Anda di halaman 1dari 2

BAB IV

PEMBAHASAN

1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan respon asidosis metabolik


Diagnosis ini di dukung oleh tanda dan gejala pada klien yaitu terdapat
pola napas kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) dengan frekuensi 30x/menit.
Hasil BGA, angka BE sangat asam. Hal ini dikarenakan komplikasi dari CKD yang
menyebabkan asidosis tubulus renal sehingga ginjal gagal dalam usaha untuk
membuang asam dalam tubuh melalui urin yang kemudian tercampur kembali
dalam darah sehingga klien melakukan napas cepat dan dalam untuk mengeluarkan
CO2 sebagai kompensasi untuk mengurangi keasaman dalam darah (Muttaqin,
2011). Keluhan utama klien adalah sesak, dimana hasil dari BGA didapatkan pH
yang rendah dan peningkatan keasaman pada BE dan terjadi asidosis metabolik
yang memberikan dampak klinis berupa pernapasan yang cepat. Berdasarkan hasil
tersebut, penulis mengambil diagnosis ketidakefektifan pola napas berhubungan
dengan respon asidosis metabolik.

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan renal berhubungan dengan kerusakan nefron


sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme.
Diagnosis ini di dukung oleh tanda dan gejala pada klien yaitu terdapat
oliguri dengan up kateter sekitar ±290 cc/24 jam, asidosis metabolik dengan
peningkatan kalium, penurunan pH dan bikarbonat, anemia, peningkatan BUN dan
serum kreatinin. Secara teori gambaran laboratorium pada penyakit ginjal kronik
meliputi penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan LFG, penurunan kadar hemoglobin, hiperkalemia atau
hipokalemia, asidosis metabolik (Suwitra, 2006). Dengan adanya hasil
laboratorium tersebut menunjukkan bahwa adanya kerusakan nefron pada ginjal
sehingga ginjal mengalami kegagalan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit,
yang menyebabkan penurunan pengeluaran sisa metabolisme dan akibatnya adalah
oliguria. Berdasarkan hasil tersebut, penulis mengambil diagnosis ketidakefektifan
perfusi jaringan renal berhubungan dengan kerusakan nefron sehingga tidak
mampu mengeluarkan sisa metabolisme.
3. Risiko ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan pemantauan glukosa
darah yang tidak adekuat dan kurangnya rencana penatalaksanaan.
Diagnosis ini di dukung oleh tanda dan gejala pada klien yaitu terdapat
variasi kadar glukosa darah. Klien mengalami DM yang tidak terkontrol atau
pemantauan glukosa darah yang tidak adekuat maka akan menyebabkan
ketidakstabilan glukosa darah yaitu risiko terjadi variasi kadar glukosa darah atau
gula darah dari rentang normal (Wilkinson, 2011). Salah satu penyebab gagal
ginjal kronik adalah penyakit metabolik seperti DM (Price dan Wilson, 2005).
Dengan adanya hal yang demikian tersebut glukosa dalam darah klien akan
bervariasi dan secara cepat atau lambat akan mengakibatkan keadaan klien yang
jatuh pada hipoglikemia sampai penurunan kesadaran ataupun hiperglikemia.
Berdasarkan hasil tersebut, penulis mengambil diagnosis risiko ketidakstabilan
glukosa darah berhubungan dengan pemantauan glukosa darah yang tidak adekuat,
tidak menerima diagnosis, tidak mematuhi rencana penatalaksanaan, kurangnya
rencana penatalaksanaan.

Anda mungkin juga menyukai