Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PSEUDOANEURISMA DI


RUANG 18 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) Dr. SAIFUL ANWAR
MALANG

oleh:
Nury Palupi Dwi W, S. Kep.
NIM 1923111011116

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
JEMBER 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan


Fraktur Femur di Ruang 17 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.
Saiful Anwar Malang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang 17 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Saiful
Anwar Malang
Malang, Desember 2019

Mahasiswa

Nury Palupi Dwi W, S.Kep.


NIM 192311101116

Pembimbing Klinik
Ruang 17 RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang

(........................................................)
NIP.
.
Pembimbing Akademik
.
Fakultas Keperawatan
Universitas Jember

(Ns. Murtaqib, S.Kep., M.Kep)


NIP.
Kepala Ruang 17
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

(.........................................................)
NIP.
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fraktur


Femur di Ruang 17 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Saiful
Anwar Malang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang 17 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Saiful
Anwar Malang
Malang, Desember 2019

Mahasiswa

Nury Palupi Dwi W, S.Kep.


NIM 192311101116

Pembimbing Klinik
Ruang 17 RSUD Dr. Saiful Anwar
Malang

(........................................................)
NIP.
.
Pembimbing Akademik
Fakultas Keperawatan
Universitas Jember

(Ns. Murtaqib, S.Kep., M.Kep) Kepala Ruang 17


NIP.
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

(.........................................................)
NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Review Anatomi Fisiologi

A. Pembuluh Darah Arteri


Setelah meluas melalui rongga dada/toraks, arteri subklavia menjadi arteri
aksilaris. Arteri aksilaris kemudian menyebrangi aksila dan menjadi arteri
brakhialis, yang terletak di dalam lekikan / sulkus bisep-trisep pada lengan atas.
Ateri brakhialis mengalirkan sebagian besar darah menuju lengan. Pada fosa
kubiti (yaitu lipatan siku), arteri brakhialis bervabang menjadi arteri radialis dan
ulnaris yang meluas ke lengan bawah dan selanjutnya bercabang menjadi arkus
palmaris yang mengalirkan darah ke telapak tangan (Smeltzer, 2001).

Gambar 1: Pembuluh Darah Arteri dan Vena


B. Pembuluh Darah Vena
Arkus vena palmaris dari tangan menuju lengan bawah, dimana vena-vena
ini menjadi vena radialis dan vena ulnaris. Saat vena ulnaris dan radialis mencapai
fosa kubiti, vena-vena ini bergabung membentuk vena brakhialis. Saat vena
brakhialis meluas melalui lengan atas, vena ini bergabung dangan vena
superfisialis lengan untuk membentuk vena aksilaris, yang berjalan melalui aksila
dan menjadi vena subklavia di dalam rongga toraks. Vena subklavia membawa
darah dari lengan dan area torak/dada menuju vena kava superior (Smeltzer,
2001).
C. Histologi Pembuluh Darah Secara Umum
Struktur histologi pembuluh darah (Smeltzer, 2001):
 Tunika intima, merupakan lapisan yang kontak langsung dengan darah.
Lapisan ini dibentuk terutama oleh sel endotel.
 Tunika media, lapisan yang berada di antara tunika media dan adventitia,
disebut juga lapisan media. Lapisan ini terutama dibentuk oleh sel otot
polos dan jaringan elastis.
 Tunika adventitia, merupakan lapisan yang paling luar yang tersusun oleh
jaringan ikan

Gambar 2: Histologi Struktur Pembuluh Darah


B. Definisi Penyakit

Pseudoaneurisma adalah suatu benjolan yang terjadi akibat terluka atau


robeknya pembuluh darah arteri di bawah kulit oleh berbagai sebab sehingga
membengkak dan memebentuk kantong. Pseudoaneurisma disebut juga aneurisma
palsu sering terjadi akibat suntikan baik untuk akses cuci darah atau pengambilan
darah untuk pemeriksaan darah dari pembuluh darah arteri atau. Terdapat benjolan
yang berdenyut akibat adanya kantong yang terbentuk (Mewengkang & Lefrandt,
2012).
Pseudoaneurisma akan membahayakan dan harus dilakukan operasi segera
jika telah lapisan pembuluh darah menipis dan berpotensi robek atau pecah .
dimana hal ini dapat menyebabkan perdarahan yang hebat dan masif. Atau jika
telah mulai menimbulkan perdarahan yang berulang. Selain itu bekas operasi av
shunt , pemasangan vaskular akses seperti kateter double lumen , pemasangan cvc
, infus iv lane, trauma juga harus di waspadai sebagai penyebab terjadinya
pseudoaneurisma dimana aliran darah yang menumpuk akibat robekan pada
pembuluh darah (Linda & Patricia, 2012).
Pseudoaneurisma dapat di deteksi dengan klinis, dengan USG dopler atau
dengan ct scan. Pemeriksaan ini dapat membantu memastikan penyebab dari
aneurismanya, lokasi dan anatomi dari pembuluh darahnya baik di proksimal atau
distal sehingga tidak membahayakan keselamatan penderita dan tidak
menimbulkan kepanik saat anda mencoba-coba untuk melakukan upaya insisi atau
operasi (Linda & Patricia, 2012).
Banyak ahli bedah vaskuler melakukan kontrol terlebih dahulu bagian
pangkal dari arteri untuk mengontrol agar tidak terjadi kehilangan darah yang
banyak.

2. Patofisiologi Pseudoaneurisma

Akses vaskular untuk hemodialisa adalah jalur untuk mempertahankan


kehidupan pada penderita Cronic Kidney Disease (CKD) / gagal ginjal kronik,
karena penderita gagal ginjal memerlukan Hemodialisa yang dalam pengertian
awam kita kenal sebagai cuci darah terus menerus. Kecuali jika penderita
menjalani transplantasi ginjal (Priguna, 2012).
Hemodialisa adalah suatu cara untuk mengeluarkan toksin atau racun dan
zat-zat yang tidak diperlukan melalui mesin hemodialisa. Pada penderita normal
fungsi itu dilakukan oleh ginjal yang mengeluarkannya melalui urine. Pada
penderita gagal ginjal fungsi itu digantikan oleh mesin hemodialisa. Darah pada
penderita gagal ginjal dikeluarkan dan dimasukkan kedalam mesin HD melalui
suatu saluran menuju dialiser. Akses vaskular memungkinkan darah mengalir
dalam jumlah besar dan terus menerus kedalam mesin selama proses hemodialisa
berlangsung. Pada pembuluh darah vena normal tidak mungkin hal ini terjadi
karena pembuluh darah akan kolaps pada saat darah ditarik melalui mesin. Untuk
itu diperlukan pembuatan akses vaskular yang memungkinkan proses hemodialisa
dilakukan. Akses vaskular untuk hemodialisa ada dua macam. Akses vaskular
jangka lama yang kadang kadang sering disebut sebagai akses vaskular permanen
dan akses vaskular temporer dengan menggunakan kateter vena. Dalam Terapi
Ginjal Pengganti ( TGP ) tidak terlepas dengan akses vaskuler terutama pada
hemodialysis menunjukan bahwa penggunaan AV-Shunt sebagai akses vascular
sangat besar yaitu sekitar 96 % dan sisanya femoral dan cateter double lumen
(Price & Wilson, 2010).
Pada pemakaian dalam jangka panjang AV-shunt ini dapat menimbulkan
masalah seperti salah satunya yaitu pseudoaneurisma atau aneurisma palsu.
Lapisan pembuluh darah yang robek kemudian didorong dengan tekanan darah
pada arteri yang tinggi sehingga menyebabkan darah keluar dan membentuk
sebuah kantung atau rongga dalam jaringan yang dihubungkan oleh neck dengan
pembuluh darah utama.

Gambar 7: rongga dalam jaringan sekitar AV shunt


3. Tanda – tanda Pseudoaneurisma
a. Terdapatnya benjolan pada daerah pseudoaneurisma
b. Benjolan pada pseudoaneurisma terasa berdenyut
c. Kemungkinan dapat terjadi penekanan pada pembuluh darah arteri di
bawahnya, maka tungkai terasa nyeri, bila penekanan terjadi pada
pembuluh vena maka akan terjadi oedema (Bengkak) pada tungkai.
d. Pasien mengeluh ada benjolan pada bekas puncture dan bila berjalan kaki
terasa nyeri
e. Bila didengarkan dengan stetoskop pada daerah benjolan terdengar ada
bruit
f. Terdapat hematoma
g. Pulsatil pada daerah pseudoaneurisma

4. Jenis – Jenis Pseudoaneurisma


1. Pseudoaneurisma aktif
Pseudoaneurisma aktif dapat diketahui dengan cara memberi Doppler
warna pada daerah pseudoaneurisma pada pemeriksaan ultrasonografi
vaskuler, maka akan terlihat aliran yang berputar-putar dipembuluh darah
tersebut (Mewengkang & Lefrand, 2012).
2. Pseudoaneurisma pasif
Pada pseudoaneurisma pasif ketika daerah pseudoaneurisma diberikan
doppler warna pada pemeriksaan ultrasonografi vaskuler, warna
tersebut tidak terlihat (Mewengkang & Lefrand, 2012), misalnya :
a. Necknya tidak ada
b. Terdapat bekuan pada pseudoanerisma (hematoma)
c. Terdapat bendungan
d. Dopplernya tidak ada aliran
e. Ketika di beri color maka tidak ada aliran yang mengalir pada
pseudoanerisma.
5. Faktor Penyebab Terjadinya Pseudoaneurisma :
 Tindakan post kateterisasi
 Trauma pembuluh darah
 Tindakan medik seperti jarum infus dan pembedahan
 Infeksi pada pembuluh

6. Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan pseudoaneneurisma :


a. Insufisiensi pada vena yang mengalami dilatasi,
b. Perdarahan pada tahap awal pemasangan,
c. Trombosis, pada fase awal maupun lanjut,
d. Aneurisma pada vena yang di “shunt” sehingga bisa mempersulit
hemostasis jika berdarah,
e. Iskemia pada tangan dan “steal syndrome”,
f. Cardiac failure karena karena peningkatan preload jantung,
g. Hipertensi vena, yang bisa menyebabkan oedema.

7. Tatalaksana Pseudoaneurisma
Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien pseudoaneurisma :
a. Compressi Ultrasound
Pemeriksaan fisik dan inspeksi saja tidak bisa menilai arteri dan vena yang
baik pada ekstremitas atas. Penentuan konsisi non mature atau penurunan
fungsi dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, dengan ultrasonografi dapat
dikenali kondisi sebagai berikut: trombus intra lumen, stenosis baik pada
sambungan maupun pada arteri dan vena, ukurang pembuluh darah, jarak
dari permukaan kulit, volume flow pembuluh darah terutama pada drain
vein (Putri & Yani, 2014),
b. Injeksi Thrombin
Pada kondisi dimana av shunt tidak mau matang, maka dapat dilakukan
beberapa tindakan. Tindakan yang dilakukan dapat berupa tindakan
minimal invasif dan dapat juga operasi. Pada kondisi trombosis dapat
dilakukan trombektomi, pada keadaan stenosis dapat dilakukan balloning
(Putri & Yani, 2014).
c. Bedah
Jika terjadi penurunan fungsi dapat dilakukan tindakan minimal invasif
atau operasi.
d. Perawatan Post Operatif
Pasien harus berlatih buka tutup kepalan tangan agar aliran vena cepat
meningkat. Tangan harus diposisikan seenak mungkin, elevasi tak
diperlukan karena dapat menyebakan iskemia tangan pada pasien dengan
perfusi yang marginal, perban konstriksi tidak boleh dipakai pada tindakan
ini. Pemeriksaan patensi av shunt harus dilakukan selama kurun waktu 6
jam dengan meraba thrill atau mendengarkan murmur dengan stetoskop.
Waspadai ischemia steal syndrome, bila hal ini terjadi maka harus
dilakukan revisi dengan memperkecil av fistula. Penggantian kasa pertama
kali dilakukan pada hari ketiga setelah operasi kecuali jika ditemukan kasa
yang kotor atau basah dan kasa diganti tiap tiga hari. Jika luka baik maka
kasa sudah bisa dibuka pada hari kesepuluh (Putri & Yadi, 2014).
2.4 Patways

Ethiologi : Genetik,
Ateroskelrosis, Infeksi dlm Faktor Resiko : Usia >50
darah, Hipertensi, Idiopatik, thn, wanita, perokok,
gagal ginjal kronik Alkoholik, Kokain

Kelainan pembuluh
darah

Pembuluh darah
menjadi elastic dan
lemah

Tonjolan

Kurang informasi Defisit


pseudoaneurisma Pengetahuan
akan kondisi
penyakit
Tipis dan mudah Pelebaran pembuluh
darah Khawatir akan
pecah

Terjadi Ruptur Penekanan jaringan Ansietas


sekitar
Kerusakan
integritas Perubahan syaraf
kulit kranial Nervus Optikus
Pendarahan
Respon mual muntah Gangguan persepsi
Akumulasi darah
sensori penglihatan
extrasvaskuler
Iskemia anoreksia
Resiko cidera
jaringan

Nyeri akut Ketidakseimbangan


nutrisi kurang dari
kebutuhan

Kebutuhan O2 meningkat

Ketidakefektifan perfusi Sesak nafas


jaringan perifer

Ketidakefektifan pola
nafas
Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu dikaji
1. Identitas
Identitas klien: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Agama, Pekerjaan,
Alamat, No. RM, status Perkawinan, Tanggal MRS, Sumber informasi.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Hal yang paling di rasakan klien saat itu
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan pengalaman klien saat ini yang
membentuk suatu kronologi dari terjadinya etiologi hingga klien
mengalami keluhan yang dirasakan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan
medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
oleh penderita.
1) Penyakit yang pernah dialami
2) Alergi
3) Imunisasi
4) Kebiasaan/Pola hidup
5) Obat yang pernah digunakan
d. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga merupakan penyekit yang pernah dialami atau sedang
dialami keluarga, baik penyakit yang sama dengan keluhan klien atau
pun penyakit lain. Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang
dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,
jantung.
3. Genogram
Pengkajian Keperawatan
a. persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
menjelaskan tentang bagaimana pendapat klien maupun keluarga mengenai
apakah kesehatan itu dan bagaimana klien dan keluarga mempertahankan
kesehatannya.
b. pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri yang dapat dilihat melalui
lingkar lengan atau nilai IMT, biomedical sign merupakan data yang
diperoleh dari hasil laboratorium yang menunjang, clinical sign merupakan
tanda-tanda yang diperoleh dari keadaan fisik klien yang menunjang, diet
pattern merupakan pola diet atau intake makanan dan minuman yang
dikonsumsi.
c. pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi, bau,
karakter)
d. pola aktivitas & latihan: Activity Daily Living, status oksigenasi, fungsi
kardiovaskuler, terapi oksigen. Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/berjalan,
kram otot, tonus otot menurun. Tanda : penurunan kekuatan otot.
e. Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun tidur
f. Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi dan
keadaan indera
g. Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri, dan
peran diri
h. Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi reproduksi
i. Pola peran & hubungan
j. Pola manajemen & koping stres
k. Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat
5. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum (Kesadaran secara kualitatif maupun kuantitatif), tanda-
tanda vital seperti tekanan darah, pernafasan, nadi dan suhu
b. Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):
1. Kepala
a) Rambut, Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain
rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut
yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut
tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
b) Muka/ Wajah, Simetris atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak
c) Mata, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
d) Telinga, Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda
adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang
telinga, keluar cairan dari telinga, melihat serumen telinga
berkurangnya pendengaran, telinga kadang-kadang berdenging,
adakah gangguan pendengaran
e) Hidung, ada pernapasan cuping hidung atau tidak, Ada nyeri tekan
atau tidak, ada secret atau tidak, bagaimana konsistensinya dan
jumlahnya
f) Mulut, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah
g) Tenggorokan, ada tanda-tanda peradangan tonsil atau tidak, adakah
tanda-tanda infeksi faring, ada cairan eksudat atau tidak
2. Leher, Adakah nyeri tekan, pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran
vena jugularis atau tidak
3. Thorax, Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak
pernapasan, frekuensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale atau tidak, Pada auskultasi, adakah suara napas
tambahan, Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada.
4. Jantung, Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya,
Adakah bunyi tambahan, Adakah bradicardi atau tachycardia,
5. Abdomen, Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada
abdomen, Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus, Adakah tanda
meteorismus, Adakah pembesaran lien dan hepar? Terdapat
polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6. Kulit, Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya,
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
7. Ekstremitas, Apakah terdapat oedema, Penyebaran lemak,
penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepat lelah, lemah
dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Genetalia, Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi,
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih

1. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan rupture
pembuluh darah
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan iskemia jaringan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan kondisi gangguan metabolik
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
5. Risiko syok berhubungan dengan kehilangan
cairan dan elektrolit dalam sel
6. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya
agen cidera fisik dan penurunan antibodi
2. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi keperawatan
No
keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan NOC NIC
berhubungan dengan tindakan  Pain Level, Pain Management
rupture pembuluh keperawatan  Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
darah tingkat nyeri  Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi frekuensi,
berkurang kualitas dan faktor presipitasi
Kriteria Hasil : 2. Observasi reaksi nonverbal dan ketidaknyamanan
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
penyebab nyeri, mampu mengetahui pengalaman nyeri pasien
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
nyeri, mencari bantuan) 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
dengan menggunakan manajemen tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa Iampau
nyeri 7. Bantu pasierl dan keluarga untuk mencari dan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, menemukan dukungan
intensitas, frekuensi dan tanda 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
nyeri)
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan anaIgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan NOC : NIC :
perfusi jaringan tindakan Circulation status Peripheral Sensation Management
perifer berhubungan keperawatan Indikator: 1. Monitor daerah tertentu yang hanya peka terhadap
perfusi jaringan 1. Tekanan sistol dan diastole dalam panas/dingin/tumpul/tajam
dengan iskemia
menjadi efektif rentang yang diharapkan 2. Kaji CRT
jaringan
2. Tidak terdapat hipotensi ortostatik 3. Gunakan sarung tangan
3. Tidak terdapat tanda peningkatan 4. Diskusikan mengenai perubahan sensasi
tekanan intrakranial (tidak 5. Instrusksikan keluarga untuk mengobservasi adanya
>15mmHg) luka
3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan NOC : Tissue integrity NIC: Wound Care
kulit berhubungan tindakan And Wound healing 1. Monitor karakteristik dari luka
dengan kondisi keperawatan 1. Integritas kulit yang baik dapat 2. Bersihkan dengan normal salin
integritas kulit dipertahankan (sensasi, elastisitas, 3. Pantau proses penyembuhan luka
gangguan metabolik
membaik temperatur, hidrasi, pigmentasi) 4. Instruksikan pasien dan keluarga menjaga kebersihan
2. Tidak terdapat luka/lesi pada kulit luka
3. Perfusi jaringan baik 5. Informasikan kepada pasien dan keluarga mengenai
4. Mampu melindungi kulit dan tanda-tanda infeksi
mempertahankan kelembaban kulit
4 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan NOC: Nutritional status NIC:
nutrisi kurang dari tindakan Indikator: Nutrition monitoring
kebutuhan keperawatan 1. Mampu mengidentifikasi 1. Monitor berat badan pasien
nutrisi pasien kebutuhan nutrisi 2. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
berhubungan dengan
dapat terpenuhi 2. Tidak terdapat tanda-tanda dilakukan
gangguan
keseimbangan malnutrisi 3. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
insulin, makanan dan 4. Monitor lingkungan selama makan
aktivitas jasmani 5. Monitor turgor kulit
5. Risiko syok Setelah dilakukan NOC: Shock Prevention NIC:
berhubungan dengan tindakan Indikator: Shock prevention
kehilangan cairan keperawatan tidak Irama jantung, nadi, frekuensi napas, 1. Monitor sirkulasi
dan elektrolit dalam terdapat tanda irama pernapasan dalam batas yang 2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
sel gejala syok diharapkan 3. Monitor input dan output
4. Monitor tanda awal syok
5. Kolaborasi pemberian cairan IV dengan tepat
6. Risiko infeksi Setelah dilakukan NOC: Risk contol NIC:
berhubungan dengan tindakan 1. Pasien mampu mampu Infection control
penurunan antibodi keperawatan mengidentifikasi tanda dan gejala 1. Bersihkan lingkungan denga baik
infeksi dapat infeksi 2. Batasi jumlah pengunjung
dihindari 3. Ajarkan cara cuci tangan
2. TTV dalam batas normal
4. Anjurkan pasien dan keluarga mengenai cara cuci tangan
yang baik dan benar
5. Pastikan perawatan luka yang tepat
6. Anjurkan pasien meminum antibiotik yang sesuai
7. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala,
penyebab maupun penanganan infeksi dan kapan harus
melaporkannya
8. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai cara menghindari
infeksi
9. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
10. Batasi pengunjung
11. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
12. Beri penjelasan kepada pasien tanda dan gejala infeksi
13. Kolaborasi pemberian antibiotik
Daftar Pustaka

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC


Gleadle, Jonathan. 2011. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Penerbit Erlangga

Linda, J. & Patricia HF. 2012. Penyakit Pembuluh Darah. In: Sylvia AP, Lorraine
MW, Editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1
(Edisi Keenam). Jakarta: EGC.

Mewengkang, E. & Lefrand, R. 2012. Pseudoaneurisma Arteri Femoralis. Jurnal


Biomedik. 4(3): 193-199

Mansjoer, Arif. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika Aesculapius

Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing

Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2015. Aplikasi Asuhan Kepreawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing.

Priguna, Sidharta. 2010. Sakit Muskuloskeletal dalam Praktik. Jakarta: Dian


Rakyat.

Price SA, Wilson LM. 2010. Fisiologi Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-4.
Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.


Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai