Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
I. KONSEP DASAR
A. Definisi
B. Klasifikasi Apendiktomi
Pembedahan untuk mengangkat apendiks dapat dilakukan dengan apendiktomi
terbuka dan apendiktomi laparoskopi (Riyadi, 2010).
1. Apendiktomi Terbuka
Bila apendiktomi terbuka, incise McBurney paling banyak dipilih oleh ahli
bedah. Mc Burney/Wechselschnitt/muscle splitting adalah sayatan berubah-ubah
sesuai serabut otot. Teknik Apendiktomi McBurney:
a. Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum ataupun regional.
Kemudian dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut
kanan bawah
b. Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan otot-
otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya, berturut-
turut m. oblikus abdominis eksternus, m. abdominis internus, m. transverses
abdominis, sampai akhirnya tampak peritoneum
c. Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi
d. Sekum beserta apendiks diluksasi keluar
e. Mesoapendiks dibebaskan dann dipotong dari apendiks secara biasa, dari
puncak ke arah basis
f. Semua perdarahan dirawat.
g. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis
apendiks kemudian dijahit dengan catgut
h. Dilakukan pemotongan apendiks apical dari jahitan tersebut
i. Puntung apendiks diolesi betadine
1
j. Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul
tersebut. Mesoapendiks diikat dengan sutra
k. Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat
didalamnya, semua perdarahan dirawat.
l. Sekum dikembalikan ke abdomen.
m. Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan
untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan
chromic catgut dan otot-otot dikembalikan.
2. Apendiktomi Laparoskopi
Pengangkatan usus buntu ini dilakukan untuk usus buntu akut.
Apendiktomi laparoskopi merupakan alternatif yang baik untuk pasien dengan
usus buntu akut, khususnya wanita muda pada usia subur, karena prosedur
laparoskopi memiliki keunggulan diagnosa untuk diagnosa yang belum pasti.
Keunggulan lainnya termasuk hasil kosmetik lebih baik, nyeri berkurang dan
pemulihan lebih cepat (Wijayanti, 2016).
Pada apendiktomi laparoskopi, 3 bukaan kecil dilakukan untuk
memasukkan kamera miniature dan peralatan bedah dibuat melintang bagian
bawah perut untuk mengangkat usus buntu. Ini dibandingkan dengan 4 hingga 6
cm sayatan yang dibutuhkan untuk apendiktomi terbuka.
C. Indikasi Apendiktomi
2
1. Apendiktomi terbuka
a. Apendisitis akut
b. Periapendikuler infiltrat
c. Apendisitis perforate
2. Apendiktomi Laparoskopi
a. Apendisitis akut
b. Appendisitis kronik
(Devi, 2016)
b. Operasi
1) Apendiktomi dengan cara pendiks dibuang, jika apendiks mengalami
perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan
antibiotika
2) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi
elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3) Dilakukan desinfeksi didaerah yang akan dilakukan incisi
4) Desinfeksi yang pertama menggunakan kassa alcohol 70% dengan cara
mengoleskan dari titik dalam ke luar atau secara seculer dan dilakukan
berulang- ulang
5) Kemudian desinfeksi menggunakan betadin 10% dengan cara seperti
pada huruf b
6) Dilakukan drapping pada daerah pubis sampai menutupi daerah
ekstermitas bawah
7) Drapping kedua dari abdomen atas sampai menutup bagian ekstermitas
atas
4
8) Drapping ketiga pada daerah abdomen bagian samping kanan, dan
bagian sudut dipasang duk klem
9) Drapping keempat pada daerah abdomen bagian samping kiri dan bagian
sudutnya dipasang duk klem
10) Drapping terakhir yaitu menggunakan duk lubang besar yang menutupi
seluruh tubuh pasien kecuali bagian yang akan dioperasi
11) Sebelum melakukan operasi operator memimpin berdoa
12) Operasi dimulai dengan incisi melalui titik Mc. Burney searah garis layer
4-5 cm
13) Mengatasi pendarahan dengan cara diklem menggunakan pean dan
dicauter
14) Incisi diperdalam lapis demi lapis sampai fasia
15) Setelah sampai fasia incisi diperdalam sampai otot dan peritonium
16) Sampai peritonium lalu dibuka dengan menggunakan gunting jaringan,
dan ambil steel depper cari appendik
17) Bila operasi apendikdi retro cecal, terlebih dahulu dibebaskan
menggunakan klem dan digunting selanjutnya dijahit ikat dengan silk 2/0
18) Setelah apendik terbebas dilakukan tindakan apendiktomi
19) Dilakukan kontrol pendarahan dengan steel depper. Steel depper yang
dipakai dalam abdomen yang berhubungan dengan usus dipakai kassa
yang dibasahi NaCl
20) Sebelumnya keempat sisi peritonium dipegang dengan koher, dilanjutkan
control pendarahan setelah dinyatakan pendarahan tidak ada peritonium
dijahit dengan chromic O, dilanjutkan otot dan fasia
21) Sebelum menjahit sub kutis dilakukan desinfeksi dengan kassa betadin
22) Menjahit sub kutis menggunakan plain no 0
23) Jahitan kulit terakhir menggunakan benang dermalon/sik no 3/0
24) Luka incisi dan sekitarnya dibersihkan dengan kassa NaCl dengan luka
diberi betadin lalu dikeringkan dengan kassa
25) Luka incisi diberi sufratulle, ditutup dengan kassa kering lalu diplester
dengan menggunakan hipavix, operasi selesai, pasien dirapikan kembali
26) Selama operasi catat jumlah urine, oksigenasi dan jumlah perdarahan.
c. Komplikasi Intraoperasi
5
Komplikasi selama operasi bisa muncul sewaktu-waktu selama
tindakan pembedahan. Komplikasi yang paling sering muncul berdasar
(Majid,2011) adalah:
1) Hipotensi
Hipotensi yang terjadi selama pendarahan biasanya dilakukan dengan
pemberian obat- obatan tertentu (hipotensi di induksi). Hipotensi
diinginkan untuk menurunkan tekanan darah pasien dengan tujuan
menurunkan jumlah pendarahan pada bagian yang dioperasi.
Kewaspadaan perawat untuk memantau kondisi fisiologis pasien,
terudama fungsi kardiovaskuler agar hipotensi yang tidak diinginkan
tidak muncul atau jka hipotensi yang bersifat malhipotensi bisa segera
ditangani.
2) Hipotermi
Hipotermi adalah kondisi tubuh dibawah 36,6 C (normal: 36,6-37,5 C).
Hipotermi yang tidak diinginkan mungkin saja terjadi akibat suhu rendah
diruang operasi (25-26 C, infus denga cairan yang dingin, inhalasi gass-
gas dingin, kavitas atau luka terbuka pada tubuh, aktivitas otot menurun,
usia lanjut, atau obat- obatan yang digunakan. Untuk menghindari
hipotermi tidak dinginkan adalah dengan mengatur suhu ruangan operasi
25-26 C, cairan intervena dan irigrasi dibuat pada suhu 37 C, gaun dan
selimut operasi pasien yang basah harus segera diganti, penggunaan topi
operasi untuk mencegah hipotermi. Pencegahan ini dilakukan dari
periode intar operasi hingga pasca operasi.
3) Hipertermi malignan
Hipertermi malignan merupakan ganguan otot yang disebabkan agen
anastestik. Ketika diinduksi agen anastetik kalsium didalam
sarkoplasma akan dilepas ke membran luar yang menyebabkan
terjadinya kontraksi. Secara normal, tubuh akan melakukan mekanisme
pemompaan untuk mengembalikan kalsium didalam kantong
sarkoplasma. Sehingga otot-otot akan kembali relaksasi. Namun pada
pasien hipertermi malignan, mekanisme ini tidak terjadi sehingga otot
terus berkontraksi dan tubuh mengalami hipermetabolisme. Akibatnya
akan terjadi kerusakan pada sistem saraf pusat . Untuk menghindari
6
maka diberikan oksigen 100%, natrium dantrolen, natrium bikarbonat,
dan agen relaksan otot dan lakukan monitoring tanda- tanda vital, EKG,
elektrolit, analisa gas darah.
d. Paska operasi
1) Observasi TTV
2) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah
3) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
4) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan
5) Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
6) Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30
ml/jam.Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
7) Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2×30 menit
8) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar
9) Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
10) Evaluasi data fokus:
a) Dilakukan pembedahan incisi 4-5 cm diabdomen sebelah kanan
bawah
b) Dipasang selang drainase diabdomen sebelah kanan bawah
(Devi, 2016)
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
a. Sirkulasi: takikardia.
b. Respirasi: takipnea, pernapasan dangkal.
c. Aktivitas/istirahat: malaise.
d. Eliminasi: konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
e. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak
ada bising usus.
f. Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah
karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
g. Demam lebih dari 38 C.
h. Data psikologis klien nampak gelisah.
i. Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
j. Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa
nyeri pada daerah prolitotomi.
k. Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
3. Pemeriksaan Penunjang
12
a. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat “ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan cairan
udara di sekum atau ileum).
b. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat.
c. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
d. Peningkatan leukosit, neutrofilia, tanpa eosinofil.
e. Pada enema barium apendiks tidak terisi.
f. Ultrasound: fekalit nonkalsifikasi, apendiks nonperforasi, abses apendiks.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre-operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (apendisitis akut)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual dan muntah.
c. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan
2. Intra-operasi
a. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasive
b. Resiko defisit volume cairan dengan faktor resiko perdarahan
c. Resiko cedera dengan faktor resiko lingkungan ruang bedah
3. Post-operasi
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan / insisi
pembedahan.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual dan muntah.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri paska operasi
e. Resiko infeksi dengan faktor resiko post de entry
f. Resiko kekurangan volume cairan tubuh dengan faktor resiko asupan cairan
yang tidak adekuat
13
1. Pre-operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (apendisitis akut)
1) Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,
keparahan, faktor presipitasinya.
R: mengetahui skala nyeri pasien
2) Observasi ketidaknyamanan non verbal.
R: memvalidasi data yang didapatkan secara objektif
3) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
R: memberikan rasa nyaman pada pasien
4) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan.
R: lingkungan yang kotor, banyak orang yang datang dapat
memperburuk keadaan nyeri pasien.
5) Anjurkan pasien untuk istirahat.
R: merelaksasikan otot-otot tubuh pasien yang tegang dan kaku akibat
nyeri.
6) Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada pasien.
R: membuat pasien merasa diperhatikan
7) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesik.
R: memblok saraf yang mengaktifkan neurotransmitter pengantar nyeri.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual dan muntah.
1) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
R: mengetahui sejauh mana pasien mempertahankan status nutrisinya
2) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
R: mengetahui status nutrisi pasien
3) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
R: memberikan pengetahuan pada pasien
4) Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
R: faktor mual dan muntah yang diketahui oleh pasien dapat mencegah
terjadinya anoreksia
14
5) Pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
R: mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan pasien
c. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembedahan
1) Kaji ansietas klien
R: mengetahui tingkat kecemasan yang dirasakan pasien
2) Ajarkan tehnik relaksasi
R: membantu mengurangi stress pada pernapasan
3) Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan
R: mengurangi rasa cemas pasien
4) Kolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainnya dalam pemberian
obat anti depresan jika diperlukan
R: mengurangi kecemasan yang berlebihan
2. Intra-operasi
a. Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif
1) Gunakan pakaian khusus ruang operasi
R: mempertahankan teknik steril
2) Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R: mencegah terjadinya infeksi silang
3) Pertahankan prinsip aseptik dan antiseptik
R: mencegah infeksi
4) Monitor TTV
R: mengetahui ketidaknormalan pada tubuh pasien
5) Buang sisa/bekas kassa yang terkontaminasi pada tempat tertentu
didalam ruang operasi
R: mencegah terjadinya penyebaran infeksi
b. Resiko defisit volume cairan dengan faktor resiko perdarahan
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
R: mengetahui balance cairan tubuh pasien
2) Monitor status hidarasi (kelembaban membran mukosa nadi adekuat
tekanan darah ortostatik)
R: mengetahui tanda-tanda dehidrasi
3) Monitor TTV
R: mengetahui TTV pasien normal atau tidak
15
4) Berikan cairan IV sesuai suhu ruangan
R: menjaga termoregulasi tubuh pasien
5) Atur kemungkinan tranfusi
R: mencegah terjadinya kehilangan darah berlebih akibat perdarahan
6) Inspeksi kondisi luka
R: mengetahui kondisi luka parah atau tidak
c. Resiko cedera dengan faktor resiko lingkungan ruang bedah
1) Lepaskan perhiasan pada praoperasi
R: mencegah terjadinya perlukan pada pasien
2) Periksa identitas klien, pastikan secara verbal nama, dan nama dokter.
R: mencegah terjadinya kesalahan selama prosedur operasi
3) Hitung jumlah instrumen yang digunakan
R: mencegah terjadinya kesalahan pada saat penutupan luka operasi
pasien
4) Amankan pasien dimeja operasi dengan sabuk pengaman pada paha
sesuai indikasi
R: mencegah pasien jatuh dan mengalami cedera
5) Pantau keadaan fisiologis pasien selama pembedahan
R: mencegah terjadinya kelainan selama dan sesudah tindakan operasi
3. Post-operasi
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan/insisi
pembedahan.
1) Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi lokasi,
keparahan, faktor presipitasinya.
R: mengetahui skala nyeri pasien
2) Observasi ketidaknyamanan non verbal.
R: memvalidasi data yang didapatkan secara objektif
3) Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien
untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase,
perubahan posisi, berikan perawatan yang tidak terburu-buru.
R: memberikan rasa nyaman pada pasien
4) Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidaknyamanan.
R: lingkungan yang kotor, banyak orang yang datang dapat
memperburuk keadaan nyeri pasien.
16
5) Anjurkan pasien untuk istirahat.
R: merelaksasikan otot-otot tubuh pasien yang tegang dan kaku akibat
nyeri.
6) Libatkan keluarga dalam pengendalian nyeri pada pasien.
R: membuat pasien merasa diperhatikan
7) Kolaborasi medis dalam pemberian analgesik.
R: memblok saraf yang mengaktifkan neurotransmitter pengantar nyeri.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi pembedahan
1) Kaji integritas kulit klien
R: mengetahui integritas kulit pasien normal atau tidak
2) Lakukan perawatan luka dengan adekuat
R: mencegah terjadinya kerusakan kulit yang meluas
3) Beri informasi dan ajarkan klien dan keluarga klien mengenai hal-hal
yang dapat mempercepat penyembuhan luka.
R: memandirikan keluarga dan pasien
4) Kolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainnya (dermatologi) guna
meningkatkan integritas kulit.
R: memperbaiki keadaan kulit yang rusak
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual dan muntah.
1) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
R: mengetahui sejauh mana pasien mempertahankan status nutrisinya
2) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
R: mengetahui status nutrisi pasien
3) Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
R: memberikan pengetahuan pada pasien
4) Minimalkan faktor yang dapat menimbulkan mual dan muntah.
R: faktor mual dan muntah yang diketahui oleh pasien dapat mencegah
terjadinya anoreksia
5) Pertahankan higiene mulut sebelum dan sesudah makan.
R: mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan pasien
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri paska operasi
1) Kaji tingkat mobilisasi klien
17
R: mengetahui sejauh mana kemampuan pasien mobilisasi
2) Ajarkan rom aktif dan pasif
R: mencegah kekuan otot pasien
3) Dorong klien dan keluarga dalam meningkatkan pergerakkan klien.
R: memandirikan keluarga pasien
e. Resiko infeksi dengan faktor resiko post de entry
1) Kaji tanda-tanda inflamasi pada luka operasi
R: mengetahui apakah luka telah mengalami infeksi atau tidak
2) Lakukan perawatan luka dengan tehnik steril
R: mencegah terjadinya infeksi
3) Beri tahu klien dan keluarga cara menjaga luka pasca operasi untuk
menghindari resiko infeksi
R: memberi pengetahuan pada keluarga pasien
4) Kolaborasi dengan dokter dan tim kesehatan lainnya dalam pemberian
antibiotik.
R: mencegah terjadinya infeksi
f. Resiko kekurangan volume cairan tubuh dengan faktor resiko asupan cairan
yang tidak adekuat
1) Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.
R: mengetahui balance cairan tubuh pasien
2) Monitor vital sign dan status hidrasi.
R: mengetahui hidrasi dan TTV pasien dalam rentang normal atau tidak
3) Monitor status nutrisi
R: mengetahui asupan nutrisi adekuat atau tidak
4) Awasi nilai laboratorium, seperti Hb/Ht, Na+ albumin dan waktu
pembekuan.
R: mengetahui normal atau tidaknya
5) Kolaborasikan pemberian cairan intravena sesuai terapi.
R: mengganti cairan tubuh yang hilang
6) Atur kemungkinan transfusi darah.
III. DAFTAR PUSTAKA
Devi, Shintarini Aisah. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Post Operasi
Apemdiktomi. Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta: Naskah
Dipublikasikan
18
Majid, Syamsul. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Ny. I Dengan Operasi
Apendiktomi Di RSUD dr. Soebandi Jember. Universitas Muhammadiyah
Jember: Naskah Dipublikasikan
NANDA. (2013). Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Riyadi, Ahmad. (2010). Laporan Pendahuluan Pasien Dengan Pembedahan
Apendiktomi. Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta: Naskah
Dipublikasikan
Tulandi. (2011). Laporan Perioperatif Tindakan Apendiktomi. Universitas
Muhammadiyah Malang: Naskah Dipublikasikan
Wijayanti, Wenni Wira. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Intra
Operasi Apemdiktomi. Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta:
Naskah Dipublikasikan
19