Anda di halaman 1dari 15

Isu Etik dalam Praktik Keperawatan

A.     Definisi Issue Etik


Issue adalah topik yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang memungkinkan
setiap orang mempunyai pendapat. Pendapat yang timbul akan bervariasi, isu muncul
dikarenakan perbedaan nilai-nilai dan kepercayaan.
Issue adalah masalah pokok yang berkembang di suatu masyarakat atau suatu lingkungan
yang  belum tentu benar, yang membutuhkan pembuktian. Etik merupakan bagian dari filosofi
yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar
atau salah dan apakah penyelesaiannya baik atau buruk (Jones, 1994).
Issue etik adalah topik yang cukup penting untuk dibicarakan sehingga mayoritas
individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah tersebut sesuai dengan asas ataupun nilai
yang berkenaan dengan akhlak, nilai benar salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

1.     EUTHANASIA
Pengertian
Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani “euthanathos”. Eu artinya baik, tanpa penderitaan :
sedangkan thanathos artinya mati atau kematian. Dengan demikian, secara etimologis,
euthanasia dapat diartikan kematian yang baik atau mati dengan baik tanpa penderitaan.Ada pula
yang menerjemahkan bahwa euthanasia secara etimologis adalah mati cepat tanpa penderitaan.
Euthanasia dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, sesuai dengan dari mana sudut
pandangnya atau cara melihatnya.
Dilihat dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibedakan atas :
a.   Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan
yang sedang berlangsung untuk mempertahankan hidup pasin. Dengan kata lain, euthanasia pasif
merupakan tindakan tidak memberikan pengobatan lagi kepada pasien terminal untuk
mengakhiri hidupnya. Tindakan pada euthanasia pasif ini dilakukan secara sengaja dengan tidak
lagi memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien, seperti tidak
memberikan alat-alat bantu hidup atau obat-obat penahan rasa sakit, dan sebagainya.
Penyalahgunaan euthanasia pasif biasa dilakukan oleh tenaga medis maupun keluarga pasien
sendiri. Keluarga pasien bisa saja menghendaki kematian anggota keluarga mereka dengan
berbagai alasan, misalnya untuk mengurangi penderitaan pasien itu sendiri atau karena sudah
tidak mampu membayar biaya pengobatan.
b.      Euthanasia aktif atau euthanasia agresif
Euthanasia aktif atau euthanasia agresif adalah perbuatan yang dilakukan secara medik melalui
intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Dengan
kata lain, Euthanasia agresif atau euthanasia aktif adalah suatu tindakan secara sengaja yang
dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup si
pasien. Euthanasia aktif menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan untuk
mnimbulkan kematian dengan secara sengaja melalui obat-obatan atau dengan cara lain sehingga
pasien tersebut meninggal.
Euthanasia aktif ini dapat pula dibedakan atas :
a. Euthanasia aktif langsung (direct)
Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannnya tindakan medis secara terarah yang
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien. Jenis
euthanasia ini juga dikenal sebagai mercy killing.
b. Euthanasia aktif tidak langsung (indirect)
Euthanasia aktif tidak langsung adalah saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan
tindakan medis untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko
tersebut
Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin, euthanasia dibedakan atas :
a.       Euthanasia Sukarela (Voluntir)
Euthanasia yang dilakukan oleh tenaga medis atas permintaan pasien itu sendiri. Permintaan
pasien ini dilakukan dengan sadar atau dengan kata lain permintaa pasien secara sadar dn
berulang-ulang, tanpa tekanan dari siapapun juga.
b.       Euthanasia Tidak Sukarela (Involuntir)
Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah tidak sadar. Permintaan biasanya dilakukan
oleh keluarga pasien. Ini  terjadi ketika individu tidak mampu untuk menyetujui karena faktor
umur, ketidak mampuan fisik dan mental, kekurangan biaya, kasihan kepada penderitaan pasien,
dan lain sebagainya.
Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien
yang berada di dalam keadaan vegetatif (koma). Euthanasia ini seringkali menjadi bahan
perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi
apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan,
misalnya hanya seorang wali dari pasien dan mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan
bagi pasien tersebut.

Contoh Kasus
Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 Oktober 2004 telah diajukan
oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang
bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan dan di samping itu
ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan pula.
Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus
ini merupakan salah satu contoh bentuk eutanasia yang di luar keinginan pasien. Permohonan ini
akhirnya ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif
maka kondisi terakhir pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam pemulihan
kesehatannya.
Euthanasia menurut hukum
Dilihat dari sudut pandang hukum positif, euthanasia juga dikualifikasikan dalam Pasal 344 KUHP
“Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya
dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun.”

2.      ABORSI


Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum
usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat
(hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran
prematur.

Penyebab Aborsi
Karakteristik ibu hamil dengan aborsi yaitu:
a)                   Umur Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada
usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi
pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun. Ibu-ibu
yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik belum matang, selain pendidikan pada
umumnya rendah, ibu yang masih muda masih tergantung pada orang lain. Keguguran sebagian
dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak
dikehendaki.Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga nonprofessional dapat menimbulkan
akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang
pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan. Abortus yang terjadi pada remaja terjadi karena
mereka belum matur dan mereka belum memiliki sistem transfer plasenta seefisien wanita
dewasa. Abortus dapat terjadi juga pada ibu yang tua meskipun mereka telah berpengalaman,
tetapi kondisi badannya serta kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi
janin intra uterine.

b)                  Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat Jarak kehamilan kurang dari 2 tahun dapat
menimbulkan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama dan perdarahan pada saat
persalinan karena keadaan rahim belum pulih dengan baik. Ibu yang melahirkan anak dengan
jarak yang sangat berdekatan (di bawah dua tahun) akan mengalami peningkatan resiko terhadap
terjadinya perdarahan pada trimester III, termasuk karena alasan plasenta previa, anemia dan
ketuban pecah dini serta dapat melahirkan bayi dengan berat lahir rendah.
 
c)                   Paritas ibu Anak lebih dari 4 dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan janin dan
perdarahan saat persalinan karena keadaan rahim biasanya sudah lemah. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.Paritas 1 dan paritas tinggi (lebih dari
3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal.Risiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan
risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian
kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan..

d)                  Riwayat Kehamilan yang lalu Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan
terjadinya abortus lagi pada seorang wanita ialah 73% dan 83,6%. Sedangkan, Warton dan Fraser
dan Llewellyn – Jones memberi prognosis yang lebih baik, yaitu 25,9% dan 39% (Wiknjosastro,
2007).
Meski pengguguran kandungan (aborsi) dilarang oleh hukum, tetapi kenyataannya terdapat 2,3
juta perempuan melakukan aborsi (Kompas, 3 Maret 2000). Masalahnya tiap perempuan
mempunyai alasan tersendiri untuk melakukan aborsi dan hukumpun terlihat tidak akomodatif
terhadap alasan-alasan tersebut, misalnya dalam masalah kehamilan paksa akibat perkosaan atau
bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan KB. Larangan aborsi berakibat pada banyaknya
terjadi aborsi tidak aman (unsafe abortion), yang mengakibatkan kematian.Data WHO
menyebutkan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak
aman.Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan
70.000 perempuan meninggal dunia.Artinya 1 dari 8 ibu meninggal akibat aborsi yang tidak
aman.
Jenis-Jenis Aborsi
a.       Aborsi Alamiah atau Spontan
Aborsi alamiah / spontan berlangsung tanpa tindakan apapun (keguguran). Pada umumnya aborsi
ini dikarenakan kurang baknya kualitas sel telur maupun sel sperma.

b.       Aborsi Medisinalis


Aborsi medisinalis adalah aborsi yang terjadi karena brbagai alas an yang bersifat medis. Aborsi
ini dilakukan karena berbagai macam indikasi, seperti :
1. Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan pendarahan yang terus
menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
2. Mola Hidatidosa atau hindramnion akut Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis
Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kangker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada
tubuh seperti kangker payudara
3. Prolaps uterus yang tidak bisa diatasi.
4. Telah berulang kali mengalami operasi caesar
5. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik
dengan kegagalan jantung, hipertensi,nephritis,tuberkolosis, paru aktif yang berat.
6. Penyakit-penyakit metabolik misalnya diabetes yang tidak terkontro
7. Epilepsi yang luas dan berat..
8. Gangguan jiwa , disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini,
sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.

c.        Aborsi Kriminalis


Pada umumnya aborsi  ini terjadi karena janin yang dikandung tidak dikhendaki oleh karena
berbagai macam alasan.
Seperti berkut ini :
·           Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
·           Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
·           Kehamilan di luar nikah.
·           Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.
·           Masalah social misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
·           Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
·           Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan
kehamilan yang tidak diinginkan.

 Contoh Kasus
Seorang pecandu yang sudah clean memiliki pengalaman pernah melakukan aborsi karena ia
dulu memakai narkoba. Karena untuk mendapatkan drugs ia memerlukan uang banyak untuk
memenuhi kebutuhannya itu dan ia pun rela sampai menjual dirinya agar mendapatkan drugs.
Karena pekerjaan yang menurutnya sangat menyiksa dirinya itu ia pun tidak menggunakan
kondom dan ia sampai ke tahap hamil, tanpa mengetahui siapa ayah dari bayinya tersebut. Ia
terus berusaha mencari uang lebih untuk kebutuhan drugsnya dan juga untuk membiayai
pengguguran kandungan yang tidak ia kehendaki tersebut. Sampai pada usia kandungannya
mencapai 3 bulan ia harus penggugurkan kandungannya dan itu memerlukan uang yang sangat
banyak, karena usia kandungannya sudah cukup besar. Dan ini pun bukan pertama kalinya ia
melakukan aborsi tersebut.
Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi
menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapa membahayakan baik calon ibu maupun
janin yang dikandungnya. Tetapiini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak
tergesa-gesa.

Aborsi menurut Hukum di Indonesia

Di Indonesia adapun ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi & penyebabnya
dapat dilihat pada:
KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349:
Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu
hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda
paling banyak tiga ribu rupiah.
Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
Pasal 347:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan
tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun.
(2)  Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama limabelas tahun.
Pasal 348:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan
dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana
penjara tujuh tahun.
Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan
pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 & 348, maka
pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga & dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang
lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, & jika ibu hamil tersebut
mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara & bila ibu hamil
tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan & atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau
juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya & hak untuk berpraktik dapat dicabut.
5. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta
mempertahankan hidupnya.

UU HAM, pasal 53 ayat 1(1): Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup & meningkatkan taraf kehidupannya.

UU Kesehatan:
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2)  Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun
yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b.  kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
(3)  Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang
dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali
dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat
yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e.  penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 77 dinyatakan sebagai berikut:
Yang dimaksud dengan praktik aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung
jawab adalah aborsi yang dilakukan dengan paksaan dan tanpa persetujuan perempuan yang
bersangkutan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan  yang tidak profesional, tanpa mengikuti
standar profesi dan pelayanan yang
berlaku, diskriminatif, atau lebih mengutamakan imbalan materi dari pada indikasi medis.
Namun sayangnya didalam UU Kesehatan ini belum disinggung soal masalah kehamilan akibat
hubungan seks komersial yang menimpa pekerja seks komersial.
(3) Dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain
mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian & kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.

UU Penghapusan KDRT, pasal 10 mengenai hak-hak korban pada butir (b): Korban berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Di sini dicoba disimpulkan sesuatu & mempunyai persepsi dari pernyataan butir-butir pasal UU
KDRT sebelumnya yang saling berkaitan:
1. Pasal 2(a): Lingkup rumah tangga ini meliputi: Suami, isteri, anak.
2. Pasal 5: Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang
dalam lingkup rumahtangganya dengan cara:
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan seksual
d. Penelantaran rumah tangga
3. Pasal 8(a): Kekerasan seksual meliputi:
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup
rumah tangga tersebut.
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.
Dalam UU ini memang tidak disebutkan secara tegas apa yang dimaksud dengan ‘pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis’ pada pasal 10, namun apabila dikaitkan dengan
kekerasan seksual yang berefek pada kehamilan yang tidak diinginkan, maka korban
diasumsikan dapat meminta hak atas pelayanan medis untuk mengakhiri kehamilannya, karena
secara medis, korban akan mengalami stres ataupun depresi, & bukan tidak mungkin akan
menjadi sakit jiwa apabila kehamilan tersebut diteruskan.
Dari uraian penyebab inilah mungkin didapatkan gambaran mengenai penggolongan aborsi yang
akan dilakukan. Pada butir ke-5 sudah jelas dapat digolongkan pada aborsi terapetikus, sesuai
dengan UU Kesehatan tentang tindakan medis tertentu yang harus diambil terhadap ibu hamil
demi untuk menyelamatkan nyawa ibu. Butir ke-2 & 3, mungkin para ahli kesehatan & ahli
hukum dapat memahami alasan aborsi karena merupakan hal-hal yang di luar kemampuan ibu,
dimana pada butir ke 2, apabila bayi dibiarkan hidup, mungkin akan menjadi beban keluarga
serta kurang baiknya masa depan anak itu sendiri. Namun keadaan ini bertetangan dengan UU
HAM pasal 53 mengenai hak hidup anak dari mulai janin sampai dilahirkan, & pasal 54
mengenai hak untuk mendapatkan perawatan, pendidikan, pelatihan & bantuan khusus atas biaya
negara bagi setiap anak yang cacat fisik & mental. Pada butir ke 3, kemungkinan besar bayi tidak
akan mendapatkan kasih sayang yang layak, bahkan mungkin akan diterlantarkan ataupun
dibuang, yang bertentangan dengan UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak mengenai
hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang & berpartisipasi secara wajar sesuai dgn harkat &
martabat kemanusiaan. Sedangkan bagi ibu yang merupakan korban pemerkosaan itu sendiri, hal
ini  merupakan keputusan yang kurang adil apabila kehamilan akibat perkosaan itu dilanjutkan,
karena dia sendiri adalah korban suatu kejahatan, & pasti akan merupakan suatu beban
psikologis yang berat. Sedangkan pada butir 1, 4, & 6, jelas terlihat adalah kehamilan
diakibatkan oleh terjadinya hubungan seks bebas, yang apabila dilakukan tindakan aborsi, dapat
digolongkan pada aborsi provokatus kriminalis bertentangan dengan KUHP Pasal 346-349 &
UU Kesehatan pasal 133 tentang perlindungan anak.
Dari penjelasan tersebut, didapatkan gambaran mengenai aborsi legal & ilegal. aborsi
provokatus/buatan legal yaitu aborsi buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan, yaitu memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Berdasarkan indikasi medis yang kuat yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian & kewenangan;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami ataupun keluarganya;
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Setiap dokter pada waktu baru lulus bersumpah untuk menghormati hidup mulai sejak saat
pembuahan, karena itu hendaknya para dokter agar selalu menjaga sumpah jabatan & kode etik
profesi dalam melakukan pekerjaannya. Namun pada kehidupan sehari-hari, banyak faktor-faktor
yang berperan, seperti rasa kasihan pada perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak
diinginkan, faktor kemudahan mendapatkan uang dari praktik aborsi yang memakan biaya tidak
sedikit ataupun faktor-faktor lainnya.
Sejak abad 5 SM, Hipokrates sudah bersumpah antara lain bahwa ia “tidak akan memberikan
obat kepada seorang perempuan untuk menggugurkan kandungannya”. Sumpah itu kemudian
kemudian menjadi dasar bagi sumpah dokter sampai sekarang. Pernyataan Geneva yang
dirumuskan pada tahun 1984 & memuat sumpah dokter antara lain menyatakan bahwa para
dokter akan “menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan”. Pernyataan itu juga
termuat dalam sumpah dokter Indonesia yang dirumuskan dalam PP no.26/1960. Sikap para
dokter se-dunia terhadap pengguguran terutama dirumuskan dalam “Pernyataan Oslo” pada
tahun 1970, yang terutama menyoroti hal pengguguran berdasarkan indikasi medis. Rumusan itu
berbunyi sebagai berikut:
1. Prinsip moral dasar yang menjiwai seorang dokter ialah rasa hormat terhadap kehidupan
manusia sebagaimana diungkapkan dalam sebuah pasal Pernyataan Geneva: “Saya akan
menjujung tinggi rasa hormat terhadap hidup insani sejak saat pembuahan”.
2. Keadaan yang menimbulkan pertentangan antara kepentingan vital seorang ibu & kepentingan
vital anaknya yang belum dilahirkan ini menciptakan suatu dilema & menimbulkan pertanyaan:
“Apakah kehamilan ini harusnya diakhiri dengan sengaja atau tidak?”
3. Perbedaan jawaban atas keadaan ini dikarenakan adanya perbedaan sikap terhadap hidup bayi
yang belum dilahirkan. Perbedaan sikap ini adalah soal keyakinan pribadi & hati nurani yang
harus dihormati.
4. Bukanlah tugas profesi kedokteran untuk menentukan sikap & peraturan negara atau
masyarakat manapun dalam hal ini, tetapi justru adalah kewajiban semua pihak mengusahakan
perlindungan bagi pasien-pasien & melindungi hak dokter di tengah masyarakat.
5. Oleh sebab itu di mana hukum memperbolehkan pelaksanaan pengguguran terapetis, atau
pembuatan UU ke arah itu sedang dipikirkan, & hal ini tidak bertentangan dengan kebijaksanaan
dari ikatan dokter nasional, serta dimana dewan pembuat undang-undang itu ingin atau mau
mendengarkan petunjuk dari profesi medis, maka prinsip-prinsip berikut ini diakui:
a. Pengguguran hendaklah dilakukan hanya sebagai suatu tindakan terapetis.
b. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan seyogyanya sedapat mungkin disetujui secara
tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.
c. Prosedur itu hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten dalam instalasi-instalasi
yang disetujui oleh suatu otoritas yang sah.
d. Jika seorang dokter merasa bahwa keyakinan hati nuraninya tidak mengizinkan dirinya
menganjurkan atau melakukan pengguguran, ia berhak mengundurkan diri & menyerahkan
kelangsungan pengurusan medis kepada koleganya yang kompeten.
6. Meskipun pernyataan ini didukung oleh “General Assembly of The World Medical
Association”, namun tidak perlu dipandang sebagai mengikat ikatan-ikatan yang menjadi
anggota, kecuali kalau hal itu diterima oleh ikatan itu.
Karenanya dihimbau bagi para dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya agar:
1. Tindakan aborsi hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis
oleh minimal dua orang dokter yang kompeten & berwenang.
3. Prosedur tersebut hendaknya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instansi
kesehatan tertententu yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter tersebut merasa bahwa hati nuraninya tidak sanggup melakukan tindakan
pengguguran, maka hendaknya ia mengundurkan diri serta menyerahkan pelaksanaan tindakan
medis ini pada teman sejawat lainnya yang juga kompeten .
5. Selain memahami & menghayati sumpah profesi & kode etik, para dokter & tenaga kesehatan
juga perlu meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
Pada beberapa negara seperti Singapura, Cina, & Tunisia, aborsi dilegalkan oleh pemerintahnya
masing-masing dengan tujuan untuk membatasi pertumbuhan guna meningkatkan kesejahteraan.
Negara Swedia, Inggris, & Italia atas dasar sosiomedik, sedangkan di Jepang atas dasar sosial.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut, dapatlah kiranya ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. aborsi secara umum dibagi atas aborsi spontan & aborsi provokatus (buatan). Aborsi
provokatus (buatan) secara aspek hukum dapat golongkan menjadi dua, yaitu aborsi provokatus
terapetikus (buatan legal) & aborsi provokatus kriminalis (buatan ilegal).
2. Dalam perundang-undangan Indonesia, pengaturan tentang aborsi terdapat dalam dua undang-
undang yaitu KUHP & UU Kesehatan.
3. Dalam KUHP & UU Kesehatan diatur ancaman hukuman melakukan aborsi (pengguguran
kandungan, tidak disebutkan soal jenis aborsinya), sedangkan aborsi buatan legal (terapetikus
atau medisinalis), diatur dalam UU Kesehatan.
4. Penghayatan & pengamalan sumpah profesi & kode etik masing-masing tenaga kesehatan,
secara tidak langsung dapat mengurangi terjadinya aborsi buatan ilegal, lebih lagi jika diikuti
dengan pendalaman & pemahaman ajaran agama masing-masing.

3. TRANSPLANTASI  ORGAN
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat
ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi
tertentu.

Jenis – jenis Transplantasi Organ

1.       Autograf (Autotransplatasi), yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain
dalam tubuh orang itu sendiri.
Misalnya operasi bibir sumbung, imana jaringan atau organ yang diambil untuk menutup bagian
yang sumbing diambil dari jaringan tubuh pasien itu sendiri.

2.       Allograft (Homotransplantasi) , yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh
seseorang ke tubuh yang lan yang sama spesiesnya, yakni manusia dengan manusia.
Homotransplantasi yang sering terjadi dan tingkat keberhasilannya tinggi, antara lain :
transplantasi ginjal dan kornea mata. Disamping itu terdapat juga transplantasi hati, walaupun
tingkat kebrhsilannya belum tinggi. Transfusi darah sebenarnya merupakan bagian dari
transplntasi ini, karena melalui transfusi darah, bagian dari tubuh manusia (darah) dari seseorang
(donor) dipindahkan ke orang lain (recipient).

3.       Xenograft (Heterotransplatasi) , yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh
yang satu ke tubuh yang lain yang berbeda spesiesnya. Misalnya antara species manusia dengan
binatang. Yang sudah terjadi contohnya daah pencangkokan hati manusia dengan hati dari
baboon (sejenis kera), meskipun tingkat keberhasilannya masih sangat kecil.

4.       Isograft


                Transplantasi Singenik yaitu pempindahan suatu jaringan atau organ dari seseorang ke
tubuh orang lain yang identik. Misalnya masih memiliki hubungan secara genetik.

Komponen Yang Mendasari Transplantasi


Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu:
1.             Eksplantasi yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang
sudah meninggal.
2.             Implantasi yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada
bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain

Komponen Yang Menunjang Transplantasi


Disamping dua komponen yang mendasari di atas, ada juga dua komponen penting yang
menunjang keberhasilan tindakan transplantasi, yaitu:
1.               Adaptasi Donasi yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang
diambil jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan
kekurangan  jaringan atau oragan.
2.               Adaptasi Resepien yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan atau
organ tubuh baru sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ tersebut,
untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat befungsi lagi.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup atau dari
jenazah orang yang baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan kematian batang
otak.
Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit ginjal sumsum tulang dan darah
(transfusi darah). Organ-organ yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea,
pancreas, paru-paru dan sel otak.
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplatasi adalah :
·         Donor hidup
·         Jenazah dan donor mati
·         Keluarga dan ahli waris
·         Resepien
·         Dokter dan pelaksana lain
·         Masyarakat
Alat-alat yang biasanya digunakan dalam proses transplantasi, meliputi
·                Pisau operasi
·                Cusa (pisau pemotong yang menggunakan gelombang ultrasonografi)
·                Meja operasi
·                Gunting bedah
·                Slang-slang pembiusan
·                Drap (kain steril yang digunakan untuk menutup bagian tubuh yang tidak dioperasi)
·                Plastic steril berkantong yang fungsinya menampung darah yang meleleh dari tubuh
pasien
·                Retractor
·                Penghangat darah dan cairan
·                Lampu operas

Contoh Kasus
Jantung Bocor, Bayi 14 Bulan Butuh Transplantasi Jantung Tangis Fahia Raihana (14 bulan)
pecah manakala detak nafasnya sesak. Beberapa saat kemudian, tubuhnya mulai membiru mulai
dari jari tangan dan kakinya. Maklum, bayi perempuan mungil anak pasangan Siti Aisiyah (27)
dan Slamet Hariono (31) warga Desa Siman, Kecamatan Kepung, Kediri didiagnosis mengalami
kelainan jantung langka. Bila manusia normal letak jantung berada di sisi kiri, pada bayi ini letak
jantungnya di sisi kanan. Akibatnya, beberapa organ tubuhnya pun tak dapat bekerja optimal.
Ironisnya, kelainan jantung ini baru diketahui orang tuanya sejak sang bayi berusia 4 bulan. Hal
ini karena terbatasnya kemampuan ekonomi.”Selama ini ya ke bidan desa, dan katanya hanya
sesak-sesak biasa. Setelah semakin besar, kami coba ke rumah sakit, dan tak tahunya ternyata
penyakit anak saya berbahaya,” kata ibunya, Siti Aisiyah kepada detiksurabaya.com saat
menunggu anaknya dalam perawatan tim dokter RSUD Pelem Pare, Kamis (17/7/2008). Dia
menjelaskan, beberapa ciri kelainan jantung anaknya dapat diketahui bila bayi melakukan
aktivitas berlebih, termasuk menangis. Bila menangis, sekujur tubuhnya akan membiru, nafasnya
sesak dan detak jantung berdetak cepat. “Pertama kali pasti di jari-jari tangan dan kaki membiru.
Kalau nangisnya terusan, ya menyebar ke sekujur tubuh,” ujar wanita yang hanya menjadi ibu
rumah tangga. Saat ini, kata dia, dirinya kebingungan mencari dana pengobatan anaknya.
Padahal dokter menyebutkan, anaknya kemungkinan dapat disembuhkan melalui tranplantasi
jantung. “Suami saya hanya buruh pabrik kecil, dan terkadang nyambi manjing lainnya.
Pendapatannya tak menentu,” katanya dengan mata berkaca-kaca. Sementara dari diagnosis
dokter menunjukkan, pasien mengalami kelainan tata letak jantung. Hal ini diketahui setelah
dokter melakukan rontgen pada bayi. “Jelas terlihat, jantung bayi ini ada di sebelah kanan dan
tidak berada pada posisi semestinya,” kata dokter anak RSUD Pelem Pare, dr Suryatmono
SpA.Dijelaskan oleh dia, akibat kelainan tata letak jantung terjadi kebocoran pada bilik kanan
dan kiri jantung sang bayi. Hal ini yang menyebabkan kondisinya sering membiru bila
melakukan aktivitas berlebih. “Makin beraktivitas yang bisa memacu detak jantung, maka aliran
darah semakin deras. Dan hal itu akan tampak membiru di beberapa bagian tubuhnya,” jelasnya.
Rupanya, penderitaan pasien tak berhenti sampai kelainan letak jantung. Dia menambahkan,
pada jantungnya terdapat komplikasi bawaan dextrocardia yaitu Ventrical Septal Defeck (VSD)
tampak pada terdapatnya lubang pada bilik kanan dan kiri dan Antrial Septal Defeck (ASD)
yakni adanya lubang di serambi kanan dan kiri jantung sang bayi. “Kelainan bawaan ini juga
mengakibatkannya mengalami gangguan dalam organ pompa darah,” imbuhnya. Pihaknya, jelas
Suryatmono, hanya membuat langkah yakni tekanan darah balik ke jantung akan diperkecil.
Sehingga jantungnya tidak akan bekerja dengan beban yang berat. “Operasi pun hanya bisa
menyembuhkannya dari kelainan bawaan, sedangkan letak jantung tidak mungkin dapat
dipindahkan,” ujarnya. Sementara kasus kelainan tata letak jantung di Indonesia, terakhir kali
ditemukan pada bayi kembar siam Anggie dan Anjeli, tahun 2005 silam. Pada kasus tersebut,
dokter juga gagal memberikan pertolongan pada sang bayi(Anonim,2012).

 Hukum di Indonesia tentang transplantasi organ

Pengaturan tentang transplantasi organ dalam UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
dan dalam PP Nomor 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat
Anatomis Serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia, lebih spesifik jika
dibandingkan dengan yang diatur dalam KUHPidana. Misalnya mengenai transplantasi tanpa
izin, jika dalam KUHPidana termasuk kejahatan terhadap tubuh manusia, namun dalam UU
Nomor 23 Tahun 1992 maupun PP Nomor 18 Tahun 1981 dimasukkan dalam pasal tersendiri
yang lebih jelas, sehingga akan terlihat dengan jelas batasan pertanggungjawaban pidana apabila
dokter melakukan malpraktek.

Malpraktek yang dapat terjadi dalam upaya medis transplantasi organ tubuh yang dapat dituntut
pertanggungjawaban pidananya adalah kesalahan dalam menjalankan praktek yang dilaksanakan
dengan sengaja yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan dan pelanggaran terhadap PP Nomor 18 Tahun 1981 Tentang bedah Mayat Klinis dan
Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.

D. SUPPORTING DEVICES
Pengertian Supporting Devices
Supporting Devices adalah perangkat tambahan atau pendukung. Jika ditinjau dari segi
keperawatan, maka dapat kita simpulkan kalau supporting devices itu adalah perangkat tambahan
yang digunakan dalam dunia kesehatan pada para perawat dalam melakukan praktek.
Klasifikasi Supporting Devices
 1.      Handheld  suatu alat yang membantu perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan kepada klien, melalui pengumpulan data, berkomunikasi dengan pasien,
berkonsultasi dengan sesama perawat maupun tenaga medis, mencari literatur terkait
interaksi obat dan infus, sampai menganalisis hasil laboratorium. Handheld yang
digunakan dalam keperawatan disebut Personal Digital Assistants (PDAs).

 2.      Handheld Device yaitu mempermudah perawat untuk mengakses sumber-sumber


klinik, pasien dan sejawat melalui suara serta pesan teks, serta mempermudah akses ke
jaringan informasi sehingga penentuan keputusan secara desentralisasi1[1][3] dapat
dilakukan yang akan meningkatkan otonomi perawat.

 3.      Wireless Communication yaitu memudahkan perawat untuk memperoleh hasil


pemeriksaan laboratorium pasien atau melakukan perubahan pesanan ke laboratorium,
ketika masih berada di kamar pasien tanpa harus kembali ke ruang perawat terlebih
dahulu

 4.      Alat bantu

Teknologi medis yang canggih merupakan alat atau perkakas untuk para dokter, dan alat
bantu akan mengurangi beban perawat. Kemajuan dalam layanan medis dengan sistem
komputerisasi yang canggih, melindungi jiwa banyak orang. Produk THK memenuhi standar
rehabilitas tertinggi yang diperlukan untuk alat medis. Contoh alat bantu Supporting Devices :

1
 1)      Oftalmoskop

Perawat menggunakan oftalmoskop (sumber cahaya dan sitem lensa dan cermin) untuk mengkaji
struktur internal mata (umunya disebut fundus). Intensitas cahaya dapat diukur, tetapi perawat
harus melindungi rasa nyaman klien dengan menggunakan intensitas cahaya yang serendah
mungkin.

 2)      Iluminator Nasal

Perawat menggunakan iluminator nasal untuk memeriksa hidung bagian dalam. Jenis
ilumunator nasal yang paling sederhana, speculum nasal, adalah peralatan dengan dua-bilahan
metal yang digunakan bersama penlight untuk mengkaji bagian bawah dan bagian tengah
turbinate hidung dan mukosa hidung. Jenis kedua dari illuminator nasal adalah illuminator yang
mempunyai pegangan seperti pegangan oftalmoskop dengan bagian kepala yang pendek, sempit
dan mempunyai sumber cahaya

 3)      Otoskop

Perawat menggunakan otoskop untuk mengkaji kanal auditorius eksternal 2[2][4] dan
membrane timpani. Kepala otoskop, sama dengan pegangan yang digunakan untuk oftalmoskop,
kaitkan dan nyalakan seperti pada oftalmoskop; alat tersebut memberi pencahayaan dan
pembesaran. Berbagai speculum yang berbentuk seperti corong mempunyai diameter antara 0,32
sampai 1 cm, yang pas dengan kepala otoskop.

