Dibimbing Oleh :
Ns. Saurlina,. M.Kep
Disusun Oleh :
Karina Nur Pratiwi (1911102411052)
2. Klasifikasi
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North
American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery
menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas
yaitu :
a. Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat
diperlukan atau tidak diperlukan.
b. Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk
melindungi jaringan dari kerusakan.
c. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan
ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut Limb Iskemik dapat dikategorikan
sebagai berikut :
a. Kelas
Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada
kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-
obatan pada pemeriksaan doppler signal audible.
b. Kelas II-a
Perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio
intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan
memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah
mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiografi
segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi.
c. Kelas II-b
Perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan
kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya
seperti revaskularisasi atau embolektomi.
d. Kelas III
Telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf
yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas ,kehilangan sensasi
sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi
tindakan yang dilakukan yaitu amputasi
Beratnya iskemia tungkai akut dikelompokkan berdasarkan presentasi klinis
dan prognosa sesuai Standar Society for Vascular Surgery
Tungkai
I viabel, belum Tidak ada Tidak ada terdengar terdengar
terancam
II Tungkai Minimal Tidak ada terdengar terdengar
terancam
Tungkai
terancam dapat Minimal atau
IIA diselamatkan tidak ada Tidak ada Sering terdengar
dengan terdengar
pengobatan yang
tepat
Terancam dapat
diselamatkan Lebih dari Biasanya
IIB dengan satu jari, Ringan atau tak terdengar
revaskularisasi nyeri istirahat moderat terdengar
segera
III irreversibel Anestetik ada Tak Tak
terdengar terdengar
Dalam sumber pustaka lain Acute Limb Ischemic (ALI) juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan terminologi, yaitu :
a. Onset
1) Acute : kurang dari 14 hari
2) Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
3) Cronic iskemic stable: lebih dari 14 hari
b. Severity
1) Incomplete : tidak dapat ditangani
2) Complete : dapat ditangani
3) Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
3. Etiologi
Ada beberapa kemungkinan penyebab ALI, berdasarkan keterangan dari
berbagai sumber pustaka diantaranya :
a. Trombosis
Faktor predisposisi terjadinya adalah dehidrasi, hipotensi, malignan,
polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri
Iatrogenik,trombosis pasca pemasanganbypass graft, trauma vaskuler.
Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul
sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada)
nadi perifer pada tungkai bagian distal.
b. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard
infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup
prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal
emboli (pada kasus DVT) dan atrialmyxoma. Aneurisma aorta merupakan
penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh
darah yang sehat.
4. Manifestasi ALI
Secara umum manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada kasus ALI
merupakan tanda dan gejala yang sangat khas dengan sebutan istilah “6P”
yang terdiri dari :
a. Pain (nyeri)
b. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas),
c. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
d. Pallor (pucat),
e. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi),
f. Perishingly cold /Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).
Adapun manifestasi klinik pada ALI yang dikatagorikan berdasarkan
penyebabnya terdiri dari :
a. Trombus
Terjadi dalam beberapa jam sampai berhari hari, ada klaudikasio, ada riwayat
aterosklerotik kronik, ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam,
pulsasi pada kolateral ekstremitas tidak ada, dapat terdiagnosa dengan
angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat - obatan seperti
fibrinolitik
b. Embolus
Tanda dan gejala muncul secara tiba - tiba dalam beberapa menit, tidak
terdapat klaudikasio ada riwayat atrial fibrilasi, ekstremitas yang terkena
tampak kekuningan.
5. Patofisiologi
Berdasarkan beberapa sumber pustaka, penulis dapat mengambil
kesimpulan mengenai patofisiologi ALI. Pada dasarnya, trombus yang
mengalami penyumbatan pada arteri dalam kasus ALI ini, merupakan salah
satu bentuk patogenesis yang kemungkinan ditimbulkan oleh beberapa faktor
resiko dan faktor predisposisi yang cukup komleks, seperti usia, gaya hidup
tidak sehat (merokok, tidak pernah olahraga dan pola makan tinggi kolesterol)
dapat meningkatkan resiko terjadinya ALI, sedangkan patogenesis yang
sifatnya predisposisi seperti penyakit rheumatoid hearth disease juga dapat
menimbulkan ALI.
Pada awalnya tungkai tampak pucat, tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi
vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler
akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang
memunculkanpenampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila
tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur
dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia
irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik.
Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom
kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang
kadangkala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis
otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih
berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas
sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral.
Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami
sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh
karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten
pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami
oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik
umumnya disebabkan trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa
masalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan suatu
masalah keperawatan yang kompleks pula, diantaranya gangguan perfusi
jaringan, gangguan rasa nyaman nyeri, intoleransi aktivitas, cemas, resiko
tinggi perdarahan dan resiko tinggi cedera serta banyak lagi yang satu sama
lain saling berhubungan dan perlu segera ditangani
6. Pathway
Stadium III
c. Doppler vaskuler
Suatu pencatatan aktivitas listrik jantung yang dapat merekan irama jantung
pada pasien. Prosedur diagnostik ini dilakukan sebagai prosedur kontrol
dalam memantau aktivitas jantung terutama pada pasien dengan gangguan
jantung dan pembuluh darah, salah satunya ALI yang mana penyebab awal
ALI adalah trombus yang lepas yang diakibatkan oleh riwayat penyakit
infeksi jantung salah satunya rheumatoid heart diseases sehingga terjadi
gangguan katup terutama mitral yang memicu timbul atrial fibrilasi.
f. Echokardiografi
2. Penatalaksanaan
1. Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb
Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara
menetap, kecuali bila segera di revaskularisasi.
2. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli di lakukan pengobatan
dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkanoleh
trombus angiografi dan dilakukan tindakanbypass atau pemberian obat-
obatan seperti fibrinolitik.
3. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat
kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen
100%, pasang akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1
liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya
sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung
jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim
jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila
memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan.
4. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien
dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung.
Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan
perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian
opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada.
5. Terapi :
3. Komplikasi ALI
1. Hiperkalemia
2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot,tidak
mampu respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak
teraba). Pembengkakan jaringan dalam kaitannya dengan reperfusi
menyebabkan peningkatan pada tekanan intra compartment ttekanan,
penurunan aliran kapiler, iskemia, dan kematian jaringan otot (pada>30
mmHg). Penanganannya adalah dengan dilakukannya fasciotomy. Terapi
trombolitik, akan menurunkan risiko compartment syndrome dengan
reperfusi anggota gerak secara berangsur-angsur.
3. Asidosis metabolik
4. Edema ekstremitas
5. Disritmia
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
a. Identifikasi Pasien
Nama Pasien :
No Register :
Tanggal Masuk RS :
Tanggal Lahir :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Status Perkawinan :
Agama :
Pendidikan :
Penanggung Jawab :
Diangnosa Medis :
Tanggal Pengkajian :
Sumber informasi :
b. Riwayat Kesehatan (Penyakit)
1) Keluhan Utama saat masuk RS
2) Keluhan Utama saat Pengkajian
3) Riwayat Penyakit/ Penyakit Sekarang
4) Riwayat Penyakit/ Penyakit Dahulu
5) Riwayat Penyakit/ Penyakit Keluarga
2. Pengkajian Fisik
Kepala : Dilihat bentuk kepala, Kebersihan, apakah terdapat
edema.
Rambut : Dilihat warna, distribusi, dan kebersihan.
Mata : Dilihat apakah sclera ikterik/tdk, konjungtiva
anemis/tdk, reflex
cahaya (+)
Telinga : Bentuk, pendengaran, dan kebersihan.
Hidung : Bentuk, kebersihan hidung, fungsi hidung
Mulut : Membran mukosa lembab/tdk, stomatitis, warna lidah,
jumlah
gigi, dan kebersihan mulut
Leher : apakah ada pembesaran kelenjar tyroid, dan apakah
ada
pembengkakan vena juguralis
Dada : Bentuk dada, gerakan dada, retraksi dinding dada,
suara nafas
Paru-paru : Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Abdomen : Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Kulit : warna, turgor kulit, pigmentasi, dan kebersihan
Ekstremitas : Kekuatan otot, ROM, luka pada ekstremitas
Neurologis : Tingkat kesadaran, dan GCS
3. Pemeriksaan Penunjang
a. USG Doppler
Lesi pada acute limb ischemia dapat dideteksi dengan USG 2 dimensi dan USG
Doppler. Namun, penggunaan USG Doppler dapat mendeteksi derajat stenosis,
melihat keadaan hemodinamik, dan berguna dalam pemantauan setelah
angioplasti atau bypass graft. Pada beberapa kasus, arteri iliaka dapat sulit
didiagnosis dengan USG Doppler, misal karena pasien obesitas atau terdapat
interposisi gas.
b. Angiografi
Angiografi duplex color-flow merupakan salah satu pemeriksaan penunjang
yang dapat membantu melihat etiologi dan tingkat keparahan oklusi pada
pembuluh darah. Angiografi diagnostik dengan kateter juga dapat digunakan
untuk menentukan terapi inisial apabila kondisi klinis memungkinkan.
Angiografi juga dapat membedakan emboli dengan thrombosis in situ.
c. CT Angiography
CT angiography (CTA) dapat memberikan pencitraan dengan resolusi yang
tinggi. Pada sebuah meta analisis dilaporkan bahwa CTA memiliki sensitivitas
96% dan spesifisitas 98% untuk mendeteksi aortoiliak stenosis. Keuntungan
CTA adalah mampu memvisualisasi kalsifikasi, klip, stent, dan by pass.
d. Magnetic Resonance Angiography (MRA)
Magnetic Resonance Angiography (MRA) dilaporkan memiliki sensitivitas dan
spesifisitas 93-100%. MRA dapat mengevaluasi keparahan penyakit pada
segmen arteri mulai dari aorta hingga arteri tibial. Kekurangan MRA adalah
tidak bisa digunakan pada pasien dengan pacu jantung, metal implant, atau
klaustrofobia.
4. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
5. Rencana Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan kepperawatan selama 2x 24 (1.1439)
penyakit kronis jam maka diharapkan Observasi
Tingkat Infeksi dengan 1.1 monitor tanda dan
kriteria hasil: gejala infeksi lokal dan
1. Nyeri dari skala (..) sistemik
ke (..) Terapeutik
2. Bengkak dari skala 1.2 batasi jumlah
(..) ke (..) pengunjung
keterangan: 1.3 berikan perawatan kulit
1. Meningkat pada area edema
2. Cukup meningkat 1.4 cuci tangan sebelum
3. Sedang dan sesudah ontak
4. Cukup menurun dengan pasien dan
5. menurun lingkungan paien
1.5 pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1.6 jelaskan tanda gejala
dan infesi
1.7 ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
1.8 ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
1.9 anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
1.10 anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan kepperawatan selama 2x 24 (1.08238)
agen pencedera fisik jam maka diharapkan Observasi
Tingkat Nyeri dengan 1.1 Identifikasi lokasi,
kriteria hasil: karakteristik, durasi,
1. Keluhan Nyeri dari frekuensi, kualitas,
skala (..) ke (..)
intensitas nyeri
2. Meringis dari skala
1.2 Identifikasi skala nyeri
(..) ke (..)
1.3 Identifikasi respons dan
3. Gelisah dari skala
(..) ke (..) nyeri non verbal
4. Kesulitan Tidur dari
1.4 Identifikasi faktor yang
skala (..) ke (..)
5. Frekuensi Nadi dari mempeberat dan
skala (..) ke (..)
memperingan nyeri
Keterangan
1.5 Monitor keberhasilan
1. Meningkat
terapi komplementer
2. Cukup Meningkat
yang sudah diberikan
3. Sedang
1.6 Moniyot efek samping
4. Cukup Menurun
penggunaan analgetik
5. Menurun Terapeutik
1.7 Beriknan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
1.8 Kontrol lingkungan
yang mempeberat rasa
nyeri
1.9 Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1.10 Jelaskan
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
1.11 Jelaskan
strategi nyeri
1.12 Anjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
1.13 Aurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
Kolaborasi
1.14 Kolaborasi
pemberiann analgetik
jika perlu
3 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
fisik kepperawatan selama 2x 24 (1.05173)
jam maka diharapkan Observasi
Mobilitas Fisik dengan 1.1 Identifikasi adanya
kriteria hasil: nyeri atau keluan fisik
1. Pergerakan lainnya
ekstremitas dari 1.2 Identifikasi toleransi
skala (..) ke (..) fisik melakukan
2. Kekuatan otot dari pergerakan
skala (..) ke (..) 1.3 Monitor frekuensi
3. Rentang gerak
jantung da tekanan
(ROM) dari skala (..)
ke (..) darah sebelum memulai
Keterangan:
mobilisasi
1. Menurun
Terapeutik
2. Cukup menrun
1.4 Fasiliasi aktivitas
3. Sedang
mobilitas dengan alat
4. Cukup meningkat
bantu
5. Meningkat
1.5 Fasiliasi melakukan
pergerakan, jika perlu
1.6 Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1.7 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilitasi
1.8 Anjurkan melakukan
mobilitasi dini
1.9 Anjurkan mobilitasi
sederhana yang harus
dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
IA- Khaffaf, Haytam and Sharon Dorgan. 2005. Vascular Disease : A Handbook
For Nurses Cambridge University Press, Cambridge.
Doengoes, Marilyn E. etc 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta
Wahlberg E, etc 2007. Emergency Vascular Surgery : a Pratical Guid. Springer-
Verlag, Berlin
Woods, Susan L. ,etc 2000 Cardiac Nursing Fourth edition . Lippincott,
Philadelpia.
www.nejm.org on Januari 8, 2008. Review Article Medical Treatment Of
Peripheral Arterial Disease and Claudication.
R10041/9434.html. MD Consuld : Peripheral Artery Disease : Comprehensive
version : Patient Education
SDKI SLKI SIKI