Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kesehatan pada usia remaja merupakan salah satu aspek penting dalam
siklus kehidupan individu. Pada masa ini merupakan masa dimana individu
mulai belajar dan mempunyai kemampuan fungsional dan kesehatan. Masa ini
merupakan periode penting untuk kesehatan reproduksi dan pembentukan
awal perilaku hidup sehat. Masalah kesehatan di usia dewasa sebagian
berkaitan dengan perilaku kesehatan ataupun gaya hidup di usia muda
termasuk di usia remaja. Perilaku hidup sehat sejak usia dini merupakan salah
satu upaya yang cukup penting dalam menciptakan sumber daya manusia
yang produktif dan berkualitas di masa yang akan datang. Beberapa perilaku
berisiko pada usia remaja diantaranya adalah kebiasaan merokok, gizi tidak
seimbang, kurang aktifitas fisik, hygiene dan sanitasi individu, depresi/stress,
konsumsi obat-obatan terlarang dan konsumsi minuman beralkohol
(KEMENKES RI, 2016).
Masa remaja merupakan satu periode perkembangan manusia yang
ditandai oleh pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, kebutuhan
untuk pencapaian kedewasaan, kemandirian, serta adaptasi antara peran dan
fungsi dalam kebudayaan dimana ia berada. Masa remaja dianggap sebagai
periode “badai dan tekanan,” suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi
sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar ( Hurlock, 2010 ).
Thornburg dalam Faridh (2008), menyebutkan bahwa seorang remaja
dikatakan terlibat dalam kenakalan remaja apabila ia meiliki masalah
emosional atau masalah kepribadian yang menyebabkan perilaku anti sosial.
Banyak perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja tidak hanya
dikarenakan oleh ketidakmampuan mengontrol diri akan tetapi juga karena
adanya tekanan. Oleh karena itu kemampuan mengelola emosi perlu
dilakukan agar seseorang dapat terhindar dari perilaku anti sosial terutama

1
2

pada remaja yang sedang mengalami konflik yang beragam (Janah, 2015).
Kemampuan mengelola emosi ini disebut juga regulasi emosi (Gross, 2007;
Habsy, 2015).
Menurut WHO (2014), remaja merupakan penduduk dalam rentang
usia 10-19 tahun. Di dunia di perkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2
milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia. Di Indonesia jumlah remaja
sebanyak 61,83 juta jiwa atau sekitar 24,53% dari 252,04 juta jiwa penduduk
Indonesia. Remaja mempunyai jumlah yang paling kecil dibandingkan dengan
jumlah penduduk yang berusia di bawah 16 tahun (76,68 juta) dan penduduk
di atas 30 tahun (113,52 juta). Rasio jenis kelamin remaja pada tahun 2014
sebesar 101,38 yang berarti bahwa dari setiap 100 orang remajaperempuan,
terdapat sekitar 101 orang remaja laki-laki. Hal ini menunjukkan jumlah
remaja laki-laki lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan. Jika dilihat
menurut tipe daerah, proporsi remaja di perkotaan (25,92 %) lebih besar
dibandingkan proporsi remaja di perdesaan (23,14 %) (BPS, 2015). Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) sendiri jumlah penduduk remaja mencapai
316.260 jiwa pada periode semester awal 2017 dengan pencapaian tertinggi di
Kabupaten Sleman sebanyak 94.472 jiwa kemudian Kabupaten Bantul pada
peringkat ke dua sebanyak 79.436 jiwa dan Kota Yogyakarta sebanyak 74.345
jiwa di peringkat ke tiga (Kependudukan Jogja Provinsi, 2017).
Usia terlalu muda memasuki masa puber memiliki resiko
mengembangkan masalah emosional dan tingkah laku termasuk didalamnya
kecemasan. Ketidaktahuan remaja mengenai apa yang terjadi seringkali
diiringi dengan perasaan negatif seperti kecemasan, kaget, panik, bingung,
dan malu (Ge, dkk, 2006; Hidayati 2012).
Kecemasan merupakan perubahan mood (suasana hati) atau gangguan
alam perasaan ditandai dengan perasaan takut dan khawatir yang
mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Gangguan kecemasan
merupakan gangguan yang memiliki ciri-ciri kecemasan atau ketakutan yang
tidak realistik, irrasional dan tiadk dapat secara intensif ditampilkan dalam
3

cara-cara yang jelas. Gengguan kecemasan dibagi dalam beberapa jenis


diantaranya fobia spesifik, fobia sosial, gangguan panik dan gangguan cemas
menyeluruh (Fauziah dan Widuri : Herliana, 2017).
Kecemasan akan menyertai di setiap kehidupan manusia terutama bila
dihadapkan pada hal-hal yang baru. Sebenarnya kecemasan merupakan suatu
kondisi yang pernah dialami oleh hampir semua orang, hanya tarafnya saja
yang berbeeda-beda. Pada taraf sedang, kecemasan justru meningkatkan
kewasapadaan pada diri individu. Namun sebaliknya apabila kecemasan
dalam tingkat berlebihan akan menghilangkan konsentrasi dan menurunya
koordinasi antara otak dan gerak motorik. Kecemasan merupakan perasaan
campuran berisikan ketakutan dan berisi keprihatinan mengenai masa-masa
yang akan datang tanpa sebab khusus untuk ketakutan tersebut ( Chaplin,
2006; Sulistyo, 2014).
Depression Association of America ( dalam Kaplan & Sadock, 2012)
menuliskan bahwa gangguan kecemasan dan depresi diderita oleh 40 juta
populasi orang dewasa di Amerika pada usia 18 tahun atau lebih (18% dari
populasi). Diperkirakan 20% dari populasi dunia menderita kecemasan dan
sebanyak 47,7% remaja sering merasa cemas (Haryadi, 2007). Prevalensi
gangguan kecemasan menurut Centers for Disease Control and Prevention
pada tahun 2011 sebesar lebih dari 15%. National Commorbidity Study
melaporkan bahwa satu dari empat orang memenuhi gangguan kecemasan dan
terdapat angka prevalensi 12 per 17,7% (Kaplan & Sadock, 2012). Di
Indonesia terjadi penurunan prevavalensi gangguan emosional dari 11,6
persen (2007) menjadi 6,0 persen (2013). Provinsi dengan prevalensi
gangguan mental emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur (Riskesdas,
2013). Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diketahui gangguan mental
emosional untuk rentang usia 15-24 tahun sebesar 9,5% (Amalia, 2016).
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian
besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa atau
4

situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Salah satu


faktor yang menyebabkan kecemasan diantaranya emosi yang ditekan.
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar
untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama jika dirinya
menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama
(Ramaiah,2003; Nursanti, 2016).
Penelitian Janah (2015), menyebutkan regulasi emosi sejak dini yang
dimiliki oleh remaja memberikan dampak yang sangat signifikan bagi
perkembangannya kelak. Pada usia remaja umumnya terjadi perkembangan
yang sengat pesat pada kognitif, fisik, kematangan seksual dan emosional.
Diusia ini seorang remaja umumnya mengalami konflik yang kompleks,
sehingga masa remaja sering dikenal dengan masa “strom and stress”. Pada
masa remaja seseorang sangat rentan untuk terkena pengaruh dari
lingkungannya dan hal ini merupakan akibat karena adanya perubahan-
perubahan secara fisik maupun mental sehingga menyebabkan munculnya
tuntutan lingkungan terhadap perannya. Disinilah pentingnya regulasi yang
baik yang tertanam sejak dini sehingga hal tersebut akan menyebabkan tingkat
kenakalan remaja dan agresifitas akan menurun (Janah, 2015).
Penelitian Pujiyatmi (2016) menyebutkan bahwa pelatihan regulasi
emosi ternyata dapat meminimalkan perilaku marah pada pasien hipertensi.
Kemarahan merupakan puncak kegagalan seseorang dalam mengawal emosi,
berbagai peristiwa hidup akan menciptakan berbagai emosi dalam diri
seseorang yang kadang-kadang membuat perilaku marah tidak menentu dan
bisa berdampak pada fisik dan psikis seseorang. Secara fisik perilaku marah
dan mudah tersinggung dapat menyebabkan masalah kesehatan diantara
imsomnia, melemahnya sistem imun, diabetes, hipertensi serta jantung. Marah
pada kasus yang lebih parah terutama pada penderita hipertensi(tekanan darah
tinggi) dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah hingga kematian
mendadak (Pujiyatmi, 2016).
5

Penelitian Ekawati (2015) menunjukan bahwa kecemasan


mempengaruhi hasil belajar siswa dengan kuat. Hasil belajar siswa
dipengaruhi oleh faktor internal, dimana faktor yang mempengaruhi adalah
faktor psikologis antara lain motivasi, kecemasan, perhatian, pengamatan, dan
sebagainya. Kecemasan siswa berkaitan dengan perasaan gelisah dan khawatir
yang timbul dari dalam diri siwa. Perasaan ini dapat dikarenakan pemahaman
terhadap konsep matematika yang lemah. Ini dapat dilihat dari hsil belajar
siswa sebagian besar berada pada kualifikasi kurang (Ekawati, 2015).
Penelitian lain menyebutkan bahwa remaja putri yang mengalami stress
atau kecemasan menghadapi Ujian Nasional Berbasis Komputer akan
berdampak pada kegagalan produksi folikel stimulating hormone (FSH-LH)
pada hipotalamus sehingga mempengaruhi gangguan produksi estrogen dan
progesterone yang menyebabkan adanya perubahan siklus menstruasi
termasuk akibat sampingan yang ditimbulkanya seperti nyeri perut, pusing,
mual dan muntah (Rahmawati, 2012; Herliana, 2017).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan
Januari di SMP N 9 Yogyakarta didapatkan data bahwa 6 dari 10 siswa
mengatakan sulit mengendalikan kata-kata bila merasa kesal dengan teman,
sering merasa tidak sadar bila tiba-tiba berbicara dengan nada ketus,
seringkali mencoba untuk terlihat menyetujui apa yang dikatakan oleh orang
lain walaupun tidak sependapat dan 8 dari 10 siswa memilih diam saat marah.
Saat dilakukan wawancara pada waktu yang berbeda didapatkan data bahwa 2
dari 5 siwa mengatakan perasaanya sering berubah-ubah sepanjang hari dan 3
lainya mengatakan biasa-biasa saja. Terdapat 1 siswa mengatakan bahwa ia
takut pada binatang besar, adapula yang sering terbangun pada malam hari
karena mimpi buruk dan adapula yang terbangun karena keinginan untuk
buang air kecil.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan Antara Tingkat Regulasi Emosi (Emotional
6

Regulation Level ) dengan Tingkat Ansietas (Anxiety Level) Pada Remaja di


SMP Negeri 9 Yogyakarta ”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang
diajukan adalah “Adakah Hubungan Antara Tingkat Regulasi Emosi
(Emotional Regulation Level ) dengan Tingkat Ansietas (Anxiety Level) Pada
Remaja di SMP Negeri 9 Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Antara Tingkat Regulasi Emosi (Emotional
Regulation Level ) dengan Tingkat Ansietas (Anxiety Level) Pada Remaja
di SMP Negeri 9 Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Tingkat Regulasi Emosi (Emotional Regulation Level )
Pada Remaja di SMP Negeri 9 Yogyakarta.
b. Mengetahui Tingkat Ansietas (Anxiety Level) Pada Remaja di SMP
Negeri 9 Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Ilmu Keperawatan Medikal Bedah
Dapat menjadi tambahan literatur mengenai Regulasi Emosi terkait
dengan Tingkat Ansietas (Anxiety Level) Pada Remaja.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa di SMP Negeri 9 Yogyakarta.
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan
pengetahuan terkait faktor-faktor yang mempengaruhi ansietas
(anxiety) dan Regulasi Emosi untuk menurunkan tingkat ansietas.
7

b. Bagi Guru di SMP Negeri 9 Yogyakarta


Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi semua guru tentang
keterikatan antara regulasi emosi dengan ansietas sehinggaa dapat
melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan aspek regulsi emosi
dengan baik.
c. Bagi Orang Tua Siswa SMP Negeri 9 Yogyakarta
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi orang tua siswa
tentang tentang keterikatan antara regulasi emosi dengan ansietas
sehinggaa dapat melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan aspek
regulsi emosi dengan baik.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut terkait
regulasi emosi dan ansietas pada remaja dengan modifikasi variabel
yang lain.

E. Ruang Lingkup Masalah


1. Variabel Penelitian
Variabel Independent atau Variabel Bebas : Tingkat Regulasi Emosi
(Emotional Regulation Level).
Variabel Dependent atau Variabel Terikat : Tingkat Ansietas (Anxiety
Level).
2. Responden
Responden yang menjadi sumber informasi atau obyek penelitian ini
adalah Remaja di SMP Negeri 9 Yogyakarta.
3. Tempat
Lokasi penelitian ini berada di SMP Negeri 9 Yogyakarta.
4. Waktu
Waktu penelitian ini dilakukan pada Februari 2018.
8

F. Keaslian Penelitian
1. Fitriani dan Alsa (2015) melakukan penelitian dengan judul “Relaksasi
Autogenik Untuk Meningkatkan Regulasi Emosi Pada Siswa SMP
Partisipan dalam penelitian ini adalah siswa SMP M Yogyakarta”. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris pengaruh pelatihan
relaksasi autogenic terhadap peningkatan regulasi emosi. Partisipan dalam
penelitian ini adalah siswa SMP kelas VIII pada tempat sekolah yang
sama. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan tri solomon
design. Banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah
50 orang yang diambil berdasarkan skor pretest terendah. Penempatan
partisipan kedalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
dilakukan dengan mengurutkan nilai terendah sampai tertinggi kemudian
nomor ganjil sebagai kelompok eksperimen dan nomor genap sebagai
kelompok kontrol. Partisipan yang mengikuti pretest, posttest dan follow
up secara lengkap dalam kelompok eksperimen berjumlah 16 siswa
perempuan dan pada kelompok kontrol berjumlah 19 siswa perempuan.
Hasil penelitian manunjukan relaksasi autogenik dapat meningkatkan
regulasi emosi pada siswa SMP. Persamaan penelitian Yulia Fitriani dkk
(2015) dengan yang akan dilakukan terletak pada variabel terikat yakni
meneliti regulasi emosi dan subyek penelitian yaitu remaja. Perbedaan
terletak pada desain penelitian. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian eksperimental dengan pendekatan tri solomon design sedangkan
penelitian yang akan dilakukan menggunakan jenis penelitian deskriptif
korelasi dengan pendekatan cross sectional.
2. Pujiyatmi (2016) melakukan penelitian dengan judul “Pelatihan Regulasi
Emosi Untuk Menurunkan Perilaku Marah Pada Pasien Penderita
Hipertensi”. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pelatihan regulasi emosi terhadap penurunan perilaku marah
pada pasien penderita hipertensi. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen dengan tri solomon design. Populasi dalam penelitian ini
9

adalah pasien penderita hipertensi yang berasal dari kelompok binaan


griya sehat “Ulima Medika” di Sragen, berusia antara 25-65 tahun,
mempunyai emosi yang meledakledak dan mempunyai tekanan darah
sistole > 130 mmHg dan diastole >90 mmHg. Sampel yang diambil dari
perumusan besaran sampel sebanyak 120 pasien penderita hipertensi,
kemudian dirandom kembali menjadi tiga kelompok yaitu 40 pasien
hipertensi dalam kelompok eksperimen, 40 pasien hipertensi kelompok
kontrol pertama dan 40 pasien penderita hipertensi dalam kelompok
kontrol kedua. Hasil penelitian ini adalah terdapat perbedaan yang
signifikan antara yang diberikan pelatihan dengan yang tidak diberikan
pelatihan. Persamaan penelitian Pujiyatmi (2016) dengan penelitian yang
akan dilakukan adalah terletak pada variabel bebas yaitu regulasi emosi.
Perbedaan terletak pada variabel terikat, penelitian ini menggunakan
perilaku marah sedangkan penelitian yang akan dilakukan yakni mengenai
tekanan darah. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan jenis penelitian eksperimental dengan pendekatan tri
solomon design tri solomon design sedangkan penelitian yang akan
dilakukan menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasi dengan
pendekatan cross sectional.
3. Herliana (2017) melakukan penelitian dengan judul “Hubungan tingkat
Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Dengan Siklus Menstruasi Pada
Siswi Kelas XII di SMAN 1 Kasihan Bantul”. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan tingkat kecemasan menghadapi ujian
nasional dengan siklus menstruasi pada siswi kelas XII di SMAN 1
Kasihan Bantul. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non
experimental dengan metode korelasi rancangan cross sectional. Total
sampel dalam penelitian ini sebanyak 59 orang dengan menggunakan
teknik sample random sampling. Pengumpulan data menggunakan
kuisioner Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Hasil penelitian ini
menujukan ada hubungan antara tingkat kecemasan menghadapi ujian
10

nasional dengan siklus menstruasi pada siswi kelas XII di SMAN 1


Kasihan Bantul. Persamaan penelitian Herliana (2017) dengan yang akan
dilakukan adalah menggunakan desain penelitian kuantitatif non
experimental dengan pendekatan cross sectional, variabel bebas yaitu
tingkat kecemasan (anxiety) dan pengumpulan data menggunakan
kuisioner Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Perbedaan terletak
pada variabel terikat yaitu siklus menstruasi.

Anda mungkin juga menyukai