Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PERITONITIS


A. DEFINISI PERITONITIS
Peritonitis adalah suatu peradangan dan peritoneum, pada membrane serosa, pada
bagian rongga perut. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum - lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronik/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan
nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda-tanda umum inflamasi. Peritonitis
adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut
(peritoneum) lapisan membrane serosarongga abdomen dan dinding perut bagian dalam.
Peritonitis adalah radang peritoneum dengan eksudasi serum, fibrin, sel-sel dan pus,
biasanya disertai dengan gejala nyeri abdomen dan nyeri tekan pada abdomen, konstipasi,
muntah dan demam peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada peritoneum.
Peritoneum adalah membrane serosa rangkap yang terbesar didalam tubuh.
Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal dan peritoneum visceral,
yang berfungsi menutupi sebagian besar dari organ-organ abdomen dan pelvis, membentuk
perbatasan halus yang memungkinkan organ saling bergeser tanpa ada penggesekan. Organorgan digabungkan bersama dan menjaga kedudukan mereka tetap, dan mempertahankan
hubungan perbandingan organ-organ terhadap dinding posterior abdomen. Sejumlah besar
kelenjar limfe dan pembuluh darah yang termuat dalam peritoneum, membantu
melindunginya terhadap infeksi.
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan pembungkus visera
dalam rongga perut. Peritoneum adalah lapisan tunggal dari sel-sel mesoepitelial diatas dasar
fibroelastik. Terbagi menjadi bagian visceral, yang menutupi usus dan mesenterium, dan
bagian parietal yang melapisi dinding abdomen dan berhubungan dengan fasia muskularis.
Peritoneum viselare yang menyelimuti organ perut dipersyarafi oleh system syaraf otonom
dan tidak peka terhadap rabaan atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahita
pada usus dapat dilakukan tanpa dirasakan oleh pasien. Akan tetapi bila dilakukan tarikan
atau regangan organ, atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot yang menyebabkan
ischemia misalnya pada colic atau radang seperti appendicitis maka akan timbul nyeri.
Pasien yang merasakan nyeri visceral biasanya tidak dapat menunjukan dengan tepat letak

nyeri sehingga biasanya ia menggunakan seluruh telapak tangannya dengan menunjuk


daerah yang nyeri.
Peritoneum perietale, dipersyarafi oleh syaraf tepi, sehingga nyeri dapat timbul karena
adanya rangsang yang berupa rabaan, tekanan atau proses radang. Nyeri dirasakan seperti
ditusuk atau atau disayat, dan pasien dapat menunjukkan dengan tepat lokasi nyeri.
Area permukaan total peritoneum sekitar 2 meter, dan aktivitasnya konsisten dengan
suatu membrane semi permeable. Cairan dan elektrolit kecil dapat bergerak kedua arah.
Organ-organ yang terdapat dicavum peritoneum yaitu gaster, hepar, vesia fellea, lien, ileum
jejunum, kolon transfersum, kolom sigmoid, sekum dan appendix (intra peritoneum),
pancreas,duodenum, kolon ascenden, desenden, ginjal dan ureter (retroperitoneum)
B. ANATOMI
Dinding perut mengandung struktur musulo-apponeurosis yang kompleks. Dibagian
belakang struktur ini melekat pada tulang belakangsebelah atas pada iga, dan dibagian
bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri dari berbagai lapis baik yaitu dari luar
kedalam. Lapisan kulit yang terdiri dari kutus dan subkutis, lemak subkutan dan facies
superficial (facies scapa), kemudian ketiga otot dinding perut

m. obliquus abdominis

eksterna, m. obliquus abdominis internus dan m. transversum abdominis, dan akhirnya lapis
preperitonium dan peritonium, yaitu fascia transversalis, lemak preperitonial dan peritonium.
Otot di bagian depan tengah terdiri dari sepasang otot rektus abdominis dengan fascianya
yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba.
Peritoneum adalah mesoderm lamina lateralis yang tetap bersifat epitelial. Pada
permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelom. Di antara
kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Enteron didaerah
abdomen menjadi usus. Kedua rongga mesoderm, dorsal dan ventral usus saling mendekat,
sehingga mesoderm tersebut kemudian menjadi peritonium.
Lapisan peritonium dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa).
2. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis.
3. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis.
Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis kanan kiri
saling menempel dan membentuk suatu lembar rangkap yang disebut duplikatura. Dengan
demikian baik di ventral maupun dorsal usus terdapat suatu duplikatura. Duplikatura ini
menghubungkan usus dengan dinding ventral dan dinding dorsal perut dan dapat dipandang

sebagai suatu alat penggantung usus yang disebut mesenterium. Mesenterium dibedakan
menjadi mesenterium ventrale dan mesenterium dorsale. Mesenterium vebtrale yang
terdapat pada sebelah kaudal pars superior duodeni kemudian menghilang. Lembaran kiri
dan kanan mesenterium ventrale yang masih tetap ada, bersatu pada tepi kaudalnya.
Mesenterium setinggi ventrikulus disebut mesogastrium ventrale dan mesogastrium dorsale.
Pada waktu perkembangan dan pertumbuhan, ventriculus dan usus mengalami pemutaran.
Usus atau enteron pada suatu tempat berhubungan dengan umbilicus dan saccus vitellinus.
Hubungan ini membentuk pipa yang disebut ductus omphaloentericus.
Dengan demikian di flexura duodenojejenalis terdapat plica duodenalis superior yang
membatasi recessus duodenalis superior dan plica duodenalis inferior yang membatasi
resesus duodenalis inferior.
C. ETIOLOGI
Peritonitis dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan
penyulitnya misalnya perforasi appendisitis, perforasi tukak lambung, perforasi tifus
abdominalis. Ileus obstruktif dan perdarahan oleh karena perforasi organ berongga karena
trauma abdomen.
Infeksi peritonitis relative sulit ditegakkan dan tergantung dari penyakit yang
mendasarinya. Penyebab utama peritonitis adalah spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
akibat penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intrabdomen, namun
biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik.
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi appendiksitis,
perforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat devertikulisis, volvusus atau
kanker dan strangulasi colon asenden. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi
disebabkan oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ organ dalam dengan
inokulasi bakteri rongga peritoneal.
Adapun penyebab spesifik dari peritonitis adalah :
1.
2.
3.
4.
5.

Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi


Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual.
Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang disebabkan oleh gonore dan infeksi clamedia.
Kelainan hati atau gagal jantung, dimana bisa terjadi asites dan mengalami infeksi.
Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.

D. PATOFISIOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pitapita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat
memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari
kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ
didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem
disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.
Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh
organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal
menyebabkan hipovolemia. Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu,
masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen
usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni
dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi,
syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung
usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis bakterial primer.
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum
peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat

monomikrobial, biasanya E. Coli, Streptococus atau Pneumococus. Faktor resiko yang


berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen,
imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom
nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan
asites.
2. Peritonitis bakterial akut sekunder (supurativa)
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractus gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya
infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar
pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas dan lama
kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.
3. Peritonitis non bakterial akut
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya
empedu,

getah

lambung,

getah

pankreas,

dan

urine.

Peritonitis

bakterial

kronik(tuberkulosa) Secara primer dapat terjadi karena penyebaran dari fokus di paru,
intestinal atau tractus urinarius.
4. Peritonitis non bakterial kronik (granulomatosa)
Peritoneum dapat bereaksi terhadap penyebab tertentu melaluii pembentukkan
granuloma, dan sering menimbulkan adhesi padat. Peritonitis granulomatosa kronik
dapat terjadi karena talk (magnesium silicate) atau tepung yang terdapat disarung tangan
dokter. Menyeka sarung tangan sebelum insisi, akan mengurangi masalah ini.
F. MANIFESTASI KLINIS
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda tanda
rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik
usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis
bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita
tampak letargik dan syok. Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang
menyebabkan pergeseran peritonium dengan peritonium. Nyeri subjektif

berupa nyeri

waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif
berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya.
Syok (neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberpa penderita peritonitis
umum.

Demam
Distensi abdomen
Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum, tergantung pada

perluasan iritasi peritonitis.


Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada daerah yang jauh dari

lokasi peritonitisnya.
Nausea, vomiting
Penurunan peristaltik.

G. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis
organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lokal, menyebar, atau umum.
Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri
abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang.
Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal
yang akut. Nyeri ini tiba-tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus),
nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal
apendisitis), nyerinya mula-mula dikarenakan penyebab utamanya, dan kemudian menyebar
secara gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan
tanda lain yaitu nausea, vomitus, syok (hipovolemik, septik, dan neurogenik), demam,
distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan
secara klasik bising usus melemah atau menghilang.
Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis
bakterial.Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya
keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal; sedang
peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat, demam
dan adanya tanda-tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang
meningkat dan asidosis metabolik. Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal
mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil
tuberkel diidentifikasi dengan kultur.

2. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma


tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan
didapat.
3. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar
berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus-kasus perforasi. Pemeriksaan
radiologis

merupakan

pemeriksaan

penunjang

untuk

pertimbangan

dalam

memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto polos
abdomen 3 posisi :

Tiduran telentang ( supine ), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi

anteroposterior (AP ).
Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan
Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,

proyeksi AP.
Gambaran radiologis pada peritonitis secara umum yaitu adanya kekaburan pada cavum
abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan adanya udara bebas
subdiafragma atau intra peritoneal.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu : (chushieri)
1. Komplikasi dini
Septikemia dan syok septic
Syok hipovolemik
Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan kegagalan multi
system
Abses residual intraperitoneal
Portal Pyemia (misal abses hepar)
2. Komplikasi lanjut
Adhesi
Obstruksi intestinal rekuren
J. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan adalah pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan

elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik atau
penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar dan tindakan
tindakan menghilangkan nyeri.
Biasanya yang pertama dilakukan adalah pembedahan eksplorasi darurat, terutama bila
disertai appendisitis, ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis. Pada
peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita,
pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan.
Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan
bersamaan. Cairan dan elektrolit bisa diberikan melalui infus1.
K. PATHWAY

Interna

(appendicitis

perrforasi, tukak peptikum,


tumor, divetikulosis)

Bakteri E. Coli,
Pseudomonas,
Streptococus, klebsiella)

Eksterna (trauma,
operasi yg tidak steril)

Invasi bakteri
Infeksi
Leukosit meningkat
Kontaminasi Bakteri

Peristaltic menurun

konstipasi

Kompresi jaringan

Permeabilitas kapiler

Lambung tertekan
Inflamasi
Distensi abdomen

Usus mengalami
paralysis

Penumpukan
Akumulasi rongga
abdomen

cairan dlm rongga


peritoneum

Mual muntah
nyeri
Keb. Nutrisi tidak
terpenuhi

Kebocoran isi dari


organ dalam abdomen
masuk ke rongga
peritoneum

Gg pemenuhan nutrisi
Hipertermi

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian:
1. Anamnesa :
a. Identitas pasien :
o Nama
o Jenis kelamin
o Umur
o Pekerjaan
o Suku/bangsa
o Pendidikan
o Tgl MRS
b. Riwayat kesehatan:
o Keluhan utama.
o Riwayat penyakit sekarang.
o Riwayat penyakit dahulu
o Riwayat penyakit keluarga.
o Riwayat psikososial
o Pola kebutuhan hidup sehari-hari :
2. Pemeriksaan Fisik
a. keadaan umum.
b. Pemeriksaan dari:
o B1(breathing)
o B2(blood)
o B3(bren)
o B4(bladder)
o B5(bowel)
o B6(bone)
B. Analisa Data :

NO
1.
DS :

SYMPTOM

ETIOLOGI
Kompresi jaringan

keluarga

MASALAH

klien

mengatakan

nyeri

Lambung tertekan

diseluruh perutnya.

2.

k/u somnolent
T/d : 90/60 mmHg
RR : 16x/mnt
N : 96x/mnt
Temp : 36,7c
DS :

Akumulasi rongga abdomen


Nyeri
Inflamasi

Sebelumnya
mempunyai
yang
dengan

Nyeri

Distensi abdomen

DO :

klien
Peradangan

appendicitis

diobati

sendiri

antibiotic

dari Penumpukan cairan dalam rongga

salinan resep dokter 3 peritoneum


bulan terakhir
Kebocoran isi dari organ dalam

DO : -

abdomen

masuk

ke

Hypertermi

rongga

peritoneum

3.

hypertermi
Kontaminasi bakteri

DS :

Pasien sulit buang air


Peristaltic

besar
DO :

4.