 4)      Garputala

Perawat mengguanakan garputala untuk menguji konduksi suara ketika pengkajian


pendengaran dan sensasi getar selama pengkajian neurologi3[3][5]. Bergetar dengan jumlah yang
spesifik etiap detiknya, garputala menciptakan karakteristik suara yang dikenal dari
frekuensinya, yang diukur dalam siklus perdetik (SPD) atau hertz (Hz). Garputala fekuensi tinggi
(500-Hz sampai 1000-Hz) membantu mengkaji fungsi pendengaran ; garputala frekuensi rendah
(100-Hz sampai 400-Hz) membantu mengkaji sensasi vibrasi.

 5.      Peralatan sinar X

Pemandu LM dan Cincin Roller Lintang digunakan untuk pergerakan reseptor sinar X. Ini
memungkinkan mesin sinar X untuk menggerakkan unit transmiter dan penerim sinar ke arah
manapun dan mengambil gambar dari sudut manapun, tanpa bergantung pada posisi pasien. Saat
produk THK digunakan, getaran dan suara mesin juga dikurangi sehingga menghilangkan
kekhawatiran pasien. Sinar X yang mampu melakukan penetrasi ke dalam tubuh  pasien.

 6.      Pemindai CT sinar X medis

3
Pemindai CT sinar X merupakan perangkat tunggal yang memindai keseluruhan tubuh
pasien dan terdiri dari pemindai CT (Computed Tomography) dan peralatan angiografi. Pada
perangkat ini, pemandu LM THK digunakan di bagian gerakan longitudinal yang menggerakkan
pasien yang terbaring di tempat tidur selama proses pemindaian. Karena pemandu tersebut dapat
mengurangi getaran dan suara selama gerakan sistem, komponen ini dapat menghilangkan
kekhawatiran pasien.

Fungsi Klasifikasi Supporting Devices :

a.       Fungsi Handheld yaitu mulai meningkatkan kemampuan untuk berfikir kritis terkait tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan kondisi dan penyakit yang diderita
oleh pasien tersebut.
b.      Fungsi Handheld Device yaitu Handheld device digunakan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien melalui kemampuan mengakses informasi, mempermudah
penghitungan, dan memperlancar komunikasi.
c.       Fungsi Wireless Communication yaitu untuk memperoleh hasil pemeriksaan laboratorium
pasien atau melakukan perubahan pesanan ke laboratorium.
d.      Fungsi Sinar X yaitu untuk melihat kondisi tulang serta organ tubuh tanpa melakukan
pembedahan pada tubuh pasien.
e.       Fungsi analisis otomatis hematologikal4[4][6] yaitu untuk transportasi vertikal injektor reagen
dalam peralatan tes hematologikal.
f.       Fungsi CT sinar X medis yaitu untuk diagnosis sistem sirkulasi.

Dampak Negatif Supporting Devices

 Sinar X

Terlepas dari peranan Sinar X dalam menunjang informasi diagnosis klinis, Sinar X ternyata
memiliki sisi yang sangat perlu diperhatikan secara khusus, yaitu  berkaitan dengan efek negatif
yang ditimbulkan. 
Perlu diketahui bahwa Sinar X dengan karakteristiknya memiliki energi minimal sebesar 1 KeV
= 1000 eV. Energi sebesar ini jika berinteraksi dengan tubuh manusia tentunya dikhawatirkan
akan memberikan dampak negatif. 
Ada beberapa kemungkinan peristiwa yang dapat terjadi, ketika Sinar X berinteraksi dengan
materi (tubuh manusia) dari sudut pandang mikroskopis, yaitu hamburan Compton, hamburan
Fotolistrik dan hamburan  Pair Production. Hamburan Compton terjadi karena  Sinar X
berinteraksi dengan elektron yang terletak pada lintasan terluar, yang selanjutnya elektron ini
akan terlempar keluar dari atom. 
Efek hamburan Compton umumnya terjadi pada rentang energi sekitar 26 keV (kilo elektron
volt) untuk diagnostik. Hamburan fotolistrik terjadi ketika Sinar X berinteraksi dengan atom
materi dan melemparkan salah satu elektron sehingga mengakibatkan elektron lainnya, bergerak
menuju lintasan yang kehilangan elektron sambil melepaskan energinya. 
4
Hamburan ini juga dapat terjadi pada energi untuk diagnostik. Sedangkan hamburan pair
production5[5][7] jarang sekali terjadi di bidang imaging diagnostik karena membutuhkan energi
Sinar X yang sangat besar 1,02 MeV (mega elektron volt). Walaupun sudut pandang ini hanya
dilihat secara mikroskopis6[6][8], secara makroskopis dikhawatirkan akan mengganggu
kestabilan atom materi dan menimbulkan kelainan pada sel tubuh manusia. 
Ini perlu kehati-hatian dan pemilihan yang tepat dalam penggunaannya di bidang medis.
Walaupun secara empiris pasien yang diberikan Sinar X pada level diagnostik7[7][9] medis di
rumah sakit tidak mengalami gejala ataupun tanda-tanda kerusakan jaringan. Namun gejala
kelainan pada tubuh manusia akan muncul jika diberikan Sinar X secara berlebihan. Oleh karena
itu paparan radiasi medis (diagnostik imaging) yang mengenai tubuh pasien diharapkan sesuai
dengan kebutuhan. Sedangkan kebutuhan dalam imaging adalah kualitas citra yang mampu
menunjang diagnosis klinis yang diderita pasien dengan tidak memberikan paparan radiasi yang
berlebihan atau tidak dibutuhkan kepada tubuh pasien.

 2.      CT Scan

CT Scan memang bisa memberikan hasil tes medis secara cepat dan rinci. Beberapa penyakit
pada anak seperti radang paru atau patah tulang juga membutuhkan alat-alat pemindai kesehatan
untuk diagnosis yang lebih akurat. 
Ternyata radiasi alat-alat tersebut dalam waktu lama bisa meningkatkan risiko terserang
penyakit leukemia.

 3.      Sinar-X

Suatu radiasi berenergi kuat yang tergantung pada dosisnya, dapat mengurangi pembelahan
sel, merusak materi genetik, dan menimbulkan efek pada bayi yang belum dilahirkan. Sel-sel
yang membelah cepat adalah paling sensitif terhadap paparan sinar-x. Bayi dalam perut ibu
sensitif terhadap sinar-x karena sel-selnya masih dalam taraf pembelahan dengan cepat, dan
berkembang menjadi jaringan dan organ yang berbeda-beda. Pada dosis tertentu, paparan sinar-x
pada wanita hamil dapat menyebabkan keguguran atau cacat pada janin yang dikandungnya,
termasuk kemungkinan terjadinya kanker pada usia dewasa.
Memang sebagian besar prosedur pemaparan sinar-x menghasilkan radiasi yang relatif
ringan. Namun sebagai langkah jaga-jaga, penggunaan sinar-x pada wanita hamil kecuali benar-
benar perlu,harus dihindari. Wanita yang melalui pemeriksaan rontgen sebelum mengetahui
status kehamilannya harus berbicara kepada dokternya.

Contoh Kasus
Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat, pada tanggal 21
April 1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat bantu pernapasan karena
kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol dan zat psikotropika secara berlebihan.Oleh

7
karena tidak tega melihat penderitaan sang anak, maka orangtuanya meminta agar dokter
menghentikan pemakaian alat bantu pernapasan tersebut. Kasus permohonan ini kemudian
dibawa ke pengadilan, dan pada pengadilan tingkat pertama permohonan orangtua pasien
ditolak, namun pada pengadilan banding permohonan dikabulkan sehingga alat bantu pun
dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca penghentian penggunaan alat bantu tersebut,
pasien dapat bernapas spontan walaupun masih dalam keadaan koma. Dan baru sembilan tahun
kemudian, tepatnya tanggal 12 Juni 1985, pasien tersebut meninggal akibat infeksi paru-paru
(pneumonia).

5. SURROGATE MOTHER

A. Pengertian
Sewa rahim / rahim pinjaman sering disebut juga surrogate mother (Ibu pengganti), yaitu
seorang wanita yang mengadakan perjanjian dengan pasangan suami istri yang mana si wanita
bersedia mengandung benih dari pasangan suami istri infertil tersebut dengan imbalan tertentu
(oktavinola, 2009).
Sewa rahim yaitu menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum)
yang telah disenyawakan dengan benih lelaki (sperma) (pasangan suami isteri), dan janin itu
dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Pasangan suami istri, membayarkan
sejumlah uang kepada ibu tumpangan atau syarikat yang menguruskan kerja mencari ibu
tumpang yang sanggup mengandungkan anak percantuman benih mereka dan dengan syarat ibu
tumpang akan menyerahkan anak tersebut setelah dilahirkan atau pada masa yang dijanjikan
(saifxs, 2008).
B. Sebab Atau Tujuan Penyewaan Rahim
Terdapat beberapa sebab yang akan menyebabkan sewa rahim dilakukan, di karenakan
Seseorang wanita tidak mempunyai harapan untuk mengandung secara biasa karena ditimpa
penyakit atau kecacatan sehingga tidak bisa melahirkan, Rahim wanita tersebut dibuang karena
pembedahan, Wanita ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul beban kehamilan, Wanita
yang ingin memiliki anak tetapi telah putus haid (menopause), Wanita yang ingin mencari
pendapatan dengan menyewakan rahimnya kepada orang lain. (saifxs,2008).
C. Bentuk-Bentuk Penyewaan Rahim
1. Benih isteri (ovum) disenyawakan dengan benih suami(sperma), kemudian dimasukkan ke
dalam rahim wanita lain. Kaedah ini digunakan dalam keadaan isteri memiliki benih yang
baik, tetapi rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan yang teruk, akibat penyakit
yang kronik atau sebab-sebab yang lain.
2. Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah disenyawakan dibekukan dan
dimasukkan ke dalam rahim ibu tumpang selepas kematian pasangan suami isteri itu.
3. Ovum isteri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya) dan dimasukkan ke
dalam rahim wanita lain. Apabila suami mandul dan isteri ada gangguan kehamilan.
4. Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian dimasukkan ke dalam
rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila isteri ditimpa penyakit pada ovari dan
rahimnya tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau isteri telah mencapai tahap putus haid
(menopause).
5. Sperma suami dan ovum isteri disenyawakan, kemudian dimasukkan ke dalam rahim isteri
yang lain dari suami yang sama.
D. Pandangan Hukum di Indonesia terhadap Sewa Rahim
Di indonesia, peraturan mengenai bayi tabung diatur secara umum dalam pasal 16 UU No. 23
tahun 1992 tentang kesehatan dan keputusan menteri kesehatan No. 72 / menkes / per / ii / 1999
tentang penyelenggaraan teknologi reproduksi buatan. dari kedua peraturan tersebut dengan jelas
dikatakan bahwa praktek surrogacy dilarang pelaksanaannya di indonesia, hal ini dipertegas
dengan adanya sangsi pidana yang dapat dikenakan bagi yang melakukan ( pasal 82 UU No.23
tahun 1992 tentang kesehatan). akan tetapi jika si pasangan suami isteri melakukan praktek
surrogacy di luar negeri yang mengizinkan praktek tersebut dan kemudian anak yang lahir dari
praktek surrogacy itu dibawa ke indonesia maka akan menimbulkan permasalahan hukum
mengenai status anak tersebut. UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak mengatur
mengenai status anak yang lahir dari praktek surrogacy, dan tidak ada peraturan yang dapat
mengakomodasi apabila terjadi konflik (oktavinola, 2009)
E. Pandangan Hukum Islam terhadap Sewa Rahim
Dalam hal ini para ulama telah sepakat tentang pengharaman sewa rahim dalam keadaan berikut:
menggunakan rahim wanita lain selain isteri, percampuran benih antara suami dan wanita lain,
percampuran benih isteri dengan lelaki lain, atau memasukkan benih yang disenyawakan selepas
kematian suami isteri, sebagaimana pendapat Syekh Jad Al-Haq Ali Jad Al-Haq, Syekh Al-
Azhar bahwa hal tersebut hukumnya haram, karena akan menimbulkan percampuradukkan
nasab.Argumen yang dikemukakan para ulama antara lain:
1. Praktek di atas identik dengan nikah istibdha’ / zina walaupun keadaan sperma sudah dibuahi
(tidak menyendiri) seperti diungkapkan oleh Dr. Jurnalis Udin: "Memasukan benih ke dalam
rahim wanita lain sama dengan bersetubuh dengan wanita itu.”
2. Qaidah usul mengatakan, "Al-Ashlu Fil Ibdha’ Al-Tahrim" (Pada dasarnya dalam urusan
kelamin (percampuran) hukumnya haram). Kontrak rahim termasuk meletakan sperma pada
sebuah rahim yang tidak halal baginya. Sedangkan perempuan yang rahimnya dikontrakkan
jelas bukan isterinya. Sperma dari siapapun kecuali sperma suaminya, haram dimasukkan ke
dalam rahimnya.
3. Dalam surat Al-Maarij ayat 31 Allah berfirman: "Maka barangsiapa yang menghendaki selain
yang demikian itu (bercampur kepada isterinya atau hamba sahaya yang dimilikinya) maka
mereka itu adalah orang-orang yang melewati batas.”
Bagaimana jika alasannya dharurat (terpaksa)? KH. Rusyad Nurdin berkomentar: "Itu bukan
dharurat, tapi memenuhi keinginan (bukan terpaksa tapi dipaksakan). Bila seorang wanita sakit
lalu harus dioperasi dan hanya ada dokter laki-laki, itu baru dharurat, hukumnya tetap, tapi boleh
dilakukan.”
F. Pandangan Etika terhadap Sewa Rahim
Masalah ini di indonesia memang belum terlalu tenar. mungkin karena batasan-batasan
dalam agama dan hukum yang membuat hal ini kurang terdengar. dalam beberapa agama, kasus
ibu pengganti / rahim pinjaman ini oleh beberapa pendapat dianggap sebagai suatu hal yang
haram dan harus dilarang. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kasus ibu pengganti sama
dengan konsep “ibu penyusuan” yang memang diakui dalam agama. tetapi yang diperbolehkan
hanyalah jika donor sel sperma dan sel telur berasal dari suami-istri yang sah. jika salah satu (sel
telur atau sel sperma) bukan berasal dari suami-istri, hal itu tidak diperbolehkan.
Hukum di indonesia sendiri tidak mempersoalkan apakah benih itu berasal dari orang lain,
tetapi lebih kepada apakah anak itu lahir dari perkawinan yang sah. dengan kata lain seorang
anak yang lahir diakui hanya dari ikatan perkawinan yang sah, tanpa mempersoalkan bagaimana
terjadinya hal itu (dari siapa benihnya dan bagaimana caranya). tetapi di lain pihak, analisis dan
tes DNA sering dipakai juga untuk menentukan siapa orangtua si anak. hal ini terjadi pada kasus
laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab terhadap kehamilan seorang wanita.
Jika salah satu donor (sel sperma atau sel telur) bukan berasal dari pasangan suami istri
yang sah, di indonesia hal itu masih dilarang. secara hukum, juga secara agama. secara moral itu
disamakan dengan perzinaan, dan anak yang lahir tidak diakui secara hukum dan agama.
Di luar negeri (Usa, Inggris, dan Negara-Negara Eropa) juga mendapatkan payung hukum.
bahkan keberadaan bank sperma / bank sel telur juga diakui oleh mereka. bahkan konstitusi
Amerika menjamin hak konstitusional tiap orang untuk menentukan cara mereka memiliki anak
kandung, baik melalui sanggama atau dengan cara lainnya. oleh karena itu tidak boleh ada yang
melarang atau membatasi penggunaan cara-cara lain dalam memperoleh anak seperti ibu
pengganti atau donor gamet dari orang lain. tetapi pada umumnya yang dilarang adalah
komersialisasi dari cara-cara itu.(goldfriend, 2007)
G. Masalah Etik Keperawatan Terhadap Sewa Rahim
Bioetik adalah etika yang menyangkut kehidupan dalam lingkungan tertentu atau etika
yang berkaitan dengan pendekatan terhadap asuhan kesehatan. Pada kasus sewa rahim, masalah
etis yang mungkin terjadi di lihat dari pendekatan teoretis, yaitu:
1. Perawat yang menggunakan pendekatan teologik terhadap isu etis sewa rahim
mempertimbangkan bahwa hal tersebut diperbolehkan untuk menolong pasangan sumi istri
yang tidak mungkin memiliki keturunan secara ilmiah karena penyakit atau kelainan, dan
mungkin bagi wanita yang secara sengaja menggunakanya untuk menghindari kehamilan
demi menjaga kecantikan dan bentuk tubuhnya, yang mana hal tersebut merupakan hak
pasien yang harus dihargai oleh perawat.
2. Perawat yang menggunakn pendekatan deontologik terhadap sewa rahim, mungkin akan
mempertimbangkan bahwa secara moral penyewaan rahim tersebut merupakan hal yang
buruk untuk dilakukan karena bila dipandang dari segi agama, hal tersebut mirip dengan
kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan walaupun tidak ada penetrasi langsung dari penis
ke vagina, sehingga hukumnya haram karena akan terjadi pencampuran nasab. Sedangkan
dari segi hukum, dapat menimbulkan masalah dalam kaitanya dalam hal kewarisan.

Contoh Kasus
Kasus sewa rahim yang sempat mencuat adalah pada Januari 2009 ketika artis Zarima
Mirafsur diberitakan melakukan penyewaan rahim untuk bayi tabung dari pasangan suami
istri pengusaha. Zarima, menurut mantan pengacaranya, Ferry Juan mendapat imbalan mobil
dan Rp 50 juta dari penyewaan rahim tersebut.

A.    Kesimpulan

1.      Etika atau adat merupakan sesuatu yang dikenal, diketahui, diulang, serta menjadi suatu
kebiasaan didalam masyarakat, baik berupa kata-kata atau suatu bentuk perbuatan yang nyata.

2.      Euthanasia dapat digolongkan menjadi beberapa macam, ditinjau dari berbagai sudut pandang
sebagai berikut euthanasia pasif, euthanasia aktif dan euthanasia non agresif. Sedangkan ditinjau
dari sudut pemberian izin yaitu euthanasia volunter dan euthanasia involunter.

3.      Dalam dunia kedokteran dikenal 3 jenis aborsi yaitu aborsi spontan, aborsi buatan dan aborsi
terapeutik.

4.      Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat
ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi
tertentu.

5.      Peralatan pendukung yang digunakan perawat seperti cusa, meja operasi, pisau operasi, bedah
minor set, selang-selang pembius, draf, plastik steril, retractor, penghangat darah dan cairan,
serta lampu operasi.

DAFTAR PUSTAKA
http://wwwbayblogercombachtiar.blogspot.com/2009/12/surrogate-mother.html
https://indisaputri20.wordpress.com/2013/02/14/etika-keperawatan/
http://inatiganna.blogspot.com/2017/04/issue-etik-dalam-pelayanan-kebidanan.html
https://rusdihamid374.wordpress.com/2014/02/05/issue-etik-keperawatan/
http://nursegenerationunsrit.blogspot.com/2015/12/transplantasi-organ.html
https://krb2013.wordpress.com/2016/03/27/isu-etik-keperawatan-aborsi/
http://vikohaspi.blogspot.com/2014/11/
https://kuretase.com/pengertian-aborsi-secara-medis/

Anda mungkin juga menyukai