Anda di halaman 1dari 10

43

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Pundong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Bantul Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kecamatan Pundong terletak di
sebelah selatan kabupaten Bantul dengan jarak kurang lebih 10 km serta jarak
dari Ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kurang lebih 18 km. Letak
astronomis berada di 07 57’ Lintang selatan dan 110 20’ Bujur Timur.
Batas geografis kecamatan pundong yaitu sebelah Utara dibatasi oleh Jalan
Parangtritis dan Kecamatan Jetis, sebelah Timur di batasi oleh Kali Opak dan
Kecamatan Imogiri, sebelah selatan dibatasi oleh Pegunungan Sewu,
Kecamatan Kretek, Kecamatan Panggang dan Kecamatan Purwosari,
sedangkan sebelah barat dibatasi oleh Kali Winogo Kecil, Jalan Parangtritis
dan Kecamatan Bambanglipuro. Ibukota Kecamatan Pundong berada di
dusun Bodowaluh, Piring, Pundong, Tangkil, Baran, Menang dan
Kembangkerep. Letak kantor kecamatan berada di Dusun Piring, Desa
Srihardono.
Desa Srihardono terdiri atas 3 dusun yaitu dusun Potrobayan,
Sragen, dan dusun Jonggrangan. Dusun Jonggrangan terdiri atas 5 RT,
dengan jumlah lansia 101 orang. Layanan kesehatan dan sosial yang ada di
Dusun Jonggrangan berupa Posyandu Balita yang terletak di rumah kepala
Dukuh. Selain itu, terdapat Puskesmas terdekat yaitu Puskesmas Pundong
yang terletak kurang lebih 500 meter dari dusun Jonggrangan
(bantulkab.com).
44

B. Hasil penelitian
1. Karakteristik Responden 43
Berdasarkan hasil penelitian pada bulan maret 2018 yang telah
dilakukan di dusun Jonggrangan Desa Srihardono Kecamatan Pundong
Bantul. Data responden yang telah terkumpul dari hasil kuesioner pada
sampel penelitian yang berjumlah 81 responden. Dalam penelitian,
klasifikasi karakteristik responden meliputi : usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan.
Gambar 4.1
Karakteristik responden menurut kelompok usia, jenis kelamin,
pendidikan, dan pekerjaan di dusun Jonggrangan

Karakteristik Frekuensi Persentase


responden (F) (%)
Usia (tahun)
Middle age (45-59) 3 3,7
Elderly (60-74) 70 86,4
Old (75-90) 8 9,9
Jenis kelamin
Perempuan 29 35,8
Laki-laki 52 64,2

Pendidikan
Tidak ada 31 38,3
SD 39 48,1
SMP 9 11,1
SMA 2 2,5
Pekerjaan
Petani 70 86,4
Guru 9 11,1
Pedagang 2 2,5
Total 81 100
Sumber: Data primer (Maret, 2018)

a. Usia
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa
karakteristik responden menurut usia lansia di dusun Jonggrangan
desa Srihardono kecamatan Pundong Bantul, dari 81 responden
45

terbanyak pada kelompok usia elderly (60-74) tahun dengan jumlah


70 lansia (86,4%) dan yang paling sedikit pada usia Middle age
(45-59) tahun dengan jumlah 3 lansia (3,7%).
b. Jenis kelamin
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa
karakteristik responden menurut jenis kelamin lansia di dusun
Jonggrangan desa Srihardono kecamatan Pundong Bantul dari 81
responden terbanyak pada kelompok laki-laki dengan jumlah 52
lansia (64,2%) dan yang paling sedikit adalah perempuan dengan
jumlah 29 lansia (35,8%).
c. Pendidikan
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa
karakteristik responden menurut pendidikan lansia di dusun
Jonggrangan desa Srihardono kecamatan Pundong Bantul dari 81
responden terbanyak berpendidikan SD dengan jumlah 39 lansia
(48,1%) dan paling sedikit berpendidikan SMA dengan jumlah 2
lansia (2,5%).
d. Pekerjaan
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa
karakteristik responden menurut pekerjaan lansia di dusun
Jonggrangan desa Srihardono kecamatan Pundong Bantul dari 81
responden terbanyak bekerja sebagai petani dengan jumlah 70
lansia (86,4%) dan paling sedikit bekerja sebagai guru dan pedang
dengan masing-masing berjumlah 2 lansia (2,5%).
2. Analisis Univariat
Analisis ini ditujukan untuk melihat distribusi masing-masing
variabel penelitian, yaitu kualitas tidur sebagai variabel bebas dan risiko
jatuh sebagai variabel terikat. Distribusi masing-masing variabel dapat di
lihat pada tabel berikut :
a. Kualitas tidur
46

Pengamatan terhadap variabel penelitian terkait kualitas


tidur pada lansia dilakukan dengan memberi kuesioner PSQI pada
lansia dan didapatkan hasil perincian sebagai berikut :

Gambar 4.2
Distribusi Frekuensi dan Persentase Kualitas tidur pada lansia di
dusun Jonggrangan desa Srihardono kecamatan Pundong Bantul.

Kategori Frekuensi Persentase


kualitas tidur (F) (%)
Baik 31 38,3
Buruk 50 61,7
Total 81 100
Sumber: Data Primer (Maret, 2018).

Berdasarkan gambar 4.2 menunjukan bahwa dari 81


responden yang kategori kualitas tidur baik sebanyak 31 (38,3%)
lansia, dan dalam kategori buruk sebanyak 50 (61,7%) lansia.
b. Risiko jatuh pada lansia
Hasil pengukuran risiko jatuh pada lansia dilakukan dengan
memberi kuesioner MFS dan didapatkan hasil :
Gambar 4.3
Distribusi Frekuensi dan Persentase risiko jatuh pada lansia di
dusun Jonggrangan desa Srihardono kecamatan Pundong Bantul.
Kategori risiko Frekuensi Persentase
jatuh (F) (%)
Tidak berisiko 23 28,4
Risiko jatuh rendah 52 64,2
Risiko jatuh tinggi 6 7,4
Total 81 100
Sumber : Data primer (2018).
Berdasarkan Gambar 4.3 menunjukan bahwa 81 responden yang
dikategorikan tidak berisiko sebanyak 23 (28,4%) lansia, dalam kategori
risiko jatuh rendah sebanyak 52 (64,2%) lansia dan dalam kategori risiko
jatuh tinggi sebanyak 6 (7,4%) lansia.
3. Analisis Bivariat
47

Gambar 4.4
Tabulasi silang Kualitas Tidur dengan Risiko Jatuh pada Lansia di
Dusun Jonggrangan desa Srihardono Pundong Bantul.
Risiko jatuh Jumlah
Tidak Risiko Risiko
Kualitas tidur
berisiko rendah tinggi
F % F % F % F %
Baik 15 48,4 13 41,9 3 9,7 31 100
Buruk 8 16,0 39 78,0 3 6,0 50 100
Jumlah 23 28,4 52 64,2 6 7,4 81 100
Sumber : data primer maret 2018
Berdasarkan gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa dari 81
responden yang diteliti terdapat 15 responden (48,4%) memiliki
kualitas tidur yang baik dengan tidak berisiko jatuh, 13 responden
(41,9%) memiliki kualitas tidur yang baik dengan risiko jatuh rendah
dan 3 responden (9,7%) memiliki kualitas tidur yang baik dengan risiko
jatuh tinggi. Kemudian terdapat 8 responden (16,0%) memiliki kualitas
tidur yang buruk dengan tidak berisiko jatuh, 39 responden (78,0%)
memiliki kualitas tidur yang buruk dengan risiko jatuh rendah, dan 3
responden (6,0%) memiliki kualitas tidur yang buruk dengan risiko
jatuh tinggi.
Setelah melakukan perhitungan crosstab selanjutnya dilakukan uji
kendall tau untuk mengetahui besarnya hubungan kualitas tidur dengan
risiko jatuh pada lansia di dusun Jonggrangan desa Srihardono Pundong
Bantul.
Gambar 4.5
Hubungan kualitas tidur dengan risiko jatuh pada lansia di dusun
Jonggrangan desa Srihardono kecamatan Pundong Bantul

Variabel Koef. probabilitas keterangan


Korelasi
Kualitas tidur 0,265 0,015 signifikan
Risiko jatuh
Sumber : Data primer (Maret, 2018)
48

Berdasarkan gambar 4.5 di per oleh hasil perhitungan r hitung


sebesar 0.265 dan probabilitas sebesar p=0,15 (0,015<0,05). Hal ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan antara kualitas tidur dengan
risiko jatuh pada lansia di dusun Jonggrangan desa Srihardono
kecamatan Pundong Bantul.
C . Pembahasan
1. Kualitas tidur pada lansia di dusun Jonggrangan desa Srihardono
Pundong Bantul
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah lansia yang
memiliki kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 50 orang (61,7%) dan
kualitas tidur yang baik sebanyak 31 orang (38,3%). Hasil penelitian ini
didukung oleh penelitian Havisa (2014) yang mendapatkan hasil kualitas
tidur pada lansia sebagian besar memiliki kualitas tidur yang buruk
(76,9%) dari 52 responden. Menurut Modjod (2007) dalam Rohmawati
(2012) kualitas tidur merupakan evaluasi tidur secara subjektif yang
dikategorikan dalam kualitas tidur baik dan buruk.
Dalam penelitian ini mayoritas responden berusia 60-74 tahun
yaitu sebanyak 70 orang (86,4%). Hal tersebut didukung oleh penelitian
Rohmawati (2012) menyatakan bahwa kualitas tidur kelihatan menjadi
berubah pada kebanyakan lansia 60 tahun ke atas. Perry dan Potter (2005)
juga menyatakan bahwa penyebab gangguan atau susah tidur salah satunya
adalah disebabkan oleh usia. Seiring dengan bertambahnya usia banyak
keluhan yang muncul pada lansia antara lain susah untuk tertidur, sering
terbangun pada malam hari untuk ke kamar mandi dan bangun terlalu dini.
Penelitian Saputri (2009) menyatakan bahwa pertambahan usia
akan menimbulkan perubahan fungsi fisiologis terutama dalam penurunan
jumlah waktu tidur yang di perlukan dan kenyenyakan tidur. Kualitas tidur
yang sesuai untuk usia 60 tahun ke atas yaitu 6 jam/ hari. Tidur diyakini
untuk menjaga kestabilan mental emosional, fisiologis, dan kesehatan
(Sujono dan Hesti, 2015). Kualitas tidur yang buruk akan berdampak pada
meningkatnya risiko jatuh (Stone, 2014).
49

Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa karakteristik


responden berdasar jenis kelamin di dapatkan data laki-laki sebanyak 52
orang (64,2%) dan perempuan sebanyak 29 orang (35,8%). Penelitian ini
berbanding terbalik dengan penelitian Kimura (2005) dalam Khasanah
(2012) menyatakan bahwa wanita memiliki kualitas tidur yang buruk
disebabkan karena terjadi penurunan pada hormon progesterone dan
estrogen yang mempunyai reseptor di hipotalamus, sehingga memilki
andil pada irama sirkadian dan pola tidur secara langsung. Kondisi
psikologis, meningkatnya kecemasan, gelisah dan emosi sering tidak
terkontrol pada wanita akibat penurunan hormon estrogen yang bisa
menyebabkan gangguan tidur.
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa karakteristik
responden berdasar pendidikan mayoritas adalah SD sebesar 39 orang
(48,1%) dan tidak sekolah sebesar 31 orang (38,3%) menggambarkan
tingkat pendidikan yang masih rendah yang disebabkan oleh latar
belakang keluarga dan masa penjajahan indonesia oleh belanda dan
jepang, tingkat pendidikan berhubungan dengan pengetahuan. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Notoadmojo (2010) bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin mudah dalam memahami informasi,
sehingga seseorang dapat mencegah perilaku yang berisiko menyabkan
kualitas tidur yang buruk.
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa karakteristik
responden berdasar pekerjaan mayoritas adalah bekerja sebagai petani
sebesar 70 orang (86,4%). Hal ini sesuai dengan pernyataan (Sujono dan
Hesti, 2015) bahwa irama sirkadian di pengaruhi oleh rutinitas pekerjaan
yang akan berdampak pada kualitas tidur seseorang akibat masalah
gangguan biologis.
2. Risiko jatuh pada lansia di dusun Jonggrangan desa Srihardono
Pundong Bantul
Hasil penelitian yang dilakukan, di peroleh hasil bahwa risiko jatuh
pada responden adalah sebagian besar memiliki risiko jatuh yang rendah
sebanyak 52 orang (64,2%). Hal ini berbanding lurus dengan hasil
50

kemandirian pada aktivitas harian responden yang memilki kemandirian


sepenuhnya. Para pakar geriatrik dan gerontologik melihat jatuh sebagai
konsekuensi normal dari proses penuaan. Sekarang para pakar setuju
bahwa jatuh disebabkan karena berbagai faktor yang saling berhubungan
(Miller, 2004). Jatuh merupakan kegagalan manusia untuk
mempertahankan keseimbangan badan untuk berdiri. Reflek
mempertahankan keseimbangan ini di buktikan oleh Sheldon 1963,
didapatkan titik optimal adalah umur 29-49 tahun. Reflek memburuk pada
umur lebih dari 50 tahun.
Proses menua mengakibatkan menurunnya reflek stabilitas badan,
otot-otot gravitasi berkurang kekuatannya serta adanya kelemahan otot
berakibat melambatnya koreksi terhadap perubahan keseimbangan badan.
Ditambah dengan berkurangnya daya penglihatan dan melambatnya reflek
vestibular, berakibat risiko jatuh pada lansia menjadi meningkat
(Brocklehurt et al, 1987: Tineti, 1994: Andayani, 1999). Metode cepat dan
sederhana yang digunakan untuk menilai kemungkinan jatuh pada lansia
adalah dengan menggunakan Morse Fall Scale (MFS) seperti pada
penelitian ini. Skala ini terdiri dari enam variabel yaitu riwayat jatuh,
diagnosis penyakit, bantuan berjalan, terapi intravena gaya berjalan dan
status mental. Cepat dan mudah untuk digunakan, dan terbukti telah
memilki validitas prediktif dan reabilitas interrater. Mayoritas responden
lansia di dusun Jonggrangan berjenis kelamin laki-laki 52 orang (64,2%),
sehingga jenis kelamin mempengaruhi risiko jatuh pada responden.
Hasil penilaian risiko jatuh yang menggunakan kuesioner MFS
menunjukan bahwa lansia yang berisiko jatuh terbanyak yaitu berusia 60–
74 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Coussement, et al. (2007) dan Rubenstein, et al. (2002) lansia yang
berisiko jatuh terutama berusia lebih dari 65 tahun dan beberapa
diantaranya mengalami cidera ringan hingga cidera berat akibat jatuh. Hal
ini berkaitan dengan semakin bertambahnya usia maka terjadi penurunan
pada seluruh fungsi tubuh.
51

3. Hubungan antara kualitas tidur dengan risiko jatuh pada lansia di


dusun Jonggrangan desa Srihardono Pundong Bantul.
Hasil analisa korelasi kendall tau yaitu sebesar 0,015. Hasil ini
menunjukan bahwa nilai p = 0,015< 0,05, yang berarti bahwa terdapat
hubungan yang signifikan sebesar 0,015 antara kualitas tidur dengan
risiko jatuh pada lansia di dusun Jonggrangan desa Srihardono Pundong
Bantul. Hasil penelitian ini menunjukan ada hubungan antara kualitas
tidur dengan risiko jatuh pada lansia di dusun Jonggrangan desa
Srihardono Pundong Bantul.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas 50 orang
(61,7%) responden memiliki kualitas tidur buruk dan mayoritas 52 orang
(64,2%) mengalami risiko jatuh rendah. Penelitian ini juga di dukung oleh
(Stone, 2014) tentang sleep disturbances and increased risk of falls in
older community-dwelling men. Hasil menunjukan sebagian besar lansia
yang mengalami kualitas tidur yang buruk akan mengalami peningkatan
risiko jatuh.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Umami dan
Priyanto (2013) tentang hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah
pada lansia dengan hasil kualitas tidur buruk sebanyak 47 orang (67,1%).
Jika lansia belum bisa menjaga kualitas tidurnya maka lansia akan mudah
lelah dan mengalami penurunan visus sehingga akan mengakibatkan
risiko jatuh.
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga
seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah
terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata,
kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian
terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk
(Hidayat, 2006). Jatuh merupakan suatu kondisi dimana seseorang tidak
sengaja tergeletak di lantai, tanah atau tempat yang lebih rendah, hal
tersebut tidak termasuk orang yang sengaja berpindah posisi ketika tidur
(WHO, 2007). Adapun faktor intrinsik yang menyebabkan risiko jatuh
(faktor dari dalam tubuh lanjut usia sendiri) yaitu kondisi fisik,
52

neuropsikiatrik, penurunan visus dan pendengaran (Nugroho, 2015).


Beberapa teori tersebut tentunya memberikan hubungan antara kualitas
tidur dengan risiko jatuh, sebab penyebab jatuh di antaranya adalah
penurunan visus yang salah satunya di akibatkan oleh kualitas tidur yang
buruk.

D. Keterbatasan penelitian
1. Adanya keterbatasan penelitian dalam pengisian kuesioner yaitu terkadang
responden tidak menyadari dengan masalah kesehatannya sehingga
jawaban tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
2. Ketidakmampuan peneliti dalam mengendalikan variabel pengganggu
yang dapat mempengaruhi hasil penelitian di antaranya yaitu status
kesehatan, penyakit fisik, gaya hidup, dan stres psikologi.
3. Ketidakmampuan peneliti dalam menentukan diagnosa sekunder pada
responden.
4. Instrumen Morse Fall Scale lebih kepada pasien yang berada di rumah
sakit dari pada pasien yang berada di komunitas, sehingga terjadi bias
dalam penilaian risiko jatuh.

Anda mungkin juga menyukai