Konstipasi

Tubuh pasien lemas


DS :

Usus mengalami paralisis

Keluarga

Konstipasi

kebutuhan tubuh

mengatakan

klien

mengeluh

mual,

sering

muntah,

nafsu

Nutrisi kurang dari

Anorexia, mual, muntah

makan menurun

Kurang vitamin dan mineral

DO :

Klien pusing
Klien kekurangan vitamin
dan mineral

Kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi


Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

B.

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan
jaringan, akumulasi cairan dalam rongga abdomen
2. Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltik usus
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, psikologis atau
ekonomi, anoreksia, mual muntah.

C.

No
1

Intervensi

Diagnosa
Nyeri akut
b.d agen
injuri
(biologi,
kimia, fisik,
psikologis),
kerusakan
jaringan,
akumulasi
cairan dalam
rongga
abdomen

Perencanaan
Tujuan

Intervensi

NOC :
Pain Level,
pain control,
comfort level
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam nyeri berkurang, dengan
kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan manajemen
nyeri

NIC :
Lakukan
pengkajian
nyeri
secara
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi
reaksi
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin

Mampu mengenali nyeri


(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang
normal
Tidak
mengalami
gangguan tidur

No
2

No
3

Berikan analgetik untuk mengurangi


nyeri:
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang
dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali

Perencanaan

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Hipertermia
NOC:
b.d
proses Thermoregulasi
penyakit/infla
masi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam pasien menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas
normal dengan kreiteria
hasil:
Suhu 36 36,5 C
Nadi dan RR dalam
rentang normal

Diagnosa
Konstipasi
berhubungan
dengan
penurunan
peristaltik

NIC :
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
Monitor penurunan tingkat kesadaran
Monitor WBC, Hb, dan Hct
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik:
Kelola Antibiotik
Selimuti pasien
Berikan cairan intravena
Tidak ada perubahan warna Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
kulit dan tidak ada pusing,

Tingkatkan sirkulasi udara


merasa nyaman
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)
Perencanaan
Tujuan
NOC:
Bowel elimination
Hydration
Kriteria Hasil :

Intervensi
NIC: Constipation/ Impaction
Management

Monitor
tanda
dan
gejala
konstipasi
Monior bising usus
Monitor
feses:
frekuensi,

usus

Mempertahankan
bentuk feses lunak
setiap 1-3 hari
Bebas
dari
ketidaknyamanan dan
konstipasi
Mengidentifikasi
indicator
untuk
mencegah konstipasi

No
4

Diagnosa
Ketidakseimb
angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh b.d
ketidakmamp
uan untuk
memasukkan
atau
mencerna
nutrisi oleh
karena faktor
biologis,
psikologis
atau
ekonomi.

konsistensi dan volume


Konsultasi dengan dokter tentang
penurunan
dan
peningkatan
bising usus
Monitor tanda dan gejala ruptur
usus/peritonitis
Jelaskan etiologi dan rasionalisasi
tindakan terhadap pasien
Identifikasi faktor penyebab dan
kontribusi konstipasi
Anjurkan pada pasien untuk
makan buah-buahan dan serat
tinggi
Mobilisasi bertahap
Evaluasi intake makanan dan
minuman
Dukung intake cairan
Kolaborasikan pemberian laksatif

Perencanaan
Tujuan

Intervensi

NOC:
a. Nutritional status:
Adequacy of nutrient
b. Nutritional Status : food
and Fluid Intake
c. Weight Control
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam nutrisi kurang teratasi
dengan indikator:
Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total
iron
binding
capacity
Jumlah limfosit

Kaji adanya alergi makanan


Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
Monitor adanya penurunan BB dan gula
darah
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
Monitor mual dan muntah
Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor intake nuntrisi
Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi

Kolaborasi dengan dokter tentang


kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
Kelola pemberan anti emetik
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat
adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval

Anda mungkin juga menyukai