Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ORIF ATAU


OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNGARAN

Oleh :
Aken Larasati
P1337420117027

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2020
A. Pengertian
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk pembedahan
dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur.
ORIF (Open Reduksi Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu
tindakan pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah /
fraktur sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.Internal fiksasi biasanya
melibatkan penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM)
untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang yang solid terjadi.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) Merupakan tindakan pembedahan
dengan melakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins,
screw, wires, rods, plates dan protesa pada tulang yang patah.

(Brunner, 2012)

B. Tujuan Tindakan Operasi


Tujuan dari operasi ORIF menurut Brunner, (2012) untuk mempertahankan
posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami
pergeseran.Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail biasanya digunakan
untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranvers.
1. Imobilisasi sampai tahap remodeling
2. Melihat secara langsung area fraktur
3. Mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran.

C. Indikasi
Indikasi dilakukannya orif menurut Brunner, (2012) adalah :
1 Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
2 Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
3 Fraktur Kominutif
4 Fraktur Pelvis
5 Fraktur terbuka
6 Trauma vaskuler
7 Fraktur shaft humeri bilateral
8 Floating elbow injury
9 Fraktur patologis
10 Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan
11 Trauma multiple
12 Fraktur terbuka derajatI II

D. Pathway
E. Kontra Indikasi
Menurut Henderson, (2010) adalah :
1. Pasien dengan penurunan kesadaran
2. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
3. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)

F. Komplikasi
Pada kasus ini menurut Henderson, (2010) jarang sekali terjadi komplikasi
karena incisi relatif kecil dan fiksasi cenderung aman. Komplikasi akan terjadi
bila ada penyakit penyerta dan gangguan pada proses penyambungan tulang.

G. Pengkajian keperawatan

1. Keluhan utama
Sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll
2. Riwayat penyakit sekarang : serangan, karakteristik, insiden, perkembangan,
efek terapi dll.
3. Riwayat kesehatan lalu
Penyakit yang pernah diderita yang mungkin berhubungan dengan penyakit
yang dialami sekarang, riwayat hospitalisasi
4. Pola Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada kasus fraktur, klien biasanya merasa takut  akan mengalami
kecacatan pada dirinya. Oleh karena itu, klien harus menjalani
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu juga, dilakukan pengkajian yang meliputi kebiasaan hidup klien,
seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolism
kalsium, pengonsumsian alcohol yang dapat mengganggu keseimbangan
klien, dan apakah klien melakukan olah raga atau tidak.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Klien fraktur harus mengknsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari
harinya, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang.
c. Pola eliminasi
Urine dikaji frekwensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlahnya. Feses
dikaji frekuensi, konsistensi, warna dan bau. Pada kedua pola ini juga
dikaji adanya kesulitan atau tidak.
d. Pola tidur dan istirahat
Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknya terbatas,
sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Pengkajian
juga dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur,
kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.
e. Pola aktifitas
Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutama pekerjaan
klien, karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya
fraktur.
f. Pola hubungan dan peran
Klien akan mengalami kehilangan peran dalam keluarga dan
masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul adalah ketakutan akan kecacatan akibat fraktur,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas secara
optimal, dan gangguan citra diri.
h. Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
i. Pola reproduksi seksual
Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri. Selain itu
juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lama
perkawinan.
j. Pola penanggulangan stress
Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien dapat tidak efektif.
k. Pola tata nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah dengan baik, hal ini
disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
1) Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
2) Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang
bergantung pada keadaan klien.
3) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
4) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi
maupun bentuk.
5) Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan
keadaan proksimal serta bagian distal klien, terutama mengenai status
neurovaskuler.
b. Keadaan Lokal.
1) Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :
a) Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi)
b) Fistula
c) Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi
d) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal)
e) Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas)
f) Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi).
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema
terutama di sekitar persendian.
c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal)
d) Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang.
e) Move (pergerakan terutama rentang gerak).
3) Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas, kemudian mencatat
apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat
adalah pergerakan aktif dan pasif.
Lukman, (2015)

H. Persiapan dan Prosedur di Ruang Operasi


1. Inform concent
Surat persetujuan kepada pasien dan keluarga mengenai pemeriksaan sebelum
operasi, alasan, tujuan, keuntungan, kerugian tindakan operasi
2. Diit
Pasien dipuasakan selama 8 jam sebelum operasi
3. Persiapan kebersihan kulit
Untuk membebaskan daerah operasi dari mikroorganisme, persiapan yang
dilakukan adalah pencukuran rambut pada daerah perut , daerah sekitar anus
dan alat reproduksi.
4. Terapi pharmacologic
Narkotik dihindari karena dapat menghilangkan tanda dan gejala, antibiotik
untuk menanggulangi infeksi
5. Pengecekan status
Mengecek status pasien sudah tepat dilakukan operasi orif, dengan
menyesuaikan diagnosanya. Apabila sudah tepat diagnosanya maka segera
diantar ke ruang operasi untuk dilakukan operasi
6. Persiapan alat dan ruangan
a. Alat tidak steril : Lampu operasi, Cuter unit, Meja operasi, Suction,
Hepafik, Gunting
b. Alat Steril : Duk besar 3, Baju operasi 4, Selang suction steril, Selang
cuter Steril,side 2/0, palain 2/0,berbagai macam ukuran jarum

(Mansjoer, 2010)

