Anda di halaman 1dari 19

STASE KEPERAWATAN PHC

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN IKTERIK

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan PHC

Disusun Oleh:
GITA NURRIZKIYANTI
193203100

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN IKTERIK

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan PHC

Disusun Oleh:

CANDRA HATTA
193203071

Telah di setujui pada


Hari :
Tanggal :

PembimbingAkademik PembimbingKlinik Mahasiswa

(..........................................) (.....................................) (......................................)


BAB I
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Kata “ikterus” berarti jaringan tubuh berwarna kekuning-kuningan,
meliputi kekuningan pada kulit dan jaringan dalam (Guyton Arthur. C,
2011).
Ikterus neonatorum atau hiperbilirubinemia adalah keadaan ikterus
yang terjadi pada bayi baru lahir (Alimun, 2010). Ikterus pada bayi baru
lahir adalah meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular
sehingga kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna
kuning, nilai normal bilirubin indirek 0,3-1, mg/dl, bilirubin direk 0,-0,4
mg/dl (Suriadi, 2008). Mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi
menimbulkan kernikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik
(Prawirohardjo, 2013).
2. Klasifikasi
Menurut Price dan Wilson (2010) menyatakan bahwa ada 2 klasifikasi
ikterus, yaitu :
a. Ikterus fisiologis
Warna kuning terjadi pada hari ke 2 atau ke 3 dan tampak jelas
pada hari ke 5 -6 dan menghilang pada hari ke 10. Bayi tampak biasa,
minum baik, berat badann naik biasa. Kadar bilirubin serum pada bayi
cukup bulan tidak lebih dari 12 mg/dl dan pada BBLR 10 mg/dl dan
akan hilang pada hari ke-14. Penyebab : kurang protein Y dan Z,
enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
b. Ikterus patologis
Ikterus patologi suatu keadaan di mana kadar konsentrasi bilirubin
dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk
menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau
mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg%
pada cukup bulan dan 5mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Etiologi
Menurut Marmi dan Rahardjo (2012) etiologi ikterus pada bayi baru lahir
dapat berdiri sendiri ataupun disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
sebagai berikut :
a. Produksi yang berlebihan, lebih dari kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah Rh, ABO, defisiensi enzim G6PD, pyruvate
kinase, perdarahan tertutup, dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini
dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia,
dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glucoronil transferase
(criggler najjar syndrome). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y
dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel-sel
hepar.
c. Gangguan dalam transportasi. Bilirubin dalam darah terikat oleh
albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dan albumin ini
dapat dipengaruhi oleh obat-obat, misalnya : salisilat dan sulfaforazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya akibat
infeksi atau kerusakan hepar.
e. Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau struktural) dapat
mengakibatkan hiperbilirubinemia unconjugated akibat penambahan
dari bilirubin yang berasal dari sirkulasi enterohepatik.
f. Ikterus akibat Air Susu Ibu (ASI). Ikterus akibat ASI
merupakanunconjugated hiperbilirubinemia yang mencapai puncaknya
terlambat (biasanya menjelang hari ke 6-14). Hal ini untuk
membedakan ikterus pada bayi yang disusui ASI selama minggu
pertama kehidupan. Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI (beta
glucoronidase) akan memecah bilirubin menjadi bentuk yang larut
dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat, dan
kemudian akan diresorbsi oleh usus. Bayi yang mendapat ASI bila
dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula, mempunyai
kadar bilirubin yang lebih tinggi berkaitan dengan penurunan asupan
pada beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya yaitu bukan
dengan menghentikan pemberian ASI melainkan dengan
meningkatkan frekuensi pemberiannya.
4. Patofisiologis
Menurut Brunner and Suddarth (2010) ikterus pada BBL disebabkan
oleh stadia maturasi fungsional (fisiologik) atau manifestasi dari suatu
penyakit (patologik). Metabolisme bilirubin 75% dari bilirubin yang ada
pada BBL berasal dari penghancuran hemoglobin dan 25% dari mioglobin,
sitokrom, katalase dan triptofan pirolase. Satu gram bilirubin yang hancur
menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan menghancurkan
eritrosit sebanyak 1 gr/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat
dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin).
Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin
akan masuk dalam otak dan terjadi kernikterus. Yang memudahkan
terjadinya hal tersebut adalah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir,
BBLR (kurang dari 2500 g), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia, dan lain-
lain. Di dalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucoronil
transverase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian
diekskresi ke sistem empedu selanjutnya masuk ke dalam usus dan
menjadi sterkobilin. Sebagian diserap kembali dan keluar melalui urin
sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek di
dalam usus karena di sini terdapat beta-glukoronidase yang berperan
penting terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali
oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati.
Keadaan ikterus dipengaruhi oleh:
a. Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluarannya. Terdapat
pada hemolisis yang meningkat pada ketidak cocokkan golongan darah
(Rh, ABO antagonis, defisiensi G-6-PD, dsb).
b. Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar disebabkan imaturitas
hepar, kurangnya substrat atau konjugasi (mengubah) bilirubin,
gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapat enzim glukoronil transferase (G-6-PD)
c. Gangguan transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian diangkut ke hepar. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat
pada otak (terjadi kernikterus).
d. Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau diluar
hepar.
5. Pathway
Peningkatanpr Gangguant Peningkatansir
Gangguanf
oduksi rasportasi kulasienterche
ungsihati
bilirubin patik

