1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan respon asidosis metabolik
Diagnosis ini di dukung oleh tanda dan gejala pada klien yaitu terdapat pola napas kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) dengan frekuensi 30x/menit. Hasil BGA, angka BE sangat asam. Hal ini dikarenakan komplikasi dari CKD yang menyebabkan asidosis tubulus renal sehingga ginjal gagal dalam usaha untuk membuang asam dalam tubuh melalui urin yang kemudian tercampur kembali dalam darah sehingga klien melakukan napas cepat dan dalam untuk mengeluarkan CO2 sebagai kompensasi untuk mengurangi keasaman dalam darah (Muttaqin, 2011). Keluhan utama klien adalah sesak, dimana hasil dari BGA didapatkan pH yang rendah dan peningkatan keasaman pada BE dan terjadi asidosis metabolik yang memberikan dampak klinis berupa pernapasan yang cepat. Berdasarkan hasil tersebut, penulis mengambil diagnosis ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan respon asidosis metabolik.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan renal berhubungan dengan kerusakan nefron
sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme. Diagnosis ini di dukung oleh tanda dan gejala pada klien yaitu terdapat oliguri dengan up kateter sekitar ±290 cc/24 jam, asidosis metabolik dengan peningkatan kalium, penurunan pH dan bikarbonat, anemia, peningkatan BUN dan serum kreatinin. Secara teori gambaran laboratorium pada penyakit ginjal kronik meliputi penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan penurunan LFG, penurunan kadar hemoglobin, hiperkalemia atau hipokalemia, asidosis metabolik (Suwitra, 2006). Dengan adanya hasil laboratorium tersebut menunjukkan bahwa adanya kerusakan nefron pada ginjal sehingga ginjal mengalami kegagalan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkan penurunan pengeluaran sisa metabolisme dan akibatnya adalah oliguria. Berdasarkan hasil tersebut, penulis mengambil diagnosis ketidakefektifan perfusi jaringan renal berhubungan dengan kerusakan nefron sehingga tidak mampu mengeluarkan sisa metabolisme. 3. Risiko ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan pemantauan glukosa darah yang tidak adekuat dan kurangnya rencana penatalaksanaan. Diagnosis ini di dukung oleh tanda dan gejala pada klien yaitu terdapat variasi kadar glukosa darah. Klien mengalami DM yang tidak terkontrol atau pemantauan glukosa darah yang tidak adekuat maka akan menyebabkan ketidakstabilan glukosa darah yaitu risiko terjadi variasi kadar glukosa darah atau gula darah dari rentang normal (Wilkinson, 2011). Salah satu penyebab gagal ginjal kronik adalah penyakit metabolik seperti DM (Price dan Wilson, 2005). Dengan adanya hal yang demikian tersebut glukosa dalam darah klien akan bervariasi dan secara cepat atau lambat akan mengakibatkan keadaan klien yang jatuh pada hipoglikemia sampai penurunan kesadaran ataupun hiperglikemia. Berdasarkan hasil tersebut, penulis mengambil diagnosis risiko ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan pemantauan glukosa darah yang tidak adekuat, tidak menerima diagnosis, tidak mematuhi rencana penatalaksanaan, kurangnya rencana penatalaksanaan.