Anda di halaman 1dari 15

Acute Limb Ischemia

A. Definisi
Menurut Inter-Society (2007), Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri Peripheral
(TASC II), Acute Limb Ischemia (ALI) didefinisikan sebagai penurunan perfusi tiba-tiba
anggota tubuh yang menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas
(dimanifestasikan dengan nyeri istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada
pasien yang hadir dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan
manifestasi yang sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia
tungkai kritis.

B. Etiologi dan Klasifikasi


Berikut ini adalah beberapa kemungkinan penyebab dari ALI:
1. Trombosis
Faktor predisposisi terjadi trombosis adalah dehidrasi, hipotensi, malignan,
polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri Iatrogenik,
trombosis pasca pemasangan bypass graft, trauma vaskuler. Gambaran klinis terjadinya
trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya
emboli dan menurunnya (tidak ada) nadi perifer pada tungkai bagian distal.
2. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard infark.
Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup prostetik, vegetasi
katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal emboli (pada kasus DVT) dan
atrial myxoma. Aneurisma aorta merupakan penyebab dari sekitar 10% keseluruhan
kasus yang ada, terjadi pada pembuluh darah yang sehat.

KLASIFIKASI
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North American
Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery menciptakan suatu
klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas yaitu :
Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat diperlukan atau tidak
diperlukan.
Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk melindungi jaringan
dari kerusakan.
Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan ekstremitas tidak
memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb Iskemik dapat dikategorikan sebagai berikut :
 Kelas I : perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada
kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-obatan
pada pemeriksaan doppler signal audible.
 Kelas IIa : perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbulklaudikasio
intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan memaksakan
berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah mulai ada kehilangan
sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiografi segera untuk mengetahui lokasi
oklusi dan penyebab oklusi.
 Kelas IIb : perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan
kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya seperti
revaskularisasi atau embolektomi.
 Kelas III : telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf
yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas, kehilangan sensasi
sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi tindakan yang
dilakukan yaitu amputasi.
Akut Limb Iskemik juga dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi:
1. Onset
a. Acute : kurang dari 14 hari
b. Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
c. Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
Severity
3. Incomplit : tidak dapat ditangani
4. Complit : dapat ditangani
5. Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
 Kategori Klinis Iskemik Tungkai dan Lengan Akut

Temuan Tanda Doppler


KATEGOR DESCKRIPSI/ HILANGNY
I PROGNOSIS KELEMAHAN
A ARTERI VENA
OTOT
SENSORIS
I. Dapat Tidak memberikan Terdenga Terdenga
Tidak ada Tidak ada
bertahan ancaman dengan segera r r
II.
Menganca
m
 Secara Minimal (ibu (Sering)
Dapat tertolong jika Terdenga
perlahan  jari) atau Tidak ada tidak
ditangani segera r
a. tidak ada terdengar
Melebihi ibu
(Biasanya
 Segera  Dapat tertolong dengan jari, nyeri Terdenga
Ringan, berat ) Tidak
b. revskularisasi segera pada saat r
terdengar
istirahat
Hilangnya sejumlah besar
III. Tidak jaringan atau kerusakan
Anastesi Kelumpuhan  Tidak Tidak
dapat saraf yang tidak dapat
yang dalam yang berat (kaku) terdengar terdengar
diperbaiki  dihindari secara
permanen
Modified from Rutherford RB, Baker JD, Ernst C, et al: Recommended standards for reports
dealing with lower extremity ischemia: Revised version. J Vasc Surg 26:517, 1997

C. Faktor Resiko
Rangkuti (2008) dan Al-Thani et al (2009) mengatakan bahwa beberapa faktor resiko
untuk penyakit arteri perofer dapat diklasifikasikan menjadi faktor resiko tradisional dan
faktor resiko non tradisional
1. Faktor resiko tradisional (Tidak dapat diubah)
a. Usia
b. Merokok
c. Diabetes Melitus
d. Hiperlipidemia
e. Hipertensi
2. Faktor resiko non tradisional (Dapat diubah)
a. Ras/etnis
b. Inflamasi
c. Gagal ginjal kronik
d. Genetik
e. Hiperkoagulasi

D. Manifestasi
Tanda dan Gejala dari kasus ALI adalah 6 P, yaitu:
1. Pain (nyeri) 
2. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas), 
3. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
4. Pallor (pucat),
5. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi),
6.Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).

