NIM. P07120213012
Nuraini Maghfuroh
NIM. P07120213038
A. PEDAHULUAN
Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen.
Penyebabnya antara lain yaitu ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid,
trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas.
Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung
buatan (perforatio tecta).
Perforasi terjadi apabila isi dari kantung masuk ke dalam kavum abdomen,
sehingga menyebabkan terjadinya peritonitis. Contohnya seperti pada kasus perforasi
gaster atau perforasi duodenum. Selain itu, 10 15 % pasien yang didiagnosa
divertikulitis akut akan berkembang menjadi perforasi. Pasien biasanya akan datang
ke tempat perawatan dengan gejala peritonitis umum. Kadar mortalitas secara
relatifnya tinggi yaitu hampir 20 40 %. Kebanyakkan disebabkan oleh komplikasi
seperti syok septik kegagalan multi organ. Kecederaan berkaitan usus yang
disebabkan endoskopi (endoscopy-associated bowel injuries) jarang menyebabkan
terjadinya perforasi.
B. ANATOMI LAMBUNG
Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara
esofagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum
dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan
mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ
di dekatnya, bergantung pada letak tukak.
Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat
proksimal yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung
makanan yang ditelan serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan
dinding korpus, tebal dan kuat lapisan ototnya. Di belakang dan tepi madial
duodenum terdapat arteri besar (arteri gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa
terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum.
Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan
oleh fundus dan korpus , dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja
dalam pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin. Fungsi
motilitas yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan (mencapai 1500ml) dan
pencampuran makanan serta pengosongan lambung diatur oleh n.vagus.
C. ETIOLOGI
1. Perforasi non-trauma
Akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia, bayi baru lahir yang
terimplikasi syok dan stress ulcer, anti inflamasi non steroid dan steroid :
terutama pada pasien usia lanjut, serta faktor predisposisi termasuk ulkus
peptik
2. Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma
Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus,
gaster, atau usus dengan infeksi intraabdomen, peritonitis, dan sepsis.
3. Perforasi trauma (tajam atau tumpul)
Trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi, luka
penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau)
D. PATOFISIOLOGI
Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi
gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi
gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko
terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam
lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika
kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal,
peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas
gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis
bakterial kemudian.
Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi
akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi,
membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia
yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan
menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada
peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan
membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses,
dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general,
kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih
prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi.
Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen
karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam
status kegawatdaruratan abdomen, dengan menggunakan teknik radiologi
maka dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya,
perlu teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral
decubitus kiri.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut
abdomen. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas
di pelvik kecil menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan,
ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas.
3. CT Scan
CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk
mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti
gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena
itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika
melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat
membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai
area hipodens dengan densitas negatif.
G. PENATALAKSANAAN
Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan
umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan
pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan
tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin
digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gramnegatif dan
anaerob. Tujuan dari terapi bedah adalah:
1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari
2. Koreksi penyebab peritonitis
3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat
menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti
darah, makanan, sekresi lambung).
Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah
hampir selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan
perforasi dan pencucian pada rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi
konservatif di indikasikan pada kasus pasien yang nontoxic dan secara klinis
keadaan umumnya stabil dan biasanya diberikan cairan intravena, antibiotik,
aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan
saja setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya,
tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia
lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan
tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi
gawat darurat dalam kasus perforasi gastrointestinal adalah:
1. Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien
dengan gejala klinis dehidrasi atau septikemia.
2. Jangan berikan apapun secara oral.
3. Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia.
Berikan antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk
eradikasi infeksi dan mengurangkan komplikasi post operasi.
H. KOMPLIKASI
1. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Faktor-faktor berikut ini
dihubungkan dengan kegagalan luka operasi yaitu malnutrisi, sepsis, uremia,
diabetes mellitus, terapi kortikosteroid, obesitas, batuk yang berat, hematoma
(dengan atau tanpa infeksi), abses abdominal terlokalisasi, kegagalan
multiorgan dan syok septik
2. Syok septik
Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan
manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia
gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada
septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler.
a. Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien gangguan sistem pencernaan secara umum
antara lain:
1) Nyeri
Keluhan nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien
untuk meminta pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah
saluran gastrointestinal dan organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri,
perawat dapat melakukan pendekatan PQRST
2)
Mual muntah
Keluhan mual muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan
biasanya selalu berhubungan dengan kerja involunter dari
gastrointestinal.
3. Pemerikasaan fisik
a. Pemeriksaan fisik keperawatan pada sistem GI dimulai dari survei umum
terhadap setiap kelainan yang terlihat atau mengklarifikasi dari hasil
pengkajian anamnesis.
DAFTAR PUSTAKA