DI RSUD WONOSARI
DISUSUN OLEH :
24.19.1372
2020
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
ORIF ( OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)
A. Pengertian
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk pembedahan dengan
pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur.
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakan
pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat,
sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) Merupakan tindakan pembedahan dengan
melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods,
plates dan protesa pada tulang yang patah
C. Indikasi
Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
Fraktur Kominutif
Fraktur Pelvis
Fraktur terbuka
Trauma vaskuler
Fraktur shaft humeri bilateral
Floating elbow injury
Fraktur patologis
Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan
Trauma multiple
Fraktur terbuka derajatI II
D. Kontra indikasi
1. Pasien dengan penurunan kesadaran
2. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
3. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
E. Komplikasi
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif kecil dan fiksasi
cenderung aman. Komplikasi akn terjadi bila ada penyakit penyerta dan gangguan pada
proses penyambungan tulang.
F. Pengkajian keperawatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa
takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu juga,
dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang
dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olah raga atau
tidak.
2. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengknsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang.
3. Pola eliminasi. Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Feses
dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Pada kedua pola ini juga dikaji adanya
kesulitan atau tidak.
4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya terbatas,
sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Pengkajian juga
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur,
dan penggunaan obat tidur.
5. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutama pekerjaan
klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur.
6. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga dan
masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah ketakutan akan kecacatan
akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara
optimal, dan gangguan citra diri.
8. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama perkawinan.
10. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif.
11. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah dengan baik,
hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.
a. Pemeriksaan Fisik
1) Gambaran Umum
Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang bergantung
pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada kasus
fraktur biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun
bentuk.
Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan keadaan
proksimal serta bagian distal klien, terutama mengenai status neurovaskuler.
2) Keadaan Lokal.
a) Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :
Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi)
Fistula
Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa
(abnormal)
Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas)
Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi).
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama
di sekitar persendian.
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah,
atau distal)
Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di
permukaan atau melekat pada tulang.
c) Move (pergerakan terutama rentang gerak).
Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas, kemudian mencatat
apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat adalah
pergerakan aktif dan pasif.
N
O DIAGNOSA NOC NIC
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Kaji nyeri klien
agen cidera fisik keperawatan selama 3 x 24 jam, (P,Q,R,S,T)
diharapkan nyeri pasien dapat Ajarkan tehnik
berkurang dengan kriteria hasil : nonfarmakologi
Skala nyeri berkurang /tehnik relaksasi(tarik
menjadi 4 nafas dalam)
Klien mampu mengontrol Kolaborasi dengan
nyeri dengan tehnik dokter pemberian
nonfarmakologi analgetik
TTV dalam batas normal. Tingkatkan istirahat
N
O DIAGNOSA NOC NIC
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan Lakukan suction
napas tidak efektif keperawatan selama 2x24 jam Berikan terapi O2
b/d obstruksi jalan jalan napas pasien efektif,dengan Atur posisi pasien
napas: produksi kriteria : ekstensikan kepala
mucus Pasien dapat bernapas dengan pasien 30 derajat dari
mudah kaki/ miringkan pasien
Tidak ada suara napas Ajarkan batuk efektif
tambahan/suara napas bersih
RR dalam rentang normal
Tidak ada secret
N
O DIAGNOSA NOC NIC
1. Bersihan jalan napas Setelah dilakukan tindakan Lakukan suction
tidak efektif b/d keperawatan selama 2x24 Berikan terapi O2
obstruksi jalan jam jalan napas pasien Atur posisi pasien
napas: produksi efektif,dengan kriteria : ekstensikan kepala pasien
mucus Pasien dapat bernapas 30 derajat dari kaki/
dengan mudah miringkan pasien
Tidak ada suara napas Ajarkan batuk efektif
tambahan/suara napas
bersih
RR dalam rentang
normal
Tidak ada secret
2. Resiko cidera Setelah dilakukan tindakan Sediakan lingkungan
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 yang aman bagi pasien
Factor kimia (Efek jam resiko cidera dapat Temani pasien agar tidak
anastesi). teratasi dengan kriteria jatuh
hasil: Pasang side rail tempat
Tidak ada lagi efek dari tidur
obat anastesi Anjurkan keluarga untuk
Pasien mengungkapkan menemani pasien nanti
rasa nyaman. saat di bangsal
Kesadaran Mengontrol lingkungan
composmentis dari kebisingan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner dan Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Jakarta
: EGC
2. M.A Henderson. 2000. Ilmu Bedah untuk Perawat. Yogyakarta : Yayasan Essentia
Medica
3. Mansjoer, A. Dkk . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculopius
4. Lukman, & Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskletal. Jakarta : Salemba Medika