E. Patofisiologi

Pada awalnya tungkai tampak pucat (vena yang kosong), tetapi setelah 6-12 jam
akan terjadi vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler
akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang memunculkan
penampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila tindakan pemulihan aliran
darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur dan akan menampakkan kulit yang
kebiruan yang menunjukkan iskemia irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali
resisten terhadap analgetik. Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan
penampakan sindrom kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan
kritikal (yang kadang kala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis
otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih berpotensi
untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas sangat khas untuk
kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral. Bila oklusi akut terjadi pada
keadaan yang sebelumnya telah mengalami sumbatan kronik, maka tanda yang
dihasilkan biasanya lebih ringan oleh karena telah terbentuk kolateral. Adanya
gejala klaudikasio intermiten pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien
telah mengalami oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik
umumnya beretiologi trombosis.

F. Pemeriksaan diagnostic

1. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala yang muncul pada
ekstremitas yang berhubungan dengan keparahan dari iskemia anggota gerak dan
mengkaji informasi terdahulu, menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran
penyakit yang signifikan secara berbarengan. Pengkajian sebaiknya dilakukan pada
fase pra koroner, pembuluh darah serebral, dan pembuluh darah sambungan
(revaskularisasi). Pengkajian umum yang sebaiknya dilakukan yaitu mengenai
pengkajian riwayat yang jelas mengenai kemungkinan penyebab dari iskemik pada
tungkai, derajat iskemik, termasuk penjadwalan untuk bedah umum ataupun bedah
vascular bila kondisi memungkinkan.
2. Pemeriksaan fisik
Bandingkan dengan ekstremitas kanan dengan kiri (yang terkena efek ALI
dengan yang normal)
 Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan
pada pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala
sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro
embolisme yang mengarah pada disrupsi (penghancuran) plak aterosklerotik
atau emboli kolestrol.
 Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri
femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan
bifurkasio aorta.
 Warna dan temperatur
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan
temperatur. Warna pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun
dengan bertambahnya waktu, sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin
khususnya ekstremitas sebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang
penting.
 Kehilangan fungsi sensoris
Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas
atau parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien
DM dapat mempunyai defisit sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat
membuat kerancuan dalam membuat hasil pemeriksaan.
 Kehilangan fungsi motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-
thtreatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan
pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi oleh otot proximal.

H. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya iskemia akut tungkai adalah:
1. Faktor Risiko Kardiovaskular
 Perlu ditanyakan dan diketahui adanya kelainan-kelainan kardiovaskular. Sekitar
30% pasien dengan iskemia tungkai terbukti pernah mengalami riwayat angina
atau infark miokard.
 Pemeriksaan untuk mengetahui faktor resiko kardiovaskular adalah : riwayat
merokok, riwayat serangan jantung, tekanan darah, EKG, gula darah, kadar lipid
darah.
2. Pemeriksaan Tungkai
 Penampakan keseluruhan tungkai: adanya edema, keadaan rambut tungkai,
adanya kemerahan khususnya yang bersamaan dengan sianosis.
 Tes Buerger (pucat bila diangkat, kemerahan yang abnormal bila tergantung).
 Pemeriksaan pulsasi dengan palpasi (A. femoralis, poplitea, tibiabis anterior dan
posterior, dorsalis pedis), yang amat subjektif. Pemeriksaan pulsasi harus
dikonfirmasi dengan pemeriksaan hand-held Doppler.
3. Exercise challange
· Pemeriksaan exercise challange harus dilakukan terutama pada pasien yang
hanya mengeluhkan adanya klaudikasio intermiten tanpa gejala dan tanda lain. Pasien
diminta untuk berdiri di samping ranjang periksa dan melakukan jinjit berulang-ulang
selama satu menit. Selanjutnya sambil berbaring dilakukan pemeriksaan pulsasi. Bila
ditemukan adanya pulsasi yang menghilang atau tapping, atau bruit; dapat dipastikan
terdapat gangguan aliran darah. Tekanan darah yang berkurang lebih dari 20%
menunjukkan adanya kemungkinan
4. Ankle-Brachial Pressure Index
· Dilakukan pengukuran terhadap tekanan darah brakhialis dan arteri pedis dengan
menggunakan tensimeter dan hand-held Doppler. ABPI diperoleh dengan membagi
tekanan darah brakhialis dengan tekanan darah pedis. Angka ABPI normalnya 1,0-1,2;
angka dibawah 0,9 kecurigaan kelainan arteri, dan angka 0,8 merupakan batas bawah
range normal. ABPI kurang dari 0,3 menunjukkan adanya iskemia kritikal.
5. Waveform assesment
Pemeriksaan dengan menggunakan continuous-wave Doppler merupakan
pemeriksaan yang penting terutama bila dipasangkan dengan pemeriksaan tekanan
darah segmental oleh karena dapat memperkirakan dengan tepat area (segmen) yang
mengalami gangguan.
6. Duplex Imaging
Pemeriksaan color-flow duplex ultrasound memungkinkan visualisasi dan
pemeriksaan hemodinamik dari arteri menggunakan pencitraan grey scale, colour-flow
Doppler, dan pulse Doppler velocity profiles. Pencitraan grey-scale akan
menggambarkan anatomi arteri dan adanya plaque ekhogenik. Color-flow Doppler akan
menampilkan aliran darah yang berwarna dan Doppler velocity profiles akan menghitung
kecepatan aliran dalam bagian penampang arteri yang diperiksa.
7. Angiografi
Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan "gold standar" dalam kelainan
arteri perifer. Pada tahun 1990-an, diperkenalkan pengembangan dari angiografi
konvensional yaitu teknik digital subtraction angiography yang dapat "mengaburkan"
gambaran tulang sehingga citra arteri dan percabangannya menjadi lebih jelas dan
tajam.
Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan memerlukan izin pasien.
Saat ini di Indonesia pemeriksaan invasif ini dapat dikerjakan oleh radiologis,
kardiologis, atau bedah vaskular. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko kepada
pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras.
8. Computed Tomography Angiography
Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan CT-
scan. Penggunaan CT-scan konvensional untuk pencitraan angiografi tidak memuaskan
oleh karena dibutuhkan banyak potongan gambar yang membutuhkan waktu lama
sehingga pencitraan yang dihasilkan berkualitas buruk. Penemuan helical (or spiral) CT-
scan menghasilkan citra 3 dimensi dari pembuluh darah dan dapat memeriksa
keseluruhan panjang pembuluh dalam waktu yang singkat. Citra yang dihasilkan serupa
dengan angiografi biasa hanya dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis
yang lebih baik. Helical CT-scan khususnya berguna dalam pencitraan kelainan
pembuluh darah yang memiliki struktur kompleks seperti dalam kasus-kasus aneurisma
aorta. Helical CT-scan memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi
biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal. Zat kontras pada
CTA diberikan melalui intravena.

9. Magnetic Resonance Angiography


Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA; zat
kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila pasien
tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral atau kelainan
perdarahan. MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup
prostesis metal.

G. Penatalaksanaan medis
a. Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb
Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara
menetap, kecuali bila segera direvaskularisasi
b. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli dilakukan pengobatan dengan
warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkan oleh trombus angiografi
dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat-obatan seperti fibrinolitik.
c. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat kritis,
saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen 100%, pasang
akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1 liter NaCl untuk 8 jam,
kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya sedikit lebih cepat). Ambil
sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit,
GDS (bila disertai dengan DM), enzim jantung, bekuan darah dan proses
pembekuan, dan penanganannya. Bila memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan
profil lipid juga dibutuhkan.
d. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien dalam
kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung. Lakukan
pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan perlu untuk
dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian opium untuk anastesi
jika keluhan nyeri hebat ada.
Terapi :
1.    Preoperative antikoagulan dengan IV heparin
2.    Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support
3.    Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam ekstremitas
4.    Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon catheter,
dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa, dan dicabut sehingga
membawa trombus/embolus bersamanya). Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari
sisi teroklusi, dimana hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat
lain, kebanyakan trombus distal.
5. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan hal yang sangat
penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik yang diberikan segera dengan
heparin melalui intravena. Heparinisasi sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat
melawan perkembangan trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang
bermakna sepanjang prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologic telah di klaim untuk
pemberian larutan hipertonik seperti manitol.
6. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia. Keadaan yang
hiperkalemia seringkali menjadi respon terhadap pemberian terapi glukosa, insulin
dan cairan pengganti ion. Lactic academia dapat diterapi dengan pemberian sodium
bicarbonate secara bijaksana.
7. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk embolektomi atau tindakan
rekonstruksi pembedahan vaskuler yang sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia
akut dari episode emboli atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau
urokinase.
8.   Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalisasikan
penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena resiko
kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi iskemia akut yang lama. Pada
suatu penelitian angka amputasi ditemukan meningkat terhadap interval antara onset dari
akut limb iskemia dan eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12% dalam 13-24 jam, 20 %
setelah >24 jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk mengeliminer segala pemeriksaan
yang tidak esensial terhadap kebutuhan intervensi.
9.   Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi tingkat
morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak menggunakan antikoagulan) dan
merupakan bagian dari keseluruhan strategi terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya
membantu mencegah terbentuknya bekuan darah. Namun,pada kasus embolisme arterial
juga amitigasi melawan embolus lain

H. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan utama
Gejala kaki pada ALI berhubungan secara primer terhadap nyeri atau fungsi. Onset
serangan dan waktu nyeri yang tiba-tiba, lokasi dan intensitasnya, bagaimana
perubahan keparahan sepanjang waktu kesemuanya harus digali. Durasi dan
intensitas nyeri adalah penting dalam membuat keputusan medis. Onset tiba-tiba
dapat memiliki implikasi etiologi (seperti, emboli arteri cenderung muncul lebih
mendadak daripada arterial thrombosis), sedangkan kondisi dan lokasi nyeri dapat
membantu menegakkan diagnosis banding.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Hal ini penting untuk ditanyakan, apakah pasien mempunyai nyeri pada kaki
sebelumnya (seperti, riwayat klaudikasio), apakah telah diintervensi untuk “sirkulasi
yang buruk” pada masa lampau, dan apakah didiagnosis memiliki penyakit jantung
(seperti atrial fibrilasi) maupun aneurisma (seperti kemungkinan sumber emboli).
Pasien juga sebaiknya ditanyakan tentang penyakit serius yang berbarengan atau
factor risiko (hipertensi, diabetes, penggunaan tembakau, hiperlipidemia, riwayat
keluarga terhadap serangan jantung, stroke, jendalan darah, atau amputasi).
4. Pemeriksaan fisik fokus (ekstremitas bawah)
Bandingkan dengan ekstremitas kanan dengan kiri (yang terkena efek ALI dengan
yang normal)
1) Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit ditentukan pada
pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu riwayat dari gejala sebelumnya,
pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin normal pada kasus mikro embolisme
yang mengarah pada disrupsi (penghancuran)  plak aterosklerotik atau emboli
kolestrol.
2) Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah arteri
femoralis, namun juga dapat di temukan pada arteri aksila, poplitea iliaka dan
bifurkasio aorta.
3) Warna dan temperatur
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan temperatur.
Warna pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal, namun dengan
bertambahnya waktu, sianosis lebih sering ditemukan. Rasa yang dingin
khususnya ekstremitas sebelahnya tidak demikian, merupakan penemuan yang
penting.
4) Kehilangan fungsi sensoris
Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh kebas atau
parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui pada pasien DM
dapat mempunyai defisit sensoris sebelumnya dimana hal ini dapat membuat
kerancuan dalam membuat hasil pemeriksaan.
5) Kehilangan fungsi motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih lanjut, limb-
thtreatening ischemia. Bagian ini berhubungan dengan fakta bahwa pergerakkan
pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi oleh otot proximal.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul diantaranya sebagai berikut:
a. Nyeri akut bd penurunan sirkulasi arteri dd nyeri
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan bd penurunan aliran darah dd Pulsasi arteri femolaris
teraba sangat lemah, Perabaan pada dorsalis juga sangat lemah bahkan hampir tidak
teraba
c. Intoleran aktifitas bd nyeri, kelemahan umum dd klien sulit untuk berjalan kekamar
mandi kerana sakitnya

3.        Intervensi
No. No. Tujuan dan KH Intervensi Rasional Paraf
Dx
1 1 Tujuan : Mandiri : Mandiri :
Setelah dilakukan 1.      Pantau TTV 1.      Mengetahui
tindakan 2.      Kaji derajat perubahan kondisi
keperawatan 2 x kitaknyamanan nyeri, klien
24 jam masalah catat perilaku 2.      Derajat nyeri secara
nyeri dapat teratasi melindungi ekstremitas langsung
palpasi kaki dengan berhubungan
Kh : hati-hati sdengan luasnya
          Rasa nyeri 3.      Pertahankan tirah kekurangan sirkulasi,
berkurang baring selama fase proses inflamsi,
          Arteri femolaris akut derajat hipoksia, dan
tidak lemah 4.      Tingkatkan edema luas
          Tidak ada ekstremitas yang sakit sehubungan dengan
penonjolan pada 5.      Dorong klien untuk terbentuknya
arteri femolaris sering mengubah thrombus
posisi 3.      Penurunan
ketidaknyamanan
Kolaborasi : ehubungan dengan
1.      Berikan obat sesuai traksi otot dan
indikasi ( analgesic ) gerakan
2.      Lakukan kompres 4.      Mendorong aliran
panas pada balik vena untuk
ekstremitas sesuai memudahkan
indikasi sirkulasi, menurunkan
sirkulasi
pembentukan
statis/edema
5.      Mencegah
kelemahan otot,
membantu
meminimalkan
spasme otot

