadinya perforasi.

B. Anatomi Lambung
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara
esofagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan
hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami
perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya,
bergantung pada letak tukak.
Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal
yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan
serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, tebal dan
kuat lapisan ototnya. Di belakang dan tepi madial duodenum terdapat arteri besar (arteri
gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak
peptik lambung atau duodenum.
Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh
fundus dan korpus , dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam
pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin. Fungsi motilitas yang
berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan (mencapai 1500ml) dan pencampuran
makanan serta pengosongan lambung diatur oleh n.vagus.
Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung
lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal
cairan ini selalu ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks,
namun secara sederhana dibagi atas tiga fase perangsangan yaitu: Pertama fase sefalik
merupakan rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan berpikir
tentang makanan akan meningkatkan produksi asam melalui aktivitas n.vagus, Kedua
fase gastrik adalah distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia yang
merangsang sel parietal untuk memproduksi asam lambung, dan Ketiga fase intestinal
yaitu hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah makanan
sampai di usus halus.

C. Etiologi
1. Perforasi Non-Trauma, Misalnya :
a. Akibat volvulus gaster karna overdistensi dan iskemia
b. Adanya factor predisposisi : termasuk ulkus peptic.
c. Perforasi oleh malignasi intra abdomen atau limfoma.
d. Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esophagus,
gaster, atau usus, dengan infeksi antra abdomen, peritonitis, dan sepsis.
2. Perforasi Trauma (Tajam atau Tumpul), misalnya :
a. Trauma iatrogenik setelah pemasangan, pipa nasogastric saat endoskopi.
b. Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
c. Trauma tumpul pada gester : trauma sepeti ini lebih umum pada anak daripada
dewasa.

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala perforasi gaster adalah :
1. Kesakitan hebat pada perut dan kram diperut.
2. Nyeri di daerah epigastrium.
3. Hipertermi
4. Takikardi
5. Hipotensi
6. Biasanya tampak letargik karna syok toksik.

E. Patofisologi
Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme
lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami
trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko
kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah
memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi
gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis
kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga
peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas
gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial
kemudian.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut.
Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk
flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di
area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas
bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit,
degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih
banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi,
bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih
prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi
pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi
gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan
abdomen, dengan menggunakan teknik radiologi maka dapat mendeteksi jumlah udara
sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, perlu teknik foto abdomen klasik dalam posisi
berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil
menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat
mendeteksi udara bebas.
3. CT Scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah
perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni
dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi
gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens
dengan densitas negatif.
PATHWAYS

Stress fisik Obat obatan Bahan kimia Trauma Bakteri, virus

Perfusi mukosa Penghancuran Melekat Pada


lambung sawar epitel epitel lambung
terganggu

Kerusakan mukosa barier

Difusi ion balik H+

Julmah asam lambung


meningkat

Iritasi mukosa lambung

Gastritis

Perlukaan pada lambung

Hematomesis Nyeri Rasa Nausea anoreksia


dan vomitas

Anemis
MK : Gangguan MK : Perubahan
Rasa aman nyeri MK : Resti kekurangan nutrisi kurang
Sianosis
Volume cairan dari kebutuhan

MK : Resti Perfusi Jaringan


G. Prognosis
Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan
maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian
antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktor-faktor berikut
akan meningkatkan resiko kematian :
• Usia lanjut
• Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya
• Malnutrisi
• Timbulnya komplikasi
H. Penatalaksanaan
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob.
I. Komplikasi
a. Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada gaster
b. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi)
dapat terjadi segera atau lambat

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
tidak ada batasan yang jelas antara laki-laki dan perempuan. Bisa tingkatan
segala usia. Tapi paling banyak di jumpai pada usia lansia.
b. Keluhan utama
keluhan utama yang di rasakan pada perfoasi gaster adalah nyeri pada ulu hati.
c. Riwayat Penyakit sekarang
1) Profoking incident : di sebabkan oleh non-trauma ; predisposisi atau
trauma ; benturan atau tertusuk menda tajam
2) Quality : pada penderita perforasi gaster nyeri pada perut terasa
seperti di tusuk-tusuk
3) Region : nyeri pada epigastrium
4) Severity : adanya keluhan tidak dapat beristirahat karna nyeri atau
regurgitasi makanan.
5) Time : nyeri biasanya timbul jika beraktifitas dan setelah
mengkonsumsi makanan yang merangsang asam lambung.
d. Riwayat penyakit keluarga
perforasi gaster bukan merupakan penyakit keturunan namun bisa di sebabkan
oleh pola hidup yang kurang kurang baik dan bisa trauma atau factor
predisposisi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada pasien perforasi gaster biasanya kesadaran baik composmentis,
terjadi kelemahan dan terjadi gangguan pola tidur akibat nyeri yang dirasakan
b. Sistem penglihatan
I : Biasanya pada pasien perforasi gaster konjungtiva pucat di curigai adanya
tanda-tanda anemia ( Tutik. 2010 : 53 ).
P : Pada palpasi tidak ditemukan kelainan pada penderita perforasi gaster.
c. Sistem pendengaran
I :Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami
gangguan.
P :Pada sistem pendengaran secara umum penderita perforasi gaster tidak
terdapat kelainan.
d. Sistem penciuman
I :Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami
ganguan, fungsi penciuman tidak mengalami gangguan.
P :Pada palpasi hidung tidak terdapat kelainan.
e. Sistem Pernafasan
I : Pada pasien perforasi gaster biasanya pada sistem ini tidak mengalami
ganguan, frekuensi pernafasan normal.
P : Biasanya pada palpasi thorax tidak terdapat kelainan seperti nyeri tekan.
P : Biasanya perfusi area paru norma (sonor)
A :Biasanya auskultasi paru tidak terdapat suara tambahan
f. Sistem kardiovaskuler
I : Biasanya tudak terdapat kelainan, ictus kordis nampak pada ICS 4 – 5 mid
klavikula sinistra , akan tetapi nampak tidaknya ictus kordis tergantung
pada gemuk atau kurusnya penderita.
P : Pada palpasi teraaba icyus kordis di ICS 4 – 5 mid klafikula sinistra.
Palpasi nadi biasnya melemah dan takikardi.
P : Pada perkusi jantung tidak terdapat kelainan, suara perkusi area jantung
redup.
A: Biasanya pada aukultasi jantung pada penderita perforasi gaster tidak
mengalami kelainan.
g. Sistem persyarafan
I : Kesadaran yang diamati berupa komposmentis, apatis, samnolen, bahkan
hingga coma pada perforasi gaster
h. Sistem pencernaan
I : Biasanya pada penderita perforasi gaster nampak menyeringai kesakitan
dan memegangi perut daerah ulu hati.
A : Bising usus menurun
P : Biasanya terdapat nyeri tekan daerah ulu hati ( epigastrium ).
P : Pada pemeriksaan perkusi untuk penderita perforasi gaster ditemukan
suara hipertimpani.
i. Sistem eliminasi
I :Pada eliminasi alvi terjadi gangguan defekasi akibat dari input yang tidak
adekuat.
j. Sistem muskuluskeletal
I :Biasanya pada perforasi gaster akut pasien masih mampu untuk
melakukan aktivitas dan tidak terlihat kekuatan otot menurun namun pada
perforasi gaster kronis hal itu dapat terjadi
k. Integumen
I :Turgor kulit menurun akibat dehidrasi

3. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan perlukaan pada lambung.

b. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi tidak adekut.

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

d. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan

4. Intervensi

a. Nyeri berhubungan dengan adanya perlukaan di lambung.

Tujuan :Setelah dilakukkan tindakan selama 3 × 24 jam diharapkan

terdapat penurunan respon nyeri / nyeri hilang.

Kriteria hasil :Tingkat kenyamanan, (perasaan senang) tingkat persepsi positif

terhadap kemudahan fisik dan psikologis, tindakan individu untuk

mengendalikan nyeri, keparahan nyeri dapat diamati / dilaporkan,

jumlah nyeri yang dilaporkan.


Intervensi Keperawatan:

1) Gunakan laporan dari pasien sendiri pilihan pertama.

Rasional: Guna mengumpulkan informasi pengkajian.

2) Minta pasien untuk menilai nyeri.

Rasional: Membantu menilai nyeri atau ketidaknyamanan.

3) Gunakan lembar alur nyeri.

Rasional: Memantau pengurangan nyeri dari analgetik dan efek

sampingnya.

4) Lakukan pengkjian nyeri (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,

keparahan nyeri, faktor presipitasi).

Rasional: Membantu membedakan nyeri.

5) Dalam mengkaji pasien gunakan kata – kata yang konsisten dengan usia

dan tingkat perkembangan pasien.

Rasional: Membantu membangun suasana terapiutik.

6) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika

peredaran nyeri tidak dapat dicapai.

Rasional: Nyeri yang berkelanjutan dicurigai adanya komplikasi.

7) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi.

Rasional: Teknik distraksi relaksasi meminimalkan tingkatan rasa nyeri.

8) Observasi vital sign.

Rasional: Nadi dapat meningkat secara dini karena tingkatan nyeri

b. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

nutrisi tidak adekut, anaroxia.


Tujuan :Setelah dilakukkan tindakan selama 3 × 24 jam diharapkan

terjadi peningkatan asupan dalam pemenuhan nutrisi.

Kriteria hasil :Klien secara subjektif termotivasi untuk melakukan pemenuhan

ntrisi sesuai anjuran, asupan meningkat pada porsi makan yang

disediakan, mempertahankan berat badan, menoleransi diet yang

dianjurkan, mengungkapkan tekat untuk mematuhi diet.

Intervensi keperawatan:

1) Anjurkan agar klien memakan makanan yang disediakan di rumah

sakit. Rasional: Untuk menghindari makanan yang justru dapat

mengganggu proses penyembuhan klien.

2). Beri makanan dalm keadaan hangat dan porsi kecil serta diet TKTP.

Rasional: Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual,

mempercepat perbaikan kondisi.

3). Libatkan keluarga pasien dalam pemenuhan nutrisi tambahan yang

tidak bertentangan dengan penyakitnya.

Rasional: Klien kadang kala mempunyai selera makan yang sudah

terbiasa sejak dirumah. Dengan bantuan keluarga dalam pemenuhan

nutrisi dengan tidak bertentangan dengan pola diet akan meningkatkan

pemenuhan nutrisi.

4). Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan

serta sebelum dan sesudah intervensi pemeriksaan peroral.

Rasional: Hygiene oral yang baik akan meningkatkan nafsu makan

klien.
5). Beri motivasi dan dukungan psikologis.

Rasional: Meningkatkan secara psikologis.

6).Pencegahan dan penanganan diet yang berat dan aktivitas yang

berlebih.

Rasional: Diet yang terlalu keras meningkatkan kerja lambung

7). Timbang pasien dalam interval yang tepat.

Rasional: Membantu mengetahui adanya peningkatan atau penurunan

berat badan klien.

8). Anjurkan untuk makan porsi sedikit dengan interval sering.

Rasional: Mencegah perangsangan yang mendadak pada lambung.

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapakan tidak terjadi kekurangan cairan tubuh .

Kriteria hasil :Tidak memiliki konsentrasi urin yang berlebih, tidak

mengalami haus yang tidak normal, memiliki keseimbangan

asupan yang seimbang, menampilkan hidrasi yang baik,

memiliki asupan cairan oral yang adekuat.

Intervensi keperawatan:

1) Observasi output dan input cairan setiap hari terhadap dehidrasi.

Rasional: Out put yang berlebih dapat terjadinya dehidrasi.

2) Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa, penurunan

turgor kulit, pengisian kapiler lambat.

Rasional: Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan / dehidrasi.


3) Kaji tanda tanda vital.

Rasional: Hipotensi, demam, dapat menunjukkan terjadinya

kehilangan cairan.

4) Observasi terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit (diare).

Rasional: Untuk mengevalasi kehilangan cairan.

5) Kaji nilai elektrolit setiap 24 jam untuk ketidaksinambungan cairan.

Rasional: Mengetahui jumlah cairan yang dibutuhkan.

6) Anjurkan keluarga untuk memberi minum klien 6 – 8 gelas air putih

setiap hari.

Rasional: Mengganti cairan elektrolit yang hilang melalui oral.

d. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawan selama 1 x 15 menit

diharapkan klien menunjukkan ansietasnya berkurang.

Kriteria hasil : Ansietas berkurang dibuktikan dengan menunjukkan kontrol

agresi, kontrol ansietas, koping, kontrol implus. Melaporkan

tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik, manifestasi

prilaku akubat kecemasan tidak ada.

Intervensi keperawatan:

1) Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan

perasaan.

Rasional: Membantu mengeksternalisasikan ansietas.

2) Sediakan informasi faktual menyangkut diagnosis, perawatan dan

prognosis.
Rasional: Meminimalkan ansietas dengan ketidaktauan menyangkup

diagnosis, dan tindakan keperawatan.

3) Intruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi.

Rasional: Belajar cara untuk rileks dapat menbantu menurunkan

ansietas.

4) Dampingi pasien (misalnya selama prosedur).

Rasional: Meningkatkan keamanan dan mengurangi takut.

(Wilkinson. 2007 : 26)


DAFTAR PUSTAKA

Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan Duodenum,

Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 541-59.

Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, editor : Mansjoer, Arif., Suprohalta.,
Wardhani, Wahyu Ika., Setiowulan, Wiwiek., Fakultas Kedokteran UI, Media Aesculapius,
Jakarta : 2000

Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), Jakarta, EGC.

Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta , EGC.

Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC

Anda mungkin juga menyukai