Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

DI RSUD WONOSARI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD IRZA ZULIANTO
24.19.1372

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

A. Konsep Teori (Berdasarkan Jecnis Penyakit)


1. Pengertian Apendisitisc
Apendisitis adaclah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendciks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum).
Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah secgera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya. (Panduan Penyuscunan Asuhan Profesional. 2015).
Klarifikacsi appendisitis terbagi atas 3 yakni :
a. Appendcisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda csetempat, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritonium
local.c
b. Appendisitis rcekurens
c. Appendisitis kronis
2. Etiologi Apendisitisc
Apendiks merupakan organ yancg belum di ketahui fungsinya tetapi
menghasilkan lender 1-2 ml per hari ycang normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir kesekcum. Hambatan aliran lendir dimuara
apendiks tampaknya berpean dalam patchogenesis apendiks. (wim de jong)
Menurut klasifikasinya di bagi cmenjadi tiga jenis yaitu :
a. Apendisitis akut merupakan cinfeksi yang di sebabkan oleh bakteria.
Dan factor pencetusnya di scebabkan oleh sumbatan lumen apendiks.
Selain itu hyperplasia jaringan limf, fikalit (tinja/batu), tumor
apendiks, dan cacing askarisc yang dapat menyebabkan seumbatan dan
juga erosi mukosa apendiks ckarena parasit (E.histolytica)
b. Apendisitis rekurens yaituc jika ada riwayat nyeri berulang diperut
kanan bawah yang mendcorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan
ini terjadi bila serangan apcendisitis akut pertama kali sembuh spontan.
Namun apendisitis tidcak pernah kembali kebentuk aslinya karena
terjadi fibrosis dan jaricngan parut.
c. Apendisitis kronis mcemiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan cmikroskopik (fibrosis menyeluruh di dinding
apendiks, sumbatacn persial atau lumen apendiks, adanya jaringan
parut dan ulkus lama cdi mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik),
dan keluhan menghilcang setelah apendiktomi.
3. Tanda dan Gejala Apcendisitis
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam
ringan, mual,cc muntah dan hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekanc lepas
c. Terdapat konstipasi atau diare
d. Nyeri lumcbal, bila appendiks melingkar dibelakang sekum
e. Nyeri decfekasi, bila appendiks berada dekat rectal
f. Nyeri kcemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih
atau ureter.c
g. Pemeriksaan rektcal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis
h. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang
secara paradokccsial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
i. Apabila appecndiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai
abdomen terjadi akibat illeus paralitik.
j. Pada pasienc lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. 
Pasien mucngkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur
appendiks.c
4. Patofisiologi Apcendisitis
Penyebacb utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang
dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab
terbanyak, adccanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing
seperti cacing, stikctura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab
lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
5. Komplikacsi Apendisitis
a. Absesc
Abses mecrupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kucadran kanan bawah atau daerah pelpis. Massa bermula-mula
berupa flegcmon dan berkembang menjadi rongga yang megandung pus.
Hal ini terjadi bila apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh
omentum.cc
b. Perporasi
Perporasi adalah pecahnya apencdiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasci jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat ctajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70%c kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sackit, panas lebih dari 38,50 C, tampak
toksik,nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoeum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria. Peritonitis di sertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam.
6. Data Penunjang Apendisitis
a. Pemeriksaan laboratorium
1. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
2. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrositc lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat
sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap
mikroorganisme yancg menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi
akan terjadi leukocsitosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin)
nampak normal. Lcaju endap darah (LED) meningkat pada keadaan
apendisitis infiltract. Urin rutin penting untuk melihat apakah terdapat
infeksi pada ginjacl.
b. Pemeriksaan Radiolcogi
1. Apendikogramc
Apendikogram diclakukan dengan cara pemberian kontras BaS04
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral
dan diminum secbelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk
anak-anak atau 10-1c2 jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca
oleh dokter spesialics radiologi.
2. Ultrasonogracfi (USG)
USG dapat cmembantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses
subdiafragcma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal,
atau efusi cpleura (Penfold, 2015).
7. Penatalaksanaacn Medis Apendisitis
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis
meliputi penangcgulangan konservatif dan operatif.
a. Penanggulacngan konservatif
Penanggulcangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang
tidak mempunycai akses kepelayanan bedah berupa pemberian antibiotik
Pemberican antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita
apendicsitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrcolit, serta pemberian antibiotik sistemik (Oswari, 2015).
b. Opercatif
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan apendisitis maka tindakan
yancg dilakukan adalah operasi membuang appendiks. Penundaan
accppendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses
dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase (Oswari, 2015).
8. Nursing Pathway

Idiopatik Pola makan yang tidak sehat Kerja fisik

Yang keras

Massa keras feses

Obstruksi lumen

Suplay aliran darah menurun

Peradangan pada apendiks Distensi abdomen


 Perforasi
 Abses
 Peritonitis Menekan gaster
s Nyeri

Appendiktomy Pembesaran intake cairan Peningkatan prod


HCL

Insisi bedah Mual, muntah

Nyeri Resiko infeksi Resiko kurang volume


cairan

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnese
 Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk
rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur
pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa.
 Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang
disebabkan insisi abdomen.
 Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi,
operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-
abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan
imunisasi apa yang pernah diderita.
 Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus,
hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang
dilakukan dan bagaimana genogramnya.
 Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi
keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya
penyembuhan luka.
b. Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga
dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
c. Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa
nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest
berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
d. Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat,
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
e. Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi
terhadap orang tua, waktu dan tempat.
f. Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
g. Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien
mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.
b. Pemeriksaan Fisik
 Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa
sakit ada tidaknya kelemahan.
 Integumen
Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada
abdomen sebelah kanan bawah.
 Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat.
 Thoraks dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan
cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya
normal (16 – 20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stridor.
 Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus
ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa
kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah
produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri
jika dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak ada
pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.
 Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat,
juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.
c. Pemeriksaan Penunjang.
 Pemeriksaan Laboratorium
Darah: Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 mn.
Urine: Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .
 Pemeriksaan Radiologi
BOF, tampak distensi sekum pada appendisitis akut.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik. (00132)
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif. (00004)
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif. (00028).
3. Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
NOC
Pain Level
Kriteria hasil :
 Klien mampu mengontrol nyeri
 Klien mampu mengenali nyeri
 Klien mampu menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC
Pain Management
 Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
 Lakukan pengkajian nyeri secara kompprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
 Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan
interpersonal
 Ajarkan tentang tehnik non farmakologi
 Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
NOC
Risk control
Kriteria hasil:
 Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
 Klien mampu menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi
 Klien mampu menunjukan perilaku hidup sehat

NIC
Infection control
 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
 Gunakan sabun antimikroba untuk cuci tangan
 Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
 Dorong masukan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindar infeksi
 Kolaborasi dengan dokter
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif
NOC
Fluid balance
Kriteria hasil:
 Klien mampu mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB,
BJ urine normal, HT normal
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh, klien dalam batas normal
 Klien tidak ada tanda dehidrasi, elastitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
NIC
Fluid management
 Monitor vital sign
 Monitor status hidrasi
 Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
 Monitor status nutrisi
 Berikan cairan IV pada suhu ruangan
 Dorong masukan oral
 Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
 Berikan pengganti nesogatrik sesuai output
 Kolaborasi dengan dokter
4. Evaluasi Secara Teoritis
Evaluasi menggunakan SOAP (subjek, objek, assesment, planning) dilakukan
ketika telah selesai menerapkan implementasi kepada pasien sesuai dengan
diagnosa untuk menentukan apakah implementasi yang dilakukan teratasi, teratasi
sebagain atau tidak teratasi dengan sikap, perilaku dan pengamatan dari klien
maupun perawat yang di namakan dengan DS & DO dan evaluasi di lakukan
untuk menetukan implementasi selanjutnya jika tidak teratasi serta modifikasi
implementasi jika teratasi sebagian dan mengakhiri implimentasi jika masalah
teratasi.
Daftar Pustaka

1. Wim de jong. (2015), Panduan Penyusunan Asuhan Profesiona jilid.


2. Penurunan Tingkat Nyeri Pasien Post Op Apendisitis dengan Tehnik Distraksi
Nafas Ritmik : SURYAVol. 07, No. 02, Agustus 2015 (Hal 68-74).
3. Junaidi, M.E. (2015), Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
4. Oswari, Perfold. (2015), Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif, EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai