Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUTUP STOMA DI RUANG


EDELWIS RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Yurin Ainur Azifa, S.Kep
NIM 192311101180

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Penutupan Stoma

Stoma merupakan pembukaan atau mulut yang dibuat melalui pembedahan pada
saluran cerna yang berfungsi untuk pengalihan aliran fecal (Salmawati dkk, 2019).
Stoma ini lubang usus yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa
kemerahan (Lubis, 2018). Kolostomi merupakan tindakan bedah usus besar yang
dilakukan melaui dinding perut bila jalan ke anus tidak bisa berfungsi, dengan cara
pengalihan aliran feses dari kolon karena gangguan fungsi anus (Lubis, 2018).
Pembentukan kolostomi dapat dilakukan secara permanen atau sementara tergantung
tujuan dilakukannya operasi (Ginting, 2019). Kolostomi bisa bersifat sementara atau
permanen tergantung dari kondisi masing-masing pasien. Operasi permanen ini
dilakukan apabila pasien sudah tidak bisa buang air besar secara normal yang
dikarenakan adanya kanker, perlengketan, atau pengangkatan beberapa bagian usus
besar, sedangkan stoma sementara dapat ditutup kembali setelah gangguan yang ada
di bagian usus besar yang lebih distal (lebih dekat saluran keluar) sudah sembuh dan
sudah dapat dilewati dengan feses kembali. Kolostomi sementara ini BAB dapat
melalui anus lagi setelah stoma ditutup (Firdaus, 2020).

Penutupan stoma adalah menyambungkan kembali usus sehingga buang air besar
kembali lewat anus. Proses penyambungan usus ini sama seperti penyambungan usus
yang lainnya yaitu bisa dengan jahitan tangan atau dengan bantuan alat stapler.
Setelah operasi pasien perlu dirawat inap antara 5 – 7 hari sampai menunggu proses
penyembuhan sambungan usus.  Setelah operasi biasanya pasien akan mengalami
diare. Namun diare yang terjadi akan membaik dengan sendirinya seiring berjalannya
waktu (ekopriatno, 2020).
B. Riview Anatomi Fisiologis

Meskipun kolostomi menciptakan sebuah perubahan penting bagi seorang pasien,


proses kimiawi tubuh dan fungsi pencernaan tidak secara signifikan berubah
karenanya.

Gambar 1. Sistem pencernaan

Usus kecil yang memiliki panjang sekitar 20 kaki, terdiri diantaranya yaitu:

1) duodenum (bagian pertama) sepanjang 10-12 inci yang dimulai dari saluran
keluar lambung
2) jejunum (bagian kedua) dengan panjang sekitar 8-9 kaki
3) ileum (bagian ketiga) sepanjang sekitar 12 kaki, terhubung ke usus besar di
sekum.
Nutrisi makanan dicerna dan diserap di dalam usus kecil saat makanan
dipindahkan melalui peristaltic dari usus.

Usus besar yang memiliki panjang sekitar 5-7 kaki, yang terdiri atas:

1) cecum: berisi katup ileocecal, yang mencegah refluks ke dalam ileum; isinya
adalah cairan yang sangat asam
2) ascending colon: isinya adalah cairan asam
3) transverse colon: isinya kurang cairan asam
4) descending/sigmoid colon: isinya menjadi lebih terbentuk
5) rectum: kotoran/feses berbentuk

Fungsi utama dari usus besar adalah penyerapan air dan elektrolit, pengangkutan tinja
oleh peristaltic, dan penyimpanan limbah pencernaan hinga dikeluarkan dari tubuh.
Karena nutrisi diserap di usus kecil, kolostomi tidak memengaruhi dalam kemampuan
tubuh untuk pemeliharaan. Ketika kolostomi mengganggu jalannya feses,
penyimpanan menjadi lebih sulit. Semakin tinggi di usus besar kolostomi dibuat,
semakin sedikit waktu usus harus menyerap air dan semakin banyak cairan (atau
lunak) tinja. Oleh karena itu, kolostomi pada usus besar melintang akan
mengeluarkan tinja yang lebih lembut dan lebih tebal dan akan membutuhkan
penggunaan kantong kolostomi (colostomy bag) untuk mengumpulkannya.
Kolostomi jauh di usus besar, dekat rectum, akan mengeluarkan tinja yang telah
berada di usus lebih lama dan menghalangi efek penyakit, obat-obatan atau bentuk
pengobatan lainnya, dapat menghasilkan tinja yang lebih terbentuk. Beberapa
kolostomate menemukan bahwa mereka dapat melewati tinja ini pada waktu yang
ditentukan dengan atau tanpa bantuan irigasi (enema melalui stoma).

C. Epidemiologi

Dari beberapa penyebab kolostomi, penyebab tersering menurut Indonesian


Ostomy Association/ NOA(2010),adalah kanker kolorektal. Kanker kolorektal
merupakan penyakit keganasan yang menyerang usus besar (Manggarsari, 2013).
Kanker kolorektal merupakan penyakit ketiga terbanyak di dunia dengan jumlah
penderita baru pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 132.700 orang (Siegelet al.
2015). Sementara di Amerika kanker kolorektal diperkirakan setiap tahunnya ada
150.000 kasus. MenurutWorld Health Organization/ WHO (2008), menyatakan
bahwa kanker kolorektal merupakan penyebabtersering ketiga kanker yang terjadi
padapria dan penyebab tersering kedua kankeryang terjadi pada wanita di seluruh
duniapada tahun 2008. Meningkatnya jumlah penderita kanker kolorektal juga akan
meningkatkan jumlah penderita kolostomi (Ginting, 2019).
Tindakan stoma menjadi bagian tindakan rutin pada kasus seperti trauma,
divertikulitis akut, kanker kolon dengan perforasi dan perdarahan saluran cerna
bagian bawah, sedangkan pada kasus elektif, 67 % kasus yang memerlukan tindakan
stoma adalah keganasan. Beberapa studi telah dilakukan untuk mengetahui terjadinya
komplikasi pada pasca tindakan tersebut. Di Eropa, angka kejadian komplikasi awitan
dini pada kolostomi mencapai 68%, yaitu iskemik stoma, nekrosis, retraksi, infeksi
parastoma dan iritasi kulit. Sedangkan angka kejadian komplikasi kolostomi awitan
lambat mencapai 58%, yaitu hernia parastoma, prolaps, stenosis dan gangguan iritasi
kulit (Hendy & Putranto, 2019).

D. Etiologi

Kolostomi mungkin diperlukan untuk mengobati beberapa penyakit dan kondisi yang
berbeda, hal ini termasuk:

1) Cacat lahir, seperti lubang anus yang tersumbat atau hilang, disebut anus
imperforate
2) Infeksi serius, seperti diverticulitis, radang kantung kecil di usus besar
3) Penyakit radang usus
4) Cedera pada usus besar atau dubur
5) Penyumbatan usus atau usus sebagian atau seluruhnya
6) Kanker dubur atau usus besar
7) Luka atau fistula di perineum. Fistula adalah hubungan abnormal antara
bagian-bagian internal tubuh, atau antara organ internal dan kulit. Perineum
pada seorang wanita adalah area antara anus dan vulvanya, sementara pada
laki-laki berada di antara anus dan skrotumnya.

Kolostomi yang bersifat jangka pendek atau sementara digunakan pada salah satu
contohnya pada beberapa infeksi atau cedera yang mengharuskan usus untk
beristirahat sementara, lalu memasangnya kembali. Kolostomi permanen mungkin
diperlukan untuk masalah yang lebih serius atau tidak dapat disembuhkan, seperti
kanker yang membutuhkan pengangkatan rectum, atau kegagalan otot-otot yang
mengendalikan eliminasi.

E. Manifestasi Klinis

F. Patofisiologi & Clinical Pathway

Seseorang yang mengalami kelainan pada organ pencernaan usus seperti obstruksi
usus, kanker kolon, colitis ulcerative, penyakit divertikuler akan dilakukan sebuah
tindakan pembedahan yaitu colostomy yang merupakan lubang yang dibuat dari
segmen kolon (ascendance, transversum, dan sigmoid). Lubang ini ada yang bersifat
sementara dan permanen atau tetap. Semua operasi dilakukan melaui laparotomi
melalui sayatan digaris tengah dan dibawah pengaruh bius total. Persiapan usus
mekanik tidak digunakan, semua pasien diminta untuk melakukan diet cairan oral
sela lima hari sebelum operasi penutupan. Pemeriksaan putung rektal dinilai dengan
enema dan sisa kolon di skrining dengan kolonoskopi. Waktu pemulihan operasi
penutupan kolostomi umumya lebih cepat ketimbang pasca kolostomi itu sendiri.
Sebagian besar dapat pulang dari rumah sakit 3-10 hari setelah dilakukan tindakan
bedah. Meski demikian, fungsi usus membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih, jadi
pasien dapat mengalami konstipasi atau sebaliknya diare selama ini.
obstruksi usus, kanker kolon, colitis ulcerative, penyakit divertikuler

Kolostomi Sementara Kolostomi Permanen

Postero Saginata Anoplasty (PSA)

Tutup Colostomy

Post Operasi

Pemulihan fungsi Ketidaknyamanan pasca Nyeri Akut


usus operasi

Luka jahitan Kelemahan


Relaksasi otot-otot
saluran pencernaan

Tirah Baring
Risiko
infeksi
Defisit Nutrisi Penurunan
peristaltik Intoleransi
usus Aktivitas

Konstipasi
G. Komplikasi

Komplikasi setelah pengembalian stoma :

1. Ileus - tempat usus berhenti bekerja sementara


2. Kebocoran anastomotik - sendi baru di usus bisa terlepas dan bocor ke rongga
perut
3. Obstruksi / adhesi usus - akibat pembentukan jaringan parut di usus
4. Risiko hernia
5. Infeksi dada
6. ISK
7. Gumpalan darah
8. Risiko Infeksi
9. Perdarahan - Kebocoran anastomosis atau stenosis

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Sigmoidoskopi fleksibel
untuk melihat seberapa baik usus sembuh
2. Enema
untuk memeriksa bahwa tidak ada kebocoran setelah usus digabung
3. CT scan
untuk memastikan bahwa tidak ada penyakit aktif yang dapat membahayakan
proses pemulihan
4. Loopagrafi
untuk evaluasi bagian proksimal dan distal dari stomp
I. Penatalaksanaan medis
Sebelum dilakukan operasi penderita harus disiapkan dulu untuk menjalani
operasi penutupan stoma, yaitu dengan mengatur diet yang rendah residu dan
antibiotik oral dan usus harus dibuat sekosong atau sebersih mungkin sebelum
operasi. Selama 24 jam sebelum operasi harus dilakukan irigasi pada kedua arah
stoma. Penderita dalam posisi terlentang Dapat dilakukan spinal atau general
anesthesia Penutupan dimulai dengan membuat incisi circumferential disekeliling
stoma, termasuk sebagian kecil dari kulit. Incisi circumferential diperdalam
hingga menembus peritoneum dan colon/intestine dan omentum disekitarnya
dapat dipisahkan dari dinding abdomen. Kemudian stoma ditarik keluar melalui
incisi tadi dan bagian serosanya harus tampak jelas seluruhnya. Hal ini
memerlukan reseksi omentum dan jaringan ikat serta lemak disekeliling serosa
tadi. Setelah hal ini dapat dilakukan maka penutupan stoma dapat segera
dilakukan. Penutupan stoma yang sudah disiapkan tadi dapat dilakukan dengan :
linier stapling device 1. Hand suture closure 2.end to end anastomosis
J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan yang membuat pasien datang ke rumah sakit. Pada kasus-kasus post
op penutupan stoma biasanya keluhan utama yang dirasakan nyeri post
operasi tutup stoma.
c. Alergi
Lakukan pengkajian adanya riwayat alergi terutama terhadap obat-obatan atau
makanan. Kemudian tanyakan pula reaksi yang ditimbulkan apabila terjadi
alergi, dan tindakan apa yang dilakukan pasien saat terjadi alergi.
d. Kebiasaan
Tanyakan kebiasaan pasien sehari-hari, serta tanyakan berapa lama kebiasaan
tersebut dilakukan.
1) Merokok (berapa batang /bungkus sehari)
2) Minum alkohol
3) Minum kopi
4) Minum obat-obatan
e. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan, meliputi kebiasaan hidup klien
seperti penggunaan obat obatan antibiotik yang mengganggu metabolism
kalsium, mengkonsumsi alcohol yang bisa mengganggu keseimbangan dan
kebiasaan klien melakukan olahraga.
f. Pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri, biomedical sign, clinical sign,
diet purin. Kalsium oksalat atau fosfat, ketidakcukupan pemasukan
cairan,penurunan bising usus.
g. pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi, bau,
karakter), biasanya Warna urin pada klien berwarna hematuria
h. pola aktivitas & latihan: Kaji adanya riwayat keterbatasan aktivitas, atau
sehubungan dengan kondisi yang sebelumnya.
i. Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun tidur. Klien
akan mengalami nyeri, keterbatasan gerak sehingga menggangu waktu tidur
dan istirahat klien.
j. Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi dan keadaan
indera.
k. Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri, dan
peran diri. Dampak yang timbul pada klien yang mengalami ketakutan
prosedur pembedahan , rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal dan pandangan akan dirinya yang salah.
l. Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi reproduksi, adanya
perubahan karena kondisi yang saat ini dialami.
m. Pola peran & hubungan, klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
masyarakat
n. Pola manajemen & koping stress. Mekanisme koping yang dialami klien dapat
menjadi tidak efektif akibat ketakutan klien akan sakit yang dialami yang
dapat timbul pada dirinya.
o. Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat. Klien tidak
dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama terhadap
frekuensi dan konsentrasi dalam beribadah akibat nyeri dan keterbatasan
gerak.
2. Pemeriksaan fisik

1). Mata : Kunjungtiva anemis.


2). Mulut : Mukosa mulut kering dan pucat, lidah pecahpecah dan berbau
3). Leher : Distensi vena jugularis (JVP).
4). Abdomen : terdapat bekas luka jahitan post op, penurunan bissing usus dan
kembung.
5). Kulit : Tugor kulit jelek, kering, (dehidrasi dan malnutrisi), area jahitan
kemerahan, atau bengkak
K. Diagnosa yang sering muncul
1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik
2. Defisit Nutrisi b.d Relaksasi otot-otot saluran pencernaan
3. Risiko Infeksi b.d bekas luka jahitan
4. Konstipasi b.d Penurunan motilitas gastrointestinal
5. Intoleransi Aktivitas b.d Penurunan energy
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

No Diagnosis SLKI SIKI


. Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
selama 1x15 menit diharapkan tingkat nyeri - Observasi
menurun dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Skor Skor nyeri
Indikator saat ini yang 2. Identifikasi skala nyeri
ingin 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
dicapai 4. Identifikasi faktor yang
Respon nyeri 3 5 memperberat dan memperingan
Meringis 3 5 nyeri
Gelisah 3 5 - Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis
Keterangan skor: untuk mengurangi rasa nyeri
1. Menurun 2. Kontrol lingkungan yang
2. Cukup menurun memperberat rasa nyeri
3. Sedang 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Cukup meningkat - Edukasi
5. Meningkat 1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi
selama 2x24 jam diharapkan status nutrisi - Observasi
membaik dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi
Skor Skor makanan
Indikator saat ini yang 3. Identifikasi makanan yang disukai
ingin 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
dicapai jenis nutrient
Porsi makanan yang 3 5 5. Monitor asupan makanan
dihabiskan 6. Monitor berat badan
Kekuatan otot 3 5 7. Monitor hasil pemeriksaan
pengunyah laboratorium
Kekuatan otot 3 5 - Terapeutik
menelan 1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
Keterangan skor: 2. Sajikan makanan secara menarik dan
1. Menurun suhu yang sesuai
2. Cukup menurun 3. Berikan makanan tinggi serat untuk
3. Sedang mencegah konstipasi
4. Cukup meningkat 4. Berikan makanan tinggi kalori dan
5. Meningkat tinggi protein
- Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan, jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
3. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi
selama 2x24 jam diharapkan tingkat infeksi - Observasi
menurun dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
Skor Skor local dan sistemik
Indikator saat ini yang - Terapeutik
ingin 1. Batasi jumlah pengunjung
dicapai 2. Berikan perawatan kulit pada area
Demam 3 5 edema
Kemerahan 3 5 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
Nyeri 3 5 kontak dengan pasien dan
Bengkak 3 5 lingkungan pasien
Keterangan skor: 4. Pertahankan teknik aseptic pada
1. Meningkat pasien berisiko tinggi
2. Cukup meningkat - Edukasi
3. Sedang 1. Jelaskan tanda dan gelaja infeksi
4. Cukup menurun 2. Ajarkan cara mencuci tangan
5. Menurun dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
- Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Ekoprianto. 2020. Operasi Penutupan Stoma ( Ileostomi/ Kolostomi ). Health info


Hendy., A & Putranto. S.A. 2019. Evaluasi Angka Kejadian Komplikasi Pasca
Kolostomi Serta Faktor-Faktor Yang Berhubungan Di RSUPN Cipto
Mangunkusumo Tahun 2012-2014. J Bedah Indonesia, Vol. 47, No. 1

Ginting. S. 2019. Pengaruh Edukasi Terhadap Kemampuan Keluarga Dalam


Perawatan Stoma Pada Pasien Yang Mengalami Kolostomi Di Rsup. H. Adam
Malik Medan Tahun 2019. Jurusan Keperawatan Poltekes Kemenkes Medan

Lubis. H.M. 2018. Pengalaman Hidup Pada Pasien Dengan End Colostomy di Kota
Medan. Tropical Medicine : Medan

Salmawati. S., Yusuf. S & Tahir. T. 2019. Studi Literatur Manfaat Edukasi Berbasis
Video Dalam Peningkatan Pengetahuan Perawatan Stoma. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia


Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta:Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi
dan Keriteria Hasil Keperawatan (1 st ed). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta:


Dewan Pengurus PPNI

Anda mungkin juga menyukai