HIPERBILIRUBIN
IKTERUS

Bilirubin fototerapi Peningkatanpemeca


indirek han bilirubin

Toksinbagijar Perubahan Pengeluarancaira


ingan suhulingku nemepedu
ngan

Sarafaferen Peristaltic
Resiko tinggi usus
cedera

hipotalamus Diare

Pengeluaran
vasokontriksi volume cairandan
intake

penguapan
Nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
Kerusakan
integritas kulit
Resiko tinggi
kekurangan
volume cairan
6. Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dalam cahaya
buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam cahaya matahari dan
dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan
warna karena pengaruh sirkulasi darah (Alatas dan Hasan, 2007).
Cara menegakkan diagnosa ikterus pada bayi baru lahir, antara lain
sebagai berikut :
a. Keluhan subjektif yaitu bayi berwarna kuning pada muka dan sebagian
tubuhnya dan kemampuan menghisap bayi lemah (Marmi, 2012).
b. Pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan yang dilakukan dari ujung rambut
sampai kaki dengan hasil bayi berwarna kuning serta pemeriksaan
reflek bayi (Hasan dan Alatas, 2007).
c. Pemeriksaan penunjang laboratorium yaitu pemeriksaan golongan
darah, uji coombs direk, uji coombs indirek, kadar bilirubin total dan
direk, darah periksa lengkap dengan diferensial, protein serum total,
dan glukosa serum (Kosim, 2012).
Cara untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan risiko terjadinya
kern icterus, salah satunya dengan cara klinis (rumus 21
Kramer) yang dilakukan di bawah sinar biasa (day light) (Saifuddin,
2009).
Daerah kulit bayi yang berwarna kuning untuk penerapan rumus Kremer,
seperti dibawah ini :
Keterangan :
1) Kepala dan leher
2) Daerah 1 (+) Badan bagian atas
3) Daerah 1, 2 (+) Badan bagian bawah dan tungkai
4) Daerah 1, 2, 3 (+) Lengan dan kaki di bawah lutut
5) Daerah 1, 2, 3, 4 (+) Telapak tangan dan kaki
Ikterus neonatorum patologis dibagi menjadi 5 kramer sesuai dengan
daerah ikterusnya, yaitu :
Daerah Luas Ikterus Kadar Bilirubin (Mg
%)
1 Kepala leher 5
2 Daerah 1 (+) Badan bagian atas 9
3 Daerah 1, 2 (+) Badan bagian bawah 11
dan tungkai
4 Daerah 1, 2, 3 (+) Lengan dan kaki di 12
bawah lutut
5 Daerah 1, 2, 3, 4 (+) Telapak tangan 16
dan kaki
Sumber : Saifuddin, 2009

7. KOMPLIKASI
a. Bilirubin encephahalopathi
b. Kernikterus, kerusakan neurologis, cerebral palis, retardasi mental,
hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinat otot dan tangisan yang
melengking.
c. Asfiksia
d. Hipotermi
e. Hipoglikemi
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin
lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl
merupakan keadaan yang tidak fisiologis.
2) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
3) Protein serum total.
b. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
c. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.
9. Penatalaksanaan Medis
a. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini
(pemberian ASI).
b. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,
misalnya sulfa furokolin.
c. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
d. Fenobarbital
e. Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang
mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik
pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.
f. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
g. Fototerapi
h. Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis
dan berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan
urine dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.
i. Transfusi tukar.
j. Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto
terapi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
1) Mungkin pucat, menandakan anemia
2) Bertempat tinggal di atas ketinggian 500 ft
c. Eliminasi
1) Bising usus hipoaktif
2) Pasase mekonium mungkin lambat
3) Feses mungkin lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin
4) Urine gelap pekat; hitam kecoklatan (sindroma bayi bronze)
d. Makanan / Cairan
1) Riwayat pelambatan / makan oral buruk, lebih mungkin disusui
dari pada menyusu botol
2) Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar
e. Neurosensori
1) Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran /
kelahiran ekstraksi vakum.
2) Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin
ada dengan inkompatibilitas Rh berat.
3) Kehilangan reflex Moro mungkin terlihat.
4) Opistotonus dengan kekuatan lengung punggung, fontanel
menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
f. Pernapasan
1) Riwayat asfiksia.
2) Krekels, mucus bercak merah muda (edema pleura, hemoragi
pulmonal)
g. Keamanan
1) Riwayat positif infeksi/sepsis neonates.
2) Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra
cranial
3) Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada
bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
1) Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi
dengan reterdasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar
untuk usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
2) Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.
3) Terjadi lebih sering pada bayi pria dari pada bayi wanita.
2. Diagnosa
a. Ikterik Neunatus berhubungan dengan kurang dari tujuh hari.
b. Resiko tinggi cedera berhubungandenganmeningkatnya kadar
bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan phototerapi.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungandenganefek dari phototerapi
d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungandengan
phototerapi
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungandenganketidakmampuan menelan

3. Rencana Keperawatan
N Diagnosa Keperawatan NOC NIC
o
1 Ikterik neunatus berhubungan Setelah dilakukan perawatan Fototerapi
dengan usia kurang dari 7 hari selama ... x 24 jam diharapkan Neonatus:
klie terbebas dari ikterik dengan - Observasi
kriteria hasil: warna kulit
Adaptasi Bayi Baru Lahir: - Periksa
- Tanda-tanda vital dalam kadar
batas normal bilirubin
- Mata bersih - Edukasi
- Warna kulit normal keluarga
- Kadar bilirubin dalam batas mengenai
normal prosedur dan
- Tidak terjadi penurunan perawatan
berat badan fototerapi
- Tutupi
kedua mata
bayi, hidari
penekanan
berlebihan
- Tempatkan
lampu
fototerapi di
atas bayi
dengan
tinggi yang
sesuai
- Monitor
tanda-tanda
vital
1. Resiko tinggi cedera Setelahdilakukantindakanselam Risk control
berhubungandenganmeningkatnya a 3x24 jam - Letakkan
kadar bilirubin toksik dan pasiendapatmemenuhi bayi dekat
komplikasi berkenaan phototerapi Risk control cahaya.
Dengankriteriahasil - Tutup mata
- Tidak ada iritas mata dengan kain
- Tidak ada tanda-tanda yang dapat
dehidrasi menyerap
- Suhu stabil cahaya

- Tidak terjadi kerusakan - Matikan


kulit. lampu dan
buka penutup
mata bayi
setiap 8 jam,
lakukan
inspeksi
warna sclera.
- Buka
penutup
matawaktu
memberi
makanan.
- Ajak bayi
bicara
selama
perawatan
2. Kerusakan integritas kulit Setelahdilakukantindakanselam Pressure
berhubungandenganefek dari a 3x24 jam Management
phototerapi pasiendapatmemenuhi - Anjurkan
Tissue Integrity : Skin and pasien untuk
Mucous menggunaka
Membranesdengankriteriahasil n pakaian
: yang
- Integritas kulit yang baik longgar
bisa dipertahankan (sensasi, - Hindari
elastisitas, temperatur, kerutan
hidrasi, pigmentasi padaa
- Tidak ada luka/lesi pada tempat tidur
kulit - Jaga
- Perfusi jaringan baik kebersihan
- Menunjukkan pemahaman kulit agar
dalam proses perbaikan kulit tetap bersih
dan mencegah terjadinya dan kering
sedera berulang - Mobilisasi
- Mampu melindungi kulit pasien (ubah
dan mempertahankan posisi
kelembaban kulit dan pasien)
perawatan alami setiap dua
jam sekali
- Monitor
kulit akan
adanya
kemerahan
- Oleskan
lotion atau
minyak/baby
oil pada
derah yang
tertekan
- Monitor
aktivitas dan
mobilisasi
pasien
- Monitor
status nutrisi
pasien
3. Resiko tinggi kekurangan volume Setelahdilakukantindakanselam Fluid
cairan berhubungandengan a 3x24 jam management
phototerapi pasiendapatmemenuhi - Timbang
Fliid balance popok/pemb
denganriteriahasil : alut jika
- Mempertahankan urine diperlukan
output sesuai dengan usia - Pertahankan
dan BB, BJ urine normal, catatan
HT normal intake dan
- nadi, suhu, RR tubuh dalam output yang
batas normal akurat
- Tidak ada tanda tanda - Monitor
dehidrasi, Elastisitas turgor status
kulit baik, membran mukosa hidrasi
lembab, tidak ada rasa haus ( kelembaba
yang berlebihan n membran
mukosa,
nadi
adekuat,
tekanan
darah
ortostatik ),
jika
diperlukan
- Monitor
vital sign
- Monitor
status nutrisi
- Dorong
masukan
oral
- Kolaborasi
dokter jika
tanda cairan
berlebih
muncul
meburuk
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelahdilakukantindakanselam Nutrition
dari kebutuhan tubuh a 3x24 jam Monitoring
berhubungandenganketidakmampua pasiendapatmemenuhi - BB pasien
n menelan Nutritional Status : food and dalam batas
Fluid normal
Intakedengankriteriahasil : - Monitor
- Adanya peningkatan berat adanya
badan sesuai dengan tujuan penurunan
- Berat badan ideal sesuai berat badan
dengan tinggi badan - Monitor tipe
- Mampu mengidentifikasi dan jumlah
kebutuhan nutrisi aktivitas
- Tidak ada tanda tanda yang biasa
malnutrisi dilakukan
- Tidak terjadi penurunan - Monitor kulit
berat badan yang berarti kering dan
perubahan
pigmentasi
- Monitor
turgor kulit
- Monitor
kadar
albumin,
total protein,
Hb, dan
kadar Ht
- Monitor
pertumbuhan
dan
perkembanga
n
- Monitor
pucat,
kemerahan,
dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva

DAFTAR PUSTAKA
Alatas, H. & Hassan R. (2010).Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak; cetakan 11,
hal1, Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
Alimul, Hidayat A. (2010). Pengantar ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta:
Salemba Medika.
Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th
Edition. China : LWW.
Guyton Arthur C. (2011). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta.
Marmi, & Rahardjo, K. (2012). Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Prawirohadjo, Sarwono. (2013). Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka.
Price SA dan Wilson LM. (2010). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit.
Vol 1 Ed 6. Jakarta: EGC.
Sudiadi, dan Rita Y. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta:
Fajar Inter Pratama.
Saifuddin AB. (2009).Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai