Oleh :
Febriyani Hana Pertiwi
P1337420115004
LAPORAN PENDAHULUAN
ORIF ( OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION)
A. Pengertian
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk pembedahan
dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur.
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu
tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah /
fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya
melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM)
untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang yang solid terjadi.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) Merupakan tindakan pembedahan
dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins,
screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah.
C. Indikasi
a. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
b. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
c. Fraktur Kominutif
d. Fraktur Pelvis
e. Fraktur terbuka
f. Trauma vaskuler
g. Fraktur shaft humeri bilateral
h. Floating elbow injury
i. Fraktur patologis
j. Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan
k. Trauma multiple
l. Fraktur terbuka derajatI II
D. Pathway
(Terlampir)
E. Kontra indikasi
1. Pasien dengan penurunan kesadaran
2. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
3. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
F. Komplikasi
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif kecil dan
fiksasi cenderung aman. Komplikasi akan terjadi bila ada penyakit penyerta dan
gangguan pada proses penyambungan tulang.
G. Pengkajian keperawatan
1. Keluhan utama
sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll
2. Riwayat penyakit sekarang : serangan, karakteristik, insiden, perkembangan,
efek terapi dll
3. Riwayat kesehatan lalu
Penyakit yang pernah diderita yang mungkin berhubungan dengan penyakit
yang dialami sekarang, riwayat hospitalisasi
4. Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat. Pada kasus fraktur, klien
biasanya merasa takut akan mengalami kecacatan pada dirinya. Oleh
karena itu, klien harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu juga, dilakukan pengkajian
yang meliputi kebiasaan hidup klien, seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolism kalsium, pengonsumsian alcohol yang
dapat mengganggu keseimbangan klien, dan apakah klien melakukan olah
raga atau tidak.
b. Pola nutrisi dan metabolism. Klien fraktur harus mengknsumsi nutrisi
melebihi kebutuhan sehari harinya, seperti kalsium, zat besi, protein,
vitamin C, dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
c. Pola eliminasi. Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan
jumlahnya. Feses dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Pada kedua
pola ini juga dikaji adanya kesulitan atau tidak.
d. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri,
geraknya terbatas, sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur
klien. Pengkajian juga dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.
e. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutama
pekerjaan klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur.
f. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan peran dalam
keluarga dan masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
g. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah ketakutan akan
kecacatan akibat fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktifitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
h. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang
terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri
akibat fraktur.
i. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual
karena harus menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta
merasa nyeri. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak dan lama perkawinan.
j. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya.
Mekanisme koping yang ditempuh klien dapat tidak efektif.
k. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah
dengan baik, hal ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak
klien.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
1) Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
2) Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang
bergantung pada keadaan klien.
3) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
4) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi
maupun bentuk.
5) Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan
keadaan proksimal serta bagian distal klien, terutama mengenai status
neurovaskuler.
b. Keadaan Lokal.
1) Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :
a) Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi)
b) Fistula
c) Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi
d) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal)
e) Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas)
f) Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi).
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema
terutama di sekitar persendian.
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal)
d) Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang.
e) Move (pergerakan terutama rentang gerak).
3) Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas, kemudian mencatat
apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat
adalah pergerakan aktif dan pasif.
1. Persiapan:
a. Alat-alat disiapkan
b. Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
c. Klien dipasang bedside monitor
d. Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu
mengenakan jas operasi dan sarung tangan.
2. Pelaksanaan operasi
a. Klien diintubasi dengan ET sebelumnya dilakukan general anestesi
b. Klin diposisikan telentang dengan kepala sedikit ekstensi
c. Dalam stadium anastesi dilakukan disinfektan menggunakan
betadine,kemudian diblilas menggunakan alkohol 70 %
d. Dipasang linen (doek steril), difiksasi dengan doek klem, selanjutnya
ditutup/dipasang doek lubang besar(mempersempit area yang akan
dioperasi).
e. Melakukan insisi dengan pisau bedah ± 10 cm,secara horizontal dari
lapisan kulit,lemak, otot.
f. Melakukan pemegangan tulang menggunakan reduction,kemudian
memposisikannya pada posisi semula,kemudian memasang plate pada tlang
sambil memegang dengan retractor dan melakukan pengeburan,
memasang plate dan screw sebanyak 7 dengan obeng.
g. Control perdarahan perdarahan disuction atau dep dengan kassa,dan
memakai cuter.
h. Memposisikan tulang dengan keadaan semula,mengukur panjang plate dan
screw
i. Kemudian tulang di bor dan diukur kedalaman bor dengan alat penduga
j. Memasang plate dan screw pada tulang yang telag dibor
k. Mencuci dengan NaCl, dan memastikan tidak ada lagi perdarahan.
l. Melakukan hecting dengan polisorb 2-0, pada sevi menggunakan safil 2-0
dan pada bagian kulit menggunakan byosin 4-0
m.Menutup luka dengan sufra tulle, kasa dan diplester.
n. Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%, dan handuk basah.
o. Operasi selesai, mengobservasi A, B, C, ET dilepaskan
p. Klien dipindahkan ke brancard dan pindahkan keruang recovery.
J. Diagnosa preoperatif
Diagnosa :
1. Nyeri akut berhubungan denganagen cidera fisik (farktur)
2. Cemas b.d. Kurang Pengetahuan Tentang Tindakan Pembedahan Cemas
berhubungan dengan proses operasi
Brunner dan Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume
3.Jakarta : EGC
M.A Henderson. 2010. Ilmu Bedah untuk Perawat. Yogyakarta : Yayasan
Essentia Medica