Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ORIF ( OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)

Disusun untuk Melengkapi Tugas Profesi Ners Departemen Surgical

Disusun Oleh :

Komang Ayu Eka Wijayanti


180070300111020

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
ORIF ( OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)

A. Pengertian
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk
pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang
mengalami fraktur.
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan
suatu tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah / fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak
asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat, sekrup,
paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) Merupakan tindakan
pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian
melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada
tulang yang patah

B. Tujuan tindakan operasi


Tujuan dari operasi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen
tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal
fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan untuk
fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers.
 Imobilisasi sampai tahap remodeling
 Melihat secara langsung area fraktur
 mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan
tidak mengalami pergeseran.
C. Indikasi
 Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
 Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
 Fraktur Kominutif
 Fraktur Pelvis
 Fraktur terbuka
 Trauma vaskuler
 Fraktur shaft humeri bilateral
 Floating elbow injury
 Fraktur patologis
 Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan
 Trauma multiple
 Fraktur terbuka derajatI II

D. Kontra indikasi
1. Pasien dengan penurunan kesadaran
2. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan
tulang
3. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)

E. Komplikasi
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif kecil
dan fiksasi cenderung aman. Komplikasi akn terjadi bila ada penyakit
penyerta dan gangguan pada proses penyambungan tulang.

F. Pengkajian keperawatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur,
klien biasanya merasa takut akan mengalami kecacatan pada
dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu
juga, dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien,
seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat
mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan
olah raga atau tidak.
2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengknsumsi
nutrisi melebihi kebutuhan sehari harinya, seperti kalsium, zat
besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang.
3. Pola eliminasi. Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan
jumlahnya. Feses dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau.
Pada kedua pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.
4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa
nyeri, geraknya terbatas, sehingga dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Pengkajian juga dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan
tidur, dan penggunaan obat tidur.
5. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien
terutama pekerjaan klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur.
6. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan
peran dalam keluarga dan masyarakat karena klien harus
menjalani rawat inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah
ketakutan akan kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan
gangguan citra diri.
8. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya
berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada
indera yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap, mengalami
keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu juga, perlu
dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama
perkawinan.
10. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan
dirinya. Mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif.
11. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan
ibadah dengan baik, hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan
keterbatasan gerak klien.
a. Pemeriksaan Fisik
1) Gambaran Umum
 Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
 Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor,
coma, yang bergantung pada keadaan klien.
 Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang,
berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut.
 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik
fungsi maupun bentuk.
 Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus
memperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
klien, terutama mengenai status neurovaskuler.

2) Keadaan Lokal.
a) Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara
lain :
 Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi)
 Fistula
 Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau
hiperpigmentasi
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-
hal yang tidak biasa (abnormal)
 Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas)
 Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu
posisi klien diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi
anatomi).
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit.
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi
atau edema terutama di sekitar persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal)
 Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat
pada tulang.
c) Move (pergerakan terutama rentang gerak).
Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas, kemudian
mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan.
Pergerakan yang dilihat adalah pergerakan aktif dan pasif.

G. Persiapan dan prosedur di ruang operasi


 Inform concent
Surat persetujuan kepada pasien dan keluarga mengenai
pemeriksaan sebelum operasi, alasan, tujuan, keuntungan,
kerugian tindakan operasi
 Diit
Pasien dipuasakan selama 8 jam sebelum operasi
 Persiapan kebersihan kulit
Untuk membebaskan daerah operasi dari mikroorganisme,
persiapan yang dilakukan adalah pencukuran rambut pada daerah
perut , daerah sekitar anus dan alat reproduksi.
 Terapi pharmacologic
Narkotik dihindari karena dapat menghilangkan tanda dan gejala,
antibiotik untuk menanggulangi infeksi

 Pengecekan status
Mengecek status pasien sudah tepat dilakukan operasi orif,
dengan menyesuaikan diagnosanya. Apabila sudah tepat
diagnosanya maka segera diantar ke ruang operasi untuk
dilakukan operasi
 Persiapan alat dan ruangan
o Alat tidak steril : Lampu operasi, Cuter unit, Meja operasi,
Suction, Hepafik, Gunting
o Alat Steril : Duk besar 3, Baju operasi 4, Selang suction steril,
Selang cuter Steril,side 2/0, palain 2/0,berbagai macam
ukuran jarum

H. Tehnik pembedahan dan alat

1) Persiapan:
a. Alat-alat disiapkan
b. Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
c. Klien dipasang bedside monitor
d. Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu
mengenakan jas operasi dan sarung tangan.
2) Pelaksanaan operasi
a. Klien diintubasi dengan ET sebelumnya dilakukan general
anestesi
b. Klin diposisikan telentang dengan kepala sedikit ekstensi
c. Dalam stadium anastesi dilakukan disinfektan menggunakan
betadine,kemudian diblilas menggunakan alkohol 70 %
d. Dipasang linen (doek steril), difiksasi dengan doek klem,
selanjutnya ditutup/dipasang doek lubang
besar(mempersempit area yang akan dioperasi).
e. Melakukan insisi dengan pisau bedah ± 10 cm,secara
horizontal dari lapisan kulit,lemak, otot.
f. Melakukan pemegangan tulang menggunakan
reduction,kemudian memposisikannya pada posisi
semula,kemudian memasang plate pada tlang sambil
memegang dengan retractor dan melakukan pengeburan,
memasang plate dan screw sebanyak 7 dengan obeng.
g. Control perdarahan perdarahan disuction atau dep dengan
kassa,dan memakai cuter.
h. Memposisikan tulang dengan keadaan semula,mengukur
panjang plate dan screw
i. Kemudian tulang di bor dan diukur kedalaman bor dengan alat
penduga
j. Memasang plate dan screw pada tulang yang telag dibor
k. Mencuci dengan NaCl, dan memastikan tidak ada lagi
perdarahan.
l. Melakukan hecting dengan polisorb 2-0, pada sevi
menggunakan safil 2-0 dan pada bagian kulit menggunakan
byosin 4-0
m.Menutup luka dengan sufra tulle, kasa dan diplester.
n. Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%, dan
handuk basah.
o. Operasi selesai, mengobservasi A, B, C, ET dilepaskan
p. Klien dipindahkan ke brancard dan pindahkan keruang
recovery.
 boar :1  satu set perlengkapan ET : 1
 redaction : 2 set.
 retractor : 2  gunting jaringan : 2
 lastpat :2  gunting benang : 1
 arteri klem panjang :2  pingset sirurgis : 2
 arteri klem kecil/pendek : 2/2  pingset anatomis : 2
 nakulder : 1  mangkok(kom) :2
 duk klem : 1  quret :1
 kobra :2  jarum traumatik maupun
 kassa kecil : 20 atraumatik : 1
 duk steril :3  couter :1
 plate :1  suction :1
 screw :6  benang : polysorb 2-0, biopsin
 penduga :1 4-0
 penduga : 1

I. Diagnosa preoperatif
Diagnosa :
- Nyeri akut berhubungan denganagen cidera fisik (farktur)
- Cemas berhubungan dengan proses operasi
No Dignosa NOC NIC
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan  Kaji nyeri klien
b.d agen keperawatan selama 3 x 24 (P,Q,R,S,T)
cidera fisik jam, diharapkan nyeri  Ajarkan tehnik
pasien dapat berkurang nonfarmakologi
dengan kriteria hasil : /tehnik
 Skala nyeri relaksasi(tarik
berkurang menjadi 4 nafas dalam)
 Klien mampu  Kolaborasi dengan
mengontrol nyeri dokter pemberian
dengan tehnik analgetik
nonfarmakologi  Tingkatkan
 TTV dalam batas istirahat
2 Cemas normal
berhubunga
n dengan  Kaji faktor
kurangnya Setelah dilakukan tindakan penyebab
informasi keperawatan selama 1 x 30 kecemasan pasien.
(prosedur menit, diharapkan cemas  Berikan dukungan
operasi) pasien dapat teratasi kepada pasien.
dengan kriteria hasil :  Jelaskan prosedur
 Kontak mata baik operasi
 Pasien terlihat  Observasi reaksi
tenang nonverbal pasien.
 Pasien tidak gelisah  Temani pasien dan
 TD normal dengarkan keluhan
 Pasien dapat pasien
mengungkapkan  Tunjukkan sikap
keluhannya empati kepada
pasien
J. Diagnosa inta operasi
Diagnosa :
- Bersihan jalan napas tidak efektif b/d produksi mucus
- Gangguan pertukaran gas b/d efek anastesi ( spasme broncus )
- Resiko infeksi b/d prosedur invasif (pembedahan)
No Diagnosa NOC NIC
Bersihan Setelah dilakukan tindakan  Lakukan suction
jalan napas keperawatan selama 2x24  Berikan terapi O2
tidak efektif jam jalan napas pasien  Atur posisi pasien
b/d efektif,dengan kriteria : ekstensikan
obstruksi  Pasien dapat kepala pasien 30
jalan napas: bernapas dengan derajat dari kaki/
produksi mudah miringkan pasien
mucus  Tidak ada suara  Ajarkan batuk
napas efektif
tambahan/suara
napas bersih
 RR dalam rentang
normal
 Tidak ada secret

Ganguan Setelah dilakukan tindakan  Buka jalan napas


pertukaran keperawatan selama 2x24 dengan manuver
gas b/d efek jam tidak terjadi ganguan chin lift atau jaw
anastesi ( pertukaran gas, dengan trust
spasme kriteria :  Pasang mayo
broncus)  Tidak ada sianosis  Lakukan suction
 Kesadaran pada mayo
composmentis  Posisikan pasien
 Suara napas bersih untuk
 TTV dalam rentang memaksimalkan
normal ventilasi
 Sputum dapat keluar  Monitor RR
dengan mudah (kedalaman,
 Saturasi o2 dalam irama, frekuansi,
rentang normal suara napas)

Resiko Setelah di lakukan tindakan  Monitor TTV


infeksi b/d keperawatan selama 3 x 24  Monitor tanda-tanda
prosedur jam resiko infeksi dapat infeksi.
invasif: teratasi, dengan criteria  pertahankan teknik
pembedaha hasil : aseptic selama
n  TTV dalam rentang proses pembedahan.
normal  Lakukan pencucian
 Tidak ada tanda-tanda tangan sebelum dan
infeksi sedudah bertemu
 Luka bersih pasien.
 Perdarahan < 500 ml  Observasi
pelaksanaan
pembedahan dengan
menggunakan teknik
steril.
 Monitor keadaan luka
 Tutup rapat luka
dengan jahitan yang
rapi.
 Jaga luka agar tidak
terkontaminasi dari
lingkungan
K. Diagnosa post operasi
Diagnosa
- Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
Obstruksi jalan napas : Produksi mucus
- Resiko cidera (Injury) berhubungan dengan Efek anastesi
No Diagnosa NOC NIC
1 Bersihan Setelah dilakukan tindakan  Lakukan suction
jalan keperawatan selama 2x24  Berikan terapi O2
napas jam jalan napas pasien  Atur posisi pasien
tidak efektif,dengan kriteria : ekstensikan
efektif b/d  Pasien dapat kepala pasien 30
obstruksi bernapas dengan derajat dari kaki/
jalan mudah miringkan pasien
napas:  Tidak ada suara  Ajarkan batuk
produksi napas efektif
mucus tambahan/suara
napas bersih
 RR dalam rentang
normal
 Tidak ada secret

2 Resiko Setelah dilakukan tindakan  Sediakan lingkungan


cidera keperawatan selama 3 x 24 yang aman bagi
berhubung jm resiko cidera dapat pasien
an dengan teratasi dengan kriteria  Temani pasien agar
Factor hasil : tidak jatuh
kimia  Pasang side rail
(Efek  Tidak ada lagi efek dari tempat tidur
anastesi). obat anastesi  Anjurkan keluarga
 Pasien mengungkapkan untuk menemani
rasa nyaman. pasien nanti saat di
 Kesadaran bangsal
composmentis  Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan.
Daftar pustaka

Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Volume 3. Jakarta : EGC
M.A Henderson. 2000. Ilmu Bedah untuk Perawat. Yogyakarta :
Yayasan Essentia Medica

Mansjoer, A. Dkk . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3.


Jakarta: Media Aesculopius

Lukman, & Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien


dengan Gangguan Sistem Muskuloskletal. Jakarta : Salemba
Medika

North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing


Diagnosis : Definition and Classification 2009-2011. NANDA
International. Philadelphia.
Amin H,2012. Aplikasi asuhan keperawatan nerdasarkan NANDA
NOC NIC. Yogyakarta: Media hardy

Anda mungkin juga menyukai