Anda di halaman 1dari 10

A.

KONSEP PENYAKIT
1. Definisi

Fraktur/patah tulang adalah terputusnya kontinuitas


jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
ruda paksa(Brunner, 2012). Fraktur lumbal adalah fraktur atau patah
tulang yang terjadi pada area vertebra lumbalis (L1-L5) (Black, 2010)
Laminektomi adalah suatu tindakan pembedahan atau
pengeluaran dan atau pemotongan lamina tulang belakang dan
biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal(Carpenito,
2011).
Laminektomi adalah pengangkatan sebagian dari diskus
lamina(Evelyn, 2007)
Laminektomi adalah memperbaiki satu atau lebih vertebra, osteophytis
dan Hernia nodus pulposus (Price, 2008).

2. Etiologi

Menurut (Price, 2008).


Biasanya merupakan fraktur kompresi karena trauma indirek dari atas
dan dari bawah, dapat menimbulkan fraktur stabil atau tidak stabil.
Trauma adalah penyebab yang paling banyak menyebabkan cedera
pada tulang belakang.

3. Manifestasi klinik

Menurut (Doengoes, 2009).


Secara klinis pasien mengeluh nyeri pinggang bawah dan sangat hebat,
mendadak sebelah gerakan fleksi dan adanya spasme otot para
vertebrata. Terdapat nyeri tekan yang jelas pada tingkat prolapsus
diskus bila dipalpasi. Terdapat nyeri pada daerah cedera, hilang
mobilitas sebagian atau total atau hilang sensasi di sebelah bawah dari
tempat cedera dan adanya pembengkakan, memar disekitar fraktur jauh

1
lebih mendukung bila ada deformitas (gibbs) dapat berupa angulasi
(perlengkungan). Berubahnya kesegarisan atau tonjolan abnormalitas
dari prosesus spinalis dapat menyarankan adanya lesi tersembunyi.
Lesi radiks dapat ditandai dengan adanya deficit sensorik dan motorik
segmental dalam distribusi saraf tepi, perlu diperiksa keadaan
neurologist serta kemampuan miksi dan defekasi seperti adanya
inkontinensia uri et alvi paresthesia. Selama 24 jam pertama setelh
trauma, suatu lesi partikel dari medulla spinalis dimanifestasikan
paling sedikit dengan masih berfungsinya daerah sacral sensori
perianal dan suatu aktifitas motorik volunteer fleksor kaki.
4. Komplikasi
a. nfeksi;
b. Pendarahan;
c. Gumpalan darah;
d. Saraf Kerusakan, yang mengarah ke sakit, mati rasa, kesemutan,
atau kelumpuhan;
e. Masalah, terkait dengan anestesi.
5. Pathofisiologi dan pathway
a. Pathofisiologi

Menurut (Carpenito, 2011).


Cedera medulla spinalis paling sering terjadi karena
trauma/cedera pada vertebra. Adanya kompresi tulang
menyebabkan diskontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
lumbal serta dapat merusak system saraf otonom (saraf
parasimpatis). Pada area kornu lateralis medulla spinalis bagian
sacral yang erat kaitannya dengan status miksi dan defekasi.
Kompresi juga dapat merusak fleksus saraf utama terutama F.
lumbalis yang tergabung dalam fleksus lumbosakralis yang
berpengaruh pada persarafan ekstrimitas bawah. Dapat dijelaskan
secara terinci:
1) Saraf lumbal I dan II membentuk nervus genitor femoralis
yang mensyarafi kulit daerah genetalia dan paha atas bagian
medial.

2
2) Saraf lumbal II - IV bagian dorsal membentuk nervus
femoralis mensarafi muskulus quadriceps femoralis lateralis
yang mensyarafi kulit paha lateralis.
3) Saraf lumbal IV - sacral III bagian ventral membentuk
nervus tibialis.
4) Saraf lumbal IV- sacral II bagian dorsal bersatu menjadi
nervus perokus atau fibula komunis.

b. Pathway

3
6. Penatalaksanaan ( medis dan keperawatan )

Menurut (Carpenito, 2011).


Bila tidak ada keluhan neurologik:
a. Istirahat di tempat tidur: terlentang dengan dasar keras, posisi
defleksi 3-4 minggu
b. Beri analgetik bila nyeri
c. Pada fraktur stabil, setelah 3-4 minggu kalau tidak merasa sakit
lagi, latih otot-otot punggung 1-2 minggu, kemudian mobilisasi,
belajar duduk jalan dan bila tidak ada apa-apa klien boleh pulang.
Pada fraktur yang tidak stabil ditunggu 6-8 minggu. Bila kelainan
neurologik didapatkan: Jika dalam observasi membaik, tergantung
dari stabil/tidak, tindakan seperti pada fraktur tanpa kelainan
neurologik. Jika dalam observasi keadaan memburuk, maka harus
segera dilakukan operasi dekompresi, sama halnya bila kelainan
karena kompresi fraktur. Tekanan dihilangkan dengan operasi
misalnya laminektomi. Kemudian dibantu dari luar misalnya
dengan gips broek, gips korset, jaket minerva, tergantung dari
tempat fraktur. Pada pemasangan gips korset: harus meliputi
sampai manubrium sterni, simpisis daerah fraktur dan di bawah
ujung skapula.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer

4
1) Airway & Spine Protection
Pasien dapat bernapas dengan baik, tidak ada sumbatan
dalam jalan napas, tidak ada bunyi napas tambahan, tidak
terdapat edema pada bibir atau rongga mulut, gigi utuh
tidak ada yang lepas.

2) Breathing
Pasien dapat bernapas secara spontan, pengembangan dada
kanan kiri simetris, penggunaan otot bantu pernapasan.
3) Circulation
Nadi /menit dan cepat, warna kulit , akral hangat, capilary
refill .
4) Disability
E : pasien dapat membuka mata secara spontan
V : pasien mampu berorientasi dengan baik, berbicara
secara jelas.
M : pasien dapat melalukan printah yang diarahkan.
5) Exposure
Terdapat tanda-tanda trauma ,jejas,luka
terbuka,memar,deformitas,benjolan dan lainnya.

b. Pengkajian sekunder
1) Alergy

Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan.

2) Medication

Obat-obatan yang sedang dikomsumsi

3) Past Illines/Past Health History

Masalah kesehatan yang dihadapai pasien.

4) Last Meal

Makan minum yang dikonsumsi

5) Environment/Event Leading

5
Riwayat kesehatan sehingga terjadi sakit dan factor-faktor
yang berpengaruh atau memperburuk gejala penyakitnya.

2. Diagnosa keperawatan

Menurut (Doengoes, 2009).


Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
2) Cemas berhubungan dengan krisis situasional
Intra operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan
2) Kerusakan intergritas jaringan berhubungan dengan faktor
mekanik.
3) Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif
4) PK: perdarahan
5) PK: syok
Post operasi
1) Resiko aspirasi dengan faktor resiko penurunan kesadaran
2) Resiko cedera posisi perioperatif dengan faktor resiko gangguan
persepsi sensori karena anestesi.
3) Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif
4) Kurang pengetahuan tentang perawatan post operatif berhubungan
dengan kurangnya paparan informasi

3. Perencanaan keperawatan

a. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen


tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/
immobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam nyeri dapat berkurang atau terkontrol.

6
Kriteria hasil :
1) Nyeri berkurang atau hilang
2) Skala nyeri 1
3) Klien menunjukkan sikap santai
4) Klien dapat mendemonstrasikan tehnik relaksasi
napas dalam
5) TD : 120 /90 mmHg
6) N : 60-80 x/mnt
7) S : 36-37 oC
8) P : 16-20 x/mnt
Intervensi :
1) Observasi tanda-tanda vital setiap 8 jam
2) Evaluasi skala nyeri, karakteristik dan lokasi
3) Atur posisi kaki yang sakit (abduksi) dengan bantal
4) Ajarkan dan dorong tehnik relaksasi napas dalam
5) Kolaborasi berikan obat sesuai program

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka


neuromuskuler.
Tupan : Immobilisasi fisik tidak terjadi.
Tupen :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 hari
diharapkan dapat melakukan mobilitas fisik dengan bantuan
minimal, denngan Kriteria hasil :
1) Mempertahankan posisi fungsional
2) Klien mampu meningkatkan kekuatan/fungsi yang
sakit dan/ mengkompensasi bagian tubuh.
3) Klien mampu menunjukan kemampuannya.
Intervensi
Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera, perhatikan
persepsi pasien terhadap imobilisasi
1) Bantu dalam rentang gerak pasien aktif atau pasif
pada ekstremitas yang sakit atau sehat
2) Bantu dalam mobilisasi dengan kruk, kursi roda
,intruksikan keamanan dalam menggunakan alat
mobilisasi
3) Edukasikan pada pasien untuk melakukan mobilsasi
secara mandiri
4) Kolaborasikan dengan terapis fisik untuk ambulasi

7
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada
lingkugan, prosedur invasif, traksi tulang

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24


jam resiko infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
1) Balutan luka bersih
2) Tidak ada rembesan
3) Tidak ada pembengkakan pada pemasangan infus
4) Warna urine kuning jernih
5) Leukosit dalam batas normal (5000-10.000 ul)
6) TD : 110/70- 130/90 mmhg
7) N : 60-80 x/mnt
8) S : 36-37 oC
9) RR : 16-20 x/mnt
Intervensi :
1) Ukur tanda-tanda vital setiap 8 jam.
2) Observasi sekitar luka terhadap tanda-tanda infeksi
3) Lakukan perawatan luka setiap 1 hari sekali
4) Lakukan perawatan kateter setiap hari
5) Ganti kateter setiap 1 minggu sekali
6) Kolaborasi terhadap pemeriksaan laboratorium
(leukosit, led)

d. Resiko tinggi terjadi komplikasi post operasi b.d immobilisasi.


Rencana Tindakan :
1) Observasi tanda-tanda vital (TD, N)
2) Anjurkan klien untuk meningkatkan intake
3) Edukasikan pada pasien untuk istrahat yang cukup dan menjaga
kebersihan
4) Kolaborasi dengan dokter.
e. Kurang pengetahuan tentang perubahan tingkat aktivitas yang boleh
dilakukan dan perawatan di rumah b.d kurang informasi.
Klien dapat mengetahui aktivitas yang boleh dilakukan dan
perawatan saat di rumah.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang
penatalaksanaan perawatan di rumah.

8
2) Ajarkan dan anjurkan klien untuk melakukan latihan
pasif dan aktif secara teratur.
3) Berikan kesempatan pada klien untuk dapat bertanya.
4) Anjurkan klien untuk mentaati terapi dan kontrol tepat
waktu.
5) Anjurkan klien untuk tidak mengangkat beban berat
pada tangan yang fraktur.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 3,
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Black, Joyce M (2010). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity
of Care. 5th edition, 3rd volume. Philadelphia. W.B Saunders Company.
Carpenito, Lynda Jual (2011). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis. Edisi
keenam, Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilynn. E (2009). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Evelyn. C. Pearce (2007). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Cetakan ke-22,
Jakarta. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Umum.
Price, Sylvia. A (2008). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4
buku 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

9
10

Anda mungkin juga menyukai