Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


ACUTE LIMB ISCHEMIC (ALI)

Dibimbing Oleh :
Ns. Saurlina,. M.Kep

Disusun Oleh :
Karina Nur Pratiwi (1911102411052)

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2022
A. Konsep Penyakit

1. Pengertian Acute Limb Ischemic (ALI)

Menurut Inter-Society 2007, Konsensus Pengelolaan Penyakit Arteri


Peripheral (TASC II), Acute Limb Ischemic (ALI) di definisikan sebagai
penurunan perfusi tiba-tiba anggota tubuh yang menyebabkan ancaman
potensial terhadap viabilitas ekstremitas (dimanifestasikan dengan nyeri
istirahat iskemik, ulkus iskemik, dan atau gangren) pada pasien yang hadir
dalam waktu dua minggu dari peristiwa akut. Pasien dengan manifestasi yang
sama yang hadir lebih dari dua minggu dianggap memiliki iskemia tungkai
kritis.
Acute Limb Ischemic (ALI) merupakan suatu kondisi dimana terjadi
penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan
gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik
berat dalam jangka waktu dua minggu (Vasculer Desease A Handbook, 2005).
Menurut IA- Khaffaf (2005) Acute Limb Ischemia merupakan suatu
kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tibatiba
yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa nyeri atau
tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu dan umumnya
iskemia akut tungkai disebabkan oleh proses oklusi akut atau adanya
aterosklerosis.
Oklusi akut dari suatu arteri pada ekstremitas dimana merupakan
penurunan secara tiba-tiba atau perburukan perfusi anggota gerak yang
menyebabkan ancaman potensial terhadap viabilitas ekstremitas. Sebagai hasil
dari iskemia akut adalah terjadinya hipoksia jaringan yang menyebabkan
perubahan ireversibel pada otot skelet dan saraf perifer. Perubahan ireversibel
pada otot dan saraf terjadi biasanya setelah empat hingga enam jam setelah
iskemia akut. Adanya gangguan iskemia biasanya diawali oleh gejala
klaudikasio intermiten, yang merupakan tanda adanya oklusi. Apabila proses
aterosklerosis berjalan terus maka iskemia akan makin hebat dan akan timbul
tanda/gejala dari iskemia kritikal. Pasien dengan iskemia akut tungkai biasanya
juga memiliki resiko lain yang disebabkan oleh proses aterosklerosis seperti
stroke, miokard infark, atau kelainan kardiovaskular lainnya. Acute Limb
Ischemia (ALI) merupakan salah satu klasifikasi dari Peripheral Artery Disease
(PAD), penyakit arteri perifer yang setiap tahun jumlahnya semakin meningkat

2. Klasifikasi

Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North
American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery
menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas
yaitu :
a. Kelas I : Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat
diperlukan atau tidak diperlukan.
b. Kelas II : Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk
melindungi jaringan dari kerusakan.
c. Kelas III : Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan
ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut Limb Iskemik dapat dikategorikan
sebagai berikut :
a. Kelas
Perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan arteri, tidak ada
kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih dapat ditangani dengan obat-
obatan pada pemeriksaan doppler signal audible.
b. Kelas II-a
Perfusi jaringan tidak memadai pada aktifitas tertentu. Timbul klaudikasio
intermiten yaitu nyeri pada otot ekstremitas bawah ketika berjalan dan
memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien istirahat dan sudah
mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan pemeriksaan angiografi
segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan penyebab oklusi.
c. Kelas II-b
Perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas dan
kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi selanjutnya
seperti revaskularisasi atau embolektomi.
d. Kelas III
Telah terjadi iskemia berat yang mengakibatkan nekrosis, kerusakan syaraf
yang permanen, irreversible, kelemahan ekstremitas ,kehilangan sensasi
sensorik,kelainan kulit atau gangguan penyembuhan lesi kulit. Intervensi
tindakan yang dilakukan yaitu amputasi
Beratnya iskemia tungkai akut dikelompokkan berdasarkan presentasi klinis
dan prognosa sesuai Standar Society for Vascular Surgery

stadium deskripsi Sensorik Kelemahan Doppler Doppler


hilang otot arteri vena

Tungkai
I viabel, belum Tidak ada Tidak ada terdengar terdengar
terancam
II Tungkai Minimal Tidak ada terdengar terdengar
terancam
Tungkai
terancam dapat Minimal atau
IIA diselamatkan tidak ada Tidak ada Sering terdengar
dengan terdengar
pengobatan yang
tepat
Terancam dapat
diselamatkan Lebih dari Biasanya
IIB dengan satu jari, Ringan atau tak terdengar
revaskularisasi nyeri istirahat moderat terdengar
segera
III irreversibel Anestetik ada Tak Tak
terdengar terdengar
Dalam sumber pustaka lain Acute Limb Ischemic (ALI) juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan terminologi, yaitu :
a. Onset
1) Acute : kurang dari 14 hari
2) Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala kurang dari 14 hari
3) Cronic iskemic stable: lebih dari 14 hari
b. Severity
1) Incomplete : tidak dapat ditangani
2) Complete : dapat ditangani
3) Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal

3. Etiologi
Ada beberapa kemungkinan penyebab ALI, berdasarkan keterangan dari
berbagai sumber pustaka diantaranya :
a. Trombosis
Faktor predisposisi terjadinya adalah dehidrasi, hipotensi, malignan,
polisitemia, ataupun status prototrombik inheritan, trauma vaskuler, injuri
Iatrogenik,trombosis pasca pemasanganbypass graft, trauma vaskuler.
Gambaran klinis terjadinya trombosis adalah riwayat nyeri hilang timbul
sebelumnya, tidak ada sumber terjadinya emboli dan menurunnya (tidak ada)
nadi perifer pada tungkai bagian distal.
b. Emboli
Sekitar 80% emboli timbul dari atrium kiri, akibat atrial fibrilasi atau miokard
infark. Kasus lainnya yang juga berakibat timbulnya emboli adalah katup
prostetik, vegetasi katup akibat peradangan pada endokardium, paradoksikal
emboli (pada kasus DVT) dan atrialmyxoma. Aneurisma aorta merupakan
penyebab dari sekitar 10% keseluruhan kasus yang ada, terjadi pada pembuluh
darah yang sehat.

4. Manifestasi ALI
Secara umum manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada kasus ALI
merupakan tanda dan gejala yang sangat khas dengan sebutan istilah “6P”
yang terdiri dari :
a. Pain (nyeri)
b. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas),
c. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas),
d. Pallor (pucat),
e. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi),
f. Perishingly cold /Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).
Adapun manifestasi klinik pada ALI yang dikatagorikan berdasarkan
penyebabnya terdiri dari :
a. Trombus
Terjadi dalam beberapa jam sampai berhari hari, ada klaudikasio, ada riwayat
aterosklerotik kronik, ekstremitas yang terkena tampak sianotik dan lebam,
pulsasi pada kolateral ekstremitas tidak ada, dapat terdiagnosa dengan
angiografi dan dilakukan tindakan bypass atau pemberian obat - obatan seperti
fibrinolitik
b. Embolus
Tanda dan gejala muncul secara tiba - tiba dalam beberapa menit, tidak
terdapat klaudikasio ada riwayat atrial fibrilasi, ekstremitas yang terkena
tampak kekuningan.

5. Patofisiologi
Berdasarkan beberapa sumber pustaka, penulis dapat mengambil
kesimpulan mengenai patofisiologi ALI. Pada dasarnya, trombus yang
mengalami penyumbatan pada arteri dalam kasus ALI ini, merupakan salah
satu bentuk patogenesis yang kemungkinan ditimbulkan oleh beberapa faktor
resiko dan faktor predisposisi yang cukup komleks, seperti usia, gaya hidup
tidak sehat (merokok, tidak pernah olahraga dan pola makan tinggi kolesterol)
dapat meningkatkan resiko terjadinya ALI, sedangkan patogenesis yang
sifatnya predisposisi seperti penyakit rheumatoid hearth disease juga dapat
menimbulkan ALI.
Pada awalnya tungkai tampak pucat, tetapi setelah 6-12 jam akan terjadi
vasodilatasi yang disebabkan oleh hipoksia dari otot polos vaskular. Kapiler
akan terisi kembali oleh darah teroksigenasi yang stagnan, yang
memunculkanpenampakan mottled (yang masih hilang bila ditekan). Bila
tindakan pemulihan aliran darah arteri tidak dikerjakan, kapiler akan ruptur
dan akan menampakkan kulit yang kebiruan yang menunjukkan iskemia
irreversibel. Nyeri terasa hebat dan seringkali resisten terhadap analgetik.
Adanya nyeri pada ekstremitas dan nyeri tekan dengan penampakan sindrom
kompartemen menunjukkan tanda nekrosis otot dan keadaan kritikal (yang
kadangkala irreversibel). Defisit neurologis motor sensorik seperti paralisis
otot dan parastesia mengindikasikan iskemia otot dan saraf yang masih
berpotensi untuk tindakan penyelamatan invasif (urgent). Tanda-tanda diatas
sangat khas untuk kejadian sumbatan arteri akut yang tanpa disertai kolateral.
Bila oklusi akut terjadi pada keadaan yang sebelumnya telah mengalami
sumbatan kronik, maka tanda yang dihasilkan biasanya lebih ringan oleh
karena telah terbentuk kolateral. Adanya gejala klaudikasio intermiten
pada ekstremitas yang sama dapat menunjukkan pasien telah mengalami
oklusi kronik sebelumnya. Keadaan akut yang menyertai proses kronik
umumnya disebabkan trombosis.
Perjalanan ALI yang cukup kompleks ini, dapat menimbulkan beberapa
masalah pemenuhan kebutuhan dasar manusia yang menunjukkan suatu
masalah keperawatan yang kompleks pula, diantaranya gangguan perfusi
jaringan, gangguan rasa nyaman nyeri, intoleransi aktivitas, cemas, resiko
tinggi perdarahan dan resiko tinggi cedera serta banyak lagi yang satu sama
lain saling berhubungan dan perlu segera ditangani
6. Pathway

Acute Limb Ischemic (ALI)

Stadium III

Amputasi Pedis Sinistra

Tindakan Operasi Luka Operasi Kehilangan Anggota


Tubuh

Resiko Tinggi Terputusnya Kesulitan melakukan


Infusi Kontinuitas Jaringan aktivitas Imobilitas

Nyeri Akut Gangguan Mobilitas


Fisik
1. Pemeriksaan Diagnostik

Berdasarkan beberapa literatur yang dipelajari, salah satunya Price &


Wilson (2006) menjelaskan beberapa prosedur diagnostik yang dilakukan pada
kasus penyakit arteri oklusif atau dalam perkembangannya menjadi ALI terdiri
dari :
a. Preoperative arteriogram (angiografi)

Suatu prosedur menggunakan teknik komputer yang dipakai untuk


memantau sirkulasi darah arteri. Hasil gambaran akan memperlihatkan
bentuk arteri. Dalam pemeriksaanya menggunakan kontras zat warna
radiopaak sehingga arteri tampak lebih jelas.

b. Preoperative arteriogram (angiografi)

Suatu prosedur menggunakan teknik komputer yang dipakai untuk


memantau sirkulasi darah arteri. Hasil gambaran akan memperlihatkan
bentuk arteri. Dalam pemeriksaanya menggunakan kontras zat warna
radiopaak sehingga arteri tampak lebih jelas.

c. Doppler vaskuler

Studi doppler pada pembuluh darah (vaskuler) menggunakan ultrasound


sebagai medium pemeriksaan. Sonde doppler berisi kristal piezoelektrik
yang memancarkan gelombang ultrasound dalam frekuensi tertentu. Ketika
diletakkan diatas segmen arteri atau vena, sinarnya mengenai sel darah
merah bergantian menyebar balik atau dipantulkan sesuai arah dan
kecepatan pergerakan sel yang divisualisasikan dengan warna dan
gelombang suara untuk menentukan arteri atau vena
d. MSCT

Prosedur diagnostik ini dalam bidang vaskuler memberikan gambaran


langsung dinding pembuluh darah sehingga dapat dengan jelas dibedakan
antara pembuluh darah yang mengalami oklusi atau tidak melalui gambaran
2 warna khas pencitraan radiografi (hitam dan putih).
e. Elektrokardiografi (EKG)

Suatu pencatatan aktivitas listrik jantung yang dapat merekan irama jantung
pada pasien. Prosedur diagnostik ini dilakukan sebagai prosedur kontrol
dalam memantau aktivitas jantung terutama pada pasien dengan gangguan
jantung dan pembuluh darah, salah satunya ALI yang mana penyebab awal
ALI adalah trombus yang lepas yang diakibatkan oleh riwayat penyakit
infeksi jantung salah satunya rheumatoid heart diseases sehingga terjadi
gangguan katup terutama mitral yang memicu timbul atrial fibrilasi.
f. Echokardiografi

Merupakan prosedur pemeriksaan menggunakan gelombang ultrasonik


sebagai media pemeriksaan yang dapat memberikan informasi penting
mengenai struktur dan gerakan ruang jantung, katup dan setiap dinding
bagian jantung. Hal ini jelas untuk memberikan data penunjang terutama
pada pasien dengan penyakit jantung dan pembuluh darah salah satunya
ALI sehingga dapat diperoleh penyebab utama trombus pada ALI ini dapat
lepas apakah dari penyakit jantung atau tidak.

g. Ankle – Brachial Index (ABI)

Merupakan prosedur diagnostik dalam menentukan kemampuan vaskuler


berdasarkan tekanan yang dibandingkan antara brakhialis (siku) dengan
angkle (pergelangan kaki) sehingga diperoleh nilai (index) tertentu untuk
menentukan kualitas gejala pada kasus ALI.

2. Penatalaksanaan

1. Kecepatan adalah penanganan yang utama pada pasien dengan Acute Limb
Ischaemia, dalam 6 jam kondisi ini akan menuju kerusakan jaringan secara
menetap, kecuali bila segera di revaskularisasi.
2. Akut Limb Iskemik yang disebabkan oleh emboli di lakukan pengobatan
dengan warparin atau embolektomi sedangkan yang disebabkanoleh
trombus angiografi dan dilakukan tindakanbypass atau pemberian obat-
obatan seperti fibrinolitik.
3. Pasien dengan ALI umumnya dalam klinis yang tidak stabil. Perhatikan saat
kritis, saat yang tepat untuk melakukan prosedur CPR. Berikan oksigen
100%, pasang akses intravena, berikan terapi cairan dalam dosis minimal (1
liter NaCl untuk 8 jam, kecuali bila pasien dehidrasi, pemberian sebaiknya
sedikit lebih cepat). Ambil sampel laboratorium untuk pemeriksaan hitung
jenis sel, ureum, kreatinin, elektrolit, GDS (bila disertai dengan DM), enzim
jantung, bekuan darah dan proses pembekuan, dan penanganannya. Bila
memungkinkan pemeriksaan trombofilia, dan profil lipid juga dibutuhkan.
4. Lakukan foto thoraks dan rekam irama jantung. Dan jika ditemukan pasien
dalam kondisi aritmia, segera bantu dengan monitor fungsi kerja jantung.
Lakukan pemasangan kateter urin jika pasien dalam kondisi dehidrasi dan
perlu untuk dimonitor nilai keseimbangan cairannya. Kolabarasi pemberian
opium untuk anastesi jika keluhan nyeri hebat ada.
5. Terapi :

a. Preoperative antikoagulan dengan IV heparin

b. Resusitasi cairan, koreksi asidosis sistemik, inotropik support

c. Terapi pembedahan diindikasikan untuk iskemia yang mengancam


ekstremitas.

d. Thrombolektomi/embolektomi (dapat dilakukan dengan Fogarty baloon


catheter, dimana alat tersebut dimasukkan melewati sisi oklusi, dipompa,
dan dicabut sehingga membawa trombus/embolus bersamanya).
Trombolektomi juga dapat dilakukan distal dari sisi teroklusi, dimana
hampir 1/3 penderita dengan oklusi arteri mempunyai oklusi di tempat
lain, kebanyakan trombus distal. Adapun manual trombosuction secara
prosedural sama dengan angiojet namun tidak menggunakan alat
berkecapatan tinggi seperti angiojet saja perbedaannya.
e. Melindungi vascular bed distal terhadap obstruksi proksimal merupakan
hal yang sangat penting dan dapat dipenuhi oleh antikoagulan sistemik
yang diberikan segera dengan eparin melalui intravena. Heparinisasi
sistemik menawarkan suatu perlindungan dapat melawan perkembangan
trombosis distal dan biasanya tidak menyebabkan masalah yang
bermakna sepanjang prosedur operasi, beberapa keuntungan pheologic
telah di klaim untuk pemberian larutan hipertonik seperti manitol.
f. Potasium mungkin dilepaskan ketika integritas terganggu oleh iskemia.
Keadaan yang hiperkalemia sering kali menjadi respon terhadap
pemberianterapi glukosa, insulin dan cairan pengganti ion. Lactic
academia dapat diterapi dengan pemberian sodium bicarbonate secara
bijaksana.
g. Terapi utama akut iskemia adalah pembedahan dalam bentuk
embolektomi atau tindakan rekonstruksi pembedahan vaskuler yang
sesuai. Terapi non pembedahan pada iskemia akut dari episode emboli
atau trombolitik dapat dilakukan dengan streptokinase atau urokinase.
h. Terapi ALI merupakan suatu keadaan yang darurat untuk meminimalkan
penundaan dalam melepaskan oklusi merupakan hal yang penting, karena
resiko kehilangan anggota gerak meningkat sejalan dengan durasi
iskemia akut yang lama. Padas uatu penelitian angka amputasi ditemukan
meningkat terhadap interval antara onset dari akut limb iskemia dan
eksplorasi (6 % dalam 12 jam, 12 % dalam 13-24 jam, 20 % setelah>24
jam). Hal inilah yang menyebabkan untuk mengeliminer segala
pemeriksaan yang tidak esensial terhadap kebutuhan intervensi.
i. Preintervensi anti koagulan dengan kadar terapeutik heparin mengurangi
tingkat morbiditas dan mortalitas (bila dibandingkan dengan tidak
menggunakan antikoagulan) dan merupakan bagian dari keseluruhans
trategi terapi pada pasien. Hal ini bukan hanya membantu mencegah
terbentuknya bekuandarah. Namun,pada kasus embolisme arterial juga
amitigasi melawan embolus lain

3. Komplikasi ALI
1. Hiperkalemia
2. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot,tidak
mampu respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi lemah/tidak
teraba). Pembengkakan jaringan dalam kaitannya dengan reperfusi
menyebabkan peningkatan pada tekanan intra compartment ttekanan,
penurunan aliran kapiler, iskemia, dan kematian jaringan otot (pada>30
mmHg). Penanganannya adalah dengan dilakukannya fasciotomy. Terapi
trombolitik, akan menurunkan risiko compartment syndrome dengan
reperfusi anggota gerak secara berangsur-angsur.
3. Asidosis metabolik
4. Edema ekstremitas
5. Disritmia
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Identitas Pasien
a. Identifikasi Pasien
Nama Pasien :
No Register :
Tanggal Masuk RS :
Tanggal Lahir :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Status Perkawinan :
Agama :
Pendidikan :
Penanggung Jawab :
Diangnosa Medis :
Tanggal Pengkajian :
Sumber informasi :
b. Riwayat Kesehatan (Penyakit)
1) Keluhan Utama saat masuk RS
2) Keluhan Utama saat Pengkajian
3) Riwayat Penyakit/ Penyakit Sekarang
4) Riwayat Penyakit/ Penyakit Dahulu
5) Riwayat Penyakit/ Penyakit Keluarga
2. Pengkajian Fisik
Kepala : Dilihat bentuk kepala, Kebersihan, apakah terdapat
edema.
Rambut : Dilihat warna, distribusi, dan kebersihan.
Mata : Dilihat apakah sclera ikterik/tdk, konjungtiva
anemis/tdk, reflex
cahaya (+)
Telinga : Bentuk, pendengaran, dan kebersihan.
Hidung : Bentuk, kebersihan hidung, fungsi hidung
Mulut : Membran mukosa lembab/tdk, stomatitis, warna lidah,
jumlah
gigi, dan kebersihan mulut
Leher : apakah ada pembesaran kelenjar tyroid, dan apakah
ada
pembengkakan vena juguralis
Dada : Bentuk dada, gerakan dada, retraksi dinding dada,
suara nafas
Paru-paru : Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Abdomen : Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Kulit : warna, turgor kulit, pigmentasi, dan kebersihan
Ekstremitas : Kekuatan otot, ROM, luka pada ekstremitas
Neurologis : Tingkat kesadaran, dan GCS

3. Pemeriksaan Penunjang
a. USG Doppler
Lesi pada acute limb ischemia dapat dideteksi dengan USG 2 dimensi dan USG
Doppler. Namun, penggunaan USG Doppler dapat mendeteksi derajat stenosis,
melihat keadaan hemodinamik, dan berguna dalam pemantauan setelah
angioplasti atau bypass graft. Pada beberapa kasus, arteri iliaka dapat sulit
didiagnosis dengan USG Doppler, misal karena pasien obesitas atau terdapat
interposisi gas.
b. Angiografi
Angiografi duplex color-flow merupakan salah satu pemeriksaan penunjang
yang dapat membantu melihat etiologi dan tingkat keparahan oklusi pada
pembuluh darah. Angiografi diagnostik dengan kateter juga dapat digunakan
untuk menentukan terapi inisial apabila kondisi klinis memungkinkan.
Angiografi juga dapat membedakan emboli dengan thrombosis in situ.
c. CT Angiography
CT angiography (CTA) dapat memberikan pencitraan dengan resolusi yang
tinggi. Pada sebuah meta analisis dilaporkan bahwa CTA memiliki sensitivitas
96% dan spesifisitas 98% untuk mendeteksi aortoiliak stenosis. Keuntungan
CTA adalah mampu memvisualisasi kalsifikasi, klip, stent, dan by pass.
d. Magnetic Resonance Angiography (MRA)
Magnetic Resonance Angiography (MRA) dilaporkan memiliki sensitivitas dan
spesifisitas 93-100%. MRA dapat mengevaluasi keparahan penyakit pada
segmen arteri mulai dari aorta hingga arteri tibial. Kekurangan MRA adalah
tidak bisa digunakan pada pasien dengan pacu jantung, metal implant, atau
klaustrofobia.
4. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas

1. Resiko Infeksi berhubungan dengan penyakit kronis

2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

3. Gangguan mobilitas fisik

5. Rencana Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
berhubungan dengan kepperawatan selama 2x 24 (1.1439)
penyakit kronis jam maka diharapkan Observasi
Tingkat Infeksi dengan 1.1 monitor tanda dan
kriteria hasil: gejala infeksi lokal dan
1. Nyeri dari skala (..) sistemik
ke (..) Terapeutik
2. Bengkak dari skala 1.2 batasi jumlah
(..) ke (..) pengunjung
keterangan: 1.3 berikan perawatan kulit
1. Meningkat pada area edema
2. Cukup meningkat 1.4 cuci tangan sebelum
3. Sedang dan sesudah ontak
4. Cukup menurun dengan pasien dan
5. menurun lingkungan paien
1.5 pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
1.6 jelaskan tanda gejala
dan infesi
1.7 ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
1.8 ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
1.9 anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
1.10 anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan kepperawatan selama 2x 24 (1.08238)
agen pencedera fisik jam maka diharapkan Observasi
Tingkat Nyeri dengan 1.1 Identifikasi lokasi,
kriteria hasil: karakteristik, durasi,
1. Keluhan Nyeri dari frekuensi, kualitas,
skala (..) ke (..)
intensitas nyeri
2. Meringis dari skala
1.2 Identifikasi skala nyeri
(..) ke (..)
1.3 Identifikasi respons dan
3. Gelisah dari skala
(..) ke (..) nyeri non verbal
4. Kesulitan Tidur dari
1.4 Identifikasi faktor yang
skala (..) ke (..)
5. Frekuensi Nadi dari mempeberat dan
skala (..) ke (..)
memperingan nyeri
Keterangan
1.5 Monitor keberhasilan
1. Meningkat
terapi komplementer
2. Cukup Meningkat
yang sudah diberikan
3. Sedang
1.6 Moniyot efek samping
4. Cukup Menurun
penggunaan analgetik
5. Menurun Terapeutik
1.7 Beriknan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
1.8 Kontrol lingkungan
yang mempeberat rasa
nyeri
1.9 Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
1.10 Jelaskan
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
1.11 Jelaskan
strategi nyeri
1.12 Anjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
1.13 Aurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
Kolaborasi
1.14 Kolaborasi
pemberiann analgetik
jika perlu
3 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
fisik kepperawatan selama 2x 24 (1.05173)
jam maka diharapkan Observasi
Mobilitas Fisik dengan 1.1 Identifikasi adanya
kriteria hasil: nyeri atau keluan fisik
1. Pergerakan lainnya
ekstremitas dari 1.2 Identifikasi toleransi
skala (..) ke (..) fisik melakukan
2. Kekuatan otot dari pergerakan
skala (..) ke (..) 1.3 Monitor frekuensi
3. Rentang gerak
jantung da tekanan
(ROM) dari skala (..)
ke (..) darah sebelum memulai
Keterangan:
mobilisasi
1. Menurun
Terapeutik
2. Cukup menrun
1.4 Fasiliasi aktivitas
3. Sedang
mobilitas dengan alat
4. Cukup meningkat
bantu
5. Meningkat
1.5 Fasiliasi melakukan
pergerakan, jika perlu
1.6 Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
1.7 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilitasi
1.8 Anjurkan melakukan
mobilitasi dini
1.9 Anjurkan mobilitasi
sederhana yang harus
dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

IA- Khaffaf, Haytam and Sharon Dorgan. 2005. Vascular Disease : A Handbook
For Nurses Cambridge University Press, Cambridge.
Doengoes, Marilyn E. etc 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC, Jakarta
Wahlberg E, etc 2007. Emergency Vascular Surgery : a Pratical Guid. Springer-
Verlag, Berlin
Woods, Susan L. ,etc 2000 Cardiac Nursing Fourth edition . Lippincott,
Philadelpia.
www.nejm.org on Januari 8, 2008. Review Article Medical Treatment Of
Peripheral Arterial Disease and Claudication.
R10041/9434.html. MD Consuld : Peripheral Artery Disease : Comprehensive
version : Patient Education
SDKI SLKI SIKI

Anda mungkin juga menyukai