Kolaborasi :
1.      Analgesic untuk
mengurangi rasa
nyeri dan 
menurunkan
tegangnya otot
2.      Penyebab
vasodilatasi yang
meningkatkan
sirkulasi, merilekskan
otot

2 2 Tujuan : Mandiri : Mandiri :


Setelah dilakukan 1.      Lihat ekstermitas 1.      Kemerahan, panas,
tindakan asuhan untuk warna kulit, nyeri dan edema local
keperawatan 2x24 perubahan suhu, juga adalah karakteristik
jam masalah edema ( dari lipat paha infiamasi surperfisial
kerusakan perfusi sampai telapak kaki ), pucat dan dingin pada
jaringan dapat catat simetrisitas betis, ekstermitas.
teratasi ukur dan catat 2.      Tindakan ini
lingkaran betis, dilakukan untuk
Kh : laporkan kemajuan meningkatkan aliran
          TTV kembali proksimal proses balik vena dari
normal infiamasi, penyebaran ekstermitas yang
          Warna kulit nyeri lebih rendah dan
tidak pucat 2.      Lakukan latihan aktif menurunkan stasis
          Menunjukan dan pasif sementara di vena, juga
perbaikan perfusi tempat tidur memperbaiki tonus,
yang dibuktikan 3.      Peningkatan klien oot umum atau
oleh adanya nadi untuk menghindari renggangan
perifer/ sama penyilang kaki atau 3.      Pembatas fiik
          Tidak ada hiperfleksi lutut terhadap sirkulasi
penonjolan 4.      Anjurkan klien untuk mengganggu aliran
menghindari pijatan darah dan
atau urut pada meningkatkan stasis
ekstermitas yang sakit vena pada pelvis
4.      Aktifitas ini
Kolaborasi : berpotensial
1.      Lakukan kompres memecahkan atau
hangat basah atau menyebarkan
panas pada thrombus,
ekstermitas yang sakit menyebabkan
bila diindikasikan embolisasi dan
meningkatkan resiko
komplikasi

Kolaborasi :
1.      Dapat diberikan
untuk meningkatkan
vasolidatasi dan
aliran balik vena dan
perbaikan edema
lokal
3 3 Tujuan : Mandiri : Mandiri :
Setelah dilakukan 1.      Monitor keterbatasan1.      Merencanakan
tidakan asuhan aktivitas, kelemahan intervensi  dengan
keperawatan saat aktivitas tepat
2x24jam masalah 2.      Bantu klien dalam 2.      Klien dapat memilih
intoleransi aktivitas melakukan aktivitas dan merencanakan
teratasi sendiri sendiri
KH: 3.      Catat TTV sebelum 3.      Mengkaji sejauh
          Klien bisa dan sesudah aktivitas mana pembedaan
berjalan seperti 4.      Lakukan istirahat peningkatkan selama
semula yang adekuat setelah aktivitas
          Paha kiri klien latihan dan aktivitas 4.      Membantu
tidak terasa nyeri 5.      Berikan pendidikan mengembalikan
kesehatan tentang : energy
 -perubahan gaya 5.      Meningkatkan
hidup untuk pengetahuan dalam
menyimpan energy perawatan diri
-penggunaan alat
abntu pergerakan Kolaborasi :
1.      Meningkatkan kerja
Kolaborasi : sama tim dan
1.      Kolaborasi dengan perawatan holistic
dokter dan fisioterapi 2.      Metabolism
2.      Berikan dioet yang membutuhkan energy
adekuat dengan
kolaborasi ahli diet
DAFTAR PUSTAKA

IA- Khaffaf, Haytam and Sharon Dorgan. 2005. Vascular Disease : A Handbook For
Nurses Cambridge University Press, Cambridge.

Doengoes, Marilyn E. etc 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta

Wahlberg E, etc 2007. Emergency Vascular Surgery : a Pratical Guid. Springer-Verlag,


Berlin

Woods, Susan L. ,etc 2000 Cardiac Nursing Fourth edition. Lippincott, Philadelpia.

R10041/9434.html. MD Consuld : Peripheral Artery Disease : Comprehensive version :


Patient Education.

Anthony, Catherine Parker (1976). Structure of Function of the Body. (Fifth edition).
USA. CV. Mosby Company.

Brunner and Suddarth’s (2000). Text book of Medical Surgical Nursing. (Ninth edition).
USA. Lippincott Williams and Wilkins.

Doengoes, M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi ketiga). Jakarta: EGC.

Lewis, S.M. et.al (2000). Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of
Clinical Problems. (Fifth edition). USA. Mosby inc.

Mansjoer, A. et. al (1999). Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi ketiga). Jakarta. Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai