Infeksi intrauterin (IIU) adalah infeksi yang terjadi di dalam rahim pada
kehamilan.Infeksi bakteri dalam rahim dapat terjadi di antara jaringan maternal dan jaringan
janin (didalam ruang koriodesidual), di dalam membrane janin (korioamnionitis), di plasenta,
didalam cairan amnion (amnionitis), di tali pusat (funisitis), atau di janin itu sendiri.
Infeksiintrauterine di dalam literature terutama dikaitkan dengan infeksi intraamnion
(IIA).Berdasarkan ada atau tidaknya tanda dan gejala klinis dan hasil dari uji diagnostik, IIU
dapatdibagi menjadi subgrup infeksi klinis atau subklinis, dan/atau korioamnionitis
histologik (yang dapat bersifat noninfeksi).
Epidemiologi
Insiden IIU yang dilaporkan umumnya bervariasi namun semuanya menunjukkanadanya
penurunan kejadian seiring tuanya usia kehamilan. Variasi dari insiden diakibatkanoleh
beberapa faktor, diantaranya diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu perbedaan
beberapafaktor risiko populasi dan perbedaan kriteria diagnostik yang dipakai (klinik
versushistologik).
Prevalensi IIU paling tinggi pada kelahiran prematur. Salah satu studi menunjukkaninsiden
IIU pada wanita dengan ketuban pecah dini (KPD) pada usia kehamilan di bawah 27minggu,
28 sampai 36 minggu, dan kehamilan aterm adalah berturut-turut 41%, 15%, dan2%. IIU
dijumpai pada sepertiga kasus kelahiran prematur dengan selaput ketuban utuh dan40%
kasus ketuban pecah dini prematur yang datang dengan kontraksi.
Etiologi
Pada wanita yang menjalani persalinan prematur spontan dengan ketuban yang
utuh, bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi intrauterin adalah Ureaplasma
urealyticum,
Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis,peptostreptokokus, dan spesies bakterioides.
Itusemua adalah organism vagina yang virulensinya relatif rendah. Bakteri yang paling
seringdiasosiasikan dengan korioamnionitis dan infeksi janin setelah ketuban pecah
adalah Neisseria gonorrhea dan Chlamydia trachomatis
sedangkan streptokokus grup B dan Escherechia coli hanya ditemukan kadang-kadang.
Faktor Risiko
Semua faktor yang meningkatkan risiko pajanan berkepanjangan ketuban janindan/atau
rongga uterus terhadap mikroba dari vagina akan meningkatkan risiko IAI. Faktor-faktor ini
meliputi nuliparitas (karena nuliparitas akan meningkatkan lama waktu
persalinan), persalinan prematur, ketuban pecah dini, pemeriksaan vagina dengan jari,
kateter intrauterin,dan infeksi urogenital (terutama infeksi vagina atau serviks, termasuk
infeksi menular seksual(IMS). Terdapat bukti bahwa mekonium di dalam cairan amnion juga
meningkatkan risikoinfeksi ibu dan/atau korioamnionitis, mungkin dengan cara menekan
respon imun ibu ataudengan mengganggu komposisi cairan ketuban dengan cara
menurunkan pertahanannyaterhadap mikroba.
Terdapat faktor risiko tambahan seperti penyakit kronis ibu, status nutrisi ibu, danstres
emosional, semua hal tersebut bisa meningkatkan kerentanan wanita terhadap
infeksidengan cara mempengaruhi fungsi sistem imun. Hubungan pasti antara faktor-faktor
risikotersebut, imunitas ibu, dan IAI, merupakan hal yang kompleks dan masih diteliti.
Ketikamembicarakan faktor risiko, penting untuk diingat bahwa persalinan prematur dan
ketuban pecah dini prematur tidak hanya dapat menjadi faktor risiko, namun juga dapat
menjadi penyebab infeksi intrauterin.
Ketika bakteri-bakteri tersebut berkolonisasi di dalam rongga uterus, bakteri tidak hanya
dapat menginfeksi namun juga dapat melepaskan endotoksin, yang, dalam jumlah yang
cukup, dipercaya menginisiasi respon inflamasi ibu dan janin yang bisa
menghasilkanketuban pecah dini (KPD), persalinan prematur, dan kerusakan neurologik
pada janin. Secarasingkat, respon inflamasi ini dipercaya berlanjut sebagai berikut:
endotoksin bakteri memicu pelepasan sitokin-sitokin pada jaringan ibu dan janin yang
menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin lain, migrasi leukosit, dan pelepasan prostagrandin
dari miometrium dan ketuban.Pelepasan prostaglandin ini, yang dapat menyebabkan
ketuban pecah dan/atau inisiasikontraksi uterus, dipercaya merupakan mekanisme (atau
salah satu mekanisme) IIA yangmerupakan penyebab langsung persalinan premature.
Pada wanita dengan kultur ketuban positif, ditemukan interleukin-6 dalam konsentrasi yang
besar. Penemuan ini bisamenjelaskan mengapa wanita dengan kultur cairan ketuban yang
negative namun memilikikonsentrasi sitokin yang tinggi di dalam cairan ketuban resisten
terhadap obat-obatantokolisis. Rupanya, wanita-wanita ini sering memiliki infeksi pada
korioamnion, lokasidimana kultur tidak mungkin untuk dilakukan sebelum persalinan.
Diagnosis IAI umumnya dibuat berdasarkan gejala klinis, khususnya pada ibu yangdemam
tanpa ada sebab yang jelas. Gejala lainnya termasuk takikardia ibu dan janin, nyeri pada
uterus, cairan amnion yang purulen atau berbau tidak sedap.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber: Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WW. Intrauterine infections and
pretermdelivery. N Engl J Med. 2000; 342:1500-1507