I. Tehnik Pembedahan dan Alat

1. Persiapan:
a. Alat-alat disiapkan
b. Pasien dipindahkan dari brancard ke meja operasi
c. Klien dipasang bedside monitor
d. Instrumentator dan operator mencuci tangan secara steril lalu
mengenakan jas operasi dan sarung tangan.
2. Pelaksanaan operasi
a. Klien diintubasi dengan ET sebelumnya dilakukan general anestesi
b. Klin diposisikan telentang dengan kepala sedikit ekstensi
c. Dalam stadium anastesi dilakukan disinfektan menggunakan
betadine,kemudian diblilas menggunakan alkohol 70 %
d. Dipasang linen (doek steril), difiksasi dengan doek klem, selanjutnya
ditutup/dipasang doek lubang besar(mempersempit area yang akan
dioperasi).
e. Melakukan insisi dengan pisau bedah ± 10 cm,secara horizontal dari
lapisan kulit,lemak, otot.
f. Melakukan pemegangan tulang menggunakan reduction,kemudian
memposisikannya pada posisi semula,kemudian memasang plate pada tlang
sambil memegang dengan retractor dan melakukan pengeburan,
memasang plate dan screw sebanyak 7 dengan obeng.
g. Control perdarahan  perdarahan disuction atau dep dengan kassa,dan
memakai cuter.
h. Memposisikan tulang dengan keadaan semula,mengukur panjang plate dan
screw
i. Kemudian tulang di bor dan diukur kedalaman bor dengan alat penduga
j. Memasang plate dan screw pada tulang yang telag dibor
k. Mencuci dengan NaCl, dan memastikan tidak ada lagi perdarahan.
l. Melakukan hecting dengan polisorb 2-0, pada sevi menggunakan safil 2-0
dan pada bagian kulit menggunakan byosin 4-0
m.Menutup luka dengan sufra tulle, kasa dan diplester.
n. Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%, dan handuk basah.
o. Operasi selesai, mengobservasi A, B, C, ET dilepaskan
p. Klien dipindahkan ke brancard dan pindahkan keruang recovery.
(Amin H, 2012)

J. Diagnosa Preoperatif
Diagnosa NANDA, 2017:
1. Nyeri akut berhubungan denganagen cidera fisik (farktur)
2. Cemas b.d. Kurang Pengetahuan Tentang Tindakan Pembedahan Cemas
berhubungan dengan proses operasi
No Dignosa NOC NIC
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri klien
b.d agen keperawatan selama 3 x 15 (P,Q,R,S,T)
cidera fisik menit, diharapkan nyeri 2. Obserbservasi reaksi non
pasien dapat berkurang verbal dari
dengan kriteria hasil : ketidaknyamanan
a. Skala nyeri berkurang 3. Ajarkan tehnik
b. Klien mampu mengontrol nonfarmakologi /tehnik
nyeri dengan tehnik relaksasi (tarik nafas
nonfarmakologi : teknik dalam)
nafas dalam
c. TTV stabil

2 Cemas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji faktor penyebab


berhubungan keperawatan selama 1 x 15 kecemasan pasien.
dengan menit, diharapkan cemas 2. Berikan dukungan
kurangnya pasien dapat teratasi dengan kepada pasien.
informasi kriteria hasil : 3. Jelaskan prosedur
(prosedur a. Kontak mata baik operasi
operasi) b. Pasien terlihat tenang 4. Observasi reaksi
c. Pasien tidak gelisah nonverbal pasien.
d. TD stabil 5. Temani pasien dan
e. Pasien dapat dengarkan keluhan
mengungkapkan pasien
keluhannya 6. Tunjukkan sikap empati
kepada pasien

K. Diagnosa Intra Operasi


Diagnosa NANDA, 2017:
- Gangguan pertukaran gas b/d efek anastesi ( spasme broncus )

No Diagnosa NOC NIC


1. Pola nafas Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas dengan
tidak efektif dan asuhan keperawatan manuver chin lift atau
b.d efek selama 1x 50 menit jaw trust untuk
anastesi diharapkan pola nafas klien mempertahankan jalan
(spasme efektif dengan kriteria hasil: nafas klien.
bronkus) a. Tidak ada sianosis 2. Kaji adanya sianosis.
b. Kesadaran composmentis 3. Monitor TD, nadi, RR
c. TTV dalam keadaan stabil
d. Sekret dapat dikeluarkan
e. SpO2 dalam batas normal :
96-100 %

L. Diagnosa Post Operasi


Diagnosa NANDA, 2017:
Resiko cidera (Injury) berhubungan dengan Efek anastesi

No Diagnosa NOC NIC


1. Resti cedera Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan lingkungan
jatuh b.d keperawatan selama 1 x 30 yang aman bagi pasien
immobilitas menit resiko cidera dapat 2. Temani pasien agar
fisik. teratasi dengan kriteria hasil : tidak jatuh
a. Pasien mengungkapkan 3. Pasang side rail tempat
rasa nyaman. tidur
b. Klien terbebas dari cedera. 4. Anjurkan keluarga
untuk menemani pasien
nanti saat di bangsal
5. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan  Suddarth. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume
3.Jakarta : EGC
M.A Henderson. 2010. Ilmu Bedah untuk Perawat. Yogyakarta : Yayasan
Essentia Medica

Mansjoer, A. Dkk . 2010 .Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2.Edisi 3. Jakarta:


Media Aesculopius

Lukman, & Ningsih, N. (2015).Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Muskuloskletal.Jakarta : Salemba Medika

North American Nursing Diagnosis Association. 2017. Nursing Diagnosis :


Definition and Classification 2009-2011. NANDA International. Philadelphia.
Amin H,2012. Aplikasi asuhan keperawatan nerdasarkan NANDA NOC NIC.
Yogyakarta: Media hardy

Anda mungkin juga menyukai