Anda di halaman 1dari 110

SUSUNAN PANITIA

PRESENTASI ORAL DAN PROSIDING


SEMINAR NASIONAL 2016

Prevent, Control and Treatment of Diabetes as A Major Health


Problem of Non-Communicable and Lifestyle Deseases

Penanggung Jawab
Ahmad Subandi, M.Kep., Ns.Sp.Kep.An.
Pengarah
Widyoningsih, M.Kep., Sp.Kep Kom.
Ketua
Septiana Indratmoko, M.Sc., Apt.
Sekretaris
Safitri Dewi
Editor dan Reviewer
Yuhansyah Nurfauzi, M.Si., Apt.
Kasron, M.Kep.
Agus Prasetyo, M.Kep.
Lay outer dan setting
Lasimin, M.Kom
Danies Kristanto, A.Md
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT Tuhan seru sekalian alam yang
telah memberikan Rahmat serta Barakah-Nya sehingga Prosiding seminar nasional
Prevent, Control and Treatment of Diabetes as A Major Health Problem of Non-
Communicable and Lifestyle Deseases 2016 ini dapat diterbitkan. Makalah dalam
prosiding ini berasal dari makalah presentasi ilmiah oral yang dipresentasikan di
Cilacap pada tanggal 17 Desember 2016.
Dalam Pertemuan Ilmiah tersebut telah diterima sebanyak 14 makalah dari
sejawat kesehatan. Dari makalah yang masuk, ada beberapa yang terpaksa tidak dapat
dimuat dalam prosiding ini karena kurang lengkap penulisannya sehingga tidak
memenuhi syarat untuk diterbitkan. Oleh karena itu kami mohon maaf kepada
sejawat yang makalahnya terpaksa tidak dapat diterbitkan pada prosiding ini.
Makalah presentasi ilmiah terbagi dalam tiga bidang ilmu yaitu Keperawatan,
Farmasi dan Kebidanan.
Terimakasih kami sampaikan kepada panitia pembuatan prosiding yang telah
bekerja keras dalam editing naskah, sehingga prosiding ini bisa terwujud. Sebagai
wakil dari panitia kami sadar akan adanya kekurangan dalam pembuatan prosiding
ini, untuk itu kami mohon maklum dan maaf yang sebesar-besarnya. Mudah-
mudahan prosiding ini bermanfaat bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Cilacap, Desember 2016


Ketua,

Septiana Indratmoko, M.Sc., Apt.


DAFTAR ISI

Halaman Cover.....
Susunan Panitia....
Kata Pengantar.....
Daftar Isi........

Gambaran Lama Kejadian Aneurisma pada Pasien Hemodialisis Terpasang Av


Shunt di Ruang Hemodialisa RSUD Kabupaten Cilacap
Andriano Siwy, Agus Prasetyo, Sodikin.

Aplikasi Teori Konservasi Levine pada Anak dengan Ketidakseimbangan Nutrisi:


Kurang dari Kebutuhan Tubuh di Ruang Rawat Infeksi Anak
Rusana

Formulasi dan Uji Sifat Fisik Sediaan Nanoemulsi Minyak Hati Ikan Hiu
(Centrocymnus crepidater) dan Ekstrak Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza,Roxb.)
Septiana Indratmoko, Hana Yasmin, Elisa Issusilaningtyas.

Pengaruh Terapi Kelompok Terhadap Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja


Yuni Sapto Edhy R, Ida Ariani, Suko Pranowo..

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Preeklampsia Berat (PEB)


di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilacap Periode Januari-Desember 2015
Anggara Setia Bella, Evy Apriani, Oci Etri Nursanty.

Pengaruh Pneumonia pada Anak Usia Pra Sekolah Terhadap Perkembangan


Motorik Halus dan Kasar di Wilayah Kerja Puskesmas Cilacap Tengah 1
Ida Ariani, Ahmad Subandi...

Hambatan Pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Perawat


di Semarang Medical Center (Smc)
Ike Puspitaningrum.....

Program Fast Track untuk Mengurangi Terjadinya Ileus Postoperasi


Kasron...

Pengaruh Faktor Biologi terhadap Gizi Kurang Anak Usia 6-11 Bulan di
Kabupaten Cilacap
Majestika Septikasari..
Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Keberhasilan Pelaksanaan Self
Management Pasien Congestive Heart Failure di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten
Saelan, Jumrotun Nimah....

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pekerja Seks Komersial (PSK)


terhadap Upaya Pencegahan HIV/AIDS di Lokalisasi Slarang Kabupaten Cilacap
Tahun 2016
Sohimah, Yogi Andhi Lestari, Aprilia Rosmala....

Persepsi Mahasiswa Kesehatan yang Merokok terhadap Perilaku Merokok dan


Pengendalian Merokok
Sutarno...

Hubungan Antara Pengetahuan Ibu dan Peran Petugas Kesehatan (Bidan) dengan
Kunjungan Antenatal pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Kopi
Kota Jambi Tahun 2015
Ika Murtiyarini.

Deskripsi Komplikasi Maternal Di Puskesmas Poned Adipala I


Susanti, Lutvi Yusanti..
GAMBARAN LAMA KEJADIAN ANEURISMA PADA PASIEN
HEMODIALISIS TERPASANG AV SHUNT DI RUANG
HEMODIALISA RSUD KABUPATEN CILACAP

Andriano Siwy, Agus Prasetyo, Sodikin

Program Studi S1 Keperawatan STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Abstrak
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
yang bersifat ireversibel, yang memerlukan berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Setiap
pasien gagal ginjal kronik membutuhkan beberapa bentuk akses vaskular untuk
memungkinkan aliran darah yang cukup untuk hemodialisis. AV shunt merupakan salah
satu akses vaskular yang paling sering digunakan. Selain mempermudah dialisis dengan
akses vaskular, namun ada kemungkinan muncul aneurisma sebagai salahsatu komplikasi
pasien hemodialisis terpasang AV shunt. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran lama kejadian aneurisma pada pasien hemodialisis terpasang AV shunt di ruang
hemodialisia RSUD Kabupaten Cilacap. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif
analytic, rancangan pengambilan data cross sectional. Teknik pengambilan sampel total
sampling, jumlah sampel 53 pasien yang menjalani hemodialisis terpasang AV shunt. Hasil
dari penelitian ini adalah Rata-rata umur pasien yang menjalani hemodialisis terpasang AV
shunt di ruang hemodialisa RSUD Kabupaten Cilacap adalah 49,09 tahun dengan dengan
jenis pekerjaan terbanyak adalah IRT dan swasta yaitu 18 orang (34,0%). Pasien dengan
jenis kelamin laki-laki lebih banyak menjalani hemodialisis yaitu 31 responden (58,5%).
Sedangkan untuk jenis kelamin perempuan sebanyak 22 responden (41,5%). Rata-rata
lama Pemasangan AV shunt adalah 25,19 bulan. Pasien dengan aneurisma berjumlah 36
pasien (67,9%). Sedangkan pasien yang tidak mengalami aneurisma sebanyak 17 pasien
(32,1%). Rata-rata lama kejadian aneurisma pada pasien yang menjalani hemodialisa
terpasang AV shunt adalah 6,57 bulan. Lama kejadian aneurisma dimulai dari munculnya
tanda gejala hingga dilakukan tindakan operasi, sehingga lama kejadian aneurisma pada
masing-masing pasien berbeda. Kesimpulan dari penelitian ini adalah lama kejadian
aneurisma pada pasien hemodialisis terpasang AV shunt dapat dipengaruhi oleh umur
pasien, kejadian aneurisma dan lama pemasangan, sedangkan jenis kelamin dan jenis
pekerjaan bukan merupakan faktor utama

Kata kunci: hemodialisis, AV shunt, aneurisma

zat-zat sisa hasil metabolisme. Penyakit


PENDAHULUAN
ginjal kronik merupakan salah satu masalah
Gagal ginjal kronik adalah terjadinya utama kesehatan di dunia. Pravalensi gagal
penurunan fungsi ginjal secara gradual dan ginjal kronik selama sepuluh tahun terakhir
permanen (biasanya dalam jangka waktu semakin meningkat. Angka kejadian gagal
bulan sampai tahun) sehingga ginjal ginjal di dunia secara global lebih dari 500
mengalami gangguan dalam mengeliminasi juta orang dan yang harus menjalani hidup
dengan bergantung pada cuci darah belum terkena trauma penusukan dan
(hemodialisia) sejumlah 1,5 juta orang. komplikasi lain dari penyakit yang
Jumlah penderita gagal ginjal di Indonesia menyertai gagal ginjal seperti penyakit
sekitar 150 ribu orang dari jumlah tersebut yang menyebabkan aterosklerosis atau
10 ribu orang menjalani hemodialisis. hiperplasia sel pembuluh darah. AV shunt
Pengganti ginjal menjadi satu-satunya akan menjadi permanen selama pasien
pilihan bagi klien dengan penyakit ginjal gagal ginjal kronis menjalani hemodialisa
tahap akhir untuk mempertahankan fungsi (Eknoyan, 2010).
tubuh. Hemodialisa merupakan terapi Masalah yang mungkin terjadi pada AV
pengganti ginjal yang paling banyak shunt adalah insufisiensi pada vena yang
digunakan (Ismail & Bahar, 2014). mengalami dilatasi, perdarahan pada tahap
Sebuah akses vaskular harus dilakukan awal pemasangan, trombosis pada fase awal
beberapa minggu atau bulan sebelum maupun lanjut, aneurisma, iskemia pada
pertama pelaksanaan hemodialisis. AV tangan, steal syndrome, cardiac failure
shunt lebih banyak dipilih karena karena karena peningkatan preload
persiapannya mudah, bisa digunakan dalam jantung, hipertensi vena yang bisa
waktu lama dan memiliki risiko infeksi menyebabkan kejadian oedema
yang lebih kecil dibanding yang lainnya. (Davidson,dkk, 2007).
Shunt ini dapat dikerjakan side to side (sisi Salah satu masalah yang ditemui dari
ke sisi), end to side (ujung ke sisi), end to prosedur AV shunt adalah aneurisma.
end (ujung ke ujung) mauupun side to end Aneurisma adalah pembengkakan abnormal
(ujung ke sisi). Keuntungan side to side atau tonjolan di dinding pembuluh darah.
adalah memberikan suplai darah yang lebih Ini dimulai sebagai titik lemah pada dinding
baik ke distal dan ada lebih dari satu vena pembuluh darah, yang keluar kemudian
yang dapat digunakan sebagai akses HD. membentuk tonjolan seperti balon dengan
AV shunt dapat dilakukan pada beberapa kekuatan darah memompa. Biasanya,
lokasi yaitu radiosefalika fistula yang aneurisma berkembang pada titik di mana
dipopulerkan oleh Brescia dan Cimino. pembuluh darah cabang, karena secara
Maturasi primer AV Shunt membutuhkan struktural lebih rentan. Aneurisma bisa
waktu 8 minggu. Hal ini yang kadang terjadi di mana saja di seluruh sistem
dalam praktek sering tidak diketahui oleh peredaran darah, namun yang paling sering
pasien sehingga prosedur hemodialisis terjadi di sepanjang aorta (arteri utama
melalui akses belum dapat langsung tubuh) dan di pembuluh darah otak.
dilakukan paska operasi sampai terjadi Aneurisma berpotensi fatal jika mereka
maturasi dari AV shunt tersebut (Davidson, pecah, kematian dapat terjadi dalam
dkk, 2007). beberapa menit (St Vincent, 2015).
Pemasangan vaskular diharapkan dapat Komplikasi yang bisa terjadi akibat
memudahkan dokter dan perawat untuk aneurisma tergantung pada lokasi
melakukan akses atau penusukan sehingga aneurisma. Beberapa komplikasi yang
mengurangi resiko dari penusukan yang terjadi diantaranya emboli, tekanan saraf di
dilakukan di tempat lain. Waktu terbaik dekatnya jika aneurisma cukup besar,
pemasangan AV shunt adalah pada masa diseksi aneurisma, gangguan sirkulasi darah
awal setelah pasien dinyatakan mengalami di luar titik aneurisma, kelumpuhan, gagal
gagal ginjal kronis. Keuntunganya adalah jantung kongestif, serangan jantung, gagal
mempermudah ahli bedah melakukan ginjal, kematian mendadak. Penegakan
operasi karena kualitas pembuluh darah diagnosis aneurisma dengan pemeriksaan
fisik, x-ray, USG, CT scan, magnetic Ruang Hemodialisa RSUD Kabupaten
resonance imaging (MRI) dan pemeriksaan Cilacap.
cairan serebrospinal (untuk diagnosis dari
perdarahan subarachnoid) pada aneurisma METODE PENELITIAN
cerebral. Pembedahan adalah satu-satunya Kerangka konsep dalam penelitian ini di
cara yang dapat dilakukan untuk menangani gambarkan dalam bentuk bagan sebagai
aneurisma, terutama apabila rupture terjadi berikut adalah:
(St Vincents Hospital, 2015).
Tusukan berulang tempat AV shunt bisa Pemasangan Rentang Aneurisma
AV Shunt
melemahkan dinding dan menyebabkan Waktu

pembentukan aneurisma. Terkadang,


stenosis proksimal mempercepat proses HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan menaikkan tekanan AV shunt (Hong
& Seck, 2007). 1. Umur Pasien Yang Menjalani
Sepertiga dari semua AV shunt Hemodialisis Terpasang AV Shunt Di
mengembangkan komplikasi, termasuk Ruang Hemodialisa RSUD Kabupaten
trombosis (51,6%), stenosis (22,6%), Cilacap
pembentukan aneurisma (6,7%), dan infeksi
(6,5%). Komplikasi akses vaskular Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur
memerlukan rawat inap. 39% dari pasien Pasien Yang Menjalani Hemodialisis
dengan definitif akses vaskular, 29% faktor Terpasang AV Shunt di Ruang
risiko untuk komplikasi ini termasuk Hemodialisa RSUD Kabupaten Cilacap
hipertensi, hipotensi, penyakit imunologi,
diabetes mellitus, arterosklerosis, dan No Umur f %
faktor-faktor yang berhubungan dengan 1. 25-30 2 3,8
penggunaan AV shunt seperti tusukan awal, 2. 31-35 6 11,3
tusukan berulang di situs yang sama, 3. 36-40 2 3,8
compression dan mekanik eksternal 4. 41-45 11 20,8
(Pasklinsky, dkk, 2011). 5. 46-50 10 18,9
Hasil studi pendahuluan di ruang 6. 51-55 9 16,9
hemodialisa RSUD Kabupaten Cilacap 7. 56-60 3 5,6
tanggal 29 Maret 2016, jumlah keseluruhan 8. 61-65 6 11,3
pasien yang menjalani hemodialisis adalah 9. 66-70 3 5,6
118 paisen, dari jumlah tersebut 71 pasien 10. 71-75 1 1,9
sudah terpasang AV shunt. Jadwal
Total 53 100
hemodialisis 1-3 kali dalam 1 minggu,
49,09
dalam sehari terdapat 2 putaran terapi Rata-rata Umur
tahun
hemodialisis, dalam satu putaran sejumlah
15-17 pasien. Dari hasil pengamatan yang
Secara klinis pasien usia >60 tahun
dilakukan, penulis menemukan 12 dari 17
mempuyai risiko 2,2 kali lebih besar
pasien hemodialisis yang sudah terpasang
mengalami gagal ginjal kronik
AV shunt mengalami aneurisma.
dibandingkan dengan pasien usia <60 tahun
Berdasarkan data diatas, maka penulis
hal ini disebabkan karena semakin
tertarik untuk melakukan penelitian tentang
bertambah usia, semakin berkurang fungsi
Gambaran lama kejadian aneurisma pada
ginjal. Selain itu semakin bertambahnya
pasien hemodialisis terpasang AV Shunt Di
usia, dinding arteri dan arteriole menjadi
lebih tebal, dan ruang di dalam arteri akan
sedikit melebar (Restu & Woro, 2015). Tabel 3. Distribusi Frekuensi Jenis
Penelitian yang dilakukan Suryadi Kelamin Pasien Yang Menjalani
(2014), dari 300 sampel penelitian yang Hemodialisis Terpasang AV Shunt
berusia 50-59 tahun terlihat adanya di Ruang Hemodialisa
peningkatan kejadian penyakit ginjal kronik RSUD Kabupaten Cilacap
seiring dengan bertambahnya usia. Setelah
usia 30 tahun, ginjal akan mengalami atrofi No Jenis f %
dan ketebalan kortek ginjal akan berkurang Kelamin
sekitar 20% setiap dekade. Perubahan lain 1. Laki-laki 31 58,5
yang akan terjadi seiring dengan 2. Perempuan 22 41,5
bertambahnya usia berupa penebalan Total 53 100
membran basal glomerulus, ekspansi
mesangium glomerular dan terjadinya 4. Lama Pemasangan AV Shunt Pada
deposit protein matriks ekstraselular Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Di
sehingga menyebabkan glomerulosklerosis. Ruang Hemodialisa RSUD Kabupaten
Tahun 2008 di Taiwan melaporkan Cilacap
prevalensi penyakit ginjal kronik pada usia Tabel 4. Distribusi Frekuensi
75 tahun 17-25 kali lebih besar Pemasangan AV Shunt
dibandingkan dengan usia kurang dari 20 Pada Pasien Hemodialisa
tahun (Chang dkk dalam Suryadi, 2014). di RSUD Kabupaten Cilacap

2. Jenis Pekerjaan Pasien Yang Menjalani No Bulan f %


Hemodialisis Terpasang AV Shunt Di 1. 0-5 10 18,8
Ruang Hemodialisa RSUD Kabupaten 2. 6-10 10 18,8
Cilacap 3. 11-15 6 11,3
4. 16-20 1 1,9
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis 5. 21-25 5 9,4
Pekerjaan Pasien Yang Menjalani 6. 26-30 4 7,5
Hemodialisis Terpasang AV Shunt di 7. 31-35 3 5,6
Ruang Hemodialisa 8. 36-40 2 3,8
RSUD Kabupaten Cilacap 9. 41-45 2 3,8
10. 46-50 3 5,6
No Jenis f % 11. 51-55 1 1,9
Pekerjaan 12. 56-60 0 0
1. IRT 18 34,0 13. 61-65 0 0
2. Pedagang 5 9,4 14. 66-70 1 1,9
3. Swasta 18 34,0 15. 71-75 3 5,6
4. Petani 7 13,2 16. 76-80 1 1,9
5. PNS 5 9,4 17. 81-85 0 0
Total 53 100 18. 86-90 1 1,9
Total 53
3. Jenis Kelamin Pasien Yang Menjalani Rata-rata lama 25,19
Hemodialisis Terpasang AV Shunt Di pemasangan AV shunt bulan
Ruang Hemodialisa RSUD Kabupaten
Cilacap
5. Lama Kejadian Aneurisma Pada Pasien usia rata-rata 63 tahun mereka telah
Yang Menjalani Hemodialisis memiliki AV shunt atau AV fistula yang
Terpasang AV Shunt Di Ruang dibuat 15,6 tahun sebelumnya sebagian dari
Hemodialisa RSUD Kabupaten Cilacap mereka saat ini mengalami trombosis dan
akan dilakukan tindakan autogenous bypass
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Lama exclusion.
Kejadian Aneurisma
Pada Pasien Hemodialisis 6. Kejadian Aneurisma Pada Pasien Yang
Terpasang AV Shunt Menjalani Hemodialisis Terpasang AV
di RSUD Kabupaten Cilacap Shunt Di Ruang Hemodialisa RSUD
Kabupaten Cilacap
No Bulan f %
1. 0 17 32,1 Tabel 6. Distribusi Frekuensi
2. 1 7 13,2 Kejadian Aneurisma
3. 2 4 7,5 Pada Pasien Hemodialisis
4. 3 4 7,5 Terpasang AV Shunt
5. 5 2 3,8 di RSUD Kabupaten Cilacap
6. 6 3 5,7
7. 11 1 1,9 No Kejadian f %
8. 12 10 18,9 aneurisma
9. 20 1 1,9 1. Aneurisma 36 67,9
10. 24 1 1,9 2. Tidak 17 32,1
11. 33 1 1,9 aneurisma
12. 37 1 1,9 Total 53 100
13. 48 1 1,9
Total 53 100 Hemodialisis membutuhkan aliran
Rata-rata 6,57 darah yang tinggi antara 250-450 ml/mnt.
lama kejadian bulan Aliran sebesar itu tidak dapat dicapai
timbul dengan arteri perifer sehingga dialisis
aneurisma membutuhkan akses sentral untuk
menyediakan kebutuhan aliran darah
Tujuh pasien diidentifikasi memiliki tersebut. Aliran darah yang meningkat saat
menjalani operasi untuk AV fistula hemodialisa memungkinkan terjadinya
aneurisma selama masa peninjauan. Ada pelebaran pembuluh darah pada daerah
lima perempuan dan dua laki-laki, dari terpsaangnya akses vaskuler, sehingga
rentang usia 25-44 tahun. Meskipun lokasi beresiko terjadi aneurisma, terutama saat
yang tepat dari fistula bervariasi dari pasien dialisis dilakukan dalam jangka panjang
ke pasien, semua fistula ada di ekstremitas (Yasuo, M, 2012).
atas. AV fistula terpasang selama 1,5-5 Hong & Seck (2007), melaporkan
tahun. Tanda atau gejala aneurisma berkisar bahwa insiden pembentukan aneurisma
dari beberapa minggu hingga satu tahun ada adalah sekitar 5% sampai 6%. Tusukan
hubungan yang ditemukan antara usia AV berulang di tempat yang sama melemahkan
fistula dan presentasi dengan aneurisma dinding dan menyebabkan pembentukan
(Christopher & Olugbenga, 2010). aneurisma. Terkadang stenosis proksimal
Hasil dari penelitian Mestres, et al mempercepat proses dengan menaikkan
(2014) terdapat 12 pasien (75% laki-laki, tekanan di AV shunt.
Aneurisma terjadi karena beberapa faktor, G. Mestres a, N. Fontsere b, X.Yugueros a,
termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi M.Tarazona, I. Ortiz a, V. Riambau.
dinding pembuluh darah dan aliran darah. Aneurysmal Degeneration of the Inflow
Trauma berulang sehingga darah yang Artery after Arteriovenous Access for
mengalir melalui pembuluh yang dapat Hemodialysis. European Journal of
berkontribusi untuk degenerasi dari dinding Vascular Endovasc Surg (2014) 48,
pembuluh darah. Hipertensi juga dapat 592e596
melukai pembuluh darah, yang dapat Hong, Y & Seck, G. 2007. Arteriovenous
berlanjut pada melemahnya dinding Fistula Aneurysm. Ann Acad Med
pembuluh darah. Tanpa pengobatan, Singapore 2007;36:851-3
aneurisma ini akhirnya akan semakin Ismail, H & Bahar B. 2012. Hubungan
melebar dan dapat pecah (rupture) (Juvela, Pendidikan, Pengetahuan Dan Motivasi
dkk, 2008). Dengan Kepatuhan Diet Pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik Di Rumah Sakit
KESIMPULAN DAN SARAN Umum Pusat Dr. Wahidin
Berdasarkan penelitian ini, menunjukan Sudirohusodo Makassar. diakses
kejadian aneurisma rata-rata 6,57 bulan dan tanggal 22 Maret 2016 dari
tidak dilakukan tindakan operasi. http://library.stikesnh.ac.id
Pemeliharaan atau perawatan pada Juvela, S, dkk. 2008. Natural History Of
pasien hemodialisis dengan AV shunt yang Unruptured Intracranial Aneurysms:
mengalami aneurisma agar tidak Probability Of And Risk Factors For
berkembang dan terjadi komplikasi lainnya. Aneurysm Rupture. Journal of
Sedangkan perawat hemodialisa dapat Neurosurgery 108. DOI
melakukan pencegahan aneurisma pada 10.3171/JNS/2008/108/5/1052.
pasien hemodialisis terpasang AV shunt Pasklinsky, G, dkk. 2011. Management Of
yang tidak mengalami aneurisma True Aneurysms Of Hemodialysis
Access Fistulas. PubMed NCBI journal:
DAFTAR PUSTAKA Volume 53, Issue 5, p. 1291-1297
Christopher, S & Olugbenga, A. 2010. Restu & Woro. 2015. Faktor Risiko Gagal
Surgical Management Of Aneurysms Of Ginjal Kronik Di Unit Hemodialisis
Arteriovenous Fistulae In Hemodialysis Rsud Wates Kulon Progo. Fakultas
Patients: A Case Series. Department of Farmasi Fakultas Farmasi UAD. Vol.
Surgery, Cornwall Regional Hospital, 11 No. 2 2015
Montego Bay, Jamaica. Open Access St Vincent's Hospital. 2015. State of
Surgery journal Victoria. Reproducted from the better
Davidson, M, dkk. 2007. A patient centered helath channel of the victorian minister
decision making dialysis access for health.
algorithm. J Vasc Access. h.59-68 Suryadi. 2012. Prevalensi dan Faktor Risiko
Eknoyan, G, dkk. 2010. Development and Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr.
Characterization ofNovel Erytropoiesis Mohammad Hoesin Palembang Tahun
Stimulating Protein (NESP), 2012. MKS, Th. 46, No. 4, Oktober
Nephrology Dialysis Transpantation, 16 2014
(Suppl 3): 3-13. Yasuo, M. 2012. Aneurysm. Croatia: ISBN
978-953-51-0730-9
APLIKASI TEORI KONSERVASI LEVINE PADA ANAK
DENGAN KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI: KURANG
DARI KEBUTUHAN TUBUH DI RUANG RAWAT INFEKSI ANAK

Rusana

Program Studi Ners STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Abstrak
Penyakit infeksi dan malnutrisi yang terjadi pada anak merupakan hubungan yang saling
timbal balik. Anak dapat mengalami masalah ketidakadekuatan nutrisi sehingga diperlukan
konservasi agar anak dapat beradaptasi. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran
asuhan keperawatan pada anak dengan menerapkan model konservasi Levine pada anak
dengan infeksi yang mengalami ketidakadekuatan nutrisi. Metode penelitian ini
menggunakan studi kasus dengan pendekatan asuhan keperawatan yang melalui tahapan
Levine yaitu pengkajian, merumuskan trophicognosis, merencanakan hipotesis,
melaksanakan intervensi dan evaluasi respon organismik. Fokus bahasan dilakukan pada
lima kasus, dengan hasil akhir menunjukkan bahwa anak mampu beradaptasi melalui
konservasi terhadap perubahan yang terjadi namun evaluasi respon organismik berbeda
tergantung pada kemampuan dan keparahan penyakit. Seorang perawat hendaknya
memiliki kemampuan berpikir kritis dalam melaksanakan asuhan keperawatan.

Kata kunci: nutrisi, konservasi Levine, infeksi, anak, asuhan keperawatan

berhubungan dengan infeksi saluran


PENDAHULUAN
gastrointestinal, saluran pernafasan dan
Penyakit infeksi merupakan proses malnutrisi (Rodrguez, Cervantes & Ortiz,
invasi ke dalam tubuh oleh patogen atau 2011).
mikroorganisme kedalam tubuh yang dapat Malnutrisi mudah terjadi pada anak
menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005). terutama dengan penyakit infeksi atau
Penyakit infeksi merupakan penyebab sebaliknya bahwa anak dengan kondisi
terbesar tingginya angka morbiditas dan malnutrisi akan mudah terserang penyakit
mortalitas pada anak-anak di negara infeksi. Anak dalam kondisi sistem imun
berkembang termasuk Indonesia. Data dari atau pertahanan tubuh lemah dapat
World Health Organization (WHO) tahun menyebabkan sel yang berperan sebagai
2012 menunjukkan bahwa 83% penyebab mediator radang yang berfungsi untuk
kematian anak kurang dari 5 tahun adalah melindungi jaringan sekitar dari penyebaran
infeksi (WHO, 2014). infeksi mengalami penurunan fungsi.
Proses infeksi yang terjadi pada tubuh Cunningham, McNeeley dan Moon (2005)
anak melibatkan sistem imunitas. Adanya menyatakan pengeluaran energi akan
penurunan imunitas dan kerusakan semakin meningkat selama respon imun,
pertahanan tubuh akan membuat seorang serta tubuh yang terinfeksi akan mengalami
anak mudah mengalami infeksi. Infeksi penurunan asupan nutrisi, dan hampir
yang sering ditemukan pada anak semua malnutrisi berat pada anak-anak
dikarenakan penyakit infeksi (Ratman, METODE PENELITIAN
Qamruzzaman, Bhuian, Karim & Rahman, Penelitian ini menggunakan desain studi
2012). Rodrguez, Cervantes dan Ortiz kasus. Kasus yang diambil yaitu 5 (lima)
(2011) menambahkan bahwa anak dengan kasus infeksi pada anak. Tempat penelitian
infeksi akan mengalami penurunan asupan ini di ruang infeksi anak. Penelitian
nutrisi. Hal ini berarti bahwa status nutrisi dilakukan pada bulan Pebruari-Juni 2014.
yang adekuat berperan dalam pertahanan Sampel dalam penelitian ini adalah 5 anak
tubuh terhadap infeksi. yang dirawat di ruang infeksi dengan
Pemberian kalori pada anak dengan ketidakadekutaan nutrisi: kurang dari
penyakit infeksi sangat penting untuk kebutuhan tubuh antara lain pada kasus
melakukan aktifitas, pertumbuhan dan HIV, Duodenal Web Pasca Eksisi dan
perkembangan. Masalah pada anak dapat Duodenoplasty, Gizi Buruk Marasmik,
muncul seperti sesak, muntah, terjadinya Pneumonia dan Laringomalasia, Atresia
kerusakan jaringan dan lainnya. Hal ini Bilier Pasca Kasai. Data didapatkan dari
mengakibatkan pengeluaran energi yang catatan medis, keperawatan dan observasi
cukup banyak. Jika asupan kalori menurun, anak.
maka anak akan melakukan konservasi agar
dapat beradaptasi. Untuk itu, dibutuhkan HASIL DAN PEMBAHASAN
tindakan seperti memonitor asupan nutrisi Kasus 1, An. R.P. (8 bulan), laki-laki
yang adekuat. Namun jika sistem tubuh masuk ruang infeksi pada tanggal 24
tidak mampu beradaptasi maka anak akan Pebruari 2014 dengan keluhan utama berat
sulit mempertahankan hidup. Bila badan turun dan lemah. Klien nil per os
komplikasi akibat penyakit infeksi dan juga (NPO)/ puasa dan terdapat pengeluaran
malnutrisi ini terus berkembang, maka akan cairan (NGT) 30 ml. Keadaan umum
memperpanjang lama rawat dan biaya tampak lemah, kesadaran komposmentis,
perawatan bertambah. Beberapa pendapat suhu 36,5oC, nadi 140 x/menit, frekuensi
mengatakan bahwa kondisi malnutrisi nafas 40 x/ menit dan tekanan darah 85/ 60
berdampak terhadap bertambah lamanya mmHg. BB 6000 gram, panjang badan (PB)
masa perawatan anak dan meningkatnya 67 cm, lingkar lengan atas (LILA) 10,5 cm,
biaya perawatan (Rocha, Rocha & Martins, lingkar perut (LP) 37,5 cm, Lingkar Kepala
2006; Nasar, Susanto, Lestari, Djais & (LK) 41,5 cm, mukosa bibir kering, turgor
Prawitasari, 2011). kulit kembali <2, ubun-ubun datar,
Perawat perlu untuk memberikan kelopak mata cekung, status gizi < -3 SD
asuhan keperawatan pada anak dengan (gizi buruk/ sangat kurus), pemeriksaan Na+
gangguan kebutuhan nutrisi supaya 129 mEq/L, Anak tampak batuk, tidak
kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi agar terdapat retraksi dinding dada, saat batuk
tubuh mampu melanjutkan fungsi sehingga tidak keluar lendir, terdapat ronkhi pada
anak menjadi kuat serta mampu melawan dada kanan atas. Terdapat luka pasca
ketidakmampuan. Hal ini sesuai dengan operasi di abdomen, kondisi kering.
prinsip konservasi yang dikemukakan Terdapat luka dekubitus pada oksiput
Levine (1996) bahwa intervensi ditujukan tampak merah tua. Ibu klien mengatakan,
untuk meningkatkan kemampuan adaptasi anaknya terdapat luka di kepala bagian
dan mempertahankan kesehatan secara belakang setelah masuk PICU. Ibu klien
menyeluruh. mengatakan sedih saat anaknya dikatakan
gizi buruk, sedangkan selama sakit, klien
didampingi oleh neneknya, ayah datang
setelah pulang kerja. Menurut ibu sebelum dada dan ada batuk, ibu tampak menangis
sakit anak dapat melakukan beberapa tugas saat berbicara dengan ayah klien,
perkembangan namun ibu tidak tahu cara mengatakan selalu memikirkan anaknya
menstimulasinya. dan meninggalkan pekerjaan sejak
Trophicognosis yang ditegakkan antara melahirkan, berdasarkan standar
lain bersihan jalan nafas tidak efektif, antropometri < -3 SD atau sangat kurus,
defisit volume cairan dan elektrolit, diet SF (pregestimil) 8 x 120 ml NGT,
ketidakadekuatan nutrisi kurang dari Hemoglobin (Hb) 8,5 gr/dL, Leukosit
kebutuhan, gangguan pertumbuhan, risiko 16,720/L.
infeksi, kerusakan integritas kulit daerah Trophicognosis yang ditegakkan antara
oksipital dan luka operasi, perubahan lain bersihan jalan nafas tidak efektif, risiko
proses keluarga dan risiko gangguan kekurangan volume cairan,
perkembangan. Intervensi yang dilakukan ketidakadekuatan nutrisi kurang dari
meliputi mengukur suhu, nadi dan frekuensi kebutuhan, gangguan pertumbuhan, risiko
nafas, status oksigenasi, kolaborasi penyebaran infeksi, perubahan proses
pemberian inhalasi, asupan cairan dan keluarga dan risiko gangguan
nutrisi dengan melibatkan orangtua, perkembangan, kerusakan integritas kulit
melibatkan keluarga dalam mencegah daerah perianal. Intervensi keperawatan
penyebaran infeksi dan perawatan anak yang telah dilakukan meliputi monitor
untuk mengurangi kerusakan integritas status oksigenasi, asupan haluaran cairan
kulit. Menjelaskan kepada keluarga terkait dan nutrisi dan melibatkan orangtua,
stimulasi dan tugas perkembangan sesuai melibatkan keluarga dalam mencegah
usia anak serta memfasilitasi keluarga penyebaran infeksi dan perawatan anak
terkait masalah perkembangan penyakit. untuk mengurangi kerusakan integritas kulit
Pada hari perawatan ke-24 anak sudah perianal, konseling keluarga. Menjelaskan
dibolehkan pulang dengan kondisi BB 6300 kepada keluarga terkait stimulasi dan tugas
gram dan diet SF (BBLR) 8 x 120 ml, tidak perkembangan sesuai usia anak serta
ada muntah, tidak terjadi distensi abdomen/ memfasilitasi keluarga terkait masalah
kembung, kondisi luka kering. Hasil follow perkembangan penyakit. Klien sudah
up care terakhir BB 7520 gram, PB 69 cm, dibolehkan pulang setelah menjalani
LK 42 cm dan LILA 12 cm, diet nasi tim perawatan selama 2 bulan dengan BB 6000
saring 3 kali sehari dan SF (Bebelac) 4 kali gram, PB 64 cm, LILA 12 cm, anak tampak
150 ml. Berdasarkan standar antropometri, masih menggunakan oksigen nasal kanul 1
klien termasuk dalam gizi baik. lpm. Diet terakhir SF (Neocate) 8 x 125 ml,
Trophicognosis lainnya teratasi hanya klien boleh pulang dengan saran agar
untuk kerusakan integritas kulit oksipital keluarga memperhatikan minum dan
teratasi sebagian dan perlu perawatan lanjut mengawasi muntah.
di rumah. Kasus 3, An. NR, (3 bulan) laki-laki.
Kasus 2, An. J.M, (6 bulan) laki-laki. Masuk ruang rawat infeksi pada tanggal 9
Masuk ruang infeksi 27 Maret 2014. Klien April Pkl. 10.52 WIB. Keluhan utama sesak
tampak lemah, kesadaran komposmentis, nafas dan batuk berdahak. Anak tampak
BB 4250 gr, PB 58 cm, LILA 9 cm, LK kurus dengan BB 3500 gr, PB 55 cm, LILA
40,5 cm, diare 5 x/ hari, ada muntah, turgor 9 cm, reflek hisap tidak adekuat, ibu
kulit kembali < 2, mukosa bibir lembab, mengatakan BB anaknya tidak naik-naik.
ubun-ubun tampak cekung, suhu 37oC, nadi Anak mendapat diet SF (BBLR) 8 x 45 ml
130 x/ menit, terdapat retraksi dinding per NGT, turgor kulit elastis, mukosa bibir
kering, ubun-ubun cekung, anak sering BAB kental seperti aspal diduga
terjaga dari tidur karena sesak akibat spontaneous bacteri peritonitis (SBP) dan
penumpukan sekret, frekuensi nafas 60 x/ melena. Anak tampak lemah, tampak kurus,
menit, nadi 160 x/ menit, terdapat stridor, saat ini diprogramkan puasa, frekuensi
retraksi dinding dada, ekspirasi memanjang, nafas 54 x/ menit, nadi 130 x/ menit, suhu
ronkhi pada kedua lapang paru, saturasi O2 37,9oC, saturasi O2 99% tanpa O2, ekspirasi
99% dengan O2 nasal kanul 1 lpm. Terdapat lebih lama, nafas pendek, terdapat
riwayat kejang, hemiparese ekstremitas penggunaan otot bantuan, BB 5700 gr, PB
kanan. Orangtua mengatakan cemas dengan 64,5 cm, LILA 9,5 cm, LP 53,5 cm, status
kondisi anak saat ini, anak belum dapat gizi buruk, tampak asites, BAB
melakukan gerakan karena terdapat hitam/melena, Hb 9,19 g/dL, activated
kekakuan tangan dan kaki kanan, anak partial thromboplastin time (APTT) 2,3
dapat tersenyum jika dipanggil namanya, kali (memanjang), albumin 2,17 g/dL,
mata bergerak namun kontak mata kurang. leukosit 7,500/ L.
Hasil pemeriksaan leukosit 11, 200/L dan Trophicognosis yang ditegakkan yaitu
leukosit dalam urinalisa 6-7/ LPB. pola nafas tidak efektif, risiko
Trophicognosis yang ditegakkan antara ketidakefektifan perfusi jaringan
lain bersihan jalan nafas tidak efektif, risiko (gastrointestinal), ketidakadekuatan nutrisi
kekurangan volume cairan, kurang dari kebutuhan, kelebihan volume
ketidakadekuatan nutrisi kurang dari cairan, risiko infeksi, perubahan proses
kebutuhan, gangguan pertumbuhan, risiko keluarga dan risiko ganggguan
infeksi, risiko injuri, ansietas dan risiko perkembangan. Intervensi yang telah
gangguan perkembangan. Intervensi yang diberikan monitoring status nutrisi,
telah dilakukan adalah monitoring status monitoring adanya perdarahan yaitu dari
oksigenasi, asupan haluaran cairan dan feses dan pemberian albumin, fresh frozen
nutrisi dengan melibatkan keluarga, plasma (FFP) serta packed red cells (PRC),
melibatkan keluarga dalam mencegah melibatkan keluarga dalam asupan haluaran
penyebaran infeksi, keamanan anak, cairan dan nutrisi, menganjurkan keluarga
motivasi keluarga dalam perawatan dan untuk memberi posisi yang nyaman. Hari
penjelasan terkait stimulasi perkembangan perawatan ke-15 dibolehkan rawat jalan
anak. Hari ke-14 perawatan, anak dengan sebelumnya transfusi PRC 60 ml.
dibolehkan pulang dengan kondisi umum Kondisi saat pulang BB 5700 gram, LP 51
membaik, tetap menggunakan O2 lpm cm, tidak ada mual, muntah dan BAB
nasal kanul, BB 3310 gram (naik 80 gram darah, abdomen tampak buncit, enteral
dari hari sebelumnya), dibolehkan rawat nutrisi SF (pregestimil) 6-7 kali 120 ml per
jalan dengan NGT silikon, diet di rumah oral, Hb 10,3 g/dL, albumin 2,71 g/dL.
dilanjutkan dengan SF (SGM BBLR) Trophicognosis pola nafas tidak efektif dan
pengentalan (1: 25) 8 x 50 ml. Telah perubahan proses keluarga dapat teratasi,
dilakukan edukasi pulang terkait nutrisi, ketidakadekuatan nutrisi kurang dari
obat, jadwal kontrol serta pemantauan kebutuhan, kelebihan volume cairan teratasi
pertumbuhan dan perkembangan anak. sebagian namun sudah perbaikan, risiko
Trophicognosis cairan, nutrisi, risiko injuri infeksi dan ketidakefektifan perfusi
dan ansietas dapat teratasi. jaringan (gastrointestinal) tidak terjadi.
Kasus 4, An. P.I (6 bulan) laki-laki. Kasus 5, An. SW, (4 bulan) perempuan.
Masuk ruang rawat infeksi tanggal 10 April Masuk ruang infeksi pada 21 April 2014.
dengan keluhan perut membesar dan keras, Kondisi saat dilakukan pengkajian tampak
lemah, kesadaran komposmentis, BB 3920 secara antropometri. Standar antropometri
gr, PB 57 cm, LILA 9,5 cm, LP 39 cm, penilaian status gizi anak menurut kategori
status antropometri BB/ PB gizi kurang/ dan ambang batas (Z-Score) dapat diukur
kurus, BB/U status gizi buruk, pasien berdasarkan indeks BB/ U, TB/ U, BB/ TB
diprogramkan untuk puasa sementara, dan IMT/ U (Kemenkes, 2011). Kondisi
abdomen tampak buncit, orangtua kelima kasus terpilih 100% anak dalam
mengatakan BB anak turun setelah sakit, status malnutrisi dengan penyakit infeksi.
BAB hijau tua, serum glutamic oxaloacetic Data awal masuk dari kelima kasus
transaminase (SGOT)/ serum glutamic terpilih menunjukkan adanya BB di bawah
piruvate transaminase (SGPT) 205/ 272 normal atau standar. Artinya bahwa bayi
U/L, Hb 10 g/dL, albumin 3,19 g/ dL, sejak awal masuk rumah sakit sudah dalam
leukosit 8710/L, PCT 0,95 ng/ mL. kategori malnutrisi. Keadaan gizi buruk
Trophicognosis yang ditegakkan atau gizi kurang dapat disebabkan
berdasarkan pengkajian adalah gangguan kurangnya asupan makanan, terkena
perfusi jaringan (gastrointestinal), risiko infeksi, serta pola pengasuhan yang tidak
kekurangan volume cairan, baik terutama pola asuh makan (Rosari,
ketidakadekuatan nutrisi kurang dari Rini & Masrul, 2013). Rahma, Deni dan
kebutuhan, risiko infeksi, ansietas, risiko Syafianti (2007) menambahkan anak
gangguan perkembangan, hipertermia, pola dengan status gizi buruk ditemukan pernah
nafas tidak efektif, intoleransi aktivitas. menderita penyakit dalam 6 bulan terakhir
Intervensi yang telah dilakukan memonitor dan jenis penyakit yang sering diderita
perubahan hemodinamik, status respirasi, adalah infeksi saluran pernafasan akut
asupan haluaran cairan dan nutrisi dengan (ISPA) serta diare.
melibatkan keluarga secara aktif dalam Hasil penelitian Rocha, Rocha dan
pemantauan, perawatan untuk pencegahan Martins (2006) ditemukan 51,6% dari 186
penyebaran infeksi, kompres hangat, anak terjadi penurunan BB dan mengalami
penjelasan stimulasi perkembangan. Follow pneumonia selama dirawat akibat terlalu
up terakhir anak masih dirawat dengan BB lama di rumah sakit. Anak juga masih
4615 gr, LP 44,5 cm, abdomen buncit mengalami malnutrisi saat pulang dari
lemas, diet SF (Pregestimil) 8 x 75 ml rumah sakit dan terdapat 10 (9,17%) anak
NGT. Memotivasi keluarga agar tetap mengalami perkembangan nutrisi menjadi
memperhatikan asupan haluaran nutrisi dan lebih baik (malnutrisi ringan). Hidajat,
jika terjadi tanda tanda perut semakin besar, Irawan dan Nurul (2006) menambahkan
muntah, anak rewel untuk segera melapor bahwa kejadian malnutrisi masih sering
pada petugas kesehatan. terjadi pada anak yang dirawat di rumah
Hasil pengkajian pada kelima kasus sakit, baik yang memang sudah dalam
infeksi terpilih menunjukkan semua klien keadaan malnutrisi sejak masuk rumah sakit
(100%) berada pada rentang usia bayi yaitu maupun yang terjadi sesudah dalam
3-8 bulan. Berdasarkan perhitungan standar perawatan di rumah sakit sebagai akibat
antropometri (BB/ TB) 100% (5 kasus) dari perawatan nutrisinya yang tidak
berada < -3 SD atau gizi buruk bahkan adekuat.
kasus 3 dan 5 didiagnosis gizi buruk Konservasi energi menurut Levine
marasmik. Status gizi merupakan keadaan didasarkan pada keyakinan bahwa aktivitas
kesehatan individu yang ditentukan oleh tergantung dari keseimbangan energi,
derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat sementara Leach (2006) menyatakan bahwa
lain yang dampak fisiknya dapat diukur kondisi sakit akan meningkatkan kebutuhan
energi. Anak membutuhkan keseimbangan ditujukan baik untuk konservasi energi,
energi, namun demikian ada faktor-faktor konservasi integritas struktur maupun
baik internal yang ada dalam tubuh maupun konservasi integritas personal. Perbedaan
eksternal atau lingkungan yang dapat masing-masing kasus terletak pada jenis
menyebabkan berkurangnya energi. Salah dan jumlah nutrisi berdasarkan BB dan
satu faktor yang menyebabkan kondisi sakit anak.
ketidakseimbangan energi adalah Anak pada kasus 5 juga terjadi
kekurangan nutrisi. Kekurangan nutrisi intoleransi gastric feeding dimana volume
dapat terjadi pada anak dengan penyakit residu gaster melebihi 20% dari susu yang
infeksi karena infeksi menyebabkan diberikan lewat NGT. Tanda lain terdapat
kehilangan cadangan protein, mineral dan distensi abdomen, emesis dan peningkatan
vitamin dalam tubuh. Menurut Rodrguez, lingkar perut (LP). Hal ini sesuai dengan
Cervantes dan Ortiz (2011) beberapa pendapat Brown et.al., (2012) untuk
kondisi yang menyebabkan anak melihat intoleransi gastric feeding dapat
kekurangan nutrisi adalah penyakit infeksi, berdasarkan lima faktor yaitu meningkatnya
malnutrisi dan pembedahan. volume residu, distensi abdomen, abdomen
Trophicognosis ketidakadekuatan discomfort, emesis dan pola BAB.
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Penelitian oleh Metheny, Mills dan Stewar
ditemukan pada kelima kasus terpilih. (2012) didapatkan hasil bahwa metode yang
Meskipun trophicognosis ketidakadekuatan digunakan perawat untuk mengetahui
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bukan intoleransi gastric feeding ditemukan
merupakan prioritas utama, namun jika 97,1% (n= 2289) melaporkan melakukan
tidak ditangani dengan tepat akan memiliki pengukuran terhadap volume residu gaster,
dampak terhadap masalah yang lain. 88% perawat melakukan pemeriksaan
Masalah nutrisi dapat menjadi etiologi distensi abdomen, 86% perawat
untuk masalah keperawatan yang lainnya mengobservasi adanya muntah, 79,7%
(Kozier, 2011). Ketidakadekuatan nutrisi perawat mengauskultasi bising usus, 79,6%
kurang dari kebutuhan tubuh pada bayi mengobservasi nausea dan 79,3% adalah
khususnya akan dapat mengakibatkan dengan melihat ketidaknyamanan abdomen.
ketidakseimbangan antara energi yang Cara pengukuran masing-masing faktor
dimiliki dengan energi yang dikeluarkan. menurut Brown et.al., (2012) adalah
Menurut Tommy dan Alligood (2010) sebagai berikut: 1) peningkatan volume
konservasi merupakan usaha guna residu gaster setiap 4 jam dengan cara
mencapai keseimbangan antara masukan aspirasi isi NGT; 2) distensi abdomen
dan kebutuhan energi dalam keunikan dengan cara mengukur lingkar abdomen
individu. setiap 4 jam; 3) ketidaknyamanan abdomen
Hipotesis yang peneliti rencanakan pada dengan cara berkembangnya skor nyeri; 4)
prinsipnya sama dengan tujuan kebutuhan emesis dengan cara mendokumentasikan
nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil yang volume; 5) pola BAB/ tinja yang keluar
diharapkan dalam menetapkan hipotesis dengan cara menilai lebih dari 6 kali dalam
adalah BB dapat meningkat sesuai usia (10- 24 jam.
20 gr/ KgBB/ hari atau 50 gr/ Hasil evaluasi akhir dari kelima kasus
KgBB/minggu), tidak ada tanda-tanda terpilih terkait kondisi BB selama asuhan
kekurangan vitamin, hasil pemeriksaan keperawatan dengan residen terdapat dalam
laboratorium sebagai salah satu parameter grafik berikut ini:
menunjukkan level batas normal. Hipotesis
Grafik 1. Kondisi Berat Badan Anak (gram) Selama Perawatan (hari)

Grafik menunjukkan bahwa anak akan bervariasi berdasarkan


bervariasinya respon organismik pada keturunan, usia, janis kelamin atau
kelima kasus di atas kemungkinan karena tantangan dari pengalaman penyakit.
beberapa faktor seperti motivasi keluarga,
tingkat pendidikan dan banyaknya stressor KESIMPULAN DAN SARAN
serta kurangnya support sistem. Keluarga Masalah ketidakadekuatan nutrisi
terutama ibu klien pada kasus 1 sangat kurang dari kebutuhan tubuh yang terjadi
antusias saat dimotivasi oleh perawat dalam pada bayi dengan infeksi telah diberikan
hal pemberian nutrisi, pertumbuhan dan intervensi sesuai hipotesis yang telah
perkembangan anak selain ibu klien dibuat. Hasil evaluasi respon organismik
memang dengan latar belakang pendidikan pada 3 kasus teratasi, 2 kasus belum teratasi
sarjana. Penelitian yang dilakukan Olii pada namun 1 bayi mengalami perbaikan
ibu dan balita dengan gizi buruk dari tahun sedangkan 1 lainnya belum teratasi karena
2008-2010 ditemukan data ibu faktor keparahan dari penyakitnya yang
berpendidikan rendah mempunyai risiko berkontribusi terhadap status nutrisi bayi.
anaknya tetap mengalami gizi kurang Model konservasi Levine dapat diterapkan
sebesar 3,85 kali setelah dilakukan dalam menyelesaikan masalah nutrisi bayi
perawatan (OR= 3,85; 95% CI= 1,3-12,8). dengan infeksi. Peneliti mencoba
Hasil analisis bivariat terdapat hubungan menganalisis melalui prinsip konservasi
bermakna antara tingkat pendidikan ibu integritas personal dan integritas sosial
dengan status balita gizi buruk (p= 0,006). dengan pelibatan aktif keluarga tentang
Hasil penelitian juga menunjukkan pertumbuhan perkembangan.
hubungan bermakna baik secara statistik Pentingnya kemampuan untuk berpikir
maupun praktis antara kepatuhan ibu kritis perawat dalam menganalisis setiap
memberi asupan gizi dengan status gizi kasus dari mulai pengkajian, penegakkan
balita gizi buruk. Ditemukan ibu yang tidak trophicognosis, membuat hipotesis,
patuh mempunyai risiko 2,6 kali lebih besar melaksanakan intervensi serta evaluasi
pada kelompok status gizi kurang dibanding respon organismik.
kelompok status gizi normal (OR= 2,60;
95% CI= 1,17-5,80) (Olii, n.d.).
Levine (1996), Parker dan Smith (2010) DAFTAR PUSTAKA
menyatakan setiap individu memiliki Brown, A.M., Forbes, M.L, Vitale, V.S.,
rentang respon adaptif yang unik. Respon Tirodker, U.H. & Zeller, R. (2012).
Effects of a gastric feeding protocol on Parker & Smith. (2010). Nursing theorist and
efficiency of enteral nutrition in critically nursing practice (3th ed). Philadelphia:
ill infants and children. Journal of Infant, F.A Davis Company.
Child, & Adolescent Nutrition. 4 (3). Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005).
175-180. Fundamental of nursing: Concepts,
Cunningham, R.S., McNeeley, F.D. & Moon, process & practice. (6 ed). St.Louis:
A. (2005). Mechanisms of nutrient Mosby Year Book.Inc.
modulation of the immune response. J. Rahman, M.E., Qamruzzaman, K., Bhuian,
Allergy Clin Immunol, 115, 1119-1138. M.M.R., Karim, M.N. & Rahman, M.M.
Hidajat, B., Irawan, R. & Nurul, H. (2006). (2012). Efficacy of locally adapted
Nutrisi pada kasus bedah anak. dietary regimen in the treatment of
Continuing education XXXVI. nutritional marasmus: A randomized
http://www.pediatrik.com/pkb/06102202 control trial. Bangladesh Medical
2853-a9j3137.pdf. Journal, 41(2), 45-49.
Keputusan Menteri Kesehatan RI. (2011). Rocha, G.A., Rocha, E.J.M. & Martins, C.V.
Standar antropometri penilaian status (2006). The effects of hospitalization on
gizi anak. Jakarta. Direktorat Jenderal the nutritional status of children. Jornal
Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. de Pediatria, 82 (1), 70-74.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A. & Snyder, Rodrguez, L., Cervantes, E. & Ortiz, R.
S.J. (2011). Buku ajar fundamental (2011). Malnutrition and gastrointestinal
keperawatan. (Edisi 7) (Wahyuningsih, and respiratory infections in children: a
E, Yulianti, D, Yuningsih, Y, Lusyana, public health problem. International
A, Penerjemah). Jakarta: EGC. Journal of Environmental Research and
Leach, M.J. (2006). Wound management: Public Health, 8, 1174-1205.
Using conservation model to guide Rosari, A., Rini, E.A. & Masrul. (2013).
practice. http://www.ids-healthcare.com. Hubungan diare dengan status gizi Balita
Levine, M.E. (1996). The conservation di Kelurahan Lubuk Buaya Kecamatan
principles: a retrospective. Nursing Koto Tangah Kota Padang. Jurnal
Science Quarterly Journal, 9 (1), 38-41. Kesehatan Andalas, 2 (3), 111-115.
Metheney, N.A., Mills, A.C. & Stewart, B.J. Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2010).
(2012). Monitoring for intolerance to Nursing theorists and their work (7th ed.).
gastric tube feedings: a national survey. St Louis: Mosby Elsevier Inc.
American Journal of Critical Care, 21 World Health Organization. (2014). Causes
(2), 33-40. of child mortality, 2000-2012.
Nasar, S.S., Susanto, J.C., Lestari, E.D., www.who.int/gho/child_health/mortality
Djais. & Prawitasari, T. (2011). Buku /mortality_causes_region_text/en/
ajar nutrisi pediatrik dan penyakit
metabolik: Malnutrisi di rumah sakit.
Jakarta: IDAI.
Olii, N. (n.d.). Kepatuhan ibu memberi
asupan gizi sesuai instruksi petugas dan
status gizi balita gizi buruk di
Therapeutic feeding centre kabupaten
Gorontalo.
http://www.ejournal.ung.ac.id/index.php/
JHS/article/viewFile/928/868.
FORMULASI DAN UJI SIFAT FISIK SEDIAAN NANOEMULSI
MINYAK HATI IKAN HIU (Centrocymnus crepidater) DAN EKSTRAK
TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza,Roxb.)

Septiana Indratmoko, Hana Yasmin, Elisa Issusilaningtyas

Program Studi Farmasi STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Abstrak
Nanoemulsi adalah sediaan emulsi dengan partikel yang memiliki ukuran nanometer.
Suatu sediaan yang dibuat dengan ukuran partikel nanometer akan meningkatkan
bioavailabilitas dalam tubuh sehingga obat lebih cepat diserap oleh tubuh. Nanoemulsi
yang dibuat pada penelitian ini menggunakan bahan alam yaitu minyak hati ikan hiu dan
ekstrak temulawak. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menghasilkan formulasi sediaan
nanoemulsi dengan ukuran nanometer dari minyak hati ikan hiu dan ekstrak temulawak,
serta mengetahui sifat fisik dari formulasi tersebut. Pada penelitian ini nanoemulsi
diformulasi dengan surfaktan dan ko-surfaktan terpilih kemudian dibuat denganmetode
Simplex Lattice Design (SLD). SLD digunakan untuk menentukan optimasi formula pada
berbagai perbedaan jumlah komposisi bahan dan meminimalkan jumlah sampel formula.
Hasil penelitian dari formulasi sediaan nanoemulsi minyak hati ikan hiu dan ekstrak
temulawak yaitu menggunakan perbandingan formulasi 6:1:1. Hasil dari uji sifat fisik
yaitu memiliki organoleptis jernih, homogen, tidak ada pemisahan fase, memiliki rasa
manis, warna kuning muda dan berbau khas spesifik minyak hati ikan hiu. Nilai uji pH
memiliki pH 5, uji viskositas 80 mPa.s, uji bobot jenisnya 1,191 gr/mL dan ukuran droplet
yaitu 56,7 nm.

Kata kunci: Ekstrak temulawak, minyak hati ikan hiu, nanoemulsi

cukup melimpah salah satunya adalah ikan.


PENDAHULUAN
Hasil olahan ikan juga bervariasi salah
Indonesia adalah negara kepulauan satunya adalah minyak Hati ikan Hiu
yang sebagian wilayahnya adalah perairan (Budiarso, 2008).
laut yang di dalamnya terdapat berbagai Hati ikan Hiu adalah hasil laut yang
jenis ikan dan tumbuhan laut, selain itu belum banyak dimanfaatkan oleh para
daratan Indonesia juga menghasilkan nelayan. Berbagai macam cara telah
berbagai macam hewan dan tumbuhan yang dilakukan untuk meningkatkan nilai guna
dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi dari hati ikan hiu, yaitu dengan cara
berbagai macam bentuk olahan. Kabupaten diambil minyaknya dengan cara dilakukan
Cilacap adalah salah satu kabupaten di pengekstrakan minyak hati ikan hiu dengan
Indonesia yang terletak di pesisir pantai berbagai proses ekstraksi yaitu
selatan pulau Jawa, sehingga wilayah menggunakan pelarut organik, perebusan,
Kabupaten Cilacap memiliki potensi alam penguapan, dan proses silase asam. Minyak
baik di laut maupun di darat. Penghasilan hati ikan hiu mengandung squalene
yang diperoleh dari laut di daerah Cilacap sebanyak 80%. Squalene juga dapat
berfungsi sebagai antioksidan, menjaga Alat yang digunakan dalam penelitian
kelembaban dan kelembutan kulit, dan ini adalah Neraca analisis digital (Ohauss),
mempunyai aktivitas sebagai antitumor Gelas beaker (pirex), Labu Erlenmeyer
(Huang, 2005). Squalene mempunyai sifat (pirex), Pengaduk kaca, Labu takar (pirex),
tidak larut dalam air dan susah diabsorbsi di Pipet tetes, Tabung reaksi (pirex), Pipet
saluran pencernaan sehingga kadar volume (pirex), Particle Size Analyzer
squalene di dalam darah sangat minimal. (PSA), pH indikator, Vortex mixer
Selain hasil laut di Kabupaten Cilacap (Thermolyne), Gunting, Stopwatch,
juga menghasilkan produk pertanian salah Masker, dan sarung tangan.
satunya adalah rimpang temulawak. Bahan yang digunakan dalam penelitian
Temulawak adalah tanaman obat tradisional ini adalah minyak hati ikan hiu (Scienza
yang banyak dimanfaatkan sebagai jamu Cilacap), serbuk ekstrak temulawak
tradisional oleh masyarakat Kabupaten (Javaplant), tween 80 (Brataco), PEG 400
Cilacap. Temulawak banyak dijadikan obat (Brataco), aquades (Brataco).
tradisional karena bermanfaat sebagi
penambah nafsu makan, temulawak banyak 2. Optimasi Formula
dimanfaatkan sebagai penambah nafsu Optimasi formula nanoemulsi dilakukan
makan karena mengandung banyak menggunakan metode Simplex Lattice
kurkumin didalamnya yang juga sukar larut Design. Berdasarkan simplex lattice design
dalam air sehingga memiliki untuk campuran 3 komponen maka dibuat
bioavailabilitas yang rendah. Selain dibuat 14 formula pada berbagai komposisi
jamu temulawak juga banyak dimanfaatkan campuran untuk ketiga komponen yang
dalam pembuatan obat modern seperti akan dioptimasi yaitu surfaktan, ko-
dalam pembuatan tablet maupun emulsi surfaktan dan minyak ikan cucut botol.
yang banyak dijual di apotek dan toko obat Komposisi 10 formula dapat dilihat pada
(Santoso, 2008). tabel 1 berikut
Produk yang dihasilkan dari ekstraksi
hati ikan hiu yaitu berupa minyak ikan dan Tabel 1. Komposisi Bahan untuk
ekstrak temulawak dapat diolah lebih lanjut Menentukan Formula
menjadi berbagai macam sediaan salah
satunya yaitu sediaan nanoemulsi. For-
Surfaktan
Ko- Minyak
Nanoemulsi adalah sediaan emulsi dengan mula- Surfaktan Hati Ikan
( Tween 80)
si (PEG 400) Hiu
partikel yang memiliki ukuran nanometer.
1 3,500 1,000 3,500
Sediaan yang dibuat dengan ukuran partikel
2 6,000 1,000 1,000
nano akan mudah diserap oleh tubuh, oleh 3 1,000 1,000 6,000
karena itu penulis ingin membuat formulasi 4 1,000 6,000 1,000
dari kedua bahan tersebut. Penulis ingin 5 1,000 6,000 1,000
membuat sebuah formulasi nanoemulsi dari 6 1,833 1,833 4,333
ekstrak minyak hati ikan hiu dan ekstrak 7 1,000 3,500 3,500
temulawak sehingga bisa menghasilkan 8 3,500 3,500 1,000
formulasi produk yang stabil, yaitu yang 9 2,667 2,667 2,667
dapat membentuk nanoemulsi. 10 6,000 1,000 1,000
11 3,500 3,500 1,000
METODE PENELITIAN 12 1,833 4,333 1,833
1. Alat dan Bahan 13 1,000 1,000 6,000
14 4,333 1,833 1,833
HASIL DAN PEMBAHASAN
3. Pembuatan Nanoemulsi
Dicampur tween 80, PEG 400, minyak 1. Pengambilan Bahan
hati ikan hiu, dan ekstrak temulawak dalam Bahan utama yang digunakan dalam
erlenmeyer. Dibuat sesuai dengan formula penelitian ini yaitu minyak hati ikan hiu dan
yang ada pada tabel 1. Formula yang paling ekstrak temulawak. Minyak hati ikan hiu
stabil dilakukan penambahan aquades yang digunakan diperoleh dari CV Scienza
sedikit demi sedikit, dihomogen dengan Jaya Mandiri di Cilacap dan untuk serbuk
pengadukan menggunakan vortex. Proses ekstrak temulawak yang digunakan
penambahan aquades dihentikan hingga diperoleh dari javaplant.
volume mencapai 60 mL. Nanoemulsi
yang terbentuk harus berwarna jernih. 2. Optimasi Formula
Optimasi bertujuan untuk memudahkan
4. Uji Sifat Fisik dalam merancang, menyusun dan
Uji Sifat Fisik yang dilakukan yaitu Uji interprestasi data secara sistematis. Formula
organoleptis yang dilakukan meliputi yang optimal seringkali diperoleh dari
warna, bau, bentuk, kejernihan, penerapan Simplex Lattice Design.
homogenitas, dan pemisahan fase sediaan Penerapan Simplex Lattice Design
nanoemulsi, selanjutnya dilakukan uji pH digunakan untuk menentukan formula
pada suhu 25oC (pada suhu ruang) optimal dari campuran bahan. Penggunaan
menggunakan indikator pH, dengan cara metode Simplex Lattice Design
memasukkan pH kedalam sediaan yang dimaksudkan untuk menghemat waktu
dibuat dan ditunggu hingga pH indikator formulasi, meminimalkan bahan dan
berubah warnanya. Setelah warnanya formula. Berdasarkan Simplex Lattice
stabil, dicocokkan warna yang diperoleh Design untuk campuran 3 komponen maka
oleh pH indikator dengan bagan warna dibuat 14 formula pada berbagai komposisi
petunjuknya dan dicatat hasil pH indikator campuran untuk ketiga komponen yang
sediaan nanoemulsi, selanjutnya Uji akan dioptimasi yaitu tween 80, PEG 400
viskositas dilakukan dengan cara dan minyak hati ikan hiu. Komposisi 14
mengambil 50 mL sediaan kemudian dibaca formula dapat dilihat pada tabel 2.
viskositasnya menggunakan alat viskometer
Brookfield, selanjutnya Pemeriksaan Bobot
jenis diukur menggunakan piknometer.
Pada suhu ruang, piknometer bersih dan
kering ditimbang (A g). Selanjutnya,
piknometer diisi dengan air dan ditimbang
(A1 g). Air dikeluarkan dari piknometer
dan piknometer dibersihkan. Fase minyak
diisikan kedalam piknometer dan ditimbang
(A2 g) (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1995), selanjutnya uji ukuran
droplet Ukuran tetesan dan distribusi
ukuran tetesannya dengan alat Particle Size
Analyzer.
Tabel 2. Perbandingan Hasil Formulasi Nanoemulsi Optimum
Surfaktan Ko-Surfaktan
Formulasi Minyak Hati Ikan Hiu Kejernihan
( Tween 80) (PEG 400)
1 3,500 1,000 3,500 Tidak jernih
2 6,000 1,000 1,000 Jernih
3 1,000 1,000 6,000 Tidak jernih
4 1,000 6,000 1,000 Tidak jernih
5 1,000 6,000 1,000 Tidak jernih
6 1,833 1,833 4,333 Tidak jernih
7 1,000 3,500 3,500 Tidak jernih
8 3,500 3,500 1,000 Tidak jernih
9 2,667 2,667 2,667 Tidak jernih
10 6,000 1,000 1,000 Jernih
11 3,500 3,500 1,000 Tidak jernih
12 1,833 4,333 1,833 Tidak jernih
13 1,000 1,000 6,000 Tidak jernih
14 4,333 1,833 1,833 Tidak jernih

Berdasarkan tabel hasil formulasi simplex yang dibuat dengan perbandingan


nanoemulsi optimum dapat disimpulkan air sebanyak 40 gram dan gula sebanyak 60
bahwa dari semua formulasi yang dibuat gram. Penambahan sirupus simplex ini
sebanyak 14 formulasi, formulasi yang ditujukan untuk memperbaiki rasa dari
dikatakan optimum adalah formulasi nomor nanoemulsi. Selain itu ekstrak temulawak
2 dan 10 dengan perbandingan formulasi juga ditambahkan ke dalam sediaan
surfaktan (tween 80) sebanyak 6 mL, ko- nanoemulsi, namun karena ekstrak
surfaktan (PEG 400) sebanyak 1 mL dan temulawaknya berbentuk serbuk sehingga
minyak hati ikan hiu sebanyak 1 mL. harus dilarutkan terlebih dulu kedalam air
Formulasi dikatakan optimum yaitu secukupnya hingga semua serbuknya terlarut
berdasarkan pengamatan fisik berupa dan tidak ada partikel, setelah itu
kejernihan dan tidak terjadi pemisahan dimasukkan kedalam sediaan nanoemulsi.
larutan. Fungsi penambahan ekstrak ini sebagai
penambah nafsu makan dan memperbaiki
3. Pembuatan Nanoemulsi penampilan dari sediaan tersebut, karena
Pembuatan nanoemulsi minyak hati ikan temulawak memiliki warna yang menarik
hiu dan ekstrak temulawak diawali dengan dan didalam temulawak juga terdapat
melakukan pengocokan secara konstan curcumin yang memiliki beberapa khasiat
campuran surfaktan, ko-surfaktan dan salah satunya yaitu sebagai penambah nafsu
minyak hati ikan hiu hingga jernih dan makan.
homogen. Selanjutnya ditambahkan fase air
sebanyak 60 mL dan ditambahkan serbuk 4. Evaluasi Sifat Fisik Nanoemulsi
ekstrak temulawak sebanyak 0,06 g. Fase air Sediaan nanoemulsi dikatakan baik dan
yang dicampurkan dalam sediaan stabil apabila memiliki penampakan jernih,
nanoemulsi tersebut yaitu larutan sirupus tidak terjadi pemisahan fase. Oleh karena itu,
dilakukan evaluasi sifat fisik yang meliputi dengan standar pH yang ada yaitu antara 5-7
pemeriksaan organoleptis, pH, viskositas, (Lawrence and Ress, 2000).
bobot jenis dan ukuran droplet.

a. Pemeriksaan organoleptis Tabel 4. Data Hasil Pengamatan Uji pH


Pengujian organoleptis yang diamati Sampel Hasil Keterangan
meliputi bau, bentuk, warna, rasa, Nanoemulsi 5 Asam lemah
kejernihan, homogenitas, dan pemisahan fase minyak hati ikan
sediaan nanoemulsi. Hasil pengujian hiu dan ekstrak
organoleptis dari formula sediaan temulawak
nanoemulsi minyak hati ikan hiu dan ekstrak
temulawak dapat dilihat pada tabel 3 c. Uji Viskositas
Pengujian viskositas untuk mengetahui
Tabel 3. Data Hasil Pemeriksaan tingkat kekentalan dari sediaan nanoemulsi
Organoleptis yang dibuat. Viskositas suatu sedian dapat
Pengamatan Hasil pengamatan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
formula nanoemulsi adalah faktor pencampuran atau pengadukan
Bau Spesifik minyak hati saat proses pembuatan sediaan, pemilihan zat
ikan hiu pengental dan surfaktan, proporsi fase
Bentuk Cair terdispersi dan ukuran partikel. Pengukuran
Warna Kuning muda viskositas sediaan nanoemulsi yang telah
Rasa Manis diformulasi menggunakan viskometer
Kejernihan Jernih Brookfield spindel no. 3 dengan kecepatan
Homogenitas Homogen 30 rpm, dari hasil pengamatan dan
Pemisahan fase Tidak ada pemisahan pengukuran viskositas pada formula
fase nanoemulsi memiliki viskositas 80 mPa.s.
Hal ini menunjukkan bahwa sediaan
Dari data tabel 3 dapat dikatakan bahwa nanoemulsi ini memiliki nilai viskositas yang
sediaan nanoemulsi yang dibuat baik dan rendah karena sediaan tersebut memiliki
stabil karena jernih, homogen, dan tidak ada ukuran partikel yang kecil, sehingga sediaan
pemisahan fase. Sediaan nanoemulsi yang tersebut dapat terdispersi dengan baik.
dibuat memiliki warna kuning muda, warna Berdasarkan hasil yang diperoleh
tersebut didapatkan dari serbuk ekstrak menunjukkan bahwa viskositas yang dimiliki
temulawak dan sediaan nanoemulsi memiliki sampel sudah sesuai dengan standar
rasa manis karena pada formula sediaan viskositas yaitu sebesar 37 cP 396 cP
nanoemulsi fase airnya digantikan dengan (Padmadisastra et all, 2007).
sirupus simplex untuk memperbaiki rasa dan
menutupi rasa tidak enak dari minyak hati d. Pemeriksaan Bobot Jenis
ikan hiu. Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat
terhadap bobot zat baku yang volumenya
b. Uji pH sama pada suhu yang sama dan dinyatakan
Pengujian pH dilakukan dengan dalam desimal. Pada penentuan bobot jenis
menggunakan pH indikator, dengan cara sediaan nanoemulsi dilakukan dengan
mencelupkan pH indikator kedalam sediaan menggunakan piknometer dan dilakukan
hingga adanya perubahan warna pada pH replikasi sebanyak 3 kali. Adapun
indikator. Setelah dibandingkan dengan keuntungan dari penentuan bobot jenis
indikator yang ada maka dapat dilihat bahwa dengan menggunakan piknometer adalah
pH dari nanoemulsi adalah 5. Hal ini sesuai lebih mudah dalam pengerjaan. Pengukuran
dengan menggunakan piknometer dilakukan perbandingan surfaktan, ko-surfaktan dan
pada suhu 25oC atau suhu ruangan, hal ini minyak hati ikan hiu sebesar 6:1:1.
dikarenakan suhu dapat mempengaruhi Sediaan nanoemulsi minyak hati ikan hiu
bobot jenis. Dari pengukuran bobot jenis dan ekstrak temulawak dilakukan uji sifat
yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil fisik dengan parameter uji organoleptis, uji
yaitu 1,191 g/mL. pH, uji viskositas, uji bobot jenis dan uji
Tabel 5. Data Hasil Pengujian Bobot Jenis ukuran droplet. Pada sediaan nanoemulsi
Re- Pikno- Pikno- Pikno- Bobot untuk uji organoleptisnya berbentuk cair,
pli- meter meter meter Jenis warna kuning muda, rasa manis, jernih,
kasi kosong isi air isi homogen, tidak ada pemisahan fase dan
sampel
(g) (g) (g) (g/mL)
berbau khas spesifik minyak hati ikan hiu,
1 17,72 27,97 30,08 1,205 sedangkan untuk uji pHnya itu memiliki pH
2 12,29 23,58 25,55 1,174 5, untuk nilai viskositasnya yaitu 80 mPa.s,
3 13,76 24,31 26,38 1,196 pada uji bobot jenisnya yaitu 1,191 g/mL dan
Rata-rata 1,191 untuk uji ukuran droplet yaitu 56,7 nm.

e. Uji Ukuran Droplet


Pengujiaan ukuran droplet dilakukan DAFTAR PUSTAKA
untuk melihat bahwa sediaan nanoemulsi Budiarso, I.T., 2008, Squalene,
yang dihasilkan mempunyai ukuran droplet EkstrakHatiIkanCucutbotolbotolBotol
yang memenuhi kriteria ukuran droplet yang Ajaib. Online Jumat 11 Maret
nanoemulsi yaitu 0,5-100 nm (Shah et all, 2016.(http://www.medikaholistik.com.)
2010). Pengujiaan ukuran droplet dilakukan Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
di laboratorium pengujian obat, makanan dan 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV,
kosmetik Universitas Islam Indonesia, untuk Jakarta, Direktorat Jenderal Pengawasan
pengujiannya menggunakan alat particle size Obat dan Makanan Republik Indonesia.
analyzer Horiba SZ-100. Prinsip kerja alat Huang, D., Boxinou, Prior, R. R., 2005, The
tersebut yaitu adanya hamburan cahaya yang Chemistry Behind Antioxidant Assay, J
terjadi akibat penembakan sinar laser Agricfood Chem., 53 (6); 1849-4850.
mengenai partikel dalam sampel. Cahaya Lawrence, M.J., and Ress, G.D., 2000,
yang dihamburkan tersebut akan dibaca oleh Microemulsion-based Media as Novel
detektor foton pada sudut tertentu secara Drug Delivery System, Adv, Drug
cepat sehingga dapat menentukan ukuran Delivery Rev., 45 (1) : 89-121.
partikel (Volker, 2009). Padmadisastra, Y., Syaugi, A., & Anggia, S.,
Pada formulasi sediaan nanoemulsi yang 2007, Formulasi Sediaan Salep
dibuat mempunyai ukuran droplet kurang Antikeloidal yang mengandung Ekstrak
dari 100 nm yaitu 56,7 nm. Hal ini dapat Terfasilitasi Panas Microwave dan
dikatakan bahwa perbandingan antara Herba Pegagan (Centella asiatica L),
surfaktan dan ko-surfaktan yang digunakan Seminar Kebudayaan Indonesia
sudah optimal sehingga dapat menghasilkan Malaysia Kuala Lumpur, Fakultas
sediaan nanoemulsi dengan ukuran droplet Farmasi Universitas Padjadjaran,
kurang dari 100 nm, karena surfaktan dan Bandung.
ko-surfaktan dapat menurunkan tegangan Volker, A., 2009, Dynamic Light Scattering :
permukaan sehingga memperkecil ukuran Measuring the Particle Size Distribution
droplet dari nanoemulsi.

KESIMPULAN
Pembuatan formula sediaan nanoemulsi
minyak hati ikan hiu dan ekstrak temulawak
yang paling optimum yaitu formulasi dengan
PENGARUH TERAPI KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN
KEPERCAYAAN DIRI REMAJA

Yuni Sapto Edhy R, Ida Ariani, Suko Pranowo

STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Abstrak
Percaya diri adalah suatu sikap yang memungkinkan individu mempunyai pandangan
realistis dan positif tentang dirinya. Individu yang percaya diri yakin akan kemampuannya,
dapat mengendalikan kehidupannya dan akan mampu melakasanakan rencana dan
harapannya secara realistis. Dalam perkembangannya remaja mengalami berbagai stress
psikologis, tekanan dari teman sebaya dan gejolak emosi akibat perubahan dalam diri dan
lingkungannya. Peningkatan kesehatan yang dilakukan pemerintah masih dipusatkan pada
pelayanan puskesmas dan posyandu bagi balita dan lansia. Peningkatan kesehatan fisik dan
psikologi bagi remaja masih belum terpikirkan. Tujuan umum dalam penelitian ini adalah
mengetahui tentang pengaruh terapi kelompok dalam meningkatkan kepercayaan diri
terhadap rasa percaya diri remaja. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Quasi eksperimental, one group pre post test without control group. Jumlah sampel 42
orang remaja yang berada di 4 (empat) dari 9 (sembilan) wilayah RW yang telah dipilih.
Pengambilan data dan intervensi dilakukan Bulan Mei sampai Juli 2011. Hasil pre tes dari
rerata skor tingkat kepercayaan diri remaja sebesar 115,97 dengan standar deviasi 15,55.
Hasil post tes hasil rata-rata skor tingkat kepercayaan diri remaja sebesar 122,71 dengan
standar deviasi 13,29. Terlihat bahwa rata-rata skor tingkat kepercyaan diri meningkat,
meskipun dilihat dari kategori tidak ada perbedaan, yaitu masih dalam kategori tingkat
kepercayaan diri tinggi. Berdasarkan uji dependent T test didapatkan hasil nilai rata-rata
peningkatan skor tingkat kepercayaan diri adalah 6,738, t = -4,740 dan nilai p = 0,000.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terapi aktivitas kelompok memang dapat
meningkatkan kepercayaan diri pada remaja. Dengan kata lain terapi aktivitas kelompok
ini merupakan salah satu metode pembinaan remaja yang dapat dipergunakan dalam
meningkatkan kepercayaan diri remaja.

Kata kunci: kepercayaan diri, remaja usia 12-19, terapi aktivitas kelompok

mandiri berarti telah memiliki rasa percaya


PENDAHULUAN
diri yang tinggi. Percaya diri adalah suatu
Ruang lingkup pelayanan keperawatan sikap yang memungkinkan individu
berada di rumah sakit dan di komunitas. mempunyai pandangan realistis dan positif
Peran perawat di komunitas adalah tentang dirinya (WHO, 2003). Rasa percaya
membantu klien untuk mempertahankan diri merupakan bagian dari harga diri.
fungsinya pada tingkat yang tertinggi dan Individu yang percaya diri yakin akan
memandirikan individu di komunitas kemampuannya, dapat mengendalikan
(Fortinash, 2004). Individu dinyatakan kehidupannya dan akan mampu
melakasanakan rencana dan harapannya mampu mengendalikan ketegangan yang
secara realistis. Pada kondisi individu tidak terjadi pada dirinnya. Dengan demikian
mencapai rencana dan harapannya, maka akan memiliki ciri-ciri perilaku yang sesuai
tetap bersikap positif dan menerima. Rasa agama; pikiran dan persepsi logis; emosi
percaya diri dipengaruhi oleh kemampuan, konsisten; bersikap positif terhadap diri
perbuatan, penampilan dan penilaian. Rasa sendiri; mampu tumbuh berkembang dan
percaya diri diperlukan untuk membentuk mencapai aktualisasi diri; mampu
jiwa yang sehat dan perilaku yang positif, mengatasi stres atau perubahan pada
sehingga dapat menghadapi tantangan dirinya; bertanggung jawab terhadap
hidup di masyarakat dan lingkungannya. keputusan dan tindakan yang diambil;
Kepercayaan diri ini berpengaruh juga mempunyai persepsi yang realistik;
terhadap tugas perkembangan remaja dalam menghargai perasaan serta sikap orang lain,
membentuk identitas diri. Kegagalan pada dan mampu menyesuaikan diri dengan
tahap ini akan menyebabkan peran dan lingkungan.
tugas perkembangan pada tahap selanjutnya Hasil penelitian beberapa masalah yang
terhambat. dihadapi remaja dalam berbagai aspek
Dalam perkembangannya remaja kehidupan antara lain kurang percaya diri
mengalami berbagai stress psikologis, 26,88% dan 20% dari 4000 remaja
tekanan dari teman sebaya dan gejolak memiliki perilaku yang menyimpang dari
emosi akibat perubahan dalam diri dan aturan agama. Beberapa perilaku remaja
lingkungannya. Selain itu remaja juga yang menyimpang antara lain: melakukan
menghadapi tuntutan pendidikan yang kegiatan merokok, dan bermain seks
terlalu banyak. Adanya permasalahan (Freda, 2006; Kumboyo, 2007)
tersebut terkait dengan kurangnya rasa Upaya-upaya penanganan permasalahan
percaya diri. Santrock (1999) remaja masih banyak bersifat fisik,
mengemukakan remaja yang memiliki rasa sedangkan penanganan psikologi dan
percaya rendah menyebabkan remaja perkembangan remaja belum terlihat. Hal
tersebut memiliki harga diri rendah, isolasi ini disebabkan perhatian pemerintah dan
sosial, depresi, bunuh diri, anoreksia para perawat hanya tertuju pada upaya
nervosa, dan delinkuensi. Pikiran Rakyat .peningkatan kesehatan fisik remaja.
(13 Juni 2004) menjelaskan prevalensi Kondisi ini mengakibatkan remaja memiliki
bunuh diri pada anak remaja dalam satu sehat fisik dan rentan terhadap tekanan
tahun berkisar antara 1,7-5,9%. hidup. Peningkatan kesehatan yang
Diperkirakan 12% dari kematian anak dan dilakukan pemerintah masih dipusatkan
remaja karena bunuh diri. Hal ini pada pelayanan puskesmas dan posyandu
disebabkan banyak remaja masih memiliki bagi balita dan lansia. Peningkatan
kepercayaan diri yang rendah. Shives kesehatan fisik dan psikologi bagi remaja
(1998) mengungkapkan remaja yang masih belum terpikirkan. Berdasarkan
memiliki kepercayaan diri rendah tergolong penjelasan di atas, maka penelitian ini
ke dalam remaja yang memiliki kesehatan menekankan pada analisis terapi kelompok
non fisik atau mental yang rendah. terhadap peningkatan kepercayaan diri
Beberapa kriteria remaja usia 12-19 remaja usia 12-19 tahun.
tahun yang memiliki kepercayaan diri baik Tujuan dalam penelitian terdiri atas
ditandai dengan kepemilikan rasa tanggung tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
jawab, kemampuan mengatur diri sendiri, umum dalam penelitian ini adalah
bebas dari rasa khawatir yang beralasan dan mengetahui tentang pengaruh terapi
kelompok dalam meningkatkan responden. Pembagian kelompok sampel
kepercayaan diri terhadap rasa percaya diri berdasarkan letak geografis masingmasing
remaja usia 12 19 tahun di kelurahan RW. Pengambilan data dan intervensi
Sidanegara Cilacap. dilakukan Bulan Mei sampai Juli 2011.
Tujuan khusus dari penelitian ini Instrumen yang digunakan berupa
mencakup menganalisis tingkat kuesioner tentang karakteristik responden
kepercayaan diri remaja sebelum dan dan instrumen untuk mengukur tentang
sesudah diberikan terapi kelompok dan rasa percaya diri dan harga diri yang dapat
menganalisis pengaruh terapi kelompok diungkapkan klien dan diobservasi.
dalam meningkatkan kepercayaan diri Kuesioner B terdiri dari 37 pernyataan yang
remaja dikembangkan oleh peneliti sendiri dengan
menggunakan skala likert (1-4), dengan
METODE PENELITIAN rentang nilai 37 - 148. Untuk instrumen B
Desain yang digunakan dalam uji validitas menggunakan content validity,
penelitian ini adalah Quasi eksperimental, yaitu mengkonsultasikan kesesuaian isi
one group pre post test without control instrumen dengan teori atau konsep yang
group. dimana peneliti memberikan ada kepada narasumber yang dianggap ahli
tindakan berupa terapi kelompok kepada di bidangnya. Dalam hal ini instrumen telah
sekelompok remaja, pada awal sebelum dikonsultasikan kepada Dayat Trihadi,
pelaksanaan terapi kelompok dan di akhir M.Kep., Sp. Jiwa (Dosen keperawatan
setelah pelaksanaan terapi kelompok, spesialis keperawatan jiwa).
dilakukan penilaian kepercayaan diri. Adapun pelaksanaan kegiatan
Populasi pada penelitian ini adalah pengumpulan data diawali dengan ( pre
seluruh remaja yang sehat di kelurahan test) yaitu test tingkat kepercayaan diri
Sidanegara Cilacap dengan karakteristik sebelum kegiatan terapi kelompok.
usia 12 19 tahun. Pengelompokan remaja Kemudian pelaksanaan. Setelah itu
tersebut berdasarkan karakteristik remaja dilakukan post test yaitu test tingkat rasa
menurut Kozier. Karena pada area percaya diri setelah mendapat buku
penelitian di kelurahan Sidanegara Cilacap pedoman, latihan dan bimbingan di tiap
sebagian besar anak usia 12 19 tahun kelompok. Intervensi yang dilakukan pada
mengalami putus sekolah. Jumlah sampel penelitian ini adalah memberikan terapi
dalam penelitian ini adalah 42 orang kelompok pada remaja. Kegiatan pelatihan
remaja. Purposive sampling yaitu dilakukan langsung oleh peneliti, kader
pengambilan sampel berdasarkan hanya sebagai fasilitator. Dimulai bulan
pertimbangan tertentu dari peneliti. Adapun Juni sampai dengan Juli 2011.
pertimbangan yang diambil oleh peneliti Pelatihan dilakukan dengan metode
adalah dengan melihat demografi wilayah kegiatan kelompok. Sebagai panduan,
kelurahan Sidanegara Cilacap. Sampel peneliti mamakai modul yang peneliti
dalam penelitian ini adalah remaja yang kembangkan sendiri berdasarkan modul
berada di 4 (empat) dari 9 (sembilan) dari WHO (2003) tentang peningkatan
wilayah RW yang telah dipilih di kelurahan kesehatan mental remaja. Untuk remaja
Sidanegara Cilacap yaitu RW XII, XIV, sebagai bahan latihan baik dirumah ataupun
XV, XVI. Masing-masing RW diambil pada saat pertemuan, diberikan buku
sampel remaja dilakukan dengan cara pedoman yang juga peneliti kembangkan
mengambil sampel yang sudah tersedia sendiri berdasarkan modul WHO (2003).
sesuai dengan kriteria dan bersedia menjadi Pokok bahasan yang diberikan dalam
kegiatan meningkatkan kepercayaan diri Berdasarkan hasil pre tes dari rerata
adalah mengenal diri dan menemukan skor tingkat kepercayaan diri remaja
identitas diri, berinteraksi dengan orang sebesar 115,97 dengan standar deviasi
lain, menghargai diri, memahami arti 15,55. Dari hasil tersebut terlihat bahwa
percaya diri, mengubah perasaan gagal, tingkat kepercayaan diri remaja di
meningkatkan citra diri. Kelurahan Sidanegara sebelum dilakukan
Tehnik kegiatan latihan pengembangan terapi aktivitas kelompok sudah masuk
kepercayaan diri yang digunakan adalah dalam kategori tingkat kepercayaan diri
menggali kompetensi diri positif dan tinggi.
perilaku yang adaptif untuk meningkatkan Rasa percaya diri (self confidence)
rasa percaya diri remaja. Pertemuan adalah perilaku membuat individu memiliki
dilakukan selama 45 menit untuk tiap pandangan positif dan realistis mengenai
aktivitas diri mereka sendiri dan situasi yang ada di
Terapi aktivitas kelompok dilaksanakan sekelilingnya, yakin dengan kemampuan
selama 2 minggu pada masing-masing mereka, memiliki kontrol yang baik dalam
kelompok di 4 RW. Setiap kelompok kehidupannya (WHO, 2006). Kepercayaan
dilakukan terapi latihan sebanyak 7 diri adalah sejauh mana individu punya
aktivitas, meliputi : mengenal diri sendiri, keyakinan terhadap penilaian individu atas
menyukai diri sendiri, menemukan identitas kemampuaannya dan sejauh mana individu
diri, memahami percaya diri, mengubah bisa merasakan adanya kepantasan untuk
perasaan gagal, meningkatkan percaya dan berhasil. Kepercayaan diri merupakan
meningkatkan citra diri. Sebagai pedoman kombinasi dari self esteem dan Self effifaci
aktivitas tiap remaja diberikan buku (Putri RL,2007 dikutip dari Neill, 2005).
pedoman meningkatkan percaya diri. Kepercayaan diri ini berpengaruh terhadap
Setelah diberikan terapi aktivitas kelompok tugas perkembangan remaja dalam
dilakukan post tes. membentuk identitas diri. Kegagalan pada
tahap ini akan menyebabkan bingung peran
HASIL DAN PEMBAHASAN dan tugas perkembangan pada tahap
Penelitian dilaksanakan sesuai rencana, selanjutnya. Rasa percaya diri ini belum ada
pada awal kegiatan responden diberikan pre waktu lahir tetapi merupakan hasil interaksi
test untuk menilai tingkat kepercayaan diri dengan orang lain terutama orang terdekat.
sebelum dilaksanakan terapi kelompok. Kepercayaan diri yang tinggi membuat
Hasil pre test dan post test dapat dilihat individu memiliki pandangan yang positif
pada tabel 1. dan realistis mengenai diri mereka sendiri
dan situasi yang ada di sekelilingnya, yakin
Tabel 1. Hasil Pretest dan post test Tingkat dengan kemampuan mereka, memilki
Kepercayaan diri Remaja kontrol yang baik dalam kehidupannya
di Kelurahan Sidanegara tahun 2011 (WHO, 2006). Sedangkan menurut Neill
Std. (2005, dalam Putri RL 2007) Kepercayaan
Mean N diri berpengaruh terhadap tugas
Deviation
perkembangan remaja dalam membentuk
Pre
115.98 42 15.535 identitas diri. Hal ini juga sesuai dengan
test
pendapat Gilmer (1978) bahwa orang yang
Post
122.71 42 13.291 mempunyai rasa percaya diri biasanya
test
memiliki sikap berani menghadapi setiap
tantangan dan terbuka terhadap
pengalaman-pengalaman baru, berkat disampaikan oleh Santrock (1999)
keyakinannya atas kemampuannya sendiri menyebutkan bahwa salah satu dari empat
tersebut. cara meningkatkan rasa percaya diri remaja
Berdasarkan hasil post tes hasil rata- adalah mengidentifikasi penyebab kurang
rata skor tingkat kepercayaan diri remaja percaya diri dan identifikasi domain-
sebesar 122,71 dengan standar deviasi domain kompetensi diri yang penting.
13,29. Dari hasil tersebut terlihat bahwa Remaja memiliki tingkat rasa percaya yang
rata-rata skor tingkat kepercyaan diri tinggi ketika mereka berhasil di dalam
meningkat, meskipun dilihat dari kategori domain-domain kompetensi yang penting,
tidak ada perbedaan, yaitu masih dalam maka dari itu remaja harus didukung untuk
kategori tingkat kepercayaan diri tinggi. mengidentifikasi dan menghargai
Selanjutnya untuk melihat apakah kompetensi-kompetensi mereka. Melalui
perbedaan rata-rata skor tingkat TAK yang diberikan, remaja di ke empat
kepercayaan diri bermakna secara statistik RW belajar untuk menumbuhkan rasa
dilakukan uji beda 2 mean yaitu uji percaya diri. Hal ini sesuai dengan pendapat
dependent T test didapatkan hasil nilai rata- Rini (2002) bahwa untuk menumbuhkan
rata peningkatan skor tingkat kepercayaan rasa percaya diri yang proporsional maka
diri adalah 6,738, t = -4,740 dan nilai p = individu harus memulainya dari dalam diri
0,000. Berdasarkan hasil tersebut nilai p sendiri.
lebih kecil dari nilai alpha yang telah Peningkatan kepercayaan diri yang
ditentukan yaitu 0,05. Hal ini berarti bahwa terjadi pada remaja akan berdampak pada
peningkatan skor tingkat kepercayaan diri perkembangan psikososial. Adapun
bermakna secara statistik. perkembangan psikososial remaja menurut
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Erikson (1963, dalam Fortinash dan
terapi aktivitas kelompok memang dapat Holoday, 2004) pada usia 12 18 tahun
meningkatkan kepercayaan diri pada berada pada tahap identity versus role
remaja. Melalui terapi aktivitas kelompok confusion, dimana remaja lebih terfokus
ini, remaja belajar untuk mengenali diri pada perkembangan identitas diri untuk
sendiri baik kelebihan maupun kekurangan membuat tujuan jangka panjang dan
sehingga menyukai diri sendiri, berupaya meningkatkan harga diri.
menemukan identitas diri, memahami Kegagalan pada fase ini akan terjadi
percaya diri, mengubah perasaan gagal, kekacauan identitas yang ditandai dengan
meningkatkan percaya dan meningkatkan kurang percaya diri, mengisolasi diri,
citra diri. Hal ini sesuai dengan pendapat berperilaku hiperaktif untuk mencari
Mc Murray (2003), yang menjelaskan perhatian dan tidak mempunyai rencana
bahwa tujuan pembinaan remaja adalah yang harus dilakukan dalam hidupnya. Pada
sehat fisik, matangnya mental/ emosional, usia 18-21 tahun remaja berada pada tahap
gaya hidup yang sehat dan minimalnya intimacy versus isolasi yaitu jika remaja
perilaku beresiko. Dikatakan lebih lanjut mampu beradaptasi dan mempunyai rasa
salah satu strategi yang penting dalam percaya diri yang tinggi maka hubungan
meningkatkan kesehatan remaja dalam yang intim dan saling menguntungkan akan
masa perkembangan adalah dengan dicapai oleh remaja, namun sebaliknya jika
meningkatkan ketrampilan personal melalui gagal remaja tersebut akan mengalami
pendidikan psikologi tentang kepercayaan isolasi sosial yaitu ketidak mampuan remaja
diri yaitu keyakinan diri tentang membuat hubungan yang saling
kemampuan diri sendiri. Hal senada memuaskan atau menguntungkan.
Kemampuan remaja ini tentu saja sangat yang telah ditentukan yaitu 0,05. Hal ini
mengandalkan kekuatan dalam dirinya berarti bahwa peningkatan skor tingkat
yaitu rasa percaya diri yang tinggi dan kepercayaan diri bermakna secara statistik.
kemampuan remaja menemukan jati dirinya Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
(self identity). terapi aktivitas kelompok memang dapat
Peningkatan kepercayaan diri yang meningkatkan kepercayaan diri pada
tepat pada remaja akan menjadi modal yang remaja. Dengan kata lain terapi aktivitas
baik bagi remaja dalam menjalani masa- kelompok ini merupakan salah satu metode
masa perkembangan mereka. Sejauh mana pembinaan remaja yang dapat dipergunakan
individu dapat memiliki kepercayaan, dalam meningkatkan kepercayaan diri
sikap, perasaan dan cita-citanya akan remaja.
berpengaruh terhadap perkembangan
kepribadiannya, terutama kesehatan DAFTAR PUSTAKA
mentalnya. Kepercayaan, sikap, perasaan Anonim, (2006) 20 % Remaja Kota Bogor
dan cita-cita individu akan dirinya secara Lakukan Penyimpangan,
tepat dan realistis memungkinkan untuk http://www.aidsindonesia.or.id,
memiliki kepribadian yang sehat. Namun diperoleh tanggal 7 Februari 2008
sebaliknya jika tidak tepat dan tidak Anonim, (2005). Semua pihak
realistis kemungkinan akan menimbulkan berkewajiban menangani permasalahan
pribadi yang bermasalah. Hal ini sesuai remaja berisiko tinggi,
dengan pendapat Sudrajat (2008) yang http://www.depkes.go.id, diakses
mengatakan bahwa kepercayaan diri yang tanggal 17 Februari 2008
berlebihan (over confidence) akan Anonim, (2006) Bimbingan dan Coaching,
menyebabkan seseorang dapat bertindak http://www.kmpk.ugm.ac.id, diakses 8
kurang memperhatikan lingkungan dan Mei 2008)
cenderung menghancurkan norma dan etika Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan
standar yang berlaku, serta memandang remaja. Bogor : Ghalia Indonesia
sepele orang lain. Selain itu, individu yang DepKes R.I (2007). Pelatihan ketrampilan
memiliki over confidence sering memiliki sosial untuk meningkatkan kesehatan
sikap dan pemikiran yang over estimate jiwa remaja: Modul. Jakarta : DepKes
terhadap sesuatu. Kepercayaan diri yang R.I
kurang dapat menyebabkan seseorang ___________(1992). Undang-Undang
cenderung bertindak ragu-ragu, rasa rendah Republik Indonesia Nomor: 23 Tahun
diri dan tidak memiliki keberanian. 1992 tentang kesehatan. Jakarta:
Kepercayaan diri yang berlebihan maupun DepKes R.I
yang kurang dapat menimbulkan kerugian __________ (1990).Pedoman Pelayanan
tidak hanya bagi dirinya namun juga bagi Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja.
lingkungan sosialnya. Jakarta: Dep Kes RI
Freda, AB (2006). Masalah-masalah yang
KESIMPULAN DAN SARAN dihadapi remaja dalam berbagai aspek
Berdasarkan hasil secara statistik kehidupannya .Skripsi ( tidak
dengan dilakukan uji beda 2 mean yaitu uji dipublikasikan). Jakarta : Fakultas
dependent T test didapatkan hasil nilai rata- Psikologi Universitas Indonesia.
rata peningkatan skor tingkat kepercayaan Fortinash dan Holoday (2004) Psychiatric
diri adalah 6,738, t = -4,740 dan nilai p = Mental Health Nursing.(3rd edition).
0,000. Nilai p lebih kecil dari nilai alpha St.Louis: Mosby
Gilmer, P.(1978). Existential Psychology Putri, R.L & Hadi,Ch, (2007) Bagaimana
.New York : Random House memahami seorang diri remaja ?,
Hawari,D (2001)Pendekatan Holistik Pada http://www.fpsi.unair.ac.id, diperoleh
Gangguan Jiwa Skizoprenia Jakarta: tanggal 17 februari 2008).
FKUI Rini, J.F (2002) . Memupuk Rasa Percaya
Hitchcock, J.E., Schubert,PE.,and Thomas, Diri, http://digilib.itb.ac.id, diperoleh
S.A.(1999).Community Health Nursing tanggal 17 Februari 2008.
: Caring in action. USA: Delmar Setyowati,T (2004). Pengaruh pendidikan
Publishers. kesehatan pada ibu nifas (Pk-PIN)
Hurlock, E.B (1999) . Psikologi terhadap kemampuan merawat diri dan
Perkembangan Suatu Pendekatan kepuasan ibu post partum di RS Panti
Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi 5 Rapih Jokjakarta. Tesis. Jakarta : FIK
.Surabaya. PT. Gelora Aksara Pratama UI (tidak dipublikasikan)
Erlangga. Supriyanto, S. (2007). Metodologi Riset.
Kozier,B. Erb G, .Berman,A, Syinder,S.J Surabaya: Program Administrasi &
(2004). Fundamental of Kebijakan Kesehatan. FKM-Unair
Nursing;Concepts, Process, and Sabri,L dan Sutanto, P.H (2006) Basic data
Practice. Sevent edition. New Jersey : analysis for health research. Jakarta :
Prentice Hall Fak Kesehatan Masyarakat UI
Kumboyono.(2007).Pengalaman perokok Stuart, G.W., and Laraia (2005), Principles
dalam mengkonsumsi rokok rendah tar and Practice of Psyhiatric Nursing. (7th
dan nikotin di kota Malang.Tesis (tidak ed.). St. Louis : Mosby Year Book
dipublikasikan). Jakarta : Program Sunaryo.(2004). Psikologi untuk
Pasca Sarjana Universitas Indonesia keperawatan. Jakarta : EGC
Murray, Mc.A (2003). Community Health Sarwono,W.S (2003). Psikologi
and Wellness a Sosioecological Remaja.edisi 6. Jakarta : Raja Grafindo
Approach. USA : Mosby Persada
Notoadmodjo, Soekijo. (2005). Metodologi Sastro Asmoro,S & Sofyan Ismael (2002)
penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Dasar-Dasar metodologi penelitian
Cipta. klinis edisi 2 . Jakarta : Sagung Seto
Notoatmodjo, S, (2004), Promosi Stanhope, Marcia dan Jeanette Lancaster (
Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: 1989) Community health Nursing
PT.Rineka Cipta. Processs and Practice For Promotion
_____________ (2003), Pendidikan dan health Sait louis: Mosby Co.
Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Suliswati, dkk (2002). Konsep dasar
Cipta. keperawatan kesehatan jiwa, Jakarta :
Potter, A.P & Perry, G.A (1997) EGC
Fundamentals of Nursing: Shives, L.R. (1998). Basic concept of
Concept,Process, and Practice psychiatric mental health nursing. (4th
(terjemahan).St Louis : Mosby Year ed). Philadelphia: Lippincott
Books Soetjiningsih (2004). Buku Ajar Tumbuh
Pikiran Rakyat, 13 Juni 2004, Mengapa Kembang Remaja Dan
Bunuh Diri ?, http://www.pikiran- Permasalahannya. Jakarta : Sagung
rakyat.com, diperoleh tanggal 21 Seto
Februari 2008 .
Stuart G.W and Sundeen. (1995),
Principles and Practice of Psyhiatric
Nursing. St. Louis : Mosby Year Book
Santrock, J.W ( 1999). Life Span
Development ( terjemahan ). Boston:
Mc Graw Hill.
Townsend, C.M. (2005). Essentials of
Psychiatric Mental Health Nursing.
Third Edition. Philadelphia: F.A. Davis
Company
WHO (2003) Adolescence Mental Health
Promotion. New Delhi : South East
Asia Regional Office of the World
Health Organization
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KEJADIAN PREEKLAMPSIA BERAT (PEB) DI RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH (RSUD) CILACAP PERIODE JANUARI-
DESEMBER 2015

Anggara Setia Bella, Evy Apriani, Oci Etri Nursanty

Program Studi S1 Keperawatan STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Abstrak
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), Angka Kematian Ibu
(AKI) di Kabupaten Cilacap pada tahun 2013 sebesar 115/100.000 kelahiran hidup. Pada
tahun 2013 kasus kematian ibu di Kabupaten Cilacap sebanyak 34 jiwa, terdiri dari
kematian selama ibu hamil, bersalin dan nifas. Penyebab AKI di Kabupaten Cilacap
tersebut salah satunya preeklampsia berat (PEB). Kejadian PEB di kabupaten Cilacap pada
tahun 2015 sebanyak 233 kasus. PEB adalah sindrom yang muncul pada trimester kedua
kehamilan dan akan selalu pulih di periode postnatal dengan ciri-ciri khas hipertensi,
edema dan proteinuria yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya umur ibu
hamil, paritas, riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, penyakit hipertensi,
pemeriksaan antenatal care (ANC) masa kehamilan, penyakit diabetes mellitus dan
obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dan
yang paling dominan mempengaruhi kejadian PEB di RSUD Cilacap periode Januari-
Desember 2015. Penelitian ini menggunakan desain survey analytic,rancangan
pengambilan data case control dan pendekatan waktu retrospektif. Teknik pengambilan
sampel purposive sampling, jumlah sampel 80 dengan PEB sebagai kasus dan 80 tidak
mengalami PEB sebagai control. Menggunakan uji chi square, pengumpulan data
menggunakan lembar check list. Analisa multivariat menggunakan Regresi Logistik
Ganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa 7 faktor yang diduga mempengaruhi kejadian
PEB ternyata semua variabel secara signifikan mempengaruhi kejadian PEB. Hasil uji
statistik bivariat umur ibu hamil: pv = 0,008, paritas: pv = 0,006, riwayat preeklampsia
pada kehamilan sebelumnya: pv = 0,000, penyakit hipertensi: pv = 0,000, pemeriksaan
antenatal care (ANC) masa kehamilan: pv = 0,006, penyakit diabetes mellitus: pv = 0,000,
obesitas: pv = 0,000. Penyakit hipertensi merupakan faktor yang paling dominan
mempengaruhi kejadian PEB dengan pv = 0,000; OR = 34,929 yang bermakna ibu hamil
yang memiliki riwayat penyakit hipertensi berpeluang menderita PEB sebesar 34,929 kali
dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi.
Kesimpulan penelitian menunjukan penyakit hipertensi merupakan faktor yang paling
dominan mempengaruhi kejadian PEB.

Kata kunci: Faktor-faktor preeklampsia berat, PEB, hipertensi

57,93%, pada saat hamil yaitu sebesar


PENDAHULUAN
24,74% dan pada saat persalinan yaitu
Kejadian kematian maternal paling sebesar 17,33% (Dinas Kesehatan Provinsi
banyak adalah pada saat nifas yaitu sebesar
Jawa Tengah, 2012). Berdasarkan audit riwayat keluarga, riwayat preeklampsia
pemerintah Jawa Tengah, penyebab pada kehamilan sebelumnya, penyakit
kematian ibu disebabkan oleh hipertensi, penyakit diabetes mellitus,
preeklampsia-eklampsia (35,26%), obesitas, penyakit ginjal, stres dan ras), dan
perdarahan (16,44%), infeksi (4,74%), faktor paternal (primipaternitas, partner pria
abortus (0,30%), dan partus lama (0,30%) yang pernah menikahi wanita yang
(Kompas, 2012). kemudian hamil dan mengalami
Pada tahun 2013 kasus kematian ibu di preeklampsia) (Scott, 2005; Cunningham,
Kabupaten Cilacap sebanyak 34 jiwa. 2006).
Penyebab AKI di Kabupaten Cilacap dari Berdasarkan uraian latar belakang
34 kasus tersebut adalah perdarahan tersebut, maka penulis tertarik untuk
(8,82%), preeklampsia-eklampsia (23,53%) melakukan penelitian dengan judul
dan penyebab lainnya (67,64%) (Dinas Analisis Faktor-faktor yang
Kesehatan Kabupaten Cilacap, 2013). Mempengaruhi Kejadian PEB di RSUD
Preeklampsia atau toksemia Cilacap Periode Januari Desember 2015.
preeklamatik (preeclamatic toxemia, PET)
adalah sindrom yang ditandai dengan METODE PENELITIAN
hipertensi dan proteinuria yang baru Penelitian ini merupakan penelitain
muncul pada trimester kedua kehamilan dan kuantitatif dengan desain survey analytic
akan selalu pulih di periode postnatal menggunakan rancangan pengambilan data
(Robson, 2011). Temuan yang paling case control dan pendekatan waktu
penting adalah hipertensi, ibu dengan PEB retrospektive untuk mengetahui faktor-
memiliki tekanan darah sistolik lebih besar faktor yang mempengaruhi kejadian PEB
atau sama dengan 160 mmHg dan tekanan diRSUD Cilacap periode Januari
darah diastolik lebih besar atau sama Desember 2015. Populasi dalam penilitian
dengan 110 mmHg. ini adalah seluruh wanita dengan PEB di
Berdasarkan survei pendahuluan yang Rumah RSUD Cilacap periode Januari
telah dilakukan di ruang Rekam Medik Desember 2015 yang berjumlah 233 orang.
RSUD Cilacap, angka kejadian PEB di Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
RSUD Cilacap pada tahun 2013 sebanyak 80 responden. Sampel kontrol dalam
194 kasus, pada tahun 2014 sebanyak 175 penelitian ini adalah pasien wanita yang
kasus dan pada tahun 2015 sebanyak 233 tidak mengalami kejadian PEB di RSUD
kasus. Jika dilihat dari angka tersebut, Cilacap periode Januari Desember 2015.
kejadian PEB pada tahun 2014 mengalami Dalam penelitian ini kelompok kontrol
penurunan. Akan tetapi, kejadian PEB pada diambil sejumlah 80 pasien dan memenuhi
tahun 2013 tidak menyumbangkan AKI di kriteria inklusi yang diambil sebagai sampel
Kabupaten Cilacap, sedangkan pada tahun penelitian. Purposive sampling adalah suatu
2014 kejadian PEB menyumbangkan 2 AKI teknik didasarkan pada suatu pertimbangan
di Kabupaten Cilacap (Catatan Rekam tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri,
Medik RSUD Cilacap Tahun 2013-2015). berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi
Faktor risiko preeklampsia terdiri dari yang sudah diketahui sebelumnya
beberapa faktor yaitu faktor kehamilan (Notoatmodjo, 2010).
(kelainan kromosom, molahydatidosa, Teknik pengumpulan data diperoleh
hydropsfetalis, kehamilan multi fetus, dari data sekunder yaitu data yang
donoroosit, dan kelainan struktur diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung
kongenital), faktor maternal (gravida, usia, diperoleh oleh peneliti dari subyek
penelitiannya, biasanya berupa data Tabel 1. Umur Ibu Hamil (> umur tidak
dokumentasi atau data laporan yang berisiko) 103 (64,4%).
tersedia (Saryono, 2008). Data sekunder
penelitian ini didapat dari data Catatan 2. Distribusi frekuensi paritas di RSUD
Rekam Medis RSUD Cilacap periode Cilacap Periode JanuariDesember 2015
Januari Desember 2015 yang dirawat di
Ruang Mawar dengan kasus PEB dan kasus Tabel 2. Distribusi Frekuensi Paritas di
obstetrik lainnya. RSUD Cilacap Periode Januari-
Desember 2015
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengambilan data dilaksanakan No. Paritas f %
pada tanggal 2 Mei 2016 sampai dengan 11 1. Primigravida 66 41,2
Mei 2016 dengan melihat data catatan 2. Multigravida 94 58,8
rekam medis RSUD Cilacap. Jumlah Jumlah 160 100,0
sampel yang diambil sebanyak 80 sampel Sumber: Data Primer diolah 2016
untuk kasus dengan PEB dan 80 sampel
untuk kontrol dengan melahirkan spontan Tabel 2. Paritas (>Multigravida) 94
tanpa komplikasi. Penelitian menggunakan (58,8%).
lembar check list dengan memberikan tanda
check () pada masing-masing faktor sesuai 3. Distribusi frekuensi riwayat
dengan data yang ada pada catatan rekam preeklampsia pada kehamilan
medis RSUD Cilacap. Hasil penelitian sebelumnya di RSUD Cilacap Periode
disajikan dalam bentuk tabel dan tekstual Januari - Desember 2015
yang didasarkan pada hasil analisa univariat
yang meliputi deskripsi umur ibu hamil, Tabel 3. Distribusi Frekuensi Riwayat
paritas, riwayat preeklampsia pada Preeklampsia pada Kehamilan Sebelumnya
kehamilan sebelumnya, penyakit hipertensi, di RSUD Cilacap Periode Januari
pemeriksaan ANC masa kehamilan, Desember 2015
penyakit diabetes mellitus dan obesitas.
No. Riwayat f %
1. Distribusi frekuensi umur ibu hamil di Preeklampsia
RSUD Cilacap Periode Januari- 1. Ada Riwayat 21 13,1
Desember 2015 2. Tidak Ada 139 86,9
Riwayat
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Jumlah 160 100,0
Umur Ibu Hamil di RSUD Cilacap Periode Sumber: Data Primer diolah 2016
JanuariDesember 2015
Tabel 3. Riwayat Preeklampsia pada
No. Umur Ibu F % Kehamilan Sebelumnya (> tidak ada
Hamil riwayat) 139 (86,9%).
1. Umur 57 35,6
Berisiko 4. Distribusi frekuensi riwayat penyakit
2. Umur Tidak 103 64,4 hipertensi pada kehamilan di RSUD
Berisiko Cilacap Periode Januari-Desember 2015
Jumlah 160 100,0
Sumber: Data Primer diolah 2016
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Riwayat Tabel 6. Distribusi Frekuensi Riwayat
Penyakit Hipertensi pada Kehamilan di Penyakit Diabetes Mellitus pada Kehamilan
RSUD Cilacap Periode JanuariDesember di RSUD Cilacap Periode Januari
2015 Desember 2015

No. Penyakit f % No. Penyakit f %


Hipertensi Diabetes
1. Ada Riwayat 50 31,2 Mellitus
2. Tidak Ada 110 68,8 1. Ada Riwayat 23 14,4
Riwayat 2. Tidak Ada 137 85,6
Jumlah 160 100,0 Riwayat
Sumber: Data Primer diolah 2016 Jumlah 160 100,0
Sumber: Data Primer diolah 2016
Tabel 4. Riwayat Hipertensi (> tidak ada
riwayat) 110 (68,8%) Tabel 6. Riwayat Penyakit DM (> tidak ada
riwayat) 137 (85,6%).
5. Distribusi frekuensi pemeriksaan ANC
masa kehamilan di RSUD Cilacap 7. Distribusi frekuensi obesitas pada
Periode Januari - Desember 2015 kehamilan di RSUD Cilacap Periode
Januari Desember 2015
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pemeriksaan
Antenatal Care (ANC) Masa Kehamilan di Tabel 7. Distribusi Frekuensi Obesitas
RSUD Cilacap Periode Januari Desember pada Kehamilan di RSUD Cilacap
2015 Periode Januari Desember 2015

No. Pemeriksaan F % No. Kejadian F %


ANC Obesitas
1. ANC Kurang 60 37,5 1. Obesitas 48 30,0
2. ANC Baik 100 62,5 2. Tidak Obesitas 112 70,0
Jumlah 160 100,0 Jumlah 160 100,0
Sumber: Data Primer diolah 2016 Sumber: Data Primer diolah 2016

Tabel 5. Pemeriksaan Antenatal Care Tabel 7. Obesitas (> tidak obesitas) 112
(ANC) Masa Kehamilan (> baik) 100 (70,0%).
(62,5%).
Selanjutnya analisa bivariat yang
6. Distribusi frekuensi riwayat penyakit meliputi pengaruh secara parsial antara
Diabetes Mellitus pada kehamilan di variabel umur ibu hamil, paritas, riwayat
RSUD Cilacap Periode Januari - preeklampsia pada kehamilan sebelumnya,
Desember 2015 penyakit hipertensi, pemeriksaan ANC masa
kehamilan, penyakit diabetes mellitus dan
obesitas dengan kejadian PEB.

8. Pengaruh antara faktor umur ibu hamil


terhadap kejadian PEB di RSUD Cilacap
Periode Januari Desember 2015
Tabel 8. Pengaruh Faktor Umur Ibu Hamil Terhadap Kejadian PEB
di RSUD Cilacap Periode Januari Desember 2015

Kejadian Preeklampsia
Berat Jumlah
No. Umur Ibu Hamil
PEB Bukan PEB
f % f % f %
1. Umur Berisiko 37 64,9 20 35,1 57 100,0
2. Umur Tidak berisiko 43 41,7 60 58,3 103 100,0
Jumlah 80 50,0 80 50,0 160 100,0
X2 hitung = 6,977 || pv = 0,008 || OR = 2,581 || CI (1,321 - 5,046)
Sumber: Data Primer diolah 2016
termasuk dalam kategori umur berisiko,
Tabel 8 Hasil uji statistik didapatkan nilai yaitu pada umur < 20 tahun atau > 35 tahun
X2 hitung (6,977) > X2 tabel (3,841), berpeluang sebesar 2,581 kali untuk
dengan p value = 0,008 (p value < 0,05), mengalami kejadian PEB dibandingkan
maka dapat diartikan terdapat pengaruh dengan umur ibu hamil yang termasuk
yang bermakna antara umur ibu hamil dalam kategori umur tidak berisiko, yaitu
terhadap kejadian PEB di RSUD Cilacap pada umur 20 35 tahun.
Periode Januari Desember 2015. Dari
hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,581 9. Pengaruh antara faktor paritas terhadap
pada CI (1,321 5,046), hal ini dapat kejadian PEB di RSUD Cilacap Periode
diartikan bahwa umur ibu hamil yang Januari Desember 2015

Tabel 9. Pengaruh Faktor Paritas Terhadap Kejadian PEB di RSUD Cilacap Periode
Januari Desember 2015

Kejadian Preeklampsia
Berat Jumlah
No. Paritas
PEB Bukan PEB
f % F % f %
1. Primigravida 24 36,4 42 63,6 66 100,0
2. Multigravida 56 59,6 38 40,4 94 100,0
Jumlah 80 50,0 80 50,0 160 100,0
X2 hitung = 7,453 || pv = 0,006 || OR = 0,388 || CI (0,203 0,742)
Sumber: Data Primer diolah 2016
Tabel 9 Hasil uji statistik didapatkan nilai kategori multigravida berpeluang sebesar
X2 hitung (7,453) > X2 tabel (3,841), 0,388 kali untuk mengalami kejadian PEB
dengan p value = 0,006 (p value < 0,05), dibandingkan dengan paritas yang termasuk
maka dapat diartikan terdapat pengaruh dalam kategori primigravida.
yang bermakna antara paritas terhadap
kejadian PEB di RSUD Cilacap Periode 10.Pengaruh antara faktor riwayat
Januari Desember 2015. Dari hasil preeklampsia pada kehamilan
analisis diperoleh nilai OR = 0,388 pada CI sebelumnya terhadap kejadian PEB di
(0,203 0,742), hal ini dapat diartikan RSUD Cilacap Periode Januari
bahwa paritas yang termasuk dalam Desember 2015
Tabel 10. Pengaruh Faktor Riwayat Preeklampsia pada Kehamilan Sebelumnya Terhadap
Kejadian PEB di RSUD Cilacap Periode Januari Desember 2015

Kejadian Preeklampsia
Riwayat Preeklampsia
Berat Jumlah
No. pada Kehamilan
PEB Bukan PEB
Sebelumnya
f % f % f %
1. Ada Riwayat 19 90,5 2 9,5 21 100,0
2. Tidak Ada Riwayat 61 43,9 78 56,1 139 100,0
Jumlah 80 50,0 80 50,0 160 100,0
X2 hitung = 14,032 || pv = 0,000 || OR = 12,148 || CI (2,724 54,172)
Sumber: Data Primer diolah 2016

Tabel 10 Hasil uji statistik didapatkan nilai bahwa adanya riwayat preeklampsia pada
X2 hitung (14,032) > X2 tabel (3,841), kehamilan sebelumnya berpeluang sebesar
dengan p value = 0,000 (p value < 0,05), 12,148 kali untuk mengalami kejadian PEB
maka dapat diartikan terdapat pengaruh dibandingkan dengan tidak adanya riwayat
yang bermakna antara riwayat preeklampsia preeklampsia pada kehamilan sebelumnya.
pada kehamilan sebelumnya terhadap
kejadian PEB di RSUD Cilacap Periode 11.Pengaruh antara faktor penyakit
Januari Desember 2015. Dari hasil hipertensi terhadap kejadian PEB di
analisis diperoleh nilai OR = 12,148 pada RSUD Cilacap Periode Januari
CI (2,724 54,172), hal ini dapat diartikan Desember 2015

Tabel 11. Pengaruh Faktor Penyakit Hipertensi Terhadap Kejadian PEB


di RSUD Cilacap Periode Januari Desember 2015

Kejadian Preeklampsia
Berat Jumlah
No. Penyakit Hipertensi
PEB Bukan PEB
f % f % f %
1. Ada Riwayat 48 96,0 2 4,0 50 100,0
2. Tidak Ada Riwayat 32 29,1 78 70,9 110 100,0
Jumlah 80 50,0 80 50,0 160 100,0
2
X hitung = 58,909 || pv = 0,000 || OR = 58,500 || CI (13,409 255,223)
Sumber: Data Primer diolah 2016
Tabel 11 Hasil uji statistik didapatkan nilai hipertensi berpeluang sebesar 58,500 kali
X2 hitung (58,909) > X2 tabel (3,841), untuk mengalami kejadian PEB
dengan p value = 0,000 (p value < 0,05), dibandingkan dengan tidak adanya riwayat
maka dapat diartikan terdapat pengaruh penyakit hipertensi.
yang bermakna antara penyakit hipertensi
terhadap kejadian PEB di RSUD Cilacap 12.Pengaruh antara faktor pemeriksaan
Periode Januari Desember 2015. Dari ANC masa kehamilan terhadap kejadian
hasil analisis diperoleh nilai OR = 58,500 PEB di RSUD Cilacap Periode Januari
pada CI (13,409 255,223), hal ini dapat Desember 2015
diartikan bahwa adanya riwayat penyakit
Tabel 12. Pengaruh Faktor PemeriksaanANC Masa Kehamilan Terhadap Kejadian PEB di
RSUD Cilacap Periode Januari Desember 2015
Kejadian Preeklampsia
Pemeriksaan ANC Berat Jumlah
No.
Masa Kehamilan PEB Bukan PEB
F % f % f %
1. ANC Kurang 39 65,0 21 35,0 60 100,0
2. ANC Baik 41 41,0 59 59,0 100 100,0
Jumlah 80 50,0 80 50,0 160 100,0
2
X hitung = 7,707 || pv = 0,006 || OR = 2,672 || CI (1,376 5,189)
Sumber: Data Primer diolah 2016
Tabel 12 Hasil uji statistik didapatkan nilai kali pemeriksaan selama masa kehamilan
X2 hitung (7,707) > X2 tabel (3,841), berpeluang sebesar 2,672 kali untuk
dengan p value = 0,006 (p value < 0,05), mengalami kejadian PEB dibandingkan
maka dapat diartikan terdapat pengaruh dengan ibu yang melakukan pemeriksaan
yang bermakna antara pemeriksaan ANC ANC masa kehamilan yang termasuk dalam
masa kehamilan terhadap kejadian PEB di kategoti baik, yaitu > 4 kali pemeriksaan
RSUD Cilacap Periode Januari Desember selama masa kehamilan.
2015. Dari hasil analisis diperoleh nilai OR
= 2,672 pada CI (1,376 5,189), hal ini 13.Pengaruh antara faktor penyakit diabetes
dapat diartikan bahwa ibu yang melakukan mellitus terhadap kejadian PEB di
pemeriksaan ANC masa kehamilan yang RSUD Cilacap Periode Januari
termasuk dalam kategori kurang, yaitu < 4 Desember 2015

Tabel 13. Pengaruh Faktor Penyakit Diabetes Mellitus Terhadap Kejadian PEB di RSUD
Cilacap Periode Januari Desember 2015
Kejadian Preeklampsia
Penyakit Diabetes Berat Jumlah
No.
Mellitus PEB Bukan PEB
F % f % F %
1. Ada Riwayat 20 87,0 3 13,0 23 100,0
2. Tidak Ada Riwayat 60 43,8 77 56,2 137 100,0
Jumlah 80 50,0 80 50,0 160 100,0
X2 hitung = 12,999 || pv = 0,000 || OR = 8,558 || CI (2,428 30,148)
Sumber: Data Primer diolah 2016

Tabel 13 Hasil uji statistik didapatkan nilai penyakit diabetes mellitus berpeluang
X2 hitung (12,999) > X2 tabel (3,841), sebesar 8,556 kali untuk mengalami
dengan p value = 0,000 (p value < 0,05), kejadian PEB dibandingkan dengan tidak
maka dapat diartikan terdapat pengaruh adanya riwayat penyakit diabetes mellitus.
yang bermakna antara penyakit diabetes
mellitus terhadap kejadian PEB di RSUD 14.Pengaruh antara faktor obesitas terhadap
Cilacap Periode Januari Desember 2015. kejadian PEB di RSUD Cilacap Periode
Dari hasil analisis diperoleh nilai OR = Januari Desember 2015
8,556 pada CI (2,428 30,148), hal ini
dapat diartikan bahwa adanya riwayat
Tabel 14. Pengaruh Faktor Obesitas Terhadap Kejadian PEB di RSUD Cilacap Periode
Januari Desember 2015
Kejadian Preeklampsia
Berat Jumlah
No. Kejadian Obesitas
PEB Bukan PEB
f % F % F %
1. Obesitas 35 72,9 13 27,1 48 100,0
2. Tidak Obesitas 45 40,2 67 59,8 112 100,0
Jumlah 80 50,0 80 50,0 160 100,0
2
X hitung = 13,125 || pv = 0,000 || OR = 4,009 || CI (1,912 8,404)
Sumber: Data Primer diolah 2016
Tabel 14 Hasil uji statistik didapatkan nilai (1,912 8,404), hal ini dapat diartikan
X2 hitung (13,125) > X2 tabel (3,841), bahwa ibu yang mengalami obesitas, yaitu
dengan p value = 0,000 (p value < 0,05), ibu yang memiliki nilai BMI 25
maka dapat diartikan terdapat pengaruh berpeluang sebesar 4,009 kali untuk
yang bermakna antara obesitas terhadap mengalami kejadian PEB dibandingkan
kejadian PEB di RSUD Cilacap Periode dengan ibu yang tidak mengalami obesitas,
Januari Desember 2015. Dari hasil yaitu ibu yang memiliki nilai BMI< 25.
analisis diperoleh nilai OR = 4,009 pada CI

Tabel 15. Hasil Analisis Bivariat antara Variabel Umur Ibu Hamil, Paritas, Riwayat
Preeklampsia pada Kehamilan Sebelumnya, Penyakit Hipertensi, Pemeriksaan ANCMasa
Kehamilan, Penyakit Diabetes Mellitus dan Obesitas dengan Kejadian PEB

No. Variabel Log-Likelihood G p value


1. Umur Ibu Hamil 213,840 7,967 0,005
2. Paritas 213,367 8,440 0,004
3. Riwayat Preeklampsia pada 203,819 17,988 0,000
4. Kehamilan Sebelumnya 149,446 72,361 0,000
5. Penyakit Hipertensi 213,065 8,742 0,003
6. Pemeriksaan Antenatal Care 205,619 16,188 0,000
(ANC) Masa Kehamilan
7. Penyakit Diabetes Mellitus 206,988 14,820 0,000
Obesitas
Sumber: Analisa Data 2016
Tabel 15 menunjukkan bahwa berdasarkan multivariat untuk mengetahui faktor yang
hasil analisis menggunakan regresi logistik paling dominan mempengaruhi kejadian
sederhana didapatkan variabel yang PEB di RSUD Cilacap Periode Januari
mempunyai p value 0,25 adalah variabel Desember 2015. Hasil analisis multivariat
umur ibu hamil, paritas, riwayat model pertama yang meliputi variabel umur
preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, ibu hamil, paritas, riwayat preeklampsia
penyakit hipertensi, pemeriksaan ANC masa pada kehamilan sebelumnya, penyakit
kehamilan, penyakit diabetes mellitus dan hipertensi, pemeriksaan ANC masa
obesitas. Sehingga semua variabel dapat kehamilan, penyakit diabetes mellitus dan
masuk ke dalam model multivariat.Analisa obesitas dapat disajikan pada tabel 16.
Tabel 16. Hasil Pengujian Regresi Logistik antara Variabel Umur Ibu Hamil, Paritas,
Riwayat Preeklampsia pada Kehamilan Sebelumnya, Penyakit Hipertensi, Pemeriksaan
ANC Masa Kehamilan, Penyakit Diabetes Mellitus dan Obesitas dengan Kejadian PEB

Parameter B Wald p value OR CI (95%)


Umur Ibu Hamil 0,587 1,668 0,197 1,817 0,734 4,496
Paritas -0,074 0,028 0,866 0,929 0,392 2,199
Riwayat Preeklampsia pada 1,160 1,482 0,224 3,189 0,493 20,632
Kehamilan Sebelumnya
Penyakit Hipertensi 3,546 21,035 0,000 34,685 7,620 157,872
Pemeriksaan Antenatal 0,460 1,000 0,317 1,584 0,643 3,901
Care (ANC) Masa
Kehamilan
Penyakit Diabetes Mellitus 0,697 0,682 0,409 2,008 0,384 10,501
Obesitas 0,774 2,419 0,120 2,168 0,818 5,748
-2 Log-Likelihood = 138,458 G = 83,349 p value = 0,000
Sumber: Analisa Data 2016

Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa masa kehamilan, penyakit diabetes mellitus
signifikansi log-likelihood < 0,05 (p value = dan obesitas mempunyai p value > 0,05 dan
0,000). Namun terlihat variabel umur ibu variabel paritas yang mempunyai p value
hamil, paritas, riwayat preeklampsia pada terbesar, sehingga permodelan selanjutnya
kehamilan sebelumnya, pemeriksaan ANC variabel paritas dikeluarkan dari model.

Tabel 17. Hasil Pengujian Regresi Logistik antara Variabel Umur Ibu Hamil, Riwayat
Preeklampsia pada Kehamilan Sebelumnya, Penyakit Hipertensi, Pemeriksaan ANCMasa
Kehamilan, Penyakit Diabetes Mellitus dan Obesitas dengan Kejadian PEB

Parameter B Wald p value OR CI (95%)


Umur Ibu Hamil 0,598 1,675 0,196 1,818 0,735 4,949
Riwayat Preeklampsia pada 1,195 1,653 0,199 3,304 0,534 20,434
Kehamilan Sebelumnya
Penyakit Hipertensi 3,553 21,184 0,000 34,929 7,692 158,612
Pemeriksaan Antenatal 0,456 0,989 0,320 1,578 0,642 3,881
Care (ANC) Masa
Kehamilan
Penyakit Diabetes Mellitus 0,708 0,707 0,400 2,029 0,390 10,562
Obesitas 0,785 2,531 0,112 2,192 0,834 5,763
-2 Log-Likelihood = 138,486 G = 83,321 p value = 0,000
Sumber: Analisa Data 2016

Setelah variabel paritas dikeluarkan dari kehamilan, penyakit diabetes mellitus dan
model kemudian dilihat perubahan nilai OR obesitas. Tabel perubahan nilai OR
untuk variabel umur ibu hamil, riwayat disajikan pada tabel 18.
preeklampsia pada kehamilan sebelumnya,
penyakit hipertensi, pemeriksaan ANC masa
Tabel 18. Perubahan Nilai OR Variabel Umur Ibu Hamil, Riwayat Preeklampsia pada
Kehamilan Sebelumnya, Penyakit Hipertensi, Pemeriksaan ANC Masa Kehamilan,
Penyakit Diabetes Mellitus dan Obesitas dengan Kejadian PEB

OR Paritas OR Paritas Tidak


Variabel Perubahan OR
Ada Ada
Umur Ibu Hamil 1,817 1,818 0,055%
Paritas 0,929 - -
Riwayat Preeklampsia 3,189 3,304 3,606%
pada Kehamilan
Sebelumnya
Penyakit Hipertensi 34,685 34,929 0,703%
Pemeriksaan Antenatal 1,584 1,578 0,378%
Care (ANC) Masa
Kehamilan
Penyakit Diabetes Mellitus 2,008 2,029 1,045%
Obesitas 2,168 2,192 1,107%
Sumber: Analisa Data 2016
nya terbesar kedua setelah variabel paritas
Tabel 18 menunjukkan hasil perbandingan adalah variabel penyakit diabetes mellitus,
nilai OR setelah variabel paritas yaitu dengan nilai p value = 0,409 (terlihat
dikeluarkan dari model, terlihat tidak ada pada tabel 4.16), dengan demikian variabel
perbandingan nilai OR yang > 10%, dengan penyakit diabetes mellitus dikeluarkan dari
demikian variabel paritas dikeluarkan dari model.
model. Selanjutnya variabel yang p value-

Tabel 19. Hasil Pengujian Regresi Logistik antara Variabel Umur Ibu Hamil, Riwayat
Preeklampsia pada Kehamilan Sebelumnya, Penyakit Hipertensi, Pemeriksaan ANC Masa
Kehamilan dan Obesitas dengan Kejadian PEB
Parameter B Wald p value OR CI (95%)
Umur Ibu Hamil 0,655 2,071 0,150 1,924 0,789 4,692
Riwayat Preeklampsia 1,258 1,864 0,172 3,518 0,578 21,410
pada Kehamilan
Sebelumnya
Penyakit Hipertensi 3,645 22,610 0,000 38,289 8,522 172,030
Pemeriksaan Antenatal 0,514 1,298 0,255 1,672 0,691 4,050
Care (ANC) Masa
Kehamilan
Obesitas 0,768 2,422 0,120 2,155 0,819 5,667
-2 Log-Likelihood = 139,205 G = 82,602 p value = 0,000
Sumber: Analisa Data 2016
preeklampsia pada kehamilan sebelumnya,
Setelah variabel paritas dan penyakit penyakit hipertensi, pemeriksaan ANC masa
diabetes mellitus dikeluarkan dari model kehamilan dan obesitas. Tabel perubahan
kemudian dilihat perubahan nilai OR untuk nilai OR disajikan pada tabel 20.
variabel umur ibu hamil, riwayat
Tabel 20. Perubahan Nilai OR Variabel Umur Ibu Hamil, Riwayat Preeklampsia pada
Kehamilan Sebelumnya, Penyakit Hipertensi, Pemeriksaan ANC Masa Kehamilan dan
Obesitas dengan Kejadian PEB

OR Penyakit DM OR Penyakit
Variabel Perubahan OR
Ada DM Tidak Ada
Umur Ibu Hamil 1,817 1,924 5,888%
Paritas 0,929 - -
Riwayat Preeklampsia pada 3,189 3,518 10,316%
Kehamilan Sebelumnya
Penyakit Hipertensi 34,685 38,289 10,390%
Pemeriksaan Antenatal Care 1,584 1,672 5,556%
(ANC) Masa Kehamilan
Penyakit Diabetes Mellitus 2,008 - -
Obesitas 2,168 2,155 0,599%
Sumber: Analisa Data 2016

Tabel 20 menunjukkan hasil variabel yang p value-nya terbesar ketiga


perbandingan nilai OR setelah variabel setelah variabel paritas dan penyakit
paritas dan penyakit diabetes mellitus diabetes mellitus adalah variabel
dikeluarkan dari model, nilai OR variabel pemeriksaan ANC masa kehamilan, yaitu
riwayat preeklampsia pada kehamilan dengan nilai p value = 0,317 (terlihat pada
sebelumnya dan penyakit hipertensi tabel 4.16), dengan demikian variabel
berubah > 10%, dengan demikian variabel pemeriksaan ANC masa kehamilan
penyakit diabetes mellitus dimasukkan dikeluarkan dari model.
kembali ke dalam model. Selanjutnya

Tabel 21. Hasil Pengujian Regresi Logistik antara Variabel Umur Ibu Hamil, Riwayat
Preeklampsia pada Kehamilan Sebelumnya, Penyakit Hipertensi, Penyakit Diabetes
Mellitus dan Obesitasdengan Kejadian PEB

Parameter B Wald p value OR CI (95%)


Umur Ibu Hamil 0,693 2,366 0,124 1,999 0,827 4,832
Riwayat Preeklampsia pada 1,183 1,687 0,194 3,265 0,548 19,463
Kehamilan Sebelumnya
Penyakit Hipertensi 3,555 21,220 0,000 34,988 7,709 158,784
Penyakit Diabetes Mellitus 0,827 1,006 0,316 2,286 0,454 11,506
Obesitas 0,842 2,999 0,083 2,322 0,895 6,024
-2 Log-Likelihood = 139,463 G = 82,344 p value = 0,000
Sumber: Analisa Data 2016

Setelah variabel paritas dan pemeriksaan penyakit hipertensi, penyakit diabetes


ANC masa kehamilan dikeluarkan dari mellitus dan obesitas. Tabel perubahan nilai
model kemudian dilihat perubahan nilai OR OR disajikan pada tabel 22.
untuk variabel umur ibu hamil, riwayat
preeklampsia pada kehamilan sebelumnya,
Tabel 22. Perubahan Nilai OR Variabel Umur Ibu Hamil, Riwayat Preeklampsia pada
Kehamilan Sebelumnya, Penyakit Hipertensi, Penyakit Diabetes Mellitus dan Obesitas
dengan Kejadian PEB

OR Pemeriksaan OR Pemeriksaan
Variabel Perubahan OR
ANC Ada ANC Tidak Ada
Umur Ibu Hamil 1,817 1,999 10,016%
Paritas 0,929 - -
Riwayat Preeklampsia pada 3,189 3,265 2,383%
Kehamilan Sebelumnya
Penyakit Hipertensi 34,685 34,988 0,873%
Pemeriksaan Antenatal 1,584 - -
Care (ANC) Masa
Kehamilan
Penyakit Diabetes Mellitus 2,008 2,286 13,844%
Obesitas 2,168 2,322 7,103%
Sumber: Analisa Data 2016
Tabel 22 menunjukkan hasil perbandingan dimasukkan kembali ke dalam model dan
nilai OR setelah variabel paritas dan tidak dapat dikeluarkan dari model karena
pemeriksaan ANC masa kehamilan merupakan variabel confunding dan
dikeluarkan dari model, nilai OR variabel didapatkan hasil model terbaik. Adapun
umur ibu hamil dan penyakit diabetes model yang dimaksud disajikan pada tabel
mellitus berubah > 10%, dengan demikian 23.
variabel pemeriksaan ANC masa kehamilan

Tabel 23. Hasil Pengujian Regresi Logistik antara Variabel Umur Ibu Hamil, Riwayat
Preeklampsia pada Kehamilan Sebelumnya, Penyakit Hipertensi, Pemeriksaan ANCMasa
Kehamilan, Penyakit Diabetes Mellitus dan Obesitas dengan KejadianPEB

Parameter B Wald p value OR CI (95%)


Umur Ibu Hamil 0,598 1,675 0,196 1,818 0,735 4,949
Riwayat Preeklampsia pada 1,195 1,653 0,199 3,304 0,534 20,434
Kehamilan Sebelumnya
Penyakit Hipertensi 3,553 21,184 0,000 34,929 7,692 158,612
Pemeriksaan Antenatal 0,456 0,989 0,320 1,578 0,642 3,881
Care (ANC) Masa
Kehamilan
Penyakit Diabetes Mellitus 0,708 0,707 0,400 2,029 0,390 10,562
Obesitas 0,785 2,531 0,112 2,192 0,834 5,763
-2 Log-Likelihood = 138,486 G = 83,321 p value = 0,000
Sumber: Analisa Data 2016
Hasil uji multivariat dengan regresi logistik variabel penyakit hipertensi. Ibu hamil yang
dapat disimpulkan bahwa dari keenam memiliki riwayat penyakit hipertensi
variabel yang diduga berpengaruh terhadap berpeluang menderita PEB sebesar 34,929
kejadian PEB didapatkan satu variabel yang kali (95% CI = 7,692 158,612)
secara signifikan berpengaruh, yaitu dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
memiliki riwayat penyakit hipertensi. preeklampsia pada kehamilan sebelumnya,
Kemudian hasil analisis dapat disimpulkan penyakit hipertensi, pemeriksaan ANC masa
bahwa variabel penyakit hipertensi yang kehamilan, penyakit diabetes mellitus dan
paling dominan berpengaruh terhadap obesitas dengan kejadian preeklampsia
kejadian PEB di RSUD Cilacap Periode berat. Faktor penyakit hipertensi merupakan
Januari Desember 2015 karena faktor yang paling dominan mempengaruhi
mempunyai nilai OR terbesar yaitu 34,929 kejadian preeklampsia berat di RSUD
kali dan p value terkecil yaitu 0,000. Cilacap Periode Januari Desember 2015.
Lakukan pemantauan lebih pada ibu
15. Uji Interaksi hamil dengan riwayat penyakit hipertensi,
karena faktor riwayat penyakit hipertensi
Berdasarkan variabel yang masuk ke adalah faktor yang paling dominan
dalam model multivariat, maka interaksi mempengaruhi kejadian preeklampsia
yang memungkinkan adalah variabel berat. Selain pemantauan, upaya preventif
obesitas dan penyakit hipertensi. Hasil uji dan promotif juga dapat dilakukan dalam
interaksi disajikan pada tabel 24. pencegahan preeklampsia berat dengan
memberikan penyuluhan atau konseling
Tabel 24. Hasil Pengujian Interaksi pada ibu hamil ketika ibu hamil melakukan
pemeriksaan ANC masa kehamilan.

Interaksi -2LL G p value DAFTAR PUSTAKA


Tanpa 146,371 - - Cunningham, Mac Donald, and Gant. 2005.
Interaksi William Obstetri. Jakarta: EGC.
Obesitas * 146,078 0,293 0,588 DinasKesehatan
Penyakit Jateng.2012.ProfilKesehatan
Hipertensi PropinsiJawaTengah 2012.
Sumber: Analisa Data 2016 http://www.dinkesprovjateng.go.id,diak
sestanggal 16 Januari 2016.
Berdasarkan hasil uji interaksi tidak terlihat DinasKesehatanKabupatenCilacap.2013.Bu
adanya interaksi antara variabel obesitas kuProfilKesehatanKabupatenCilacap
dengan penyakit hipertensi, didapatkan p Tahun 2013.Cilacap: DKK.
value setelah dimasukkan variabel interaksi Kompas. 2012. Angka Kematian Ibu di
sebesar 0,588. Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Tengah Masih Tinggi. Diakses
pengaruh obesitas dengan kejadian PEB tanggal 16 Januari 2016.
dan penyakit hipertensi dengan kejadian Notoatmodjo, S. 2005.Metodologi
PEB tidak memberikan efek yang berbeda. Penelitian Kesehatan, cetakan ketiga.
Dengan demikian, permodelan multivariat Jakarta : Rineka Cipta.
telah selesai, model yang terbaik adalah Robson, S. Elizabeth dan Jason Waugh.
model multivariat tanpa interaksi. Sehingga 2011. Patologi dalam
permodelan multivariat yang terakhir Kehamilan.Jakarta: EGC.
adalah model yang terdiri dari variabel Saryono, Wiwid. 2008. Metodologi
penyakit hipertensi. Penelitian Kesehatan, cetakan keempat.
Yogyakarta: Mitra Cendikia.
KESIMPULAN DAN SARAN Scott, R. 2005. Obstetri dan Ginekologi.
Adanya pengaruh yang signifikan Jakarta: Penerbit Midya Medika
antara umur ibu hamil, paritas, riwayat
PENGARUH PNEUMONIA PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH
TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS DAN KASAR DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS CILACAP TENGAH 1

Ida Ariani, Ahmad Subandi

STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Abstrak
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan atas maupun
bawah, biasanya menular dan dapat menimbulkan penyebaran, kadang tanpa gejala sampai
terjadi infeksi yang berat bahkan dapat menimbulkan kematian tergantung dari
penyebabnya . Salah satu penyakit ISPA yang banyak menyebabkan kematian pada balita
adalah pneumonia. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di
dunia dan merupakan 30 % dari seluruh kematian. Di negara berkembang pneumonia
masih menjadi penyebab kematian utama pada balita. Anak usia pra sekolah adalah usia
anak antara 3-6 tahun merupakan masa keemasan (gold age) yang mempunyai arti penting
dan berharga karena masa ini merupakan pondasi bagi masa depan anak. Masa ini anak
memiliki kebebasan untuk berekspresi tanpa adanya suatu aturan yang menghalangi dan
membatasinya. Perkembangan motorik kasar bertambah baik. Anak usia pra sekolah dapat
melompat dengan satu kaki, melompat dan berlari lebih lancar. Anak dapat
mengembangkan kemampuan olahraga seperti meluncur dan berenang. Perkembangan
motorik halus menunjukan perkembangan utama yang ditunjukkan dengan meningkatnya
kemampuan menggambar. Anak dapat membangun menara 9 atau 10 balok, dapat
merekatkan sepatu, mengikat tali sepatu dan menggunakan gunting dengan baik. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pneumonia pada anak usia pra sekolah terhadap
perkembangan motorik halus dan kasar di wilayah kerja Puskesmas Cilacap Tengah 1.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Jumlah responden sebanyak 15 anak,
dengan menggunakan teknik total sampling. Analisa data hasil penelitian ini menggunakan
uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden laki laki
adalah sebanyak 12 orang (80%), sedangkan sebagian kecil responden perempuan
sebanyak 3 orang (20%). Rata-rata usia responden adalah 50,6 bulan (Standar Deviasi/SD
7,61). Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata usia
responden berada di antara 36,00 63,00 bulan. Tidak ada pengaruh pneumonia pada anak
usia pra sekolah terhadap perkembangan motorik kasar dan halus di wilayah kerja
Puskesmas Cilacap Tengah 1. Hasil penelitian diharapkan untuk menjadi panduan untuk
penelitian yang berhubungan dengan kejadian anak usia pra sekolah yang mengalami
pneumonia dengan perkembangan motorik kasar dan halus.

Kata kunci: Anak usia pra sekolah, pneumonia, perkembangan motorik halus dan motorik
kasar
(berdasarkan diagnosis dan keluhan
PENDAHULUAN responden) (Depkes RI, 2008). Pneumonia
Kasus pneumonia pada balita secara yang terjadi pada balita berdasarkan laporan
nasional menempati urutan kedua (15,5%) dari 26 propinsi di Indonesia terdapat 3
setelah diare (25,2%). Prevalensi propinsi dengan cakupan pneumonia
pneumonia balita di Indonesia meningkat tertinggi yaitu urutan pertama adalah
dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% propinsi Nusa Tenggara Barat sebesar
pada tahun 2007. Angka kematian balita 56,50%, Jawa Barat 42,50% dan Kepulauan
akibat pnemonia yang terjadi di Indonesia Bangka Belitung sebesar 21,71%. Cakupan
diperkirakan mencapai 21% (Unicef, 2006). pneumonia yang terendah adalah di
Menurut Riskedas tahun 2007, pneumonia propinsi DIY sebesar 1,81%, Kepulauan
merupakan penyakit penyebab kematian Riau sebesar 2,08% dan NAD sebesar
kedua tertinggi setelah diare diantara balita. 4,56% (Depkes RI, 2009).
Hal ini menunjukkan bahwa pneumonia Kasus pneumonia pada balita di
merupakan penyakit yang menjadi masalah Propinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebanyak
kesehatan masyarakat utama yang 18.477 kasus dengan jumlah kematian
berkontribusi terhadap tingginya angka mencapai 18 kasus, untuk di Kabupaten
kematian balita di Indonesia. Berdasarkan Banyumas mencapai 3.422 kasus.
Kemenkes RI (2012), kasus pneumonia Sedangkan data dari Puskesmas Cilacap
pada balita di Indonesia pada tahun 2011 Tengah 1 bahwa penderita anak dengan
sejumlah 5.178 kasus. Pneumonia sebanyak 20 anak dengan
Data yang diperoleh dari Profil kisaran umur 0 6 tahun. Berdasarkan hasil
Kesehatan di Indonesia tahun 2005 bahwa studi pendahuluan ditemukan 2 anak yang
jumlah balita yang menderita pnemonia di mengalami pneumonia dengan gangguan
Indonesia sebanyak 600.720 balita yang motorik kasar.
terdiri dari 155 anak meninggal saat umur
di bawah 1 tahun dan 49 anak meninggal METODE PENELITIAN
saat umur antara 1 sampai 4 tahun (Depkes Penelitian ini termasuk penelitian
RI, 2005). Kejadian pneumonia terjadi pada deskriptif dengan pendekatan rancangan
umur di bawah satu tahun sebanyak 35,02% cross sectional. Penelitian menitikberatkan
dan pada umur 1 sampai 4 tahun sebanyak pada anak usia pra sekolah yang menderita
64,97%. (Depkes RI, 2007). Menurut pneumonia, kemudian dinilai
Depkes RI (2008), hasil survey Ditjen perkembangan motorik halus dan kasarnya
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan dengan menggunakan Kuesioner Pra
Lingkungan (PP & PL), menjelaskan bahwa Skrining Perkembangan (KPSP).
angka kematian balita secara signifikan Sampel adalah objek yang di teliti dan
semakin menurun, akan tetapi ISPA masih dianggap mewakili seluruh populasi
menjadi penyebab kematian yang terbanyak penelitian (Notoatmojo, 2010). Sampel
pada bayi dan balita. merupakan bagian dari populasi yang
Hasil survei yang dilakukan oleh subdit diharapkan dapat mewakili atau
ISPA pada tahun 2005 di 10 propinsi representatif populasi. Teknik pengambilan
didapatkan data bahwa pnemonia adalah sampel dalam penelitian ini adalah total
penyebab kematian bayi terbesar di sampling sebanyak 7 anak usia pra sekolah
Indonesia, yaitu sebanyak 22,30% dari yang menderita pneumonia dan 8 anak yang
seluruh kematian bayi dan prevalensi menderita batuk bukan pneumonia di
pneumonia secara nasional sebanyak 2,13%
wilayah kerja Puskesmas Cilacap Tengah Distribusi frekuensi responden
1. berdasarkan jenis kelamin dapat
Dalam penelitian ini kriteria inklusi dideskripsikan pada tabel 1.
yang ditetapkan adalah sebagai berikut :
anak usia pra sekolah yang menderita Tabel 1. Karakteristik Responden
pneumonia dan batuk bukan pneumonia, Berdasarkan Jenis Kelamin
mampu berkomunikasi dengan baik, tidak
mengalami kecacatan, bersedia menjadi No Jenis Kelamin F %
responden. 1 Perempuan 3 20
Instrumen penelitian adalah alat yang 2 Laki Laki 12 80
digunakan untuk mengambil data Jumlah 15 100
penelitian. Pada penelitian ini, instrumen Sumber : Data Primer diolah, 2016
yang dipakai adalah lembar kuesioner
tentang identitas responden dan lembar Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar
observasi dengan menggunakan KPSP yang responden laki laki adalah sebanyak 12
sesuai dengan umur anak. orang (80%), sedangkan sebagian kecil
Prosedur penelitian terdiri dari tiga responden perempuan sebanyak 3 orang
tahapan yaitu : 1) tahap persiapan, dalam (20%).
persiapan ini pengurusan ijin penelitian dan
penyusunan instrumen penelitian; 2) tahap 2. Karakteristik Responden Berdasarkan
pelaksanaan, dalam pengambilan data Umur
dilakukan dengan melihat daftar responden
anak usia sekolah yang mengalami Distribusi responden berdasarkan umur
pneumonia di wilayah kerja Puskesmas dapat dideskripsikan pada tabel 2.
Cilacap Tengah 1. Pengambilan data di
lakukan dalam waktu yang berbeda tiap- Tabel 2. Karakteristik Responden
tiap responden. Kemudian mencari Berdasarkan Umur (Dalam Bulan)
responden sesuai dengna kriteria inklusi,
memberikan kuesioner kepada responden Variabel Mean Median SD Min-Maks
yang memenuhi kriteria inklusi, selanjutnya Umur 50,6 53,0 7,61 36,0 63,0
dilakukan pengolahan data dan analisis data (f=15)
penelitian; 3) tahap akhir, penulisan
laporan, seminar hasil dan publikasi. Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata usia
Analisa data yang digunakan untuk responden adalah 50,6 bulan (Standar
mengetahui pengaruh pneumonia pada anak Deviasi/ SD 7,61). Dari hasil estimasi
usia pra sekolah terhadap perkembangan interval dapat disimpulkan bahwa 95%
motorik halus dan kasar dengan diyakini rata-rata usia responden berada di
menggunakan uji Chi Square atau chi antara 36,00 63,00 bulan.
Kuadrat.
3. Deskripsi Pengaruh Pneumonia
HASIL DAN PEMBAHASAN Terhadap Perkembangan Motorik Halus

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengaruh pneumonia terhadap


Jenis Kelamin perkembangan motorik halus dapat
dideskripsikan pada tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh Pneumonia Terhadap Untuk mengetahui pengaruh pneumonia
Perkembangan Motorik Halus terhadap perkembangan motorik halus dan
kasar digunakan ujichi square dan
Kategori Normal Terlambat Total menunjukkan hasil p value untuk motorik
Pneumonia 5 2 7 halus 0,647 dan p value untuk motorik
Batuk bukan 7 1 8
kasar 1,000. Berdasarkan hasil pengujian
pneumonia
Total 12 3 15 dengan uji chi square menunjukkan bahwa
P value 0,467 > 0,05 tidak ada pengaruh pneumonia pada anak
usia pra sekolah terhadap perkembangan
Berdasarkan tabel 3 di atas diperoleh data motorik halus dan kasar di wilayah kerja
bahwa anak yang menderita pneumonia Puskesmas Cilacap Tengah 1.
mengalami perkembangan motorik halus Pada usia 4-5 tahun, ketrampilan dalam
dengan kategori normal sebanyak 5 orang menggunakan otot tangan dan kaki sudah
dan kategori keterlambatan sebanyak 2 mulai berfungsi. Pada tahapan ini, anak
orang. Sedangkan anak yang menderita sudah harus mampu melompat dan menari,
batuk bukan pneumonia yang mengalami mampu menggambar orang terdiri dari
perkembangan motorik halus dengan kepala, lengan dan badan, mampu
kategori normal sebanyak 7 orang dan menghitung jari-jarinya, mampu mendengar
kategori keterlambatan sebanyak 1 orang. serta mengulang hal-hal penting dan cerita,
menangkap bola, bermain olahraga, minat
4. Deskripsi Pengaruh Pneumonia kepada kata baru dan artinya, mampu
Terhadap Perkembangan Motorik Kasar memprotes bila dilarang apa yang
diinginkannya, mampu membedakan besar
Pengaruh pneumonia terhadap dan kecil, menaruh minat kepada aktifitas
perkembangan motorik kasar dapat orang dewasa. Sedangkan pada usia 5-6
dideskripsikan pada tabel 4. tahun, anak seharusnya memiliki
ketangkasan yang meningkat dari
Tabel 4. Pengaruh Pneumonia Terhadap sebelumnya, mampu melompat tali, mampu
Perkembangan Motorik Kasar bermain sepeda, mampu menguraikan
obyek-obyek dengan gambar, mampu
Kategori Normal Terlambat Total mengetahui kanan dan kiri, memperlihatkan
Pneumonia 6 1 7 tempertantrum, mungkin menentang dan
Batuk bukan 7 1 8 tidak sopan.
pneumonia
Total 13 2 15
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
P value 1,000 > 0,05 data bahwa anak yang menderita
pneumonia mengalami perkembangan
Berdasarkan tabel 4. di atas diperoleh data motorik halus dengan kategori normal
bahwa anak yang menderita pneumonia sebanyak 5 orang dan kategori
mengalami perkembangan motorik kasar keterlambatan sebanyak 2 orang.
dengan kategori normal sebanyak 6 orang Sedangkan anak yang menderita batuk
dan kategori keterlambatan sebanyak 1 bukan pneumonia mengalami
orang. Sedangkan anak yang menderita perkembangan motorik halus dengan
batuk bukan pneumonia yang mengalami kategori normal sebanyak 7 orang dan
perkembangan motorik kasar dengan kategori keterlambatan sebanyak 1 orang.
kategori normal sebanyak 7 orang dan Sedangkan anak yang menderita pneumonia
kategori keterlambatan sebanyak 1 orang. mengalami perkembangan motorik kasar
dengan kategori normal sebanyak 6 orang (Standar Deviasi/SD 7,61). Dari hasil
dan kategori keterlambatan sebanyak 1 estimasi interval dapat di simpulkan bahwa
orang. Sedangkan anak yang menderita 95% diyakini rata-rata usia responden
batuk bukan pneumonia mengalami berada di antara 36,00 63,00 bulan.
perkembangan motorik kasar dengan Berdasarkan hasil pengujian dengan uji chi
kategori normal sebanyak 7 orang dan square menunjukkan bahwa tidak ada
kategori keterlambatan sebanyak 1 orang. pengaruh pneumonia pada anak usia pra
Berdasarkan hasil pengujian dengan uji chi sekolah terhadap perkembangan motorik
square menunjukkan bahwa p value untuk halus dan kasar di wilayah kerja Puskesmas
motorik halus 0,647 dan p value untuk Cilacap Tengah 1.
motorik kasar 1,000, artinya tidak ada Hasil penelitian ini diharapkan untuk
pengaruh pneumonia pada anak usia pra menjadi panduan untuk penelitian yang
sekolah terhadap perkembangan motorik berhubungan dengan kejadian anak usia pra
halus dan kasar di wilayah kerja Puskesmas sekolah yang mengalami pneumonia
Cilacap Tengah 1. Hal ini tidak sejalan dengan perkembangan motorik halus dan
dengan pernyataan Hurlock (1998) yang kasar. Adapun keterbatasan dalam
mengemukakan bahwa melalui ketrampilan penelitian ini adalah responden yang terlalu
motorik, anak dapat menghibur dirinya. sedikit sehingga perlu adanya perluasan
Perkembangan motorik pada anak usia pra wilayah untuk mendapatkan jumlah
sekolah menjadi lebih halu dan lebih responden yang lebih banyak lagi.
terkoordinasi di bandingkan dengan masa
bayi dan toddler. Anak-anak lebih cepat DAFTAR PUSTAKA
untuk berlari dan pandai meloncat serta Depkes RI, (2005) Pengendalian penyakit
mampu menjaga keseimbangan badannya. dan penyehatan lingkungan. Jakarta:
Untuk memperhalus ketrampilan Ditjen PPM PLP, Depkes RI.
motoriknya, anak-anak terus melakukan Depkes RI, (2007). Pengendalian penyakit
berbagai aktifitas fisik yang terkadang dan penyehatan lingkungan. Jakarta:
bersifat informal dalam bentuk permainan. Ditjen PPM PLP, Depkes RI.
Di samping itu, anak-anak juga melibatkan Depkes RI, (2008). Profil Kesehatan
diri dlam aktifitas permainan olaghraga Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
yang bersifat formal seperti senam, Depkes RI (2009). Pedoman
berenang dan lain-lain. Sedangkan pada pemberantasan penyakit infeksi saluran
anak dengan pneumonia sangat terbatas pernafasan akut (ISPA) untuk
sekali untuk melakukan aktifitas permainan penanggulangan pnemonia pada balita.
olahraga, karena anak lebih mudah lelah Jakarta: Depkes RI.
dan ada gangguan dalam sistem Dinkes Prov. Jawa Tengah. (2007). Data
pernafasannya. Kesehatan Jawa Tengah.
Dinkes Kab. Cilacap. Data kesehatan.
KESIMPULAN DAN SARAN Tidak dipublikasikan.
Sebagian besar responden laki-laki Hurlock, Elizabeth B. (1998).
adalah sebanyak 12 orang (80%), Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta:
sedangkan sebagian kecil responden Erlangga.
perempuan sebanyak 3 orang (20%). Rata-
rata usia responden adalah 50,6 bulan
HAMBATAN PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN
BERKELANJUTAN (PKB) PERAWAT DI SEMARANG MEDICAL
CENTER (SMC)

Ike Puspitaningrum

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Abstract
Continuing Professional Development (CPD) of nurses is an essential process to improve
professional nursing staff. Implementation of CPD Is the purposeful maintenance of a
professionals knowledge and skills in nursing practice. The improvement of competences
influences to remain profession for the benefit of staff, patient, and manager, and also the
quality of health services. The purpose of this Study examine the barriers to continuing
professional among nurses development at SMC. The study was conducted using a
qualitative method of phenomenology. Data were collected by focus group discussions, in-
depth interviews, observation and documentation study. Focus Group Discussion (FGD)
have 14 informants and was divided to two (2) groups to discuss about perception, the
purpose of CPD and implemantation of CPD. Also, the researcher conducted In-depth
Interviews to 6 primary informants and 2 informants triangulation to identifybarrier
factors. Data were analyzed using a content analysis. The result of this study showed
thatCPD implementation was influenced by motivational factor, barriers within
organization and family support. Nursing on call, mapping of nurses workforce and
mutual aid to other units were becoming strategies to overcome these barriers. The
nursing committees and The management of nursing necessarly to make a systematic plan
of CPD according to the needs of each individual nurses, the hospital needs and the
development of science and technology. Developing of the evaluation method can assess
the quantity and quality of CPD activity to enhance the competence of nurses that are
necessary in the future nursing profession.

Key words: Continuing professional development, quality health services, barriers on


nursing development

Kegiatan pengembangan keprofesian


PENDAHULUAN
berkelanjutan (PKB) atau Continuing
Standar praktik profesional keperawatan Professional Development (CPD) menjadi
yang berkualitas tinggi dipertahankan salah satu cara untuk meningkatkan tenaga
dengan meningkatkan dan mengembangkan keperawatan yang profesional.
praktik keperawatan profesional (PPNI, Hasil studi pendahuluan
2013). Rumah sakit melalui bidang menggambarkan bahwa PKB dilaksanakan
keperawatan dan komite keperawatan sesuai dengan kebijakan internal Rumah
bertanggungjawab dalam menetapkan Sakit. Pelaksanaan PKB belum optimal
sistem keperawatan untuk meningkatkan oleh karena adanya program yang
profesionalisme perawat agar tetap ditawarkan rumah sakit masih ada perawat
akuntabel dan terjaga standar kinerjanya. yang tidak ikut berpartisipasi,
penyelenggaraan diperlukan biaya yang setiap 6-12 bulan, 7% yang melakukan
besar, serta jumlah SDM yang belum sekali dalam setahun dan sebanyak 63%
mencukupi dalam pengaturan ketenagaan di tidak pernah melakukan penelitian(NCNM,
ruang rawat inap. 2004).
Kendala yang dihadapi dalam PKB Pelaksanaan kegiatan PKB dalam
antara lain kurangnya dukungan pimpinan bentuk seminar, workshop dan pelatihan
akan kebutuhan pengembangan profesional masih perlu dievaluasi dampaknya terhadap
perawat, kurangnya dukungan keuangan peningkatan kompetensi perawat dalam
berkaitan dengan kurangnya waktu yang memberikan asuhan keperawatan. Salah
tersedia selama bekerja karena tingginya satu hambatan dalam pelaksanaan PKB
beban kerja, serta tidak ada pergantian staf adalah tidak adanya sesuatu yang baru
ketika mengikuti kegiatan PKB(Ross K, dalam PKB yang diikuti(Katsikitis M, et.al,
Barr J, Stevens J, 2013).Kurangnya 2013). Hasil penelitian tersebut dapat
dukungan keuangan juga masih terjadi di dijadikan sebagai refleksi pelaksanaan
Indonesia, belum semua perawat kegiatan seminar keperawatan yang ada di
berkesempatan diberikan program PKB dari Indonesia. Hal ini didukung dengan
anggaran rumah sakit. Kendala yang masih observasi pada beberapa kegiatan seminar,
terjadi adalah belum ada perencanaan dimana peserta kurang antusias dengan
spesifik yang sistematis untuk program materi seminar dan membuat suasana
PKB perawat. seminar menjadi tidak kondusif sebagai
PPNI membuat pedoman pelaksanaan sumber informasi. Kesadaran individu akan
PKB untuk mengatasi kendala-kendala kebutuhan pengembangan diri masih
yang masih terjadi di rumah sakit. PPNI menjadi masalah dalam pelaksanaan PKB
dalam pedoman tersebut menjelaskan di rumah sakit.
kegiatan PKB berupa kegiatan praktik Keberhasilan pelaksanaan program PKB
professional, pendidikan berkelanjutan, tidak terlepas dari peran komite
pengembangan ilmu pengetahuan dan keperawatan dan para pimpinan
pengabdian masyarakat(PPNI, keperawatan baik lini bawah sampai dengan
2013).Kegiatan tersebut belum sepenuhnya lini atas. Hasil penelitian menemukan
dapat dilaksanakan di rumah sakit. hanya 12% responden yang memiliki akses
Kegiatan PKB yang dilaksanakan masih untuk izin belajar dan 10% mendapatkan
terbatas pada kegiatan praktik profesional, dukungan keuangan (McCarthy G, Tyrrell
yaitu pelayanan langsung kepada pasien MP, Cronin C, 2002). Penelitian lainnya
dan pendidikan berkelanjutan berupa menyebutkan bahwa kegagalan perawat
kegiatan pelatihan dan seminar. pelaksana dalam mengakses PKB karena
Kegiatan PKB perawat dalam bentuk kurangnya dukungan manajer. Manajer
pengembangan ilmu pengetahuan melalui sebagai peran kunci untuk memberikan izin
kegiatan penelitian, publikasi ilmiah, dan atau menahan PKB yang diinginkan serta
menulis buku yang dipublikasikan belum mengendalikan akses untuk pelatihan.
menjadi prioritas perhatian baik perawat Kurang maksimalnya program PKB
maupun rumah sakit. Aktivitas penelitian di yang dilaksanakan di RS dan terbatasnya
rumah sakit oleh perawat masih belum kesempatan yang dimilki perawat untuk
banyak dilaksanakan. Hasil penelitian meningkatkan kemampuan profesinya
mengenai pelaksanaan penelitian dalam melalui kegiatan PKB. Diperlukan suatu
lingkup kecil hanya ada 1% perawat yang mekanisme dan sistem pengorganisasian
melaksanakan setiap 1-3 bulan, 2% untuk yang terencana dan terarah agar
profesionalisme dan pertumbuhan profesi dilakukan dengan Focus Group Discussion
tenaga keperawatan dapat terjadi dan terus (FGD), wawancara mendalam, observasi
berkembang. Komite keperawatan dan studi dokumentasi. FGD dilakukan
merupakan wadah keprofesian yang dapat dalam 2 kelompok yang membahas tentang
menjamin hal tersebut. persepsi, tujuan dan pelaksanaan PKB.
Komite Keperawatan, khususnya sub Peneliti selanjutnya melakukan wawancara
komite mutu perlu membuat perencanaan pada 6 informan utama dan 2 informan
yang sistematis untuk masing-masing triangulasi untuk mengetahui hambatan
perawat sampai dengan metode evaluasi dalam pelaksanaan PKB. Hasil penelitian
yang jelas untuk mengetahui efektivitas dianalisa dengan teknik content analysis.
PKB dalam menjaga dan meningkatkan
kompetensi perawat. Manajemen rumah
sakit perlu menata hal ini untuk kemudian HASIL DAN PEMBAHASAN
disesuaikan dengan kebutuhan Partisipasi dalam PKB dipengengaruhi
pengembangan staf rumah sakit. oleh banyak faktor. Peneliti menganalisis
Tujuan penelitian adalah menganalisis terdapat tiga faktor yang dapat menjadi
hambatan dalam pelaksanaan PKB di hambatan dalam pelaksanaan PKB. Faktor
Semarang Medical Center(SMC). tersebut adalah motivasi peserta PKB,
dukungan organisasi, dan dukungan
keluarga. Hasil tersebut sejalan dengan
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan menggunakan kajian hasil riset sebelumnya,yang
metode penelitian kualitatif dengan menyimpulkan terdapat beberapa faktor
pendekatan fenomenologi. Populasi yang yang mempengaruhi partisipasi PKB.
diambil adalah komite keperawatan dan Faktor tersebut meliputi: faktor individu
jajaran pimpinan keperawatan di SMC perawat, kebutuhan pelanggan, pola
berjumlah 28 perawat. Teknik sampling penyakit, perkembangan teknologi baru,
yang digunakan adalahpurposive sampling. dukungan organisasi dan lingkungan kerja,
Kriteria inklusi yang ditetapkan oleh dukungan teman sejawat, dan dukungan
peneliti meliputi pengalaman kerja 10 keluarga (Hughes, 2005; Arunachallam,
tahun, pendidikan minimal Ners dan 2009; Cleary, 2011; Katsikis, 2013;
kesediaan menjadi informan. Haywood, 2013; Lewis,2014).
Informan dalam FGD adalah komite
keperawatan dan jajaran manajerial 1. Motivasi peserta PKB
keperawatan berjumlah 14 informan.
Jumlah informan utama berdasarkan Data hasil penelitian motivasi perawat
kriteria inklusi dan hasil pengambilan data SMC dalam mengikuti kegiatan PKB sudah
yang telah tersaturasi diperoleh 6 baik. Hal tersebut dapat dilihat dalam
informan.Informan utama adalah sub keikutsertaan pada kegiatan PKB yang
komite mutu keperawatan, ketua komite diikuti dengan biaya pribadi. Motivasi
keperawatan dan kepala ruang rawat inap perawat SMC dalam mengikuti kegiatan
(supervisor). Informan triangulasi yang PKB dapat berasal dari motivasi internal,
digunakan sebanyak 2 orang, yaitu satu yaitu kesadaran akan kebutuhan dalam
orang perawat pelaksana dan satu orang pengembangan diri dan motivasi secara
manajer keperawatan. eksternal berupa dukungan dari rumah sakit
Tempat penelitian di Semarang yang telah menyediakan program PKB serta
Medical Center. Pengambilan data adanya motivasi dari organisasi profesi
yang mewajibkan pengumpulan 25 SKP
dalam 5 tahun. Motivasi yang baik menurut hambatan secara pribadi (Lewis SM, Kono
sebuah penelitian menyatakan bahwa PKB K, Lewis DR, et.al, 2014). Kendala yang
yang efektif dari setiap individu perlu dihadapi dalam pelaksanaan PKB di SMC
direncanakan dengan, dan didukung oleh, adalah dalam hal pengaturan ketenagaan.
atasan dan manajer dan dipandu secara Kendala ketenagaan menurut penelitian
strategis (OSullivan J, 2006). Lewis termasuk kedalam hambatan dalam
Motivasi dalam kegiatan PKB sebanyak organisasi dan hambatan hubungan dengan
45% responden menyatakan bahwa pekerjaan, khususnya adanya beban kerja
motivasinya adalah melakukan yang tinggi. Faktor ketenagaan yang
pengembangan diri, spesialisasi dalam area menjadi kendala dalam pelaksanaan PKB
klinis tertentu dan persiapan dan kemajuan ini juga sama halnya dengan yang terjadi
karir(NCNM, 2004).Motivasi lain pada sebuah penelitian yang menyebutkan
responden dalam penelitian tersebut dalam bahwa faktor-faktor yang membatasi
mengikuti kegiatan CPD adalah untuk pengembangan adalah kurangnya waktu,
memperluas pengetahuan, kebutuhan untuk sumber daya, dukungan dan pengakuan
melanjutkan pengembangan pribadi, (NCNM, 2004).
meningkatkan perawatan pasien, tetap up to Kendala yang dihadapi PKB dalam
date, kesempatan kenaikan gaji dan sebuah penelitian disebutkan bahwa salah
keinginan untuk memajukan karir. satu kendala adalah tidak ada pergantian
Motivasi ada yang positif dan negatif, staf ketika mengikuti kegiatan PKB (Ross
dalam sebuah penelitian motivasi yang K, Barr J, Stevens J, 2013). SMC telah
dinilai negatif perawat melakukan PKB melakukan pergantian staf untuk mengatasi
dengan alasan karena kebosanan dengan kendala ketenagaan di ruangan dengan
pekerjaan, orang lain melakukannya, beberapa cara. Cara yang dilakukan untuk
sebagai sarana untuk meninggalkan mengatasi kendala ketenagaan dapat
keperawatan dan untuk meninggalkan dilakukan dengan cara: mapping kebutuhan
lingkungan pekerjaan(NCNM, 2004). tenaga, sistem on call, prioritas dan sistem
Motivasi perawat SMC, berdasarkan saling bantu tenaga antar ruangan atau unit.
informan tidak ada motivasi negatif dengan Tanggung jawab untuk menilai kebutuhan
alasan-alasan seperti dalam penelitian PKB dan menyediakan dukungan yang
tersebut. Motivasi perawat SMC dalam tepat bagi stafnya terletak pada organisasi.
mengikuti kegiatan PKB adalah motivasi Menurut Covell (2008) dukungan
yang positif. Peserta termotivasi untuk organisasi dalam pelaksanaan PKB
melakukan kegiatan yang mereka pandang diwujudkan dalam bentuk adanya dukungan
relevan dengan karir mereka atau area biaya, pengaturan/ penggantian staf,
praktek klinis (NCNM, 2004). ketersedian waktu belajar dan adanya
Clinical educator.
Faktor-faktor yang membatasi
2. Hambatan organisasi
pengembangan adalah kurangnya waktu,
sumber daya, dukungan dan pengakuan.
Kendala utama dalam pelaksanaan PKB
Hart dan Rotem juga merefleksikan dampak
adalah masalah kecukupan ketenagaan di
lingkungan tempat kerja pada
ruangan. Kendala lain adalah mengatur
pengembangan profesional pada perawat
jadwal, dan program yang mendadak.
(OSullivan, 2006). Penelitian Bibb
Kendala pelaksanaan PKB dalam penelitian
menyebutkan faktor yang menjadi kendala
Lewis ada 4 aspek, yaitu hambatan dalam
dalam pelaksanaan pengembangan
organisasi, hubungan dengan pekerjaan dan
keprofesian, antara lain: jadwal kerja, (OSullivan, 2006). Pembiayaan sering
kurangnya kesempatan mengikuti pelatihan, diutarakan dapat mempengaruhi
dan adanya pembatasan dalam pertukaran pelaksanaan PKB, kurangnya pendanaan
pelatihan dan rotasi (Bibb, et,al, 2003). dan pembiayaan sendiri oleh perawat dapat
Dukungan organisasi terhadap penerapan mengahalangi partisipasi PKB (NCNM,
PKB perawat termasuk pemberian cuti/ijin 2004; Lawton & Wimpenny, 2003;
untuk mengikuti pendidikan profesional Schostak, et.al, 2010). Cook et al (2007)
berkelanjutan (Bamball, 1992). Dukungan menjelaskan bahwa kendala keuangan
organisasi juga ditunjukkan dalam membuat pembelajaran berlangsung sulit.
memberikan kesempatan menerapkan Sejalan dengan hasil penelitian Katsikitis
pengetahuan baru untuk berlatih (Haywood, (2013) bahwa kurangnya pendanaan
2013). PKB yang efektif dari setiap mempengaruhi pelaksanaan PKB.
individu perlu direncanakan dan didukung Dukungan organisasi terhadap penerapan
oleh atasan serta dipandu secara strategis PKB perawat termasuk dalam dukungan
(Norton, 2008). OSullivan (2006) pembiayaan (Bamball, 1992).
menjelaskan faktor yang dapat Program PKB memerlukan
mempengaruhi terlaksananya PKB adalah ketersediaaan biaya untuk mendukung
masalah organisasional dan manajerial, terlaksananya kegiatan PKB perawat.
strategi pembelajaran, dan sistem yang Tennant & Field (2004) menyatakan bahwa
terkait dengan proses PKB. Hal yang sama individu profesional berkontribusi waktu
juga dikememukakan oleh Katsikitis (2013) dan tenaga ekstra dan bertahan terhadap
bahwa dukungan organisasi mempengaruhi banyak stres dalam melakukan PKB.
pelaksanaan PKB perawat. Dukungan Seharusnya kegiatan PKB didanai oleh
organisasi dari sudut pandang pegawai institusi tempat bekerja akan tetapi masih
merupakan tingkat kepedulian organisasi sering ditemui sebagian besar program PKB
kepada pegawainya dan menghargai dibayar oleh para profesional secara
kontribusi para pegawai terhadap mandiri.
organisasi.
Peneliti juga mendapatkan data bahwa 3. Dukungan keluarga
kegiatan PKB yang diikuti oleh perawat
menggunakan biaya pribadi khususnya Kendala yang terjadi secara internal
untuk kegiatan pendidikan berkelanjutan. masih menjadi alasan perawat SMC untuk
Masih terbatasnya dana yang disediakan mengikuti kegiatan PKB. Keluarga menjadi
oleh rumah sakit untuk memfasilitasi semua salah satu faktor yang dipertimbangakan.
perawat dalam melakukan pendidikan Kendala dalam mengikuti PKB antara lain
berkelanjutan. Perawat harus mengikuti komitmen keluarga, kendala keuangan,
seleksi untuk mendapatkan dukungan biaya ketersediaan pendidikan yang sesuai,
dari rumah sakit dengan kuota peserta yang aksesibilitas dan kemampuan untuk
terbatas. Dukungan biaya merupakan salah mengikuti pendidikan lebih lanjut dan
satu faktor yang dapat mempengaruhi kurangnya dukungan organisasi (NCNM,
terlaksananya kegiatan PKB. Hal ini sejalan 2004).
dengan penelitian terdahulu yang Dukungan keluarga adalah sikap,
melaporkan bahwa dana yang sedikit, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap
tingkat kestafan rendah dan tanggung jawab anggotanya. Anggota keluarga memandang
domestik menghalangi partisipasi perawat bahwa orang yang bersifat mendukung
dalam pendidikan berkelanjutan selalu siap memberikan pertolongan dan
bantuan jika diperlukan (Friedman, 1998). kemampuan daripada mengandalkan
Penelitian terdahulu menjelaskan bahwa perintah PKB. Motivasi, komitmen dan
komitmen keluarga serta kesulitan tanggung jawab profesional terhadap PKB
membagi waktu dikhawatirkan dapat itu penting, tetapi ini perlu diimbangi
mempengaruhi pelaksanaan PKB perawat dengan beban kerja yang realistis, waktu
(Schostak, et.al, 2010). Hal yang sama juga dan budaya yang dilindungi yang mengakui
dilaporkan bahwa keluarga dapat pembelajaran dan pengembangan sebagai
menghambat PKB. Caplan (1964 dalam bagian integral dari perawatan pasien.
Friedman, 1998) menjelaskan bahwa Penelitian ini masih mempunyai
keluarga memiliki beberapa jenis keterbatasan dalam pengumpulan data.
dukungan, yaitu: dukungan informasional, Keterbatasan tersebut dikarenakan waktu
dukungan penilaian, dukungan instrumental yang dimiliki oleh informan untuk
dan dukungan emosional. Dukungan dilakukan wawancara mendalam sangat
informasional, keluarga sebagai sebuah terbatas. Wawancara hanya diizinkan
pengumpul dan penyebar informasi yang dilakukan pada saat jam kerja, tidak
dapat digunakan untuk mengungkapkan diperkenankan untuk melakukan
suatu masalah. Aspek dukungan antara lain wawancara di luar rumah sakit sehingga
memberikan nasehat, usulan, saran, waktu sangat terbatas.
petunjuk dan pemberian informasi.
Dukungan penilaian, bentuk dukungan KESIMPULAN DAN SARAN
diantaranya memberikan support, PKB yang dilaksanakan di SMC
penghargaan serta perhatian. Dukungan bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan
instrumental, keluarga merupakan sebuah kompetensi dan profesionalisme perawat
pertolongan praktis dan konkrit. Dukungan dalam memberikan pelayanan kepada
emosional, bentuk dukungan diwujudkan pasien. Faktor yang mempengaruhi
dalam bentuk adanya kepercayaan, pelaksanaan PKB adalah motivasi perawat
perhatian, mendengarkan dan didengarkan. dan kendala pengaturan ketenagaan di unit
Hambatan dan tingkat motivasi dari rawat inap.
profesional layanan kesehatan menjadi Prinsip PKB mengharuskan setiap
faktor terlaksananya PKB. Hambatan utama perawat mempunyai rencana
termasuk kebingungan sumber pendanaan pengembangan diri sebagai upaya untuk
dan tanggung jawab, serta alokasi sumber meningkatkan mutu profesi. Manajemen
daya untuk pendanaan PKB. Kesulitan keperawatan di rumah sakit perlu membuat
untuk berparisipasi karena biaya dan rencana PKB secara sistematis sesuai
kurangnya kesempatan. Jadi motivasi untuk kebutuhan masing-masing individu perawat
PKB dipengaruhi oleh faktor personal, dan kebutuhan rumah sakit.
misalnya, pengembangan karir dan DAFTAR PUSTAKA
promosi, dan faktor eksternal, seperti
pemenuhan dari persyaratan undang- Bamball KL, While AE, Norman IJ.
undang. Namun, motivasi utama adalah Continuing professional education
keinginan untuk belajar dan berkembang forqualified nurses : a review of the
untuk meningkatkan kinerja profesional, literature. J Adv Nurs. 1992;17:1129
serta meningkatkan harga diri dan kepuasan 40.
kerja. Motivasi lebih terkait dengan Bibb S, Malebranche M, Crowell D,
pekerjaan individu terkait tujuan dan Altman C. Professional development
pengembangan pengetahuan dan needs of registered nurses practicing at
a military community hospital. The McCarthy G, Tyrrell MP, Cronin C. 2002.
Journal of Continuing Education in National Study of Turnover in Nursing
Nursing. 2003; 34(1): 39-45 and Midwifery. Dublin: Department of
Friedman, M.M., Bowden, O & Jones M. Nursing Studies University.Ireland.
Buku Ajar Keperawata Keluarga: Riset, NCNM (National Council for the
Teori & Praktik; alih bahasa, Achir Professional Development of Nursing
Yani S.Hamid et al.5th ed. Tiar E, and Midwifery). 2004. Report on the
editor. Jakarta: EGC; 2010 Continuing Professional Development
Cleary M, Horsfall J, Hara-aarons MO, of Staff Nurses and Staff Midwives.
Jackson D, Hunt GE. The views Ireland.
ofmental health nurses on continuing Norton M S. 2008. Human Resources
professional development. J Clin administration for educational leaders.
Nurs.2011;20:35616. London: Sage Publication.
Cook K, Care C, Children SL, People Y, OSullivan J. 2006. Continuing
Team N. Coming to a computernear you professional development. IN: Jones R,
: CPD for children s nurses. Paediatr Jenkins F, editors. Developing the allied
Nurs. 2007;20(2). health professional. United Kingdom:
Covell CL. The middle-range theory of Radcliffe Publishing, p.1-20.
nursing intellectual capital. J AdvNurs. PPNI. 2013. Pedoman Pengembangan
2008;63(1):94103. Keprofesian Berkelanjutan (PKB)
Haywood H, Pain H, Ryan S, Adams J. The Perawat Indonesia. Jakarta.
Continuing ProfessionalDevelopment Ross K, Barr J, Stevens J. 2013.
for Nurses and Allied Health Mandatory continuing professional
Professionals Working development requirements: what does
WithinMusculoskeletal Services : A this mean for Australian nurses. BMC
National UK Survey. Musculosklelet nursing. 12: 9 . Diunduh melalui:
Care.2013;11:6370. http://www.biomedcentral.com/1472-
Hughes, E. Nurses perceptions of 6955/12/9
continuing professional development. Schostak, Jill. 2010. Effectiveness of
Nursing Standard. 2005; 19 (43), 41 Continuing Professional Development:
49. a Literature Review. Medical Teacher.
Katsikitis M, Mcallister M, Sharman R, 32(7): 586-592
Raith L, Byrne AF, Priaulx R. 2013.
Continuing professional developmen in
nursing in Australia: current awareness,
practice and future direction.
Contemporary Nurse. 45(1): 3345.
Lawton S, dan Wimpenny, P. 2003.
Continuing professional development:
A review, Nursing Standard. 17(24): 41.
Lewis SM, Kono K, Lewis DR, et.al. 2014.
Barriers to continuing education and
continuing professional development
among occupational health nurses in
Japan. Workplace health & safety. 62
(5): 198-205
PROGRAM FAST TRACK UNTUK MENGURANGI TERJADINYA
ILEUS POSTOPERASI

Kasron

Program Studi S1 Keperawatan STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Abstrak
Post-Operative Ileus (POI) terjadi sekitar 10-25% pada pasien yang mengalami
pembedahan abdomen. POI ditandai dengan distensi abdomen, konstipasi, tidak bisa
mentoleransi makanan dan minuman, penurunan bising usus, beresiko peningkatan
morbiditas, meningkatkan nyeri pasca operasi, penundaan mobilisasi dan pemulihan, dan
penundaan penyerapan obat dan nutrisi dari saluran pencernaan, peningkatan risiko
komplikasi lain, dan peningkatan biaya perawatan. Penatalaksanaan POI bertujuan untuk
mempercepat fungsi fisiologis tubuh setelah operasi yang salah satunya dengan program
fast track yang dilakukan secara tim dari semua profesi kesehatan di rumah sakit. Artikel
ini merupakan tinjauan literature (literature review). Sumber untuk melakukan tinjauan
literature ini meliputi studi pencarian sistematis database terkomputerisasi (EBSCOhost,
Pubmed, dan Google cendikia) dalam bentuk jurnal penelitian yang berjumlah 44 jurnal.
Berdasarkan penelitian bahwa manfaat fast trackadalah mempercepat peristaltik,
memperpendek hari rawat inap, mengurangi biaya perawatan. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa fast tracksecara signifikan dapat menurunkan kejadian POI.

Kata kunci: fast track, ileus, postoperasi

lama rawat inap di rumah sakit yang akan


PENDAHULUAN
menambah biaya rawat inap lama inap di
Ileus pasca operasi atau Post-Operative rumah sakit semakin lama4. Program fast
Ileus (POI) didefinisikan sebagai gangguan track dilaksanakan untuk mencegah POI.
sementara dari motilitas usus yang terjadi Referensi jurnal menjelaskan penggunaan
setelah operasi1. POI terjadi hingga hari ke 5 metode fast track dapat menurunkan
pasca operasi, namun dapat menjadi lebih kejadian ileus pasca operasi setelah operasi
lama jika mengalami perlambatan pemulihan usus dengan melibatkan variasi multimodal
yang disebut sebagai Prolong Post- untuk mengurangi ileus pasca operasi5.
Operative Ileus (PPOI). Berdasarkan Komponen utama program fast track adalah
penelitiian pasien yang mangalami POI menghindari penggunaan rutin selang
dirawat selama 6,5 -11,3 hari2. Kejadian nasogastrik, penghentian kateter urine sedini
ileus ini terjadi sekitar 10-25% pada pasien mungkin, asupan makanan normal pada hari
yang mengalami pembedahan abdomen3. operasi, ambulasi awal pada hari operasi,
POI adalah masalah kesehatan utama manajemen analgesi untuk nyeri, dan
yang menyebabkan waktu pemulihan operasi penggunaan bedah minimal jika
menjadi memanjang, meningkatkan memungkinkan. Komponen fast track
morbiditas, peningkatan risiko komplikasi meliputi untuk nutrisi, untuk aktifitas, untuk
lain, terutama komplikasi paru dan infeksi drainase, untuk pendidikan klien6.
nosokomial sekunder dan meningkatkan
Fast track protokol telah terbukti 1. Fast track untuk Nutrisi
mengurangi lama rawat inap di rumah sakit Dalam penelitian Bisghard (2002)
5-7 hari. Penggunaan bedah invasif minimal menyatakan bahwa mengunyah permen karet
adalah salah satu aspek dari operasi fast dapat mengurangi durasi ileus pasca operasi
track yang telah ditemukan untuk hingga 30 jam. Selain makan sedini
mengurangi lama rawat inap di rumah sakit mungkin, mengunyah permen karet telah
dan angka morbiditas7, karena dengan diusulkan sebagai metode yang aman dan
pembedahan yang minimal disertai dengan efektif untuk meningkatkan gerak
15
evaluasi dan koreksi tepat dapat mengurangi peristaltik . Air liur yang dihasilkan dari
penurunan fungsi organ setelah pembedahan mengunyah permen karet dan gerakan
terjadi8. rahang untuk membantu persiapan perut
untuk makanan, membantu pencernaan, yang
METODE pada gilirannya berspekulasi untuk
Artikel ini merupakan tinjauan literatur mengurangi kejadian POI16. Hasil
(literature review) yang berkaitan dengan menunjukan bahwa mengunyah permen
penanganan POI dan fast track. Sumber karet merangsang refleks menelan,
didapatkan dengan melakukan tinjauan merangsang fungsi pencernaan dengan
literatur ini meliputi studi pencarian menstimulasi saraf vagus yang akan memicu
sistematis database terkomputerisasi keluarnya sekresi hormon, meningkatkan
(EBSCOhost, Pubmed, dan Google cendikia) salivasi, dan peningkatan pengeluaran getah
dalam bentuk jurnal penelitian yang pankreas17. Hasil penelitian lain menjelaskan
berjumlah 44 jurnal. Artikel ini dengan mengunyah permen karet dapat
menggunakan penulisan daftar pustaka merangsang saraf-saraf kolinergik di saluran
Vancouver. gastrointestinal, dimana dengan mengunyah
akan mengeluarkan gastrin, polipeptida
HASIL DAN PEMBAHASAN pankreas, dan neurotensin yang kesemuanya
akan meningkatkan motilitas
POI ditandai dengan distensi abdomen,
gastrointestinal18. Dalam penelitian
konstipasi, tidak bisa mentoleransi makanan
Reissman (1995) diketahui bahwa pemberian
dan minuman yang masuk, penurunan bising
makan lebih awal lebih dapat mengurangi
usus, dan penurunan peristaltik usus
kejadian ileus postoperasi serta pemberian
sehingga terjadi akumulasi gas dan tinja,
makan relatif lebih aman dibandingkan
yang dapat menyebabkan mual dan muntah.
dengan pemberian makan melalui enteral,
Akibatnya, pasien mengalami
perawat perlu lebih memahami jenis
ketidaknyamanan yang umumnya
makanan yang diberikan pada pasien dengan
menjadikan lama rawat semakin lama, dan
pembedahan abdominal meliputi,
beresiko peningkatan morbiditas,
mendampingi pasien dalam memilih jenis
meningkatkan nyeri pasca operasi,
makanan yang disukai, jenis makanan yang
penundaan mobilisasi dan pemulihan, dan
lebih mudah dicerna, dan memberikan
penundaan penyerapan obat dan nutrisi dari
pendidikan kepada pasien bahwa pemberian
saluran pencernaan9,10. POI juga dikaitkan
makan tidak memperlama proses
dengan peningkatan risiko komplikasi lain, 19
penyembuhan operasi .
komplikasi terutama paru dan infeksi
Hasil penelitian Correia (2004), tentang
nosokomial sekunder serta peningkatan
menjelaskan keuntungan pemberian makan
biaya perawatan dibanding yang tidak
sedini mungkin dengan diet cairan bening
mengalami POI11,12.
mulai hari kedua pasca operasi, berlanjut ke
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
diet biasa pada hari ketiga pasca operasi serta
pasien yang dirawat dengan program fast
tidak menggunakan selang nasogastrik dan
track postoperasi usus, insiden ileus
obat-obatan antiemetik20. Hasil penelitian
menurun 43%13,14.
menunjukan nutrisi enteral berhubungan
dengan penurunan angka resiko komplikasi 3. Fast track untuk drainase
dan penurunan lama rawat inap, meskipun Berdasarkan hasil penelitian Agrafiotis
demikian nutrisi parenteral hanya dapat dkk, pelepasan kateter sedini mungkin pada
diberikan pada pasien POI yang tidak toleran hari pertama operasi berhubungan dengan
dan adekuat dengan intake nutrisi per-oral waktu pemulangan yang lebih cepat (4 vs 6
yang lebih dari 7 hari setelah pembedahan, hari) dibandingkan dengan yang tidak
dengan tetap memberikan nutrisi oral untuk dilakukan pelepasan25. Klien dengan POI
proses penyapihan pemberian parenteral21. dapat di lepaskan NGT tube sedini mungkin,
selama setelah proses pembedahan dilakukan
2. Fast track untuk aktifitas perangsangan motilitas usus dengan
Strategi ambulasi dini dan pemberian mengunyah permen karet, sehingga makanan
makanan padat, serta penambahan minuman dapat segera diberikan ke klien26. Hasil
protein yang dilakukan oleh Zutsi dan dkk penelitian menunjukan pemasangan NGT
(2006) terbukti dapat menurunkan kejadian tube yang terlalu lama berhubungan dengan
POI. Dimana kateter dilepas pada hari peningkatan resiko terjadinya pneumonia,
setelah operasi, dan di direncanakan untuk atelektasis, demam, deep venous thrombosis,
hari kedua pasca operasi sudah tidak dan pemulihan fungsi pencernaan yang
menggunakan kateter. Program Fast track semakin lama. Jika klien POI mengalami
dalam penelitian ini memiliki lama inap mual dan muntah maka pasien POI perlu
hanya 2 hari, dibandingkan menggunakan pengecekan rutin elektrolit dan koreksi
perawatan konvensional yang memiliki lama elektrolit seperti Natrium, Kalium, dan
inap 7 hari22. Penelitian Masseys Kalsium karena hasil penelitian menunjukan
(2007,2010) tentang efek duduk di kursi efek elektrolit terhadap gangguan motilitas
kurang lebih 60 menit setiap hari dimulai gastrointestinal dan juga sering terjadi pada
hari pertama operasi abdomen pada kanker kejadian POI27.
gastrointestinal, menunjukan mulai flatus
rata-rata 0,07 hari lebih cepat dibandingkan 4. Fast track untuk pendidikan klien
kontrol. Pergerakan duduk dikursi Hasil penelitian Disbrow dkk
menghasilkan pengaruh terhadap respon menunjukan hasil yang sangat penting bahwa
simpatik. Perawat dapat melakukan tindakan pemberian sugesti psikologis dan informasi
membantu pasien dengan duduk dikursi, tentang persiapan preoperasi dapat
dimana tindakan ini tanpa biaya, tanpa memberikan dampak pada hasil post operasi
menggunakan obat farmakologis dan dimana perawat pemberi penyuluhan
terutama dapat mengembalikan fungsi memberikan demonstrasi kepada pasien
gastrointestinal pasien, dimana jika tentang hal-hal yang dapat mempercepat
dibandingkan jika klien bedrest kembalinya fungsi sistem gastrointestinal,
berkepanjangan dapat meningkatkan risiko sehingga secara signifikan akan mengurangi
komplikasi pasca operasi dan lama kejadian dari POI (2,6 hari vs 4,1 hari),
memperpanjang pemulihan4,23. dan menurunkan hari pemulangan pasien
Dengan ambulasi akan mempengaruhi (6,5 hari vs 8,1 hari) dibandingkan dengan
efek prokinetik motilitas gastrointestinal. pasien yang tidak diberikan informasi28. Hal-
Hasil penelitian menunjukan mobilisasi akan hal yang dapat mempercepat kembalinya
memberikan dampak yang menguntungkan fungsi sistem pencernaan diberikan kepada
dalam mengurangi resiko komplikasi pasien dan keluarga untuk dilakukan setelah
postoperasi seperti pada sistem respirasi dan operasi pembedahan selesai yang meliputi
thrombotik, dan ambulasi diharapkan akan latihan mobilisasi dini, latihan duduk
dimasukan dalam manajemen pemulihan disamping tempat tidur, ROM aktif, latihan
POI24. nafas dalam. Referensi lain menjelaskan
sebelum operasi pasien perlu diinformasikan
program secara menyeluruh, tentang operasi,
protokol-protokol setelah operasi, penjelasan tinggi serta tidak bisa diaplikasikan pada
nutrisi oleh nutrisionist, pemberian informasi semua institusi kesehatan37. Program fast
terkait penggunaan laksative atau antibiotik. track akan menuntut perawat dan tim medis
Klien dengan POI juga perlu pengkajian untuk lebih aktif, sehingga sangat penting
ulang terhadap pengobatan analgesik untuk untuk keberlanjutan informasi dan evaluasi
mengurangi nyeri. Perlu diperhatikan adanya antar perawat dan tim medis yang bekerja36.
kontraindikasi pada penggunaan obat Hasil penelitian menjelaskan program fast
tersebut seperti usia lanjut, gangguan ginjal track sebagai implementasi untuk pemulihan
dan adanya riwayat peptic ulcer, karena efek pasien bedah dengan hasil yang lebih baik
obat tersebut dapat memberikan efek ke dan keuntungannya yang banyak, namun
sistem pernafasan klien2932. pasien, perawat dan tim klinik dituntut untuk
Praktik klinik masih menggunakan lebih aktif supaya program fast track tersebut
protokol pemeriksaan auskultasi ke abdomen berhasil, sistem pelayanan RS akan
pasien untuk mengetahui kembalinya fungsi menggunakan sedikit sumber daya dan juga
bissing usus dan mengamati ada tidaknya tempat tidur38. Perawat dituntut berfikir kritis
surgeons music. Banyak literatur masih terkait kondisi pasien dengan POI sehingga
menggunakan kriteria berlalunya flatus, perawat akan lebih mahir dalam penanganan
penurunan distensi perut, penurunan mual pasien POI seperti dalam deteksi dini POI
dan muntah, toleransi terhadap masuknya dan harus akrab dengan berbagai variabel
makanan sebagai indikasi kembalinya fungsi yang mempengaruhi fungsi usus 25,39.
pergerakan sistem gastrointestinal atau POI ditandai dengan distensi abdomen,
sebagai berakhirnya ileus post operasi 23,33. penurunan bising usus, dan penurunan
Rata-rata pemulihan usus setelah operasi peristaltik usus sehingga terjadi akumulasi
bervariasi tergantung tiap organ. Usus kecil gas dan tinja, yang dapat menyebabkan mual
yang pertama pulih biasanya 4-8 jam setelah dan muntah. POI didiagnosis berdasarkan
operasi sampai 24 jam, lambung pulih dalam gejala dan tanda klinis kram, nyeri perut,
24 sampai 48 jam, usus besar pulih dalam mual, kembung, muntah, dan tidak adanya
48-72 jam setelah operasi pembedahan, dan flatus18,40,41. Perawat memainkan peran
akan pulih semua dalam waktu hingga 5 hari penting dalam kolaborasi antar tim klinis,
setelah operasi4,34. dukungan ke pasien serta dalam deteksi dini
Hasil penelitian menjelaskan program POI dan harus akrab dengan berbagai
fast track sebagai implementasi untuk variabel yang mempengaruhi fungsi usus.
pemulihan pasien bedah dengan hasil yang Tanda-tanda awal dan gejala seperti mual,
lebih baik. Dari hasil penelitian didapatkan muntah, dan distensi abdomen harus
bahwa pasien yang dirawat dengan program diketahui dengan cepat. Keseimbangan
fast track postoperasi usus, insiden ileus cairan harus dipantau secara seksama untuk
menurun 43%, waktu pemulihan sistem mengurangi edema usus. Manajemen nyeri
gastrointestinal akan semakin cepat sekitar harus dioptimalkan untuk mempertahankan
4,3 1,6 hari, dengan demikian waktu rawat kontrol nyeri sambil menghindari dosis
inap akan menjadi lebih pendek dan akan berlebihan opioid. Mobilisasi dini harus
menurunkan biaya perawatan di rumah dipromosikan oleh perawat untuk
sakit35,36. Penerapan program fast track meningkatkan pemulihan. Perawat dapat
memiliki keterbatasan dan kelebihan yaitu, menerapkan permen karet, untuk
program fast track sangat tergantung pada mempercepat kembalinya fungsi usus.
pasien dan program fast trak dapat Perawat juga harus memantau infeksi,
diaplikasikan hanya pada sedikit pasien, komplikasi paru, dan gejala sisa lain yang
sehingga perlu aplikasi pada pasien yang bisa menghambat pemulihan pasien 4244.
bersahabat program ini juga berjalan atas
permintaan tim klinis yang perlu team work
yang kuat dan adanya staff yang berdedikasi
KESIMPULAN Radical Retropubic Prostatectomy.
Ileus post operasi merupakan masalah Anesth Analg. 1998;86:235-244.
umum yang terjadi pada perawatan 10. Wilmore DW, Kehlet H. Clinical review
postoperasi, dan program fast track dapat Management of patients in fast track
diberikan secara efektif untuk membantu surgery. BMJ. 2001;322:473-476.
menurunkan terjadinya ileus postoperasi. 11. Holte K, Kehlet H. Postoperative ileus:
Dari hasil studi literature ini menunjukkan a preventable event. Brithish J Surg.
bahwa program fast track dapat 2000;87:1480-1493.
menurunkan terjadinya ileus postoperasi 12. Shosthari KZ, Connolly AB, Israel LH,
pada perawatan postoperasi. Hill AG. Fast-Track Surgery May
Reduce Complications Following Major
DAFTAR PUSTAKA Colonic Surgery. Dis Colon Rectum.
1. Livingston EH, Passaro EP. 2008;1640:1633-1640.
Postoperative Ileus. Dig Dis Sci. doi:10.1007/s10350-008-9386-1.
1990;35(1):121-132. 13. Shibuya K. Fast-track colorectal
2. Baig MK, Wexner SD. Current Status surgery. Lancet. 2008;8:791-793.
Postoperative Ileus: A Review. Dis 14. Delaney CP, Fazio VW, Senagore AJ,
Colon Rectum. 2004;(February):516-526. Robinson B, Halverson AL, Remzi FH.
doi:10.1007/s. `Fast track postoperative management
3. Vather R, Bissett IP. Risk factors for the protocol for patients with high co-
development of prolonged post-operative morbidity undergoing complex
ileus following elective colorectal abdominal and pelvic colorectal surgery.
surgery. Int J Colorectal Dis. Brithish J Surg. 2001;88:1533-1538.
2013;28(10):1385-1391.
doi:10.1007/s00384-013-1704-y. 15. Bisgaard T, Kehlet H. Early oral feeding
4. Massey RL. Return of Bowel Sounds after elective abdominal surgery--what
Indicating An End of Postoperative are the issues? Nutrition. 2002;18(11-
Ileus: Is it Time to Cease this Long- 12):944-948. doi:10.1016/S0899-
Standing Nursing Tradition? Med Surg 9007(02)00990-5.
Nurs. 2012;21(3):2012. 16. Lafon C, Lawson L. Gum chewing as a
5. Ward CW. Fast track Program To strategy to reduce the duration of
Prevent Postoperative Ileus. Med Surg postoperative ileus. Gastrointest Nurs.
Nurs. 2012;21(4):2012. 2012;10(3):17-23.
6. Luckey A, Livingston E, Tache Y. 17. Short V, Herbert G, Perry R, et al.
Mechanisms and Treatment of Chewing gum for postoperative recovery
Postoperative Ileus. Arch Surg. of gastrointestinal function ( Review ).
2003;138:206-214. Cochrane Collab. 2015;(2).
7. Kehlet H, Slim K. The future of fast- 18. Hiranyakas A, Bashankaev B, Seo CJ,
track surgery. Br J Surg. 2012:1025- Khaikin M, Wexner SD. Epidemiology,
1026. doi:10.1002/bjs.8832. pathophysiology and medical
8. Kehlet H. Fast-track surgeryan update management of postoperative ileus in the
on physiological care principles to elderly. Drugs Aging. 2011;28(2):107-
enhance recovery. Langenbecks Arch 118. doi:10.2165/11586170-000000000-
Surg. 2011;396(5):585-590. 00000.
doi:10.1007/s00423-011-0790-y. 19. Reissman P, Teoh T-A, Cohen SM,
9. Groudine SB, Fisher HAG, Kaufman RI, Weiss EG, Nogueras JJ, Wexner SD. Is
et al. Intravenous Lidocaine Speeds the Early Oral Feeding Safe After Elective
Return of Bowel Function, Decreases Colorectal Surgery? Ann Surg.
Postoperative Pain, and Shortens 1995;222(1):73-77.
Hospital Stay in Patients Undergoing 20. Correia MI, da Silva RG. The impact of
early nutrition on metabolic response and Failure: The Role of Disease Severity,
postoperative ileus. Nutr Gastrointest Depression, and Comorbid Anxiety.
tract. 2004:577-583. Behav Med. 2010;36(2):70-76.
21. Fettes SB, Davidson HIM, Richardson doi:10.1080/08964280903521297.
RA, Pennington CR. Nutritional status of 29. Carli F, Charlebois MP, Baldini G,
elective gastrointestinal surgery patients Cachero O, Mba , Stein B. An
pre- and post-operatively. Clin Nutr. integrated multidisciplinary approach to
2002;21:249-254. implementation of a fast-track program
doi:10.1054/clnu.2002.0540. for laparoscopic colorectal surgery. Can
22. Zutshi M, Elaney CP, Senagore AJ, et J Anasthesia. 2009;56:837-842.
al. Randomized controlled trial doi:10.1007/s12630-009-9159-x.
comparing the controlled rehabilitation 30. Haas OGF, Hadzidiakos NKD, Deger
with early ambulation and diet pathway ARS, Lein VEM, Rehberg AWB, Roigas
versus the controlled rehabilitation with SALJ. Fast-track surgery in laparoscopic
early ambulation and diet with radical prostatectomy: basic principles.
preemptive epidural anesthesia / World J Urol. 2007;25:185-191.
analgesia after laparotomy and intestinal. doi:10.1007/s00345-006-0139-2.
Am J Surg. 2005;189:268-272. 31. Gatt M, Anderson ADG, Reddy BS,
doi:10.1016/j.amjsurg.2004.11.012. Tring IC, Macfie J. Randomized clinical
23. Massey RL. The Effects Of Rocking trial of multimodal optimization of
Chair Motion On Postoperative Ileus surgical care in patients undergoing
Duration , Subjective Pain , Pain major colonic resection. Brithish J Surg.
Medication Use And Time To Discharge 2005;92:1354-1362.
Following. 2007. doi:10.1002/bjs.5187.
24. Waldhausen JHT, Schirmer BD. The 32. Rodi SW, Grau M V, Orsini CM.
Effect of Ambulation on Recovery from Evaluation of a Fast track Unit:
Postoperative Ileus. Ann Surg. Alignment of Resource and Demand
1990;(December):671-677. Result in Improved Satisfaction and
25. Agrafiotis A, Corbeau M, Buggenhout Decreased Length of Stay for Emergency
A, Katsanos, Ickx B, Van de Stadt J. Departement Patients. Qual Manag
Enhanced recovery after elective Health Care. 2006;15(3):163-170.
colorectal resection outside a strict fast- 33. Massey RL. Return of bowel sounds
track protocol . A single centre indicating an end of postoperative ileus:
experience. Int J Colorectal Dis. is it time to cease this long-standing
2014;29:99-104. doi:10.1007/s00384- nursing tradition? Medsurg Nurs.
013-1767-9. 2012;21(3):146-150.
26. Verma R, Nelson RL. Prophylactic http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22
nasogastric decompression after 866434.
abdominal surgery ( Review ). Cochrane 34. Kremer M, Ulrich A, Bchler MW, Uhl
Collab. 2010;(3). W. Fast-Track Surgery: The Heidelberg
27. Yamada T, Hayashi T, Cho H, Experience. Cancer Res. 2005;165:14-
Yoshikawa T. Usefulness of enhanced 20.
recovery after surgery protocol as 35. Muller S, Zalunardo MP, Hubner M, et
compared with conventional al. A Fast-Track Program Reduces
perioperative care in gastric surgery. Complications and Length of Hospital.
Gastric Cancer. 2012;15:34-41. YGAST. 2009;136(3):842-847.e1.
doi:10.1007/s10120-011-0057-x. doi:10.1053/j.gastro.2008.10.030.
28. Cully J a., Phillips LL, Kunik ME, 36. Esteban F, Cerdan FJ, Garcia-Alonso M,
Stanley M a., Deswal A. Predicting et al. A multicentre comparison of a fast
Quality of Life in Veterans with Heart track or conventional postoperative
protocol following laparoscopic or open
elective surgery for colorectal cancer
surgery. Color Dis. 2014;16(2):134-140.
doi:10.1111/codi.12472.
37. Kehlet H. Fast-Track Colonic Surgery:
Status and Perspectives. 165.
38. Senagore AJ. ?Fast-track? protocols in
colorectal surgery. Transfus Altern
Transfus Med. 2007;9(1):85-89.
doi:10.1111/j.1778-428X.2007.00049.x.
39. Jia Y, Jin G, Guo S, et al. Fast-track
surgery decreases the incidence of
postoperative delirium and other
complications in elderly patients with
colorectal carcinoma. Langenbecks Arch
Surg. 2014;399(1):77-84.
doi:10.1007/s00423-013-1151-9.
40. Ward CW. Fast track Program to
Prevent Postoperative Ileus. Med Surg
Nurs. 2012;21(4).
41. Story SK, Chamberlain RS. A
Comprehensive Review of Evidence-
Based Strategies to Prevent and Treat
Postoperative Ileus. Dig Surg.
2009;26(4):265-275.
doi:10.1159/000227765.
42. Fra&scaron;ko R, Maruna P,
G&uuml;rlich R, Trca S. Transcutaneous
Electrogastrography in Patients with
Ileus. Eur Surg Res. 2008;41(2):197-202.
doi:10.1159/000134918.
43. van Bree SHW, Cailotto C, Di
Giovangiulio M, et al. Systemic
inflammation with enhanced brain
activation contributes to more severe
delay in postoperative ileus.
Neurogastroenterol Motil.
2013;25(8):e540-e549.
doi:10.1111/nmo.12157.
44. Stengel a, Tacha Y. Ghrelin: New
insight to mechanisms and treatment of
postoperative gastric ileus. Curr Pharm
Des. 2011;17(16):1587-1593.
doi:10.2174/138161211796196990.
PENGARUH FAKTOR BIOLOGI TERHADAP GIZI KURANG
ANAK USIA 6-11 BULAN DI KABUPATEN CILACAP
Majestika Septikasari

Program Studi D3 Kebidanan STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Abstrak
Kekurangan gizi pada usia balita dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan fisik,
perkembangan mental, menurunnya kecerdasan, bahkan dapat menjadi penyebab kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh LILA ibu awal kehamilan, berat
badan bayi baru lahir, keberhasilan ASI eksklsusif dan asupan MP-ASI terhadap kejadian
gizi kurang pada anak usia 6-11 bulan. Penelitian ini menggunakan desain studi analitik
observassiaonal dengan pendekatan kasus kontrol. Pengambilan sampel menggunkan
teknik fixed disease sampling sejumlah 144 sampel, terdiri dari 72 kasus dan 72 kontrol.
Analisis dilakukan secara univariat dan bivariat menggunakan uji chi square. Hasil
penelitian menunjukan adanya pengaruh kuat antara berat badan bayi baru lahir (p=0.009;
OR=10.14) dan asupan MP-ASI (p=0.002; OR=3.37) terhadap kejadian gizi kurang anak
usia 6-11 bulan. Sedangkan LILA ibu awal kehamilan (p=0.019; OR= 2.60) dan
keberhasilan ASI eksklusif (p=0.004; OR=2.67) berpengaruh sedang terhadap kejadian gizi
kurang anak usia 6-11 bulan. Kesimpulan penelitian yaitu LILA ibu awal kehamilan, berat
badan bayi baru lahir, keberhasilan ASI eksklusif dan asupan MP-ASI secara signifikan
berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap.

Kata kunci: gizi kurang, LILA, berat lahir, ASI eksklusif, MP-ASI

Abstract
Malnutrition among under-fives lead to disruption of physical growth, mental
development, decreased intelligence, even be the cause of child's death. This study
examined the influence of MUAC in early pregnancy, newborn weight, exclusive
breastfeeding and complementary food intake toward underweight among children aged 6-
11 months. Type of study is an analytic observational case control study. Data collected
from 144 children used fixed diseases sampling consisted of 72 cases and 72 controls.
Data analysis are univariate and bivariate with the chi square test. The results showed a
strong effect between the newborn weight (p = 0.009; OR = 10.14) and the complementary
food intake (p = 0.002; OR = 3.37) on the incidence of underweight children aged 6-11
months. While MUAC in early pregnancy (p = 0.019; OR = 2.60) and exclusive
breastfeeding (p = 0.004; OR = 2.67) were sufficiently influential on the incidence of
underweight children aged 6-11 months. MUAC in early pregnancy, newborns weight,
exclusive breastfeeding and complementary food intake have significantly affected the
incidence of underweight children aged 6-11 months in Cilacap.

Key words: malnutrition, MUAC, newborn weight, breastfeeding, complementary food


PENDAHULUAN Kabupaten Cilacap merupakan salah
Persoalan gizi anak merupakan salah satu dari tiga kawasan industri utama di
satu permasalahan yang masih menjadi Jawa Tengah. Berdasarkan data Riskesdas
perhatian dalam upaya pembangunan 2013, sebanyak 4% balita di Kabupaten
manusia Indonesia (Saputra dan Nurrizka, Cilacap mengalami gizi buruk dan 13,4%
2012). Berdasarkan data riset kesehatan mengalami gizi kurang. Hal tersebut
dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi menjadikan Kabupaten Cilacap berada pada
gizi buruk anak usia di bawah lima tahun urutan 17 dari 35 Kabupaten dengan kasus
(balita) mencapai angka 5,7% sedangkan gizi buruk terbanyak dengan persentase
balita dengan gizi kurang sebesar 13,9%. kasus yang tidak jauh dari persentase kasus
(Kemenkes RI, 2015). Kondisi kekurangan secara nasional. berbagai upaya perbaikan
gizi pada balita tidak hanya berdampak gizi telah dilakukan namun belum
pada terganggunya pertumbuhan fisik tetapi menunjukan hasil yang signifikan hal
juga berpengaruh pada perkembangan initampak dari tren kejadian gizi kurang
mental serta menurunkan kecerdasan, pada anak usia 6 sampai 11 bulan di
bahkan meningkatkan risiko kematian pada Kabupaten Cilacap yang tidak banyak
anak (Bappenas, 2013). Meningkatnya mengalami penurunan dimana pada tahun
risiko kematian pada anak akibat gizi 2014 terdapat 152 kasus gizi kurang, 2015
kurang dikarenakan secara signifikan gizi sebanyak 158 kasus dan pada bulan Januari
kurang berhubungan dengan meningkatnya 2016 sebanyak 150 kasus.
risiko penyakit infeksi seperti infeksi
pernafasan akut dan diare (Rabbidan METODE PENELITIAN
Karmaker, 2014). Menurut World Health Penelitian ini merupakan penelitian
Organization (WHO) pada tahun 2002 gizi studi analitik observasional dengan
buruk menyebabkan 54% kematian pada pendekatan kasus kontrol. Penelitian
balita (Putri, dkk, 2015). dilakukan di Kabupaten Cilacap dari bulan
Status gizi balita dapat dipengaruhi oleh Januari sampai dengan Juli 2016. Populasi
faktor biologi yaitu status gizi ibu prahamil, pada penelitian ini adalah seluruh anak usia
berat badan bayi baru lahir, keberhasilan 6-11 bulan di Kabupaten Cilacap pada
ASI eksklsusif dan asupan nutrisi yang bulan Januari tahun 2016 yaitu sebesar
adekuat. Ibu yang mengalami kurang energi 14.728 anak. Pengambilan sampel
kronis (KEK) pada masa kehamilan akan menggunkan teknik fixed disease sampling
berdampak pada status gizi janin yang dengan besar sampel sebanyak 144 sampel
dipresentasikan oleh berat badan lahir yang terdiri dari 72 kasus dan 72 kontrol.
rendah (BBLR) (Karima dan Achadi, Sampel diambil pada 4 Puskesmas dengan
2012). Anak dengan riwayat BBLR kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan
berisiko 3,34 kali lebih besar untuk terbanyak di Kabupaten Cilacap. Sampel
mengalami status gizi kurang dibandingkan harus memiliki buku KIA yang
dengan yang tidak mengalami BBLR mencantumkan riwayat kehamilan (LILA
(Arnisam, 2007). Secara langsung status ibu awal kehamilan) dan riwayat persalinan
gizi anak dipengaruhi oleh asupan nutrisi. (berat badan bayi baru lahir) serta tidak
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan di dalam kondisi sakit/diare. Data status gizi
lanjutkan dengan pemberian makanan anak diperoleh melalui penimbangan
pendamping ASI (MP-ASI) sampai dengan dimana berat badan dirubah dalam bentuk
dua tahun dapat menurunkan risko gizi Z-score. LILA ibu awal kehamilan dan
kurang pada anak (Lepita, dkk, 2009). berat badan bayi baru lahir diperoleh
melalui studi dokumentasi buku KIA Tabel 1. Distribusi Frekuensi
sedangkan data keberhasilan ASI eksklusif
dan asupan MP-ASI diperoleh melalui Variabel n %
kuesioner. Analisis data yang dilakukan Variabel Independen
meliputi analisa univariat dan bivariat LILA ibu awal kehamilan
dengan uji chi square. Penyajian data dalam a. KEK 34 23,6
bentuk tabel dan disertai narasi b. Tidak KEK 110 76,4
Berat badan bayi baru lahir
HASIL DAN PEMBAHASAN a. BBLR 10 6,9
Hasil penelitian yang ditunjukan pada b. Normal 134 93,1
tabel 1 sebanyak 23,65% subjek penelitian Keberhasilan ASI eksklusif
memiliki riwayat ibu dengan KEK di awal a. Tidak eksklusif 81 56,3
kehamilan. Subjek penelitian dengan b. Eksklusif 63 43,7
riwayat BBLR hanya sebesar 6,9%. Asupan MP-ASI
sebagian besar subjek penelitian (56,35%) a. Tidak adekuat 103 71,5
tidak berhasil ASI eksklusif dan 71,5% b. Adekuat 41 28,5
subjek penelitian tidak mendapat MP-ASI Variabel Dependen
yang tidak adekuat. Status gizi anak
Berdasarkan hasil uji statistik pada a. Gizi Kurang 72 50
tabel 2, LILA ibu awal kehamilan (OR= b. Gizi baik 72 50
2,60; p=0,019), berat badan bayi baru lahir Sumber: data primer diolah, 2016
(OR=10,14; p=0,009), keberhasilan ASI
eksklusif (OR=2,66; p=0,004) dan asupan LILA ibu yang kurang dari 23,5 cm
MP-ASI (OR=3,37; p=0,002) berpengaruh merupakan salah satu indikator kondisi
secara signifikan terhadap status gizi anak kurang energi kronis (KEK). Ukuran
usia 6-11 bulan. Ibu dengan KEK akan plasenta pada ibu dengan KEK akan lebih
meningkatkan risiko kejadian gizi kurang kecil dibandingkan ibu yang tidak
pada anak usia 6-11 bulan sebesar 2,6 kali. mengalami KEK. KEK pada ibu hamil akan
Bayi yang lahir dengan BBLR akan menyebabkan berkurangnya ekspansi
meningkatkan risiko kejadian gizi kurang volume darah yang mengakibatkan
pada anak usia 6-11 bulan sebesar 10 kali. pemompaan darah dari jantung (cardiac
ASI eksklusif yang tidak berhasil akan output) tidak tercukupi sehingga aliran
meningkatkan risiko kejadian gizi kurang darah ke plasenta menjadi berkurang.
pada anak usia 6-11 bulan sebesar 2,7 kali. Kondisi tersebut berdampak pada ukuran
Asupan MP-ASI yang tidak adekuat akan plasenta yang tidak optimal yang
meningkatkan risiko kejadian gizi kurang selanjutnya mengakibatkan pengurangan
pada anak usia 6-11 bulan sebesar 3,4 kali. distribusi zat gizi ke janin dan
menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian yang dilakukan di Sawahlunto-
Sijujung pada tahun 2007 dimana diperoleh
hasil ibu yang mengalami KEK berisiko
melahirkan bayi dengan BBLR 4,8 kali
lebih besar dari pada ibu yang tidak
mengalami KEK (Ariyani, dkk, 2012).
Tabel 2. Analisis Bivariat

Status Gizi Anak CI (95%)


Variabel Gizi Gizi Baik OR Batas Batas p
Independen Kurang Bawah Atas
n % n %
LILA ibu awal 2,60 1,16 5,86 0,019
kehamilan
KEK 23 67,6 11 32,4
Tidak KEK 49 44,5 61 55,5
Berat badan 10,14 1,25 82,30 0,009
bayi baru lahir
BBLR 9 90 1 10
Normal 63 47 71 53
Keberhasilan 2,66 1,35 5,25 0,004
ASI eksklusif
Tidak eksklusif 49 60,5 32 39,5
Eksklusif 23 36,5 40 63,5
Asupan MP- 3,37 1,55 7,35 0,002
ASI
Tidak adekuat 60 58,3 43 41,7
Adekuat 12 29,3 29 70,7
Sumber: data primer diolah, 2016
Anak yang lahir dengan riwayat BBLR, ASI merupakan makanan paling ideal
berisiko lebih besar mengalami gangguan untuk bayi baru lahir sampai dengan 6
pada sistem syaraf sehingga pertumbuhan bulan karena mengandung nutrisi esensial
dan perkembanganya akan lebih lambat untuk pertumbuhan dan perkembangan
dibandingkan anak yang lahir dengan berat bayi. ASI tidak hanya mengandung zat-zat
badan normal. Bayi dengan BBLR lebih bernilai gizi tinggi yang dibutuhan
rentan terhadap penyakit infeksi sehingga untuk pertumbuhan dan perkembangan
apabila tidak didukung dengan pemberian syaraf dan otak bayi tetapi ASI juga
nutrisi yang adekuat maka risiko mengandung zat kekebalan yang akan
mengalami gizi kurang atau gizi buruk di melindungi bayi, sehingga bayi tidak
kemudian hari akan lebih besar. mudah sakit. Colostrum dalam ASI
Penelitian di Brazil menunjukan bahwa merupakan antibodi terbaik yang dapat
riwayat BBLR secara signifikan melindungi bayi dari infeksi dan penyakit.
berhubungan dengan gizi kurang, stunting ASI ekslusif juga berhubungan dengan
dan wasting pada balita (Rosha, dkk, 2013). status gizi balita. Hal ini tampak pada
Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian di Bangladesh dimana kejadian
penelitian di Ulee Kareng, Banda Aceh gizi kurang pada balita lebih banyak terjadi
dimanan hasil penelitian menunjukan balita pada kelompok dengan durasi pemberian
dengan riwayat BBLR mempunyai risiko ASI kurang dari 24 bulan (Rabbi dan
3,34 kali lebih besar untuk mengalami Karmaker, 2014). Berdasarkan penelitian
status gizi kurang dibandingkan dengan yang dilakukan di Padang Barat didapatkan
yang tidak memiliki riwayat BBLR hasil bayi yang mendapat ASI ekslusif 80%
(Arnisam, 2007). berstatus gizi normal (Nilakesuma, dkk,
2015). Lamanya durasi pemberian ASI saja KESIMPULAN DAN SARAN
juga berpengaruh positif terhadap Terdapat pengaruh kuat antara berat
pertumbuhan balita yang diukur badan bayi baru lahir (p=0.009; OR=10.14)
berdasarkan persen terhadap median BB/U dan asupan MP-ASI (p=0.002; OR=3.37)
dan BB/TB baku rujukan WHO-NCHS terhadap kejadian gizi kurang anak usia 6-
(Lepita, dkk, 2009). 11 bulan. Sedangkan LILA ibu awal
Setelah usia 6 bulan ASI hanya kehamilan (p=0.019; OR= 2.60) dan
mencukupi kebutuhan nutrisi sebanyak keberhasilan ASI eksklusif (p=0.004;
60% sehingga setelah 6 bulan perlu OR=2.67) berpengaruh sedang terhadap
diberikan makanan pendamping ASI (MP- kejadian gizi kurang anak usia 6-11 bulan.
ASI) sampai dengan anak berusia 2 tahun. Perlu adaya peningkatan pelayanan
MP-ASI harus mencakup semua zat gizi antenatal care baik dari segi sumber daya
yang dibutuhkan antara lain karbohidrat, manusia maupun sarana prasarana dalam
protein, lemak vitamin, mineral dan air upaya meningkatkan kesejahteraan bayi
dengan memperhatikan kebersihan dan selama proses kehamilan sehingga bayi
keamanannya bagi bayi. Pemberian MP- dapat dilahirkan dengan kondisi normal.
ASI harus memperhatikan beberapa hal dapat teridentifikasi dengan lebih cermat.
antara lain waktu yang tepat. Pemberian
MP-ASI yang terlalu dini dapat DAFTAR PUSTAKA
menyebabkan gangguan pencernaan pada Ariyani DE, Achadi EL, dan Irawati A.
bayi karena secara fisiologis saluran Validitas Lingkar Lengan Atas
pencernaan bayi belum siap untuk makanan Mendeteksi Risiko Kekurangan Energi
padat sehingga dapat terjadi diare atau Kronis pada Wanita Indonesia. Jurnal
konstipasi. Selain itu pemberian MP-ASI Kesehatan Masyarakat Nasionl. 2012;
yang terlalu dini juga meningkatkan risiko 7( 2): 83-89
obesitas, alergi, dan menurunnya imunitas Arnisam. Hubungan Berat Badan Lahir
karena berkurangnya konsumsi ASI. MP- Rendah (BBLR) dengan Status Gizi
ASI juga tidak boleh diberikan terlalu Anak :Usia 6-24 Bulan. 2007. [Diakses
lambat. Keterlambatan pemberian MP-ASI 27 Januari 2016]. Available at:
akan berdampak pada tidak terpenuhinya http://etd.repository.ugm.ac.id.
kebutuhan nutrisi anak. Berdasarkan Babatunde RO, Olagunju FI, Fakayode SD,
beberapa studi yang telah dilakukan tampak and Sola-Ojo FE. Prevalence and
jelas terlihat hubungan antara pemberian Determinants of Malnutrition among
MP-ASI dengan status gizi balita. Under Five Children of Farming
Penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Households in Kwara State, Nigeria.
puskesmas Gedongtengen Yogyakarta Journal of Agricultural Science. 2011; 3
menunjukan hubungan yang bermakna (3):173-181
antara pola pemberian MP-ASI dan status Bappenas.. Periode Emas pada 1000 Hari
gizi balita usia 6-24 bulan (Septiana, dkk, Pertama Kehidupan. Buletin 1000 Hari
2010). Hal tersebut serupa dengan Pertama Kehidupan. 2013; 1 (1): 1-4
penelitian yang dilakukan di Kelurahan Correia LL, Silvia AC, Campos JS,
Setabelan Kota Surakarta dimana hasil Andrade FM, Machando MMT,
penelitian menunjukan terdapat hubungan Lindsay AC, Leite AJM et al,.
bermakna antara pemberian MP-ASI Prevalence and Determinants of Child
dengan status gizi bayi usia 6-24 bulan Undernutrition and Stunting in Semiarid
(Wardhani, 2015).
Region of Brazil. Revista de Sade (Analisis Data Riskesdas 2007-2010).
Pblica. 2014; 48 ): 19-28 Jurnal Ekologi Kesehatan. 2013; 12 (3):
Cunha AJLA, Leite AJM, and Almeida IS. 195-205
The Pediatricians Role in The First Saputra W & Nurrizka RH. Faktor
Thousand Days of The Child: The Demografi dan Risiko Gizi Buruk dan
Pursuit of Healthy Nutrition and Gizi Kurang. Makara Journal of Health
Development. Jornal de Pediatria. 2015; Research. 2012; 16 (2): 95-101
91 (6): 44-51 Septiana R, Djanah RSN, dan Djamil MD.
Depkes RI. Situasi Kesehatan Anak Balita Hubungan antara Pola Pemberian
di Indonesia. InfoDatin 8 April; 2015. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Karima K & Achadi EL. Status Gizi Ibu dan Status Gizi Balita usia 6-24 Bulan
dan Berat Badan Lahir Bayi. Jurnal di Wilayah Kerja Puskesmas
Kesehatan Masyarakat Nasional. 2012; Godongtengen Yogyakarta. Jurnal
7(3): 111-119. Kesehatan Masyarakat. 2010; 4 (2):
Krisnatuti D. Menyiapkan Makanan 118-124
Pendamping ASI. Jakarta: Puspa Swara; Wardhani GK. Hubungan pemberian
2008. makanan pendamping asi dengan status
Lepita, Sukandar H dan Wirakusumah FF. gizi bayi usia 6-24 bulan di kelurahan
Evaluasi Pengaruh Lamanya Pemberian setabelan Kota Surakarta. 2015.
ASI Saja terhadap Pertumbuhan Anak. [Diakses 30 Mei 2016]. Available at:
Bandung Medical Journal. 2009; 41 (1): https://digilib.uns.ac.id.
27-31.
Nilakesuma A, Jurnalis YD, dan Rusjdi SR.
Hubungan Status Gizi Bayi dengan
Pemberian ASI Eksklusif, Tingkat
Pendidikan Ibu dan Status Ekonomi
Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Padang Pasir. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2015; 4 (1): 37-44
Putri RF, Sulastri D, dan Lestari Y. Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan
Status Gizi Anak Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Nanggalo Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015; 4 (1):
254-261
Rabbi AMF & Karmaker SC. Determinants
of Child Malnutrition in Bangladesh
A Multivariate Approach. Asian Journal
of Medical Sciences. 2014; 6 (2): 85-90
Roesli U. Panduan Inisiasi Menyusu Dini
Plus ASI Eksklusif. Jakarta: Pustaka
Bunda; 2012.
Rosha BC, Putri DSK, dan Putri IYS.
Determinan Status Gizi Pendek Anak
Balita dengan Riwayat Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP
KEBERHASILAN PELAKSANAAN SELF MANAGEMENT PASIEN
CONGESTIVE HEART FAILURE
DI RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
Saelan, Jumrotun Nimah

STIKES Kusuma Husada Surakarta

Abstrak
Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada beberapa negara
industri, maju dan negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit ini banyak yang
menimbulkan beban yang signifikan bagi klien dan keluarga maupun bila dirawat di rumah
sakit karena kondisinya yang kompleks. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan
dukungan keluarga terhadap keberhasilan pelaksanaan self management pasien CHF di
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Metode penelitian yang digunakan yaitu analitik
deskriptif dengan sampel yang digunakan teknik non probability sampling dengan cara
consecutive sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pasien
CHF yang menjalani rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam di RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten, pernah dirawat di rumah sakit dengan CHF, responden tinggal
bersama suami/istri, dan anak, bisa membaca dan menulis, bersedia menjadi responden
dibuktikan dengan inform consent yang telah disediakan peneliti. Analisis data
menggunakan Correlation Spearman Rho. Hasil uji analisis korelasi bivariat menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikan yaitu 0,002 dimana nilai p<0,005 maka dapat
disimpulkan terdapat hubungan korelasi yang signifikan terhadap variabel yang
dihubungkan. Kesimpulan penelitian diketahui terdapat hubungan dukungan keluarga
dengan keberhasilan self management pada pasien gagal jantung, pengetahuan keluarga
dengan anggota keluarga yang menderita penyakit jantung perlu adanya dukungan
keluarga yang positif.

Kata kunci: dukungan keluarga, self management, congestive heart failure

PENDAHULUAN Saat ini CHF merupakan satu-satunya


Gagal jantung menjadi masalah penyakit kardiovaskuler yang terus
kesehatan masyarakat yang utama pada meningkat insiden dan prevalensinya.
beberapa negara industri, maju dan negara Risiko kematian akibat gagal jantung
berkembang seperti Indonesia. Gagal berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal
jantung atau disebut dengan CHF jantung ringan yang akan meningkat
(Congestive Heart Failure) adalah penyakit menjadi 30-40% pada gagal jantung berat.
kronis yang menimbulkan beban yang Selain itu, CHF merupakan penyakit yang
signifikan bagi klien dan keluarga maupun paling sering memerlukan pengobatan
bila dirawat di rumah sakit karena ulang di rumah sakit, dan pentingnya
kondisinya yang kompleks. pengobatan rawat jalan harus dilakukan
secara optimal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan. Hasil penelitian tersebut
rawat inap ulang atau ketidaktaatan dalam dipertegas oleh penelitan lain yang
menjalani pengobatan pada klien gagal dilakukan oleh Dinosetro (2008),
jantung kongestif adalah faktor perilaku menyatakan bahwa keluarga memiliki
yang diantaranya adalah ketidaktaatan fungsi strategis dalam menurunkan angka
berobat dan diet serta faktor partisipasi kekambuhan, meningkatkan kemandirian
keluarga atau sosial diantaranya adalah dan taraf hidupnya serta pasien dapat
isolasi sosial. Dukungan keluarga beradaptasi kembali pada masyarakat dan
merupakan tindakan, sikap, dan penerimaan kehidupan sosialnya. Dukungan yang
keluarga terhadap keberhasilan dalam dimiliki oleh seseorang dapat mencegah
menjalani pengobatan. Dukungan keluarga berkembangnya masalah akibat tekanan
merupakan proses yang terjadi sepanjang yang dihadapi. Seseorang dengan dukungan
masa kehidupan, sifat, dan jenis dukungan yang tinggi akan lebih berhasil menghadapi
yang berbeda beda dalam berbagai tahap dan mengatasi masalahnya dibanding
dalam menjalani proses penyembuhan. dengan yang tidak memiliki dukungan.
Keluarga pasien perlu mempunyai sikap Dukungan keluarga diharapkan dapat
yang positif untuk mencegah kekambuhan membuat pasien patuh terhadap
pada pasien khususnya pada pasien dengan keberhasilan proses penyembuhan pasien
penyakit jantung yang memerlukan CHF, dalam hal ini bentuk dukungan
pengobatan dan perawatan dalam jangka keluarga dalam bentuk dukungan
panjang. Keluarga perlu memberikan informasional, dukungan instrumental,
dukungan (support) kepada pasien untuk dukungan emosional bagi pasien. Menurut
meningkatkan motivasi dan tanggung jawab penelitian Alexander (2009) bahwa
untuk melaksanakan perawatan secara pelaksanaan self management pasien CHF
mandiri. Keluarga perlu mempunyai sikap tidak cukup hanya mengandalkan
menerima pasien, memberikan respon pengetahuan melalui pemberian pendidikan
positif kepada pasien, menghargai pasien kesehatan terhadap pasien. Demikian juga
sebagai anggota keluarga dan pemberian perawatan informal tidak cukup
menumbuhkan sikap tanggung jawab pada untuk menjadikan pasien dapat melakukan
pasien. Sikap permusuhan yang ditunjukkan manajemen dalam melakukan perawatan
oleh anggota keluarga terhadap pasien akan pada dirinya sendiri. Kebutuhan adanya
berpengaruh terhadap kekambuhan pasien. pendamping yang mendukung pasien CHF
Dukungan keluarga sangat penting untuk dalam melakukan self-care dalam suatu
membantu pasien bersosialisasi kembali, program yang terdapat dalam self-
menciptakan kondisi lingkungan suportif, management. Keberhasilan self
menghargai pasien secara pribadi dan management pasien CHF tidak terlepas dari
membantu pemecahan masalah pasien dukungan keluarga.
sehingga akan meningkatkan keberhasilan Hasil pengamatan studi pendahuluan
pasien dalam menjalani proses pengobatan yang dilakukan pada pasien CHF yang telah
(Teddy, dkk, 2013). melakukan pengobatan rawat jalan di
Nurdiana, Syafwani, Umbransyah RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
(2007) dalam penelitiannya menyebutkan pada tanggal 23 Juli 2014 didapatkan
bahwa keluarga berperan penting dalam informasi dari 10 orang responden pasien
menentukan cara atau asuhan keperawatan CHF ketika diberikan pertanyaan mengenai
yang diperlukan oleh pasien di rumah pemahaman tentang pengelolaan diri untuk
sehingga akan menurunkan angka melakukan pengobatan dan perawatan
sesuai petunjuk dokter RS menyatakan HASIL DAN PEMBAHASAN
bahwa 6 orang mengerti dengan baik, 3
orang mengaku agak bingung, dan satu Tabel.1 Karakteristik Responden
orang tidak mengerti. Sedangkan untuk
pentingnya dukungan keluarga dalam Responden
Karaktersitik
menjalankan pengobatan dari 10 orang n %
menyatakan perlu adanya dukungan dari Jenis Kelamin
keluarga, baik isteri, suami, anak, orang tua, - Laki-laki 19 63
atau kerabat terdekat. - Perempuan 11 37
Usia
METODE PENELITIAN - 60 74 21 70
Penelitian ini menggunakan metode analitik - 75 89 9 30
deskriptif. Populasi penelitian ini adalah - > 90 0 0
semua pasien congestive heart failure yang Tingkat Pendidikan
datang ke Poliklinik Jantung di RSUP Dr. - SMP 9 30
Soeradji Tirtonegoro Klaten. Sampel yang - SMA 10 33
digunakan dalam penelitian ini yaitu - D3 9 30
dengan teknik non probability sampling - S1 2 7
dengan cara consecutive sampling yaitu Pekerjaan
semua subyek penelitian untuk menentukan - Tidak Bekerja 3 10
besarnya sampel dengan pertimbangan dan - Swasta 11 37
tujuan pada kurun waktu tertentu. Analisis - Pensiunan 9 30
data yang digunakan adalah correlation - PNS 7 23
Spearman Rho. Alat ukur yang digunakan Penghasilan
adalah menggunakan menggunakan skala - <1 juta 3 10
likert yaitu tidak pernah, jarang, sering, - 1-2 juta 18 60
sangat sering, kemudian ditransformasikan - >2 juta 9 30
ke skala dikotomi. Sampel dalam penelitian
ini adalah semua pasien yang menjalani Tabel 1 menunjukkan sebagian besar
rawat jalan. Sampel dalam penelitian ini responden berjenis kelamin laki-laki yaitu
menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. 63%, dan perempuan 37%. Pada batasan
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah usia menunjukkan bahwa usia lanjut usia
sebagai berikut: Pasien CHF yang 60-74 tahun sejumlah 70%, usia 75-89
menjalani rawat jalan di Poliklinik Penyakit sebesar 30 %. Berdasarkan karakteristik
Dalam di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro pendidikan sebagian besar responden
Klaten, pernah dirawat di rumah sakit kelompok berpendidikan SMA yaitu 33%,
dengan CHF, responden tinggal bersama pendidikan D-3 sebesar 30%, dan
suami/istri, dan anak, bisa membaca dan berpendidikan S-1 sebesar 7%. Berdasarkan
menulis, bersedia menjadi responden pekerjaannya tidak bekerja sebanyak 10%,
dibuktikan dengan inform consent yang pekerjaan swasta sebanyak 37%, pensiunan
telah disediakan peneliti. Penelitian ini 30 % dan PNS sebanyak 23%.,
dilakukan dalam waktu 4 minggu pada Berdasarkan penghasilannya pada
bulan September tahun 2014 di Poliklinik kelompok sampel penelitian sebagian besar
Penyakit Dalam RSUP Dr. Soeradji antara 1.000.000 sampai 2.000.000 sebesar
Tirtonegoro Klaten. 30%. Hasil analisis penelitian penelitian
menggunakan korelasi Spearman Rho
untuk mengukur hubungan antara dua responden (23,3%) lebih sedikit
variabel. Hasil analisis penelitian penelitian dibandingkan dengan responden dukungan
menggunakan korelasi Spearman Rho keluarga kategori baik dan keberhasilan self
untuk mengukur hubungan antara dua manangement kategori baik sebanyak 17
variabel. Tabel 2 uji analisis korelasi responden (56,7%).
dukungan keluarga dengan keberhasilan Hasil penelitian berdasarkan
self management pada pasien gagal jantung karakteristik responden menunjukkan
sebagian besar responden adalah berjenis
Tabel 2. Uji Korelasi Dukungan dan Self kelamin laki-laki 63% dan kelompok
Management perempuan sebesar 37%. Menurut
Grossman dan Brown (2009), pasien gagal
Korelasi jantung kongestif dengan jenis kelamin
P Sig. laki-laki prevalensinya lebih besar dari pada
Y-X 0,572 0,002 perempuan pada usia 40-75 tahun. Menurut
Hsich (2009) bahwa faktor-faktor risiko
Tabel 2 tersebut menunjukkan hasil uji dalam perkembangan gagal jantung dan
korelasi variabel penelitian antara prognosis pasien memperlihatkan
dukungan keluarga dengan keberhasilan perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
self management dengan tingkat signifikan Hipertensi dan penyakit vaskula menjadi
sebesar 0,002 (<0,05). Hal ini menunjukkan penyebab utama gagal jantung pada wanita.
adanya hubungan dukungan keluarga Pada pria penyebab mendasarnya adalah
dengan keberhasilan self management. coronary artery disease (CAD).
Pada penggolongan usia kebanyakan
Table. 3. Hasil Uji Analisis Bivariat pada kelompok perlakuan maupun
kelompok kontrol menunjukkan bahwa
Variabel Keberhasilan self responden termasuk pada kelompok usia
management lanjut. Hal ini dapat dikatakan bahwa
Dukungan semakin tua usia pasien CHF, maka
Buruk Baik diprediksi semakin tinggi terhadap rawat
keluarga
f % f % ulang di rumah sakit. Gagal jantung
Buruk 6 20 7 23,3 merupakan penyebab paling banyak dirawat
Baik 0 0,0 17 56,7 di rumah sakit di Amerika Serikat.
Jumlah 6 20 24 80,0 Peningkatan tersebut berkaitan erat dengan
semakin bertambahnya usia seseorang.
Tabel 3 menunjukkan bahwa dukungan Menurut Rahman di dalam Farid
keluarga dengan keberhasilan self (2006), orang dengan usia lanjut mengalami
management, responden dukungan keluarga perubahan anatomis, fisiologis dan patologi
dengan kategori buruk dan keberhasilan self anatomis Perubahan anatomis yang
management kategori buruk sebanyak 6 dimaksud adalah terjadinya penebalan
orang (20%) lebih banyak dibandingkan dinding ventrikel kiri, meski tekanan darah
dengan responden dukungan keluarga relatif normal. Begitupun fibrosis dan
kategori baik dan keberhasilan self kalsifikasi katup jantung terutama pada
management buruk sebanyak 0 orang anulus mitral dan katup aorta. Selain itu
(0,00%) sedangkan dukungan keluarga terdapat pengurangan jumlah sel pada
kategori buruk dan keberhasilan self nodus sinoatrial (SA Node) yang
management kategori baik sebanyak 7
menyebabkan hantaran listrik jantung merasa terkurangi bebannya dalam
mengalami gangguan. menjalani perawatan.
Perubahan fisiologis yang paling Hal ini sesuai dengan Akhmadi (2009,
umum terjadi seiring bertambahnya usia Dukungan Keluarga, 1,
adalah perubahan pada fungsi sistolik http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan,
ventrikel. Sebagai pemompa utama aliran diakses tanggal 15 November 2010) bahwa
darah sistemik, perubahan sistolik ventrikel anggota keluarga menganggap bahwa orang
akan sangat mempengaruhi keadaan umum yang bersifat mendukung selalu siap
pasien. memberikan pertolongan dan bantuan jika
Berdasarkan karakteristik pendidikan diperlukan. Pasien dengan dukungan yang
sebagian besar responden kelompok baik akan memberikan koping yang positif.
berpendidikan SMA yaitu 33%, pendidikan Keberhasilan self management pasien
D-3 sebesar 30%, dan berpendidikan S-1 CHF tidak terlepas dari monitoring secara
sebesar 7%. Pengetahuan atau kognitif teratur dan berkelanjutan baik oleh petugas
merupakan domain yang penting dalam kesehatan maupun keluarga. Faktor - faktor
membentuk tindakan seseorang (overt yang mempengaruhi rawat inap ulang atau
behavior). Perilaku yang didasari oleh ketidaktaatan dalam menjalani pengobatan
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada pada klien gagal jantung kongestif menurut
perilaku yang tidak didasari oleh Rich, Beckham dan Wttenberg (1999)
pengetahuan. Pengetahuan adalah segala adalah faktor perilaku yang diantaranya
sesuatu yang ada di kepala kita. Kita dapat adalah ketidaktaatan berobat dan diet serta
mengetahui sesuatu berdasarkan faktor partisipasi keluarga atau sosial
pengalaman yang kita miliki. Selain diantaranya adalah isolasi sosial. Pendapat
pengalaman, kita juga menjadi tahu karena Pauls (2000), mengatakan bahwa faktor
kita diberitahu oleh orang lain. Pengetahuan yang dapat menyebabkan rawat inap ulang
juga didapatkan dari tradisi (Prasetyo, pada klien gagal jantung kongestif
2007). dikarenakan kurangnya partisipasi klien
Hasil analisis correlation Spearman dalam perawatan.
Rho menunjukkan terdapat hubungan yang Selain itu sikap positif keluarga pasien
signifikan yaitu 0,002 dimana nilai p<0,005 juga diperlukan dalam mencegah
maka dapat disimpulkan terdapat hubungan kekambuhan pada pasien khususnya pada
korelasi yang signifikan terhadap variabel pasien dengan penyakit jantung yang
yang dihubungkan. Dapat disimpulkan memerlukan pengobatan dan perawatan
bahwa keluarga responden sangat dalam jangka panjang. Keluarga perlu
memperhatikan dan peduli pada kondisi memberikan dukungan (support) kepada
anggota keluarganya yang sedang sakit. pasien untuk meningkatkan motivasi dan
Responden yang mendapatkan dukungan tanggung jawab untuk melaksanakan
keluarga tinggi menunjukkan, keluarga perawatan secara mandiri. Keluarga perlu
menyadari bahwa pasien sangat mempunyai sikap menerima pasien,
membutuhkan kehadiran keluarga. memberikan respon positif kepada pasien,
Keluarga sebagai orang terdekat pasien menghargai pasien sebagai anggota
yang selalu siap memberikan dukungan keluarga dan menumbuhkan sikap tanggung
moril maupun materiil yang dapat berupa jawab pada pasien. Sikap permusuhan yang
informasi, perhatian, bantuan nyata, dan ditunjukkan oleh anggota keluarga terhadap
pujian bagi klien. Sehingga responden pasien akan berpengaruh terhadap
kekambuhan pasien. Dukungan keluarga
sangat penting untuk membantu pasien pasien gagal jantung. Pengetahuan keluarga
bersosialisasi kembali, menciptakan kondisi dengan anggota keluarga yang menderita
lingkungan suportif, menghargai pasien penyakit jantung perlu adanya dukungan
secara pribadi dan membantu pemecahan keluarga yang positif. Bagi pasien gagal
masalah pasien sehingga akan jantung perlu didukung sikap dan perilaku
meningkatkan keberhasilan pasien dalam positif dari petugas kesehatan dan keluarga
menjalani proses pengobatan (Teddy, dkk, dalam menerapkan dukungan keluarga
2013). dengan baik untuk dapat menurunkan risiko
Proses penyembuhan pada pasien kambuhnya gejala gagal jantung. Perlu
gangguan penyakit jantung harus dilakukan dilakukan kegiatan pelayanan keperawatan
secara holistik dan melibatkan anggota secara terstruktur pada pasien gagal
keluarga. Keluarga mempengaruhi nilai, jantung serta pengetahuan tentang penyakit
kepercayaan, sikap, dan perilaku klien. dan manajemen pasien dengan target output
Keluarga mempunyai fungsi dasar seperti meningkatkan pemberdayaan,
memberi kasih sayang, rasa aman, rasa mengevaluasi kemampuan dan
dimiliki, dan menyiapkan peran dewasa kemandirian. Hasil penelitian ini dapat
individu di masyarakat. Hal ini dapat dilanjutkan sebagai intervensi edukasi pada
disimpulkan betapa pentingnya peran keluarga yaitu dengan meningkatkan
dukungan keluarga dalam proses dukungan keluarga dengan baik. Bagi pihak
penyesuaian kembali setelah selesai rumah sakit, penting untuk melaksanakan
program perawatan. Oleh karena itu kegiatan pendidikan kesehatan tentang
keterlibatan keluarga dalam perawatan dukungan keluarga bagi pasien dan
sangat menguntungkan proses pemulihan keluarga dengan fasilitas audio visual serta
klien (Yosep, 2009). media bentuk kegiatan secara lengkap.
Nurdiana, Syafwani, Umbransyah, Selain itu, pengkajian awal tentang
(2007) dalam penelitiannya menyebutkan kebutuhan pasien dapat segera
bahwa keluarga berperan penting dalam diaplikasikan sehingga kebehasilan
menentukan cara atau asuhan keperawatan merawat pasien akan lebih efektif. Bagi
yang diperlukan oleh pasien di rumah peneliti selanjutnya, perlu penelitian lebih
sehingga akan menurunkan angka lanjut tentang dukungan keluarga dengan
kekambuhan. Hasil penelitian tersebut sampel yang lebih besar untuk dapat
dipertegas oleh penelitan lain yang digeneralisasikan pada populasi yang lebih
dilakukan oleh Dinosetro (2008), besar. Diperlukan juga penelitian tentang
menyatakan bahwa keluarga memiliki efektifitas kegiatan self managemant secara
fungsi strategis dalam menurunkan angka terstruktur dengan melakukan screening
kekambuhan, meningkatkan kemandirian awal terhadap tingkat pengetahuan dan
dan taraf hidupnya serta pasien dapat permasalahan responden yang
beradaptasi kembali pada masyarakat dan komprehensif sehingga hasil yang diperoleh
kehidupan sosialnya. lebih baik dan perlu dilakukan penelitian
self management dengan melihat indikator
KESIMPULAN DAN SARAN keberhasilan dalam memonitor hasil
Berdasarkan hasil penelitian yang telah elektrokardiogram (EKG), laboratorium
dilakukan dapat diambil kesimpulan: (enzim kreatin kinase), dan pemeriksaan
Penelitian yang telah dilakukan yaitu lainnya
terdapat hubungan dukungan keluarga
dengan keberhasilan self management pada
DAFTAR PUSTAKA
Dinosetro. 2008. Hubungan antara peran
keluarga dengan tingkat kemandirian
kehidupan sosial bermasyarakat pada
klien Skizofrenia post perawatan di
rumah Sakit Jiwa Menur.
http://dinosetro.multiply.com/guestbook
?&=&page=3.
Nurdiana, Syafwani, Umbransyah. (2007).
Peran Serta Keluarga Terhadap
Tingkat Kekambuhan Klien Skizofrenia.
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
vol.3no.1.
Paul, Sara. (2008). Clinical Article Hospital
Discharge Education for Patients With
Heart Failure: What Really Works and
What Is the Evidence?. Journal of
Critical Care Nurse Vol 28, No. 2.
Teddy,et.al (2013). faktor-faktor yang
memengaruhi penerimaan keluarga
merawat pasien skizofrenia selepas
perawatan dari RSUD Banyumas.
Lecturer of Nursing Department of
Jenderal Soedirman University.
Yosep , I. (2009), Keperawatan Jiwa Edisi
Refisi, Bandung: PT. Refika Aditama
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) TERHADAP UPAYA
PENCEGAHAN HIV/AIDS DI LOKALISASI SLARANG
KABUPATEN CILACAP TAHUN 2016
Sohimah, Yogi Andhi Lestari, Aprilia Rosmala

Program Studi D3 Kebidanan STIKES Al-Irsyad Al-IslamiyyahCilacap

Abstrak

HIV/AIDS merupakan masalahkesehatan di dunia sejak tahun 1981, penyakit ini


berkembang secara pandemik. Penderita HIV biasanya sulit untuk dibedakan dengan orang
sehat. Masa inkubasi virus HIV adalah selama 10 tahun. Pencegahan HIV/AIDS sangat
diperlukan untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS semakin meluas. Penelitian yang
dilakukan merupakan penelitian deskriptif. Desain penelitian merupakan cara agar
penelitian dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Desain yang digunakan dalam
penelitian ini dengan menggunakan metode pendekatan cross sectional. Hasilanalisis
univariat faktor pengetahuan, sebagian besar (50,9%) PSK di Lokalisasi Desa Slarang
memiliki pengetahuan tentang upaya pencegahan HIV/AIDS pada kategori baik, sikap
PSK sebagian besar (65,5%) dalam kategori positif terhadap upaya pencegahan penularan
HIV/AIDS dan motivasi PSK terhadap upaya pencegahan penularan HIV/AIDS sebagian
besar (54,5%) dalam kategori motivasi sedang. Berdasarkanan analisis menggunakan Rank
Spearman didapatkan hasil bahwa pengetahuan PSK tentang upaya pencegahan penularan
HIV/AIDS berpengaruh positif dengan kategori sedang (rs=0,580) terhadap upaya
pencegahan HIV/AIDS. Sikap PSK berpengaruh kuat (rs=0,634) dan motivasi juga
berpengaruh kuat (rs=0,673). Hasil analisis Regresi Logistik, motivasi PSK merupakan
variabel yang paling besar berpengaruh positif terhadap upaya pencegahan penularan
HIV/AIDS (RP 95%/CI = 10,159 (2,421-42,634 ).

Kata kunci: HIV/AIDS, PSK, pencegahan

yang tidak tertangani dengan baik


PENDAHULUAN
(Kumalasari & Andhyantoro, 2012).
Pekerja Seks Komersial (PSK) adalah HIV merupakan salah satu penyakit
seseorang yang dalam melakukan hubungan menular seksual dan merupakan virus
seksual tidaklah dengan orang yang sama golongan Rubonucleat Acid (RNA) yang
(berganti-ganti pasangan) hal ini dapat spesifik menyerang sistem kekebalan
menyebabkan PSK rentan terjangkit virus tubuh/imunitas manusia dan menyebabkan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) AIDS. HIV positif adalah orang yang telah
yang menyebabkan orang terkena AIDS terinfeksi virus HIV dan tubuh telah
(Acquired Immune Deficiency Syndrome). membentuk zat antibodi terhadap virus.
HIV/AIDS biasanya berawal dari Mereka berpotensi sebagai sumber
penanganan Infeksi Menular Seksual (IMS) penularan bagi orang lain. AIDS adalah
kumpulan gejala klinis akibat penurunan HIV dan 176 kasus AIDS. Jumlah
sistem imun yang timbul akibat infeksi HIV HIV/AIDS yang dilaporkan Januari 2014
(Depkes RI, 2008; Sarwono, 2008). s.d. 30 September 2014 berjumlah 24.745
HIV/AIDS merupakan masalah kasus dengan 22.869 kasus HIV dan 1.876
kesehatan di dunia sejak tahun 1981, kasus AIDS. Secara kumulatif HIV/AIDS 1
penyakit ini berkembang secara pandemik. April 1987 s.d. 30 september 2014
Obat dan vaksin untuk mengatasi masalah berjumlah 215.864 kasus dengan 150.269
tersebut belum ditemukan, yang dapat kasus HIV, 55.799 kasus AIDS, dan 9.796
mengakibatkan kerugian tidak hanya di kematian akibat HIV/AIDS (Ditjen PP &
bidang kesehatan tetapi juga di bidang PPL Kemenkes RI, 2014).
sosial, ekonomi, politik, budaya dan Desa Slarang Kecamatan Kesugihan
demografi. Penderita HIV biasanya sulit merupakan salah satu lokalisasi praktek
untuk dibedakan dengan orang sehat masa prostitusi di Kabupaten Cilacap. Enam
inkubasi virus HIV adalah selama 10 tahun puluh persen dari 100 PSK di daerah ini
(Depkes RI, 2006; Maryunani dan Aeman, mengidap penyakit Infeksi Menular Seksual
2009). (IMS). Penyakit Infeksi Menular Seksual
Upaya preventif sangat diperlukan bisa dikatakan sebagai pintu gerbang untuk
untuk mencegah penularan kasus virus HIV masuk karena adanya luka akibat
HIV/AIDS. Penularan HIV/AIDS dapat IMS kemudian para PSK melakukan
ditekan dengan tidak berganti-ganti hubungan seksual dengan penderita
pasangan atau melakukan hubungan hanya HIV/AIDS tanpa adanya perlindungan
dengan satu pasangan, mempunyai perilaku maka akan sangat mudah sekali tertular
seksual yang bertanggung jawab dan setia HIV. PSK perlu sekali melakukan langkah-
pada pasangan (Kumalasari & langkah sebagai bentuk perilaku terhadap
Andhyantoro, 2012). Pekerja seks pencegahan penularan HIV/AIDS (Satelit
komersial dan pelanggannya sangat Pos,6 November 2014).
beresiko menularkan penyakit HIV/AIDS. Menurut survey pendahuluan yang
Penggunaan kondom sangat diperlukan dilakukan pada tanggal 6 Februari 2015
sebagai bentuk perilaku upaya pencegahan diperoleh data dari Puskesmas Kesugihan
penularan HIV/AIDS. Berdasarkan II, bahwa jumlah penderita HIV/AIDS dari
penelitian Charlessurjadi (1999) kalangan PSK di daerah lokalisasi di desa
penggunaan kondom di pengaruhi oleh Slarang Kecamatan Kesugihan sebanyak 7
beberapa faktor yaitu faktor pengetahuan, orang dan total yang melakukan skrinning
faktor umur, faktorpendidikan, faktor status HIV/AIDS sebenyak 120 PSK dan mucikari
perkawinan. Menurut penelitian (Data UPT Puskesmas Kesugihan II, 2014).
Sedyaningsih (1999) pada penjaja seks Penelitian ini bertujuan untuk
komersial, faktor-faktor umur, faktor mengetahui faktor yang mempengaruhi
pendidikan dan faktor lama bekerja upaya pencegahan HIV/AIDS pada PSK
mempengaruhi perilaku penggunaan (Pekerja Seks Komersial) di lokalisasi
kondom sebagai langkah pencegahan Slarang.
penularan HIV/AIDS.
Berdasarkan data dari Ditjen PP & PPL METODE PENELITIAN
Kemenkes RI dalam triwulan Juli s.d. Penelitian yang dilakukan merupakan
September 2014 di Indonesia dilaporkan penelitian deskriptif. Desain yang
penambahan kasus HIV/AIDS berjumlah digunakan dalam penelitian ini dengan
7.511 kasus HIV/AIDS dengan 7.335 kasus menggunakan metode pendekatan cross
sectional. Subjek dalam penelitian ini Tabel 1. Distribusi Frekuensi
adalah seluruh PSK di Lokalisasi Slarang Berdasarkan perilaku Pecegahan HIV/AIDS
Cilacap yang berjumlah 120 orang dengan
kriteria sampel yaitu: tingkat pendidikan No Kategori f %
minimal tamat SD, telah menjadi PSK lebih 1. Melakukan pencegahan 43 78,2
dari 1 tahun dan bersedia menjadi 2. Tidak melakukan pencegahan 12 21,8
responden. Besar sampel yang digunakan Jumlah 55 100
dalam penelitian tersebut sebesar 55
sampel. Tabel 1 menunjukkan bahwa
Variabel dalam penelitian ini adalah karakteristik berdasarkan usia PSK yang
faktor-faktor yang mempengaruhi PSK melakukan upaya pencegahan 43 (78,2%)
terhadap upaya mencegahan HIV/AIDS. dan yang tidak melakukan pencegahan 12
Pengukuran pengetahuan menggunakan (21,8%).
pengkategorian menurut Machfoedz (2009)
yaitu: baik (bila subjek mampu menjawab Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat
benar 76 100%), cukup (bila subjek Pengetahuan PSK dalam Pencegahan
mampu menjawab benar 56-75%) dan HIV/AIDS
kurang (bila subjek mampu menjawab
dengan benar <56%. Pengukuran sikap di No Kategori f %
dasarkan pada dua kategori yaitu sikap 1. Baik 28 50,9
positif dan sikap negatif dengan 2. Cukup 21 38,2
mendapatkan nilai median. Penilaian 3. Kurang 6 10,9
motivasi berdasarkan jumlah total skor Jumlah 55 100,00
yang diperoleh kemudian dikategorikan
menjadi 3 kategori dengan system cut off Tabel 2 menunjukkan sebagian besar
point. mempunyai tingkat pengetahuan tentang
Analisis data dalam penelitian ini upaya pencegahan HIV/AIDS. Sebagian
dilakukan dengan menggunakan bantuan yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak28
program SPSS versi 15,0. orang (50,9%).
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3. Distribusi Frekuensi Sikap PSK
Penelitian ini dilakukan di Lokalisasi terhadap Upaya PencegahanHIV/AIDS
Desa Slarang Kecamatan Kesugihan Tahun
2016. Hasil penelitian didasarkan pada data N Kategori f %
hasil kuesioner analisis faktor yang o1 Positif 36 65,5
mempengaruhi upaya pencegahan
2. Negatif 19 34,5
terhadap perilaku pencegahan HIV/AIDS.
. Jumlah 55 100,00
Data tersebut diperoleh dari data primer
yang telah diolah menggunakan analisis
Tabel 3 menunjukkan sebagian besar
univariat. Hasil pengolahan data
PSK mempunyai sikap positif terhadap
selanjutnya berdasarkan analisis bivariat.
upaya pencegahan HIV/AIDS, yaitu
sebanyak 36 orang (65,5%).
pemahaman pada para PSK tentang bahaya
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Motivasi dan upaya pencegahan penularan
PSK Terhadap Upaya Pencegahan HIV/AIDS dikarenakan menjadi PSK sudah
HIV/AIDS merupakan hal yang diterima dan diresapi
sebagai profesinya.
No Kategori f %
1 Kuat 14 25,5 Tabel 6. Pengaruh Faktor Sikap PSK
2. Sedang 30 54,5 Terhadap Upaya Pencegahan HIV/AIDS
3. Lemah 11 20,0
. Jumlah 55 100,00 Tidak
Melakukan Melakukan
Pengetahuan Total
(n=43) (n=12)
Tabel 4 menunjukkan sebagian besar
PSK mempunyai motivasi terhadap upaya f % f % f %
pencegahan HIV/AIDS. Sebagian besar a. Positif 28 65,1 8 66,7 36 65,5
memiliki motivasi dalam kategori sedang yaitu b. Negatif 15 34,9 4 33,3 19 34,5
sebanyak 30 orang (54,5%).
Total 43 100 12 100 55 100
Tabel 5. Pengaruh Faktor Pengetahuan
PSK Terhadap Upaya Pencegahan
HIV/AIDS Tabel 6 memperlihatkan bahwa PSK
yang melakukan upaya pencegahan
terhadap HIV/AIDS sebagian besar
Tidak
Melakukan Melakukan memiliki sikap dengan kategori positif
Pengetahuan Total
(n=43) (n=12) (65,1%). Adapun untuk yang tidak
melakukan upaya pencegahan terhadap
F % f % f %
HIV/AIDS sebagian besar juga memiliki
a. Baik 22 51,2 6 50,1 28 50,9
b. Cukup baik 17 39,5 4 33,3 21 38,1 pengetahuan dengan kategori baik
c. Kurang 4 9,3 2 16,6 6 11,0 (66,7%).
baik Sikap merupakan faktor penentu
Total 43 100 12 100 55 100
perilaku karena sikap berhubungan dengan
persepsi, kepribadian dan motivasi. Sikap
Tabel 5 memperlihatkan bahwa PSK terhadap profesi PSK yang dianggap
yang melakukan upaya pencegahan menyenangkan akan sangat berpengaruh
terhadap HIV/AIDS sebagian besar terhadap upaya PSK dalam melakukan
memiliki pengetahuan dengan kategori pencegahan terhadap pelularan HIV/AIDS
baik (51,2%). Adapun untuk yang tidak dengan menganjurkan konsumen
melakukan upaya pencegahan terhadap menggunakan kondom. Perilaku
HIV/AIDS sebagian besar juga memiliki menganjurkan konsumen menggunakan
pengetahuan dengan kategori baik kondom diangkap sebagai sesuatu yang
(50,1%). dapat menghambat kesenangannya.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan Sehingga berpengaruh terhadap perilaku
data bahwa sikap terhadap suatu hal yang PSK dalam melakukan upaya-upaya
telah menjadi karakter dan telah diresapi pencegahan.
sulit menerima dan merespon adanya
perubahan informasi baru, dalam hal ini
menjadi hal yang sulit untuk memberikan
Tabel 7. Pengaruh Faktor Motivasi PSK Berdasarkan tabel 8 tampak bahwa dari
Terhadap Upaya Pencegahan HIV/AIDS faktor pengetahuan, sikap dan motivasi
PSK yang berpengaruh kuat terhadap upaya
Tidak pencegahan HIV/AIDS adalah faktor
Melakukan Melakukan
Motivasi
(n=43) (n=12)
Total motivasi PSK.

f % f % f % Tabel 9. Pengaruh Faktor Pengetahuan,


a. Kuat 8 18,6 2 50,0 14 25,5 Sikap dan Motivasi PSK terhadap Upaya
b. Sedang 28 65,2 6 16,7 30 54,5 Pencegahan HIV/AIDS
c. Lemah 7 16,2 4 33,3 11 20,0

Total 43 100 12 100 55 100 Koe-


No Faktor R fisien SE() Nilai p RP (95%/CI)

1 Pengetahuan 0,221 0,482 0,007 0,361 (0,484 3,210)
Tabel 7 memperlihatkan bahwa PSK 2 Sikap 0,028 0,726 0,045 3,959 (0,234 4,035)
yang melakukan upaya pencegahan 3 Motivasi 0,342 0,507 0,002 10,159 (2,421 42,634)
terhadap HIV/AIDS sebagian besar Konstanta -2,751 1,575
memiliki motivasi dengan kategori sedang Keterangan : Akurasi Model = 86.7%
(65,2%). Untuk yang tidak melakukan
upaya pencegahan terhadap Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui
HIV/AIDSsebagian besar juga memiliki hasil perhitungan regresi logistik model
motivasi dengan kategori kuat (50,0%). akhir bahwa pengetahuan, motivasi dan
Hasil penelitian tersebut di atas sikap berpengaruh signifikan dengan upaya
menunjukan bahwa motivasi PSK dalam pencegahan HIV/AIDS (nilai p < 0,05).
melakukan upaya-upaya pencegahan Motivasi PSK merupakan variabel yang
penularan HIV/AIDS yang makin kuat akan paling besar pengaruhnya terhadap upaya
diikuti oleh perilaku pencegahan terhadap pencegahan HIV/AIDS (RP (95%/CI) =
penularan HIV/AIDS. Motivasi merupakan 10,159 (2,421 42,634). Hasil penelitian
hasil interaksi antara individu dan ini didukung dengan hasil penelitian yang
situasinya. Setiap manusia mempunyai dilakukan oleh Silvia B, Steve Thoms, Posy
motivasi yang berbeda-beda antara satu dan dan Aziza M di Tanzania. Hasil dari
yang lainnya dan dirumuskan sebagai penelitian tersebut adalah bahwa motivasi
perilaku yang ditujukan pada sasaran dan merupakan faktor utama dalam upaya
berkaitan dengan tingkat usaha yang mempertahankan meningkatkan daya tarik
dilakukan oleh seseorang dalam mencapai profesi. Motivasi sangat penting untuk
tujuannya. menunjang pekerjaan dan kesiapan
menerima konsekwensi.
Tabel 8. Pengaruh Faktor Pengetahuan,
Sikap dan Motivasi PSK terhadap Upaya KESIMPULAN
Pencegahan HIV/AIDS Kesimpulan penelitian ini adalah faktor
pengetahuan PSK berpengaruh dengan
Korelasi antara Upaya Keterangan
kategori sedang terhadap upaya pencegahan
rs P
1. Pengetahuan 0,580 <0,001 Sedang HIV/AIDS, faktor sikap PSK berpengaruh
2. Sikap 0,634 <0,001 Kuat dengan katergori kuat terhadap upaya
3. Motivasi 0,673 <0,000 Kuat pencegahan HIV/AIDS, dan faktor motivasi
PSK berpengaruh dengan katergori kuat
terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar S, 2007, Sikap Manusia Teori dan
Pengukurannya, PustakaPelajar,
Yogyakarta
Hasan I, 2008, Analisis Data Penelitian
dengan Statistik, bumi Aksara, Jakarta
Kumalasari, I & Iwan 2012, Kesehatan
Reproduksi Untuk Mahasiswa
Kebidanan dan Keperawatan, Salemba
Medika, Jakarta.
Kusrini 2006, Sistem Pakar Teori dan
Aplikasi, CV Andi Offset. Yogyakarta.
Manuaba 2009, Memahami Kesehatan
Reproduksi Wanita Edisi 2, EGC,
Jakarta.
Maryunani, Anik&UmmuAeman 2009
Pencegahan Penularan HIV/AIDS dari
Ibu ke Bayi Penatalaksanaan di
Pelayanan Kebidanan,Trans Info
Media, Jakarta.
Notoatmodjo, S 2010. Metodologi
Penelitian, RinekaCipta, Jakarta.
Nugroho, Taufan& Ari Setiawan 2010,
Kesehatan wanita, gender dan
permasalahannya, Nuhamedika,
Yogyakarta.
Tim Departemen Kesehatan RI, Pedoman
Nasional Terapi Antiretroviral 2007,
Direktorat Jendral Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
Jakarta.
PERSEPSI MAHASISWA KESEHATAN YANG MEROKOK
TERHADAP PERILAKU MEROKOK DAN PENGENDALIAN
MEROKOK

Sutarno

Program Studi S1 Keperawatan STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap

Abstrak
Merokok mengakibatkan banyak kerugian, dua diataranya adalah mengganggu stabilitas
perekonomian rumah tangga dan mengganggu kesehatan. Ganguan kesehatan akibat
merokok telah terbukti dalam berbagai penelitian seperti: berdampak pada penyakit arteri
koronaria, kanker paru dan berefek pada reproduksi wanita dan pada anak-anak berdampak
pada penyakit telinga tengah, gangguan pernafasan, penururnan fungsi paru, sindrom
kematian tiba-tiba pada bayi, penyakit saluran nafas bawah termasuk infeksi dan berat
badan lahir rendah. Meskipun berdampak negatif, perilaku merokok justru cenderung
meningkat. Ironisnya, mahasiswa kesehatan sebagai agen perubah perilaku kesehatan
justru banyak juga yang merokok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi
mahasiswa kesehatan yang merokok terhadap perilaku merokok dan pengendalian
merokok. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik
pengambilan sampel snowbaal dan pengumpulan data dengan wawancara terstruktur. Hasil
penelitian menunjukan persepsi mahasiswa terhadap perilaku merokok yaitu: alasan
merokok adalah karena pergaulan, merokok membuat persaan rileks, kerugian merokok
adalah boros. Persepsi mahasiswa terhadap perilaku mengendalikan merokok yaitu:
kendala berhenti merokok adalah lingkungan perokok, alasan mengendalikan merokok
adalah untuk kesehatan, keuntungan mengendalikan merokok adalah dapat menghemat
pengeluaran uang hal yang paling menghambat mengendalikan merokok adalah
lingkungan perokok. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada persepsi yang dapat
mendukung perilaku merokok dan ada persepsi yang dapat menghambat perilaku merokok
dan pengendalian merokok. Saran bagi mahasiswa perokok agar dapat mengembangkan
persepsi untuk dapat mengendalikan perilaku merokok.

Kata kunci: persepsi, perilaku, kesehatan, rokok

PENDAHULUAN memperingatkan bahaya merokok talah


Merokok merupakan perilaku negatif dilakukan melalui berbagai kegiatan
yang sangat merugikan. Ada banyak promosi kesehatan termasuk memuat
kerugian akibat perilaku perilaku merokok, peringatan bahaya merokok di bungkus-
beberapa diantaranya adalah: mengganggu bungkus rokok yang menyebutkan bahwa
stabilitas perekonomian rumah tangga, merokok membahayakan kesehatan seperti:
mengganggu kesehatan perokok aktif kanker paru-paru, impotensi, keguguran
maupun perokok pasif, mencemari udara dan lain-lain. Merokok selain berbahaya
dan mengganggu kenyamanan ruangan dan bagi perokok aktif juga berbahaya bagi
lingkungan. Upaya pemerintah dalam perokok pasif. Dampak perokok pasif pada
orang dewasa telah cukup bukti berdampak laki-laki di fakultas kedokteran Universitas
pada penyakit arteri koronaria, kanker paru Gadjah Mada (UGM) tahun 2007 adalah
dan berefek pada reproduksi wanita dan 8,5%. Bahkan yang memprihatinkan dan
pada anak-anak berdampak pada penyakit dapat meningkatkan jumlah perokok laki-
telinga tengah, gangguan pernafasan, laki dimasa yang akan datang adalah
penururnan fungsi paru, sindrom kematian jumlah mahasiswa laki-laki di fakultas
tiba-tiba pada bayi, penyakit saluran nafas kedokteran UGM tahun 2007 yang
bawah termasuk infeksi dan berat badan termasuk perokok eksperimen (mencoba-
lahir rendah (Syafei dkk 2009). Penelitian coba merokok) adalah 21,20%. Beberapa
juga membuktikan adanya keterkaitan penelitian tentang merokok yang
antara jumlah dan lama merokok dengan menunjukan adanya perokok dikalangan
kadar kolesterol dalam darah (Lestari S tenaga kesehatan dan mahasiswa kesehatan
2014). Dampak merokok juga tampak pada juga telah dilaksanakan, diantaranya adalah
gigi perokok. Penelitian Priskila F. (2015) penelitian Humokor (2006) yang meneliti
membuktikan bahwa pada perokok terjadi Sikap dan Perilaku Merokok Tenaga
gambaran periodontal destruktif tahap Kesehatan di Kabupaten Tolitoli. Salawati
lanjut disertai kehilangan fungsi dalam penelitian perilaku merokok
mengunyah sebesar 62,2%. dikalangan mahasiswa Universitas
Beberapa bahan dalam rokok yang Muhammadiyah Semarang menyebutkan
berbahaya antara lain: radioaktif Polonium- bahwa keyakinan, sikap, motivasi dan
201, Aceton, ammonia, naphthalene, perilaku merokok antara mahasiswa
pestisida, dan racun arsenic lainnya. Saat kesehatan dan mahasiswa non kesehatan
dibakar, rokok mengeluarkan gas hydrogen tidak jauh berbeda.
sianida dan pada pembakaran tidak Salah satu hal yang terkait dengan
sempurna menghasilkan gas karbon perilaku merokok adalah persepsi terhadap
monoksida (CO). Zat lain yang berbahaya perilaku merokok dan persepsi terhadap
adalah Nikotin yang dapat membuat program pengendalian merokok. Penelitian
kecanduan dan Tar yang dapat Asngad M (2016) menemukan bahwa
menyebabkan kanker (Ridwan, 2012). mahasiswa mempunyai persepsi terhadap
Meskipun bahaya merokok telah peringatan merokok bahwa peringatan
diinformasikan melalui berbagai media dan bahaya merokok pada kemasan rokok
kegiatan promosi kesehatan, perilaku hanya mengada-ada, rekayasa dan dibuat
merokok belum mengalami penurunan untuk menakut-nakuti para perokok.
bahkan cenderung mengalami kenaikan. Informan juga menganggap bahwa bahaya
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 merokok yang ada pada kemasan tidak
bahkan menunjukkan adanya sesuai dengan efek yang dirasakan selama
kecenderungan peningkatan jumlah merokok. Penelitian Wardhani D A dkk
perokok pada usia 15 tahun keatas dari (2013) menemukan bahwa layanan online
tahun 2007 sebanyak 34,2% menjadi 36,3% berhenti merokok memberikan manfaat.
pada tahun 2013. Studi pendahuluan di Sekolah Tinggi
Ironisnya bahwa tenaga kesehatan dan Ilmu Kesehatan Al-Irsyad Al-Islamiyyah
mahasiswa kesehatan sebagai change agent Cilacap (STIKES AIAIC) menunjukan hal
perilaku sehat justru termasuk kelompok yang cenderung sama dengan hasil
yang merokok. Prabandari (2009) penelitian sebelumnya. Pada studi
mempublikasikan hasil penelitian dan pendahuluan di STIKES AIAIC didapatkan
memaparkan jumlah perokok mahasiswa informasi sebagai berikut: satu kelas
terdapat 20% mahasiswa laki-laki merokok, tersembunyi. Mahasiswa kesehatan adalah
satu kelas lainnya 60% mahasiswa laki-laki sebagai model dan change of agent
merokok dan satu kelas hampir semua sehingga tepat untuk dijadikan informan
mahasiswa laki-laki merokok. Kebiasaan dalam penelitian ini.
merokok dilakukan diluar kampus seperti di Sampel diperoleh dengan
tempat kos dan di warung yang menggunakan teknik snow ball. Teknik
tersembunyi. Upaya pengendalian merokok snow ball dipilih dengan pertimbangan
telah dilakukan dengan beberapa cara bahwa mahasiswa kesehatan tidak merokok
seperti: penegakan kode etik mahasiswa, di kampus tetapi diluar kampus sehingga
bimbingan akademik dan kemahasiswaan sulit diidentifikasi. Mahasiswa perokok
serta program pengendalian merokok menyadari perilaku merokok dilarang di
dengan pendidikan kesehatan bahaya STIKES AIAIC sehingga mahasiswa
merokok. Meskipun telah dilakukan merokok secara sembunyi-sembunyi.
program pengendalian merokok, mahasiswa Pengumpulan data pada penelitian ini
STIKES AIAIC masih banyak yang menggunakan wawancara terstruktur
berperilaku merokok. Berdasarkan latar dengan pertanyaan terbuka. Daftar
belakang maka masalah peneliti yang pertanyaan terbuka untuk mendapatkan data
dirumuskan ada bagaimanakah persepsi persepsi mahasiswa STIKES AIAIC
mahasiswa STIKES AIAIC terhadap terhadap perilaku merokok yaitu: 1)
perilaku merokok dan pengendalian pertanyaan tentang alasan merokok, 2)
merokok? pertanyaan tentang keuntungan merokok, 3)
pertanyaan tentang kerugian merokok.
METODE PENELITIAN Sedangkan daftar pertanyaan terkait
Pada penelitian ini variabel yang persepsi mahasiswa STIKES AIAIC
diteliti adalah Persepsi mahasiswa STIKES terhadap perilaku pengendalian merokok
AIAIC terhadap perilaku merokok dan yaitu: 1) pertanyaan tentang kendala
program pengendalian merokok. Penelitian berhenti merokok, 2) pertanyaan tentang
ini merupakan penelitian kualitatif yang alasan mengendalikan perilaku merokok, 3)
dilakukan dengan wawancara terstruktur. pertanyaan tentang keuntungan
Lokasi penelitian ini di STIKES AIAIC mengendalikan merokok dan 4)
khususnya di asrama STIKES AIAIC. pertanyaan tentang hal yang paling
Populasi adalah mahasiswa tingkat satu menghambat perilaku mengendalikan
yang merokok di STIKES AIAIC, sampel merokok. Analisis dilakukan menggunakan
penelitian adalah seluruh mahasiswa tingkat analisis kualitatif.
satu yang merokok dan bersedia menjadi
informan. Lokasi dan sampel dipilih dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
pertimbangan bahwa STIKES AIAIC Penelitian ini menumukan fenomena yang
adalah perguruan tingggi kesehatan yang terjadi pada mahasiswa perokok berupa
telah menerapkan peraturan larangan persepsi mahasiswa kesehatan STIKES
perilaku merokok dan ada program AIAIC perokok terhadap perilaku merokok.
pengendalian merokok tetapi masih Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
diperoleh informasi bahwa mahasiswa laki- 1. Hampir semua mahasiswa
laki perokok pada tiap kelas bervariasi menyampaikan bahwa alasan merokok
antara 20% sampai dengan hampir semua adalah karena pergaulan. Berikut adalah
merokok. Kegiatan merokok dilakukan di jawaban dari mahasiswa perokok saat
tempat kost dan di beberapa warung yang
ditanya Apakah alasan Anda Penelitian ini juga ditemukan fenomena
merokok? yang terjadi pada mahasiswa perokok
RA : karena pelampiasan penat, berupa persepsi mahasiswa kesehatan
pergaulan lingkungan STIKES AIAIC perokok terhadap perilaku
DR : karena sudah biasa kalau pengendalian merokok. Hasil penelitian ini
tidak merokok ada yang adalah sebagai berikut:
kurang 1. Sebagian besar mahasiswa perokok
WA: karena enak, karena menyampaikan bahwa kendala berhenti
pergaulan merokok adalah lingkungan perokok.
AS : karena pergaulan, Berikut adalah jawaban mahasiswa
mencoba-coba perokok saat ditanya Apakah kendala
AL : karena pergaulan Anda berhenti merokok?
LT : karena keinginan, pergaulan RA : ajakan teman untuk tetap
merokok
2. Sebagian besar mahasiswa perokok DR : karena gak punya uang dan
menyampaikan bahwa merokok ketika batuk
membuat persaan rileks. Berikut adalah WA: sudah biasa dan sering
jawaban mahasiswa perokok saat diajak teman
ditanya Apa sajakah keuntungan AS : ada aja yang menggoda,
merokok? bibir kecut, stres
RA : merasa nyaman saat jenuh AL : lingkungan/teman
kalau merokok kebanyakan merokok
DR : mudah mengigat pelajaran LT : karena sudah biasa dan juga
WA: enak rasanya, mengisi pergaulan
waktu luang
AS : otak menjadi rilek dan 2. Sebagian besar menyampaikan bahwa
tenang alasan mengendalikan merokok adalah
AL : lebih tenang apa bila ada untuk kesehatan. Berikut adalah
masalah jawaban mahasiswa perokok saat
LT : sebagai teman santai ditanya Apakah alasan Anda
mengendalikan merokok?
3. Hampir semua mahasiswa perokok RA : ingin hidup sehat dan
menyampaikan bahwa kerugian normal (tidak kecanduan
merokok adalah boros. Berikut adalah rokok)
jawaban mahasiswa perokok saat DR : tidak baik untuk kesehatan
ditanya Apakah kerugian merokok? diri dan orang disekitar
RA : gangguan kesehatan, WA: tidak baik untuk kesehatan
kecanduan dan pengeluaran dan lingkungan
bertambah AS : karena saya ingin berhenti
DR : menghabiskan uang, merokok
merusak kesehatan AL : karena merokok boros dan
WA: boros menyebabkan sakit
AS : boros uang, kecanduan LT : untuk menjaga diri dari
AL : gampang sakit batuk, penyakit yang disebabkan
gampang cape, lemas oleh rokok
LT : boros
3. Sebagian besar mahasiswa merokok menyebabkan remaja merokok. Muliyana D
menyampaikan bahwa keuntungan (2013) dalam penelitiannya juga
mengendalikan merokok adalah dapat menemukan adanya hubungan antara
menghemat pengeluaran uang. Berikut dukungan teman sebaya dengan tindakan
jawaban mahasiswa perokok saat merokok pada mahasiswa.
ditanya Apasajakah keuntungan Perasaan rileks teridentifikasi sebagai
mengendalikan merokok? keuntungan yang paling banyak dirasakan
RA : uang saku bisa ditabung, oleh mahasiswa saat merokok. Hasil
hidup sehat identifikasi ini sesuai dengan penelitian
DR : menghemat uang, bisa Salawati T dan Amalia R (2010) yang
menjaga kesehatan menemukan adanya pernyataan dari
WA: menghemat uang, lebih informan bahwa merokok sebagai pereda
terhindar dari bahaya rokok stress dan relaksasi. Hasil identifikasi ini
AS : bisa irit uang dan tidak dapat dimaknai bahwa saat remaja yang
boros merasa stress remaja akan cenderung
AL : lebih sehat badan merokok. Dapat dimaknai juga bahwa
LT : menjaga diri untuk diri keadaan stress dapat mendorong remaja
sendiri dan orang lain untuk menghisap rokok. Hal ini sesuai
dengan penelitian Fitriyansyah R (2014)
4. Semua mahasiswa perokok yang menemukan adanya pengaruh tingkat
menyampaikan bahwa yang paling stress terhadap perilaku merokok remaja
menghambat mengendalikan merokok laki-laki di Banda Aceh. Amiati dan Layli
adalah lingkungan perokok. Berikut Nur (2014) menemukan adanya hubungan
adalah jawaban mahasiswa perokok saat antara tingkat stress dengan perilaku
ditanya Apakah yang paling merokok pada perawat laki-laki di RSUD
menghambat Anda untuk Sukoharjo. Oktaviana M (2014)
mengendalikan merokok? menemukan ada hubungan antara tingkat
RA : lingkungan pergaulan stress dengan perilaku merokok. Harvinta
DR : teman dan kebiasaan dan Dilla Dwi Riska (2015) menemukan
merokok adanya hubungan yang signifikan antara
WA: teman dan lingkungan stress akademik dengan kecenderungan
bermain merokok. Hal serupa juga ditemukan oleh
AS : teman-teman main Trisnolerah (2016) bahwa ada hubungan
AL : lingkungan sekitar antara tingkat stress dengan kebiasaan
LT : lingkungan dan keinginan merokok. Aulia Putri dan Risda (2016)
menemukan ada hubungan antara tingkat
Penelitian ini telah menjawab stress dengan perilaku merokok.
permasalahan dan tujuan penelitian. Boros dan gangguan kesehatan
Pembahasan hasil penelitian adalah sebagai merupakan dua kondisi yang teridentifikasi
berikut: sebagai kerugian dari merokok. Mahasiswa
Pergaulan dengan perokok diidentifikasi perokok menyadari bahwa perilaku
sebagai alasan mahasiswa memulai merokok yang dilakukan dapat merugikan
merokok. Hasil penelitian ini mendukung diri sendiri berupa boros dan gangguan
penelitian Nubari AR (2012) yang kesehatan. Dalam tahap ini teridentifikasi
mengidentifikasi lingkungan pergaulan rata-rata rokok yang dihisap perhari adalah
teman sebaya sebagai faktor yang 7 batang. Saat ini harga rokok per batang
rata-rata Rp.700,- (Priherdityo, E. 2016). dengan harga rokok rata-rata Rp.700- per
Dengan harga rokok per batang Rp.700,- batang maka tiap mahasiswa perokok akan
maka rata-rata dana untuk belanja rokok menghemat Rp. 2.100,-/hari. Hal ini berarti
sebesar Rp. 4.900,-/hari atau Rp.147.000,- akan dapat menghematan Rp.2.100- x
/bulan. Jika dikonversi dengan belanja telur 1.051.126 = Rp. 2.207.364.600,-/hari.
maka setara dengan 8,2 kg telur ayam/bulan Adanya hambatan yang dirasakan oleh
dengan harga rata-rata telur ayam mahasiswa dalam mengendalikan perilaku
Rp.18.000,-/kg. merokok, dan hambatan yang paling
Hampir semua mahasiswa perokok dirasakan adalah lingkungan pergaulan
menyatakan pernah berusaha berhenti tetapi dengan perokok. Semua mahasiswa
ada kendala dan kendala berhenti merokok perokok menyampaikan bahwa yang paling
adalah bergaul dengan lingkungan perokok. menghambat mengendalikan merokok
Darojah S (2014) menyatakan bahwa ada adalah lingkungan perokok. Ardini RA dan
beberapa hal yang membuat perokok sulit Hendriani W (2012) dalam penelitiannya
menghentikan kebiasaan merokok salah menemukan dua faktor penghambat
satunya adalah karena tinggal di lingkungan berhenti merokok yaitu adanya ketakutan
perokok. Rosemary R (2013) dijauhi oleh teman-temaan sesama perokok
menyimpulkan bahwa kendala berhenti dari dan rasa ingin merokok saat melihat teman-
ketergantungan merokok adalah faktor temannya merokok. Rosemary R. (2013)
kecanduan dan mayoritas lingkungan yang dalam penelitiannya menyimpulkan ada dua
merokok. faktor yang menghambat mahasiswa untuk
Mahasiswa mempunyai persepsi tentang berhenti merokok yaitu faktor kecanduan
keuntungan mengendalikan perilaku dan faktor lingkungan pergaulan dengan
merokok berupa menghemat pengeluaran perokok aktif.
uang. Keuntungan pengendalian perilaku Kesadaran diri mahasiswa perokok
merokok disampaikan oleh sebagian besar terhadap hambatan kecanduan dan
informan. Berdasarkan data pada program lingkungan pergaulan dengaan perokok
pengendalian perilaku merokok berhasil inilah yang dapat mempengaruhi penetapan
menurunkan rata-rata rokok yang dihisap target untuk berhenti merokok. Dalam
sebanyak 3 batang atau sebesar 40% atau kondisi ini mahasiswa perokok menghadapi
tiap infroman dapat menghemat uang masalah antara memilih berhenti merokok
sebesar Rp.63.000,-/bulan. Data jumlah atau tetap merokok bersama teman
mahasiswa Indonesia tahun 2013/2014 pergaulannya yang merokok. Kemampuan
sebanyak 5.839.587 (BPS, 2015) dan memilih hal yang positif merupakan hal
jumlah pelajar perokok tahun 2014 sebesar yang penting. Pemaknaan masalah sebagai
18% (Wahyuningsih M, 2015). Jika jumlah tantangan hidup juga dapat menjadi hal
mahasiswa masih setara dengan jumlah yang berarti bagi remaja. Sutarno (2016)
mahasiswa tahun 2013/2014 sebanyak menuliskan bahwa masalah sebaiknya
5.839.587 (BPS, 2015) dan jumlah pelajar dianggap sebagai tantangan hidup yang
perokok masih setara dengan jumlah pelajar sebaiknya dihadapi dengan sikap dan
perokok tahun 2014 sebesar 18% tindakan yang positif. Hal tersebut juga
(Wahyuningsih M, 2015) maka jumlah dapat diterapkan dalam menghadapi
pelajar perokok = 1.051.126. Jika program masalah antara memilh berhenti merokok
ini dilakukan pada seluruh pelajar di dan tetap merokok bersama teman-teman
Indonesia dan tiap pelajar berhasil perokok aktif. Kepercayaan diri untuk lepas
menurunkan rata-rata 3 batang per hari dari pengaruh teman-teman perokok juga
merupakan hal yang penting dalam usaha mengendalikan merokok adalah untuk
berhenti merokok. Mahasiswa hendaklah kesehatan, sebagian besar mahasiswa
menyadari bahwa yang berhak merokok menyampaikan bahwa keuntungan
mengedalikan diri adalah diri sendiri. mengendalikan merokok adalah dapat
Muttaqien F (2015) menuliskan bahwa menghemat pengeluaran uang, dan semua
yang mengendalikan diri bukan orang lain mahasiswa perokok menyampaikan bahwa
atau lingkungan tetapi diri sendirilah yang yang paling menghambat mengendalikan
berhak menseting kehidupan sesuai dengan merokok adalah lingkungan perokok.
keinginan. Berhenti merokok adalah jalan Saran bagi para peneliti yaitu hendaklah
yang baik dan setiap kebaikan butuh dapat mengembangkan penelitian berupa
perjuangan, Sa`ad dalam Wijaya AD. model perubahan persepsi perokok dengan
(2016) menyampaikan bahwa untuk benar- menggunakan sampel yang lebih besar,
benar mencari ridha Allah maka jalankan pada populasi yang lebih luas dan metode
saja kebaikan tanpa harus memikirkan penelitian kuasi eksperimen, sedangkan
perkataan orang. Berhenti merokok bukan bagi mahasiswa perokok hendaklah
hanya sekedar urusan kesehatan fisik tetapi melajutkan perjuangannya untuk berhenti
menyangkut arti kehidupan dan kesadaran dari perilaku merokok dengan menguatkan
spiritual. Effendi I (2015) menyampaikan diri dengan menguatkan persepsi yang
bahwa kesadaran sepiritual sangat positif terkait dengan pengendalian perilaku
mempengaruhi kesadaran seseorang merokok.
terhadap arti kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN DAN SARAN Amiati dan Layli Nur. 2014. Hubungan
Penelitian ini telah berhasil mencapai Antara Tingkat Stres Dengan Perilaku
tujuan berupa ditemukan fenomena berupa Merokok Perawat Pria Di RSUD
persepsi mahasiswa kesehatan yang Sukoharjo.
merokok terhadap perilaku merokok dan http://eprints.ums.ac.id/28332/
pengendalian merokok yang dapat Ardini RA dan Hendriani W .2012. Proses
mendukung atau menghambat perilkau Berhenti Merokok Secara Mandiri Pada
merokok dan pengendalian merokok. Mantan Pecandu Rokok Dalam Usia
Ada tiga fenomena berupa persepsi Dewasa Awal. Jurnal Psikologi
mahasiswa terhadap perilaku merokok yaitu Pendidikan dan Perkembangan. Vol 1.
hampir semua mahasiswa menyampaikan No. 2 Juni 2012.
bahwa alasan merokok adalah karena https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=
pergaulan, sebagian besar mahasiswa j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad
perokok menyampaikan bahwa merokok =rja&uact=8&ved=0ahUKEwik3uKKw
membuat persaan rileks, dan hampir semua -
mahasiswa perokok menyampaikan bahwa XNAhXIKZQKHRsPATkQFggZMAA
kerugian merokok adalah boros. &url=http%3A%2F%2Fjournal.unair.ac
Ada empat fenomena berupa persepsi .id%2FfilerPDF%2F110511160_2v.pdf
mahasiswa terhadap perilaku &usg=AFQjCNFMaiI50W1CZNjJh34h
mengendalikan merokok yaitu sebagian Q3bFD_4gQg&sig2=ADovnc-
besar mahasiswa perokok menyampaikan ApFlmPFht9mGmwQ&bvm=bv.12613
bahwa kendala berhenti merokok adalah 0881,d.dGo
lingkungan perokok, sebagian besar Asngad M .2016. Persepsi Mahasiswa
menyampaikan bahwa alasan Terhadap Peringatan Merokok Pada
Setiap Kemasan Rokok Lestari S. 2014. Faktor Risiko Penyakit
http://repository.iainpurwokerto.ac.id/2 Kardiovaskuler (Studi Pada Mahasiswa
48/2/MUHAMMAD%20ASNGAD_PE Perokok Fakultas Teknik Jurusan Mesin
RSEPSI%20MAHASISWA%20TERH Universitas Diponegoro Semarang)
ADAP%20PERINGATAN%20BAHA ejournal S1 Undip Vol 2, No 1 (2014)
YA%20MEROKOK%20PADA%20SE http://www.ejournal-
TIAP%20KEMASAN%20ROKOK.pdf s1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/vie
Aulia Putri dan Risda .2016. Hubungan w/6378
Tingkat Stres Dengan Tingkat Perilaku Muliyana D .2013. Faktor Yang
Merokok Pada Mahasiswa Semester Berhubungan Dengan Tindakan
Tujuh Di Fakultas Hukum Universitas Merokok Pada Mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Skripsi Hasanuddin Makassar. Media
thesis, Universitas Muhammadiyah Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol
Surakarta. 9, No 2 (2013).
http://eprints.ums.ac.id/42219/ http://blog.unhas.ac.id/index.php/JMK
BPS. 2015. Jumlah Perguruan Tinggi 1, MI/article/view/1094
Mahasiswa, dan Tenaga Edukatif Muttaqien F .2015. Healthy Lifestyle.
(Negeri dan Swasta) di Bawah Gema Insani. Depok
Kementrian Pendidikan dan Nubari AR. 2012.
Kebudayaan Menurut Provinsi http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitst
2013/2014. ream/123456789/28935/1/AHMAD%2
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/v 0RIFQI%20NUBAIRI-FKIK.pdf
iew/id/1839 Oktaviana M. 2014. Hubungan Jumlah
Darojah S .2014. Faktor Determinan Uang Saku, Tingkat Stres Dan Sikap
Penghambat berhenti Merokok pada Tentang Merokok Dengan Perilaku
Kepala keluarga di Kecamatan Jatiyoso Merokok Remaja.
Kabupaten Karanganyar. https://digilib.uns.ac.id/dokumen/detail/
http://eprints.ums.ac.id/32170/23/NAS 40509
KAH%20PUBLIKASI.pdf Prabandari YS, Prawitasari
Effendi I. 2015. Hati: mengenal, Membuka JE.1995.Pendidikan Kesehatan Melalui
dan Memanfaatkannya. Yayasan Seminar dan Diskusi Kelompok
Padmajaya. Jakarta Sebagai Alternatif Penanggulangan
Fitriyansyah R. 2014. Pengaruh Tingkat Perilaku Merokok Pada Remaja Pelajar
Stres Terhadap Perilaku Merokok Pada SLTA di Kodya Yogyakarta.
Remaja Laki-Laki Di Banda Aceh. http://johana.staff.ugm.ac.id/wp-
http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=sh content/uploads/bps_ugm_95.pdf
ow_detail&id=3523 Priherdityo, E. 2016. Harga Murah Jadi
Harvinta dan Dilla Dwi Riska (2015) Faktor Utama Candu Rokok di
Hubungan Antara Stress Akademik Indonesia.
Dengan Kecenderungan Perilaku http://www.cnnindonesia.com/gaya-
Merokok Pada Mahasiswi Fakultas hidup/20160531022205-277-
Kedokteran Umum Universitas 134585/harga-murah-jadi-faktor-utama-
Muhammadiyah Surakarta. Skripsi candu-rokok-di-indonesia/
thesis, Universitas Muhammadiyah Priskila F. 2015. Gambaran Status
Surakarta. Periodontal Pada Perokok Di Desa
http://eprints.ums.ac.id/35617/ Watutumou 3 Jaga 8 Kecamatan
Kalawat Kabupaten Minahasa Utara.
jurnal e-GiGi. Vol 3, No 1 (2015).
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eg
igi/article/view/6403
Rosemary R.2013. Antara Motivasi dan
Tantangan Berhenti Merokok (Studi
Kasus Pada Mahasiswa di Banda Aceh).
http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/
Kom/article/download/1018/946
Salawati T dan Amalia R .2010. Perilaku
Merokok Di Kalangan Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Semarang.
Proseding Seminar nasional UNIMUS.
Sutarno. 2016. Cara Praktis Mengikis Sakit
Hati. Penerbit WR. Yogyakarta
Syafei O, Ericksen M, Ross H, MacKay J.
The Tobacco Atlas, Third Edition. The
American Society, Atlanta, Georgia,
USA, 2009.
Trisnolerah, woodford B.S. Joseph, Nova
H. Kapantow .2016. Hubungan Antara
Tingkat Stres Dan Pola Asuh Orang
Tua Dengan Kebiasaan Merokok Pada
Siswa Kelas X Dan Xi Di Smk Negeri 2
Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ph
armacon/article/view/12177
Wahyuningsih M. 2015. 18 Persen Pelajar
Indonesia Sudah Jadi Pecandu Rokok.
http://www.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20150531094612-255-56771/18-
persen-pelajar-indonesia-sudah-jadi-
pecandu-rokok/
Wardhani D A, Rimawati E, Nurjanah
.2013. Persepsi Mahasiswa Terhadap
Layanan Konsultasi Online Klinik
Berhenti Merokok UDINUS Semarang.
http://eprints.dinus.ac.id/7754/1/jurnal_
12001.pdf
Wijaya AD. 2016. Jangan Pernah
Menyerah. Qultum Media. Jakarta
Hubungan Antara Pengetahuan Ibu dan Peran Petugas
Kesehatan (Bidan) dengan Kunjungan Antenatal pada Ibu Hamil
di Wilayah Kerja Puskesmas Kebun Kopi Kota Jambi Tahun
2015
Ika Murtiyarini

Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Jambi

ABSTRAK

Asuhan yang diberikan pada masa kehamilan bertujuan untuk mendeteksi komplikasi,
mendidik, serta memberikan informasi kepada ibu hamil tentang bahaya-bahaya obstetri.
Ibu hamil perlu dilibatkan dalam semua pembuatan keputusan yang berkenaan dengan
keperawatan mereka. Wanita hamil perlu merencanakan siapa yang akan melakukan
pemeriksaan, seberapa sering ia perlu diperiksa, dan kemana ia perlu pergi untuk mencari
bantuan dan saran. Risiko tinggi pada kehamilan dapat ditemukan pada saat kunjungan
antenatal (ANC). Cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan di Indonesia masih
rendah, yaitu 90% untuk K1 (pemeriksaan pertama) dan kurang dari 95% untuk K4
(pemeriksaan keempat). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan rancangan penelitian Cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui
hubungan pengetahuan ibu dan peran petugas (bidan) dengan kunjungan antenatal.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kebun Kopi Kota Jambi tahun 2015,
dengan sampel sebanyak 85 orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan September s/d
Desember 2015. Analisa data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat. Hasil
penelitian ini diketahui dari 85 responden sebagian besar (50,6%) memiliki kunjungan
antenatal kurang baik, sebagian besar responden (51,8%) berpengetahuan kurang baik,
dan sebagian besar (52,9%) dukungan keluarga kurang baik, serta terdapat hubungan
bermakna antara pengetahuan ibu, dukungan keluarga, dan peran petugas dengan
kunjungan antenatal. Bagi dinas kesehatan agar dapat menetapkan suatu kebijakan
terhadap pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Bagi Puskesmas Kebun Kopi,
diharapkan agar melakukan kerja sama dengan bidan praktik mandiri dan klinik bersalin
serta dapat memberikan informasi atau melakukan penyuluhan kepada ibu hamil. Yang
dapat disampaikan melalui leaflet dan poster.

Kata Kunci: Pengetahuan, Peran Petugas Kesehatan, Antenatal, Ibu Hamil


PENDAHULUAN kewenangan petugas kesehatan dalam
Pembangunan kesehatan merupakan rangka mendukung upaya penurunan
upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
rakyat yang sangat fundamental. Kematian Bayi (AKB) (Dinkes Propinsi
Pembangunan nasional perlu berwawasan Jambi, 2013).
kesehatan, diharapkan setiap program Penelitian lain yang dilakukan oleh
pembangunan nasional yang terkait dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di
pembangunan kesehatan, dapat Lombok mengungkapkan bahwa pelayanan
memberikan kontribusi yang positif antenatal di fasilitas kesehatan seperti di
terhadap tercapainya nilai-nilai dasar rumah sakit Kabupaten sering
pembangunan kesehatan. Tujuan mengecewakan. Kekecewaan ini antara lain
pembangunan kesehatan menuju Indonesia disebabkan petugas kurang ramah, lama
sehat 2025 adalah meningkatkan kesadaran, menunggu, bahkan sering kolega dan orang
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi dekat petugas kesehatan mendapatkan
setiap orang agar peningkatan derajat prioritas pelayanan. Selain itu dokter juga
kesehatan masyarakat dapat terwujud sulit diminta konsultasi, apabila
melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan menghendaki konsultasi, pasien disarankan
negara Indonesia yang ditandai oleh datang kerumahnya dan umumnya biaya
penduduknya ynag hidup dengan perilaku menjadi mahal (Kollman, 1997 Dalam :
dan dalam lingkungan sehat, memiliki Satoto, 2004:7).
kemampuan untuk menjangkau pelayanan Dukungan keluarga merupakan andil
kesehatan yang bermutu, secara adil dan yang cukup besar dalam menentukan status
merata, serta memiliki derajat kesehatan kesehatan ibu, jika seluruh keluarga
diseluruh wilayah Republik Indonesia. mengharapkan kehamilan, mendukung dan
(Depkes RI, 2009). memperlihatkan dukungannya dalam
Antenatal merupakan perawatan berbagai hal, maka ibu hamil akan merasa
atau asuhan yang diberikan kepada ibu percaya diri, lebih bahagia dan siap
hamil sebelum kelahiran, yang berguna menjalani kehamilan, persalinan dan nifas,
untuk memfasilitas hasil yang sehat dan hal ini akan mempengaruhi ibu dalam
positif bagi ibu hamil maupun bayi dengan mengikuti program KIA atau ANC (Fauzi,
alasan menegakkan hubungan kepedulian 2007:3).
dengan ibu, mendeteksi komplikasi yang Berdasarkan survey awal di Wilayah
dapat mengancam jiwa, mempersiap Kerja Puskesmas Kebun Kopi pada tanggal
kelahiran dan memberikan pendidikan 11 Juni 2015 diketahui bahwa dari 15
kesehatan. (Luluvikas : 2008). responden (ibu hamil) ada 9 orang yang
Resiko tinggi pada kehamilan dapat tidak melakukan kunjungan ANC diruang
ditemukan pada saat Antenatal (ANC). KIA hal ini disebabkan suami tidak
Namun di Indonesia ibu hamil yang menganjurkan untuk melakukan kunjungan
melakukan ANC masih rendah, yaitu 90 ke puskesmas, tidak diantar suami atau
persen untuk K1 (pemeriksaan pertama) anggota keluarga lain ke puskesmas, tidak
dan kurang dari 95 persen untuk K4 pernah mendapatkan penyuluhan tentang
(pemeriksaan kempat). Oleh karena itu jika kehamilan khususnya manfaat pelayanan
ibu (resiko pada ibu hamil) kurang ANC bagi ibu hamil sedangkan 6 orang
terpantau oleh tenaga kesehatan, target K1 melakukan kunjungan ANC secara rutin.
90% dan K4 95% (Depkes RI, 2009). Berdasarkan informasi dari petugas
Dalam rangka mengatasi masalah kesehatan puskesmas menyatakan bahwa
tersebut diatas, maka pelayanan ANC telah memberikan informasi tentang
diwilayah kerja Puskesmas lebih pelayanan ANC di Posyandu, dan
diutamakan kepada upaya peningkatan, pelayanan ANC di Puskesmas sudah
pencegahan dan deteksi dini risiko tinggi dilaksanakan sesuai dengan protap yang
pada masa perinatal serta ada. Menurut peneliti informasi yang
penatalaksanaannya pada tingkat pelayanan disampaikan petugas Puskesmas di
kesehatan dasar yang sesuai dengan batas posyandu kurang efektif karena informasi
ini hanya dapat diterima oleh ibu hamil Pengetahuan
Ibu
Kunjungan Antenatal p-
Value
yang datang berkunjung di posyandu saja. Tidak Baik Jumlah
Dari uraian diatas maka peneliti Baik
f % F % %
tertarik untuk melakukan penelitian tentang
pelayanan ANC bagi ibu hamil dengan Kurang baik 28 63,6 16 36,4 44 100
judul Hubungan Antara Pengetahuan
Baik 15 36,6 26 63,4 41 100 0.023
Ibu, Dukungan Keluarga dan Peran
Petugas Kesehatan dengan Kunjungan Total 43 50,6 42 49,4 85 100
Antenatal pada Ibu Hamil di Wilayah
Kerja Puskesmas Kebun Kopi Kota
Jambi Tahun 2015. Berdasarkan hasil penelitian yang dapat
dilihat pada tabel diatas dari 44 responden
pengetahuan ibu kurang baik, ada 28 (63,6%)
METODE PENELITIAN responden tidak baik dalam melakukan
Penelitian ini merupakan penelitian kunjungan antenatal. Dari 41 responden dengan
kuantitatif dengan desain cross sectional cross- pengetahuan ibu baik ada 15 (36,6 %)
sectional yaitu pendekatan penelitian untuk responden yang melakukan kunjungan
menyatakan hubungan antara variabel Antenatal tidak baik dan ada 26 (63,4%)
dependen dengan variabel independent responden. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-
value =0.023 (p < 0.05) hal ini membuktikan
pada waktu yang hampir bersamaan.
bahwa ada hubungan yang bermakna antara
(Arikunto, 2002)
pengetahuan ibu dengan kunjungan ibu hamil
Menurut Arief (2003) populasi adalah
dalam melakukan antenatal.
keseluruhan subjek penelitian dapat berupa
manusia, hewan percobaan, data dan lain-lain
Pengetahuan responden kurang baik
yang ciri-cirinya akan diteliti Populasi dalam karena pada umumnya responden tidak
penelitian ini adalah semua ibu hamil di wilayah mengetahui berapa kali sebaiknya
kerja Puskesmas Kebun Kopi. Sampel dalam melakukan kunjungan antenatal, serta apa
penelitian ini 85 orang responden, cara saja pemeriksaan yang harus didapatkan
pengambilan sampel adalah dengan Simple oleh ibu hamil setiap kali melakukan
Random Sampling. kunjungan, ibu tidak mengetahui berapa
Instrumen penelitian yang digunakan kali harus mendapatkan imunisasi TT serta
dalam penelitian ini adalah dengan ibu hamil tidak mengetahui manfaat tentang
menggunakan kuesioner untuk mencari tablet tambah darah dan berapa tablet yang
data yang meliputi pengetahuan, dukugan harus diminum selama kehamilan ibu.
keluarga, peran petugas kesehatan dan Rendahnya pengetahuan responden tentang
pemanfaatkan pelayanan ANC. antenatal diduga karena kurangnya
Uji statistik yang digunakan adalah uji informasi yang diberikan oleh petugas
chi-square dengan batas kemaknaan p value = kesehatan kepada responden tentang
0,05. Apabila p-value 0,05 artinya ada pelayanan antenatal.
hubungan maka Ho ditolak sedangkan bila p- Pengetahuan ibu hamil kurang baik
value > 0,05 artinya tidak terdapat hubungan tersebut akan mempengaruhi ibu dalam
maka Ho diterima (Sugiono, 2011). melakukan kunjungan Antenatal Care. Hal
ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
oleh Notoatmodjo (2003:123), yang
Hasil penelitian terhadap hubungan
mengemukakan pengetahuan ini merupakan
antara pengetahuan ibu, dukungan keluarga
domain yang penting untuk membentuk
dan peran petugas kesehatan dengan
tindakan. Dari pengetahuan yang didapat,
kunjungan antenatal pada ibu hamil di
selanjutnya akan membentuk perilaku.
wilayah kerja puskesmas Kebun Kopi Kota
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
Jambi tahun 2015 disajikan menggunakan
semakin kurang baiknya pengetahuan
Uji statistik chi-square seperti pada tabel
tentang Antenatal akan menyebabkan ibu
berikut:
tidak melakukan kunjungan Antenatal
dengan baik.
Menurut Green (1980) dalam Berdasarkan tabel diatas diketahui
Notoadmodjo (2003:10) bahwa bahwa dari 45 responden yang kurang baik
pengetahuan dapat mempengaruhi mendapatkan dukungan keluarga ada 28
seseorang untuk memperoleh pelayanan (62,2%) responden dalam melakukan
kesehatan yang optimal dalam hal ini yang kunjungan Antenatal, 40 responden
dimaksud adalah pemanfaatan ANC. dukungan keluarga baik ada 15 (37,5 %)
Hasil penelitian ini didukung oleh responden yang melakukan kunjungan
Sriana (2005) yang membuktikan bahwa Antenatal. Hasil uji statistik diperoleh nilai
ada hubungan yang bermakna antara p-value =0.040 (p < 0.05) hal ini
pengetahuan dengan pemanfaatan membuktikan bahwa ada hubungan yang
pelayanan Antenatal atau ibu hamil dalam bermakna antara dukungan keluarga
melakukan kunjungan Antenatal. responden dengan kunjungan ibu hamil
Berdasarkan uraian kuesioner dalam melakukan kunjungan antenatal.
sebagian besar kurang baiknya pengetahuan Hasil penelitian menunjukkan
responden terhadap perilaku kunjungan responden yang menyatakan rendahnya
antenatal responden. Responden tidak dukungan keluarga kepada ibu hamil untuk
mengetahui berapa kali memeriksa melakukan kunjungan antenatal disebabkan
kehamilan (55%), responden tidak antara lain yaitu sebagian besar responden
mengetahui berapa bulan ibu harus dalam melakukan pemeriksaan tidak
memeriksa kehamilan (60%), responden diantar oleh anggota keluarga atau
tidak mengetahui kapan sebaikinya suaminya, jika ada keluarga responden
diberikan imunisasi TT (58%) kemudian yang mengantar ibu hamil dalam
responden tidak mengetahui manfaat dari melakukan pemeriksaan hanya menunggu
rajin mengontrol kehamilan dipetugas diluir (tidak menemani ibu hamil keruangan
kesehatan (54%). pemeriksaan), keluarga tidak pernah
Beberapa upaya yang perlu memberikan informasi lepada ibu hamil
dilakukan yaitu mengajak ibu hamil untuk tentang manfaat dari pelayanan antenatal
rutin dan teratur memeriksa kehamilan, dan dampaknya jika ibu hamil tidak
memberitahukan kepada ibu hamil pada melakukan kunjungan antenatal.
usia berapa memeriksa kehamilan dan Dari uraian diatas dapat disimpulkan
diberi imunisasi TT dan memberikan bahwa dukungan keluarga kurang baik,
penyuluhan tentang manfaat mengontrol menurut peneliti dukungan keluarga
kehamilan secara rutin dipetugas kesehatan merupakan hal penting dalam mewujudkan
Untuk meningkatkan pengetahuan perilaku kesehatan yang lebih bagi anggota
responden atau masyarakat tentang keluarga yang lain. Hal ini didukung oleh
pelayanan Antenatal Care perlunya Niven (2002) yang mengemukakan bahwa
memberikan informasi atau melakukan keluarga juga dapat memberi dukungan dan
penyuluhan kepada ibu hamil. Dimana membuat keputusan mengenai perawatan
penyampaiaan pesan ini dapat disampaikan dari anggota keluarga dalam hal ini yang
melalui leaflet dan poster. dimaksud adalah pemanfaatan pelayanan
Hasil analisa hubungan dukungan ANC. Selain itu Wahini, (2002) juga
keluarga dengan kunjungan antenatal dapat mengemukakan bahwa dukungan keluarga
dilihat pada tabel berikut : terhadap ibu hamil dapat diwujudkan oleh
suami atau anggota keluarga lainnya.
Kunjungan Antenatal p-
Dukungan Value
Berdasarkan uraian kuesioner
Keluarga Tidak Baik Baik Jumlah sebagian besar kurang baiknya dukungan
keluarga responden terhadap perilaku
f % f % %
antenatal responden, keluarga responden
Kurang baik 28 62,2 17 37,8 f % tidak
0.040 mengantarkan ibu kepuskesmas untuk
memeriksa kehamilan (55%), responden
Baik 15 37,5 25 62,5 45 100
tidak menganjurkan memeriksa kehamilan
Jumlah 43 50,6 42 49,4 40 100 secara rutin (60%), keluarga responden
tidak menanyakan kepada petugas
kesehatan tentang kesehatan ibu dan janin Responden yang menyatakan peran
yang dikandung (58%) kemudian sebagian petugas kesehatan (Bidan) sebagai petugas
keluarga responden melarang ibu kesehatan (Bidan) kurang baik antara lain
memeriksa kehamilan dan membiarkan ibu disebabkan karena menurut responden
mengerjakan pekerjaan berat-berat (54%). bahwa petugas tidak memberikan
Beberapa upaya yang perlu penyuluhan tentang pelayanan antenatal
dilakukan adalah menganjurkan keluarga kepada ibu hamil, petugas kesehatan tidak
responden untuk mengantarkan ibu memberikan informasi kepada ibu hamil
kepuskesmas untuk memeriksa kehamilan, tentang masalah kesehatannya, selain itu
menganjurkan keluarga responden untuk petugas kurang dalam memberikan
memeriksa kehamilan secara rutin, penyuluhan kepada ibu hamil tentang
menganjurkan keluarga responden supaya makanan yang baik untuk kehamilannya.
menanyakan kepada petugas kesehatan Untuk mengatasi hal tersebut petugas
tentang kesehatan ibu dan janin yang diharapkan untuk meningkatkan
dikandung kemudia menganjurkan juga penyuluhan kepada ibu hamil baik secara
keluarga responden tidak melarang ibu langsung maupun tidak langsung
memeriksa kehamilan dan tidak (penyampaian informasi melalui leaflet
membiarkan ibu hamil mengerjakan atau poster yang berisikan tentang
pekerjaan berat-berat. antenatal).
Hasil analisa hubungan peran Kurang baiknya petugas kesehatan
petugas kesehatan dengan kunjungan akan mempengaruhi masyarakat untuk
antenatal dapat dilihat pada tabel berikut : berperilaku hidup sehat satunya dengan
melakukan kunjungan antenatal pada ibu
Kunjungan Antenatal hamil.
p- Oleh karena itu petugas kesehatan
Peran Petugas Value
Kesehatan Tidak Baik Baik Jumla khususnya bidan mempunyai peranan
h penting dalam meningkatkan kesehatan
f % f % %
masyarakat hal ini sesuai dengan pendapat
Kurang baik 30 65,2 16 34,8 46 100 yang dikemukakan oleh Notoadmodjo
(2003:17) semua petugas kesehatan baik
0.007
Baik 13 33,3 26 66,7 39 100
dilihat dari jenis maupun tingkatannya pada
dasarnya adalah pendidik kesehatan (health
Jumlah 43 50,6 42 49,4 85 100 education) ditengah-tengah masyarakat
petugas kesehatan menjadi tokoh panutan
dibidang kesehatan. Untuk itu maka
Berdasarkan tabel diatas diketahui petugas kesehatan harus mempunyai sikap
bahwa dari 46 responden yang menyatakan dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
peran petugas kesehatan (Bidan) kurang kesehatan. Demikian pula petugas-petugas
baik ada 30 (65,2%) responden tidak baik lain atau tokoh masyarakat, mereka juga
dalam melakukan kunjungan antenatal, 16 merupakan panutan perilaku, termasuk
(34,8%) responden yang melakukan perilaku kesehatan oleh sebab itu maka
kunjungan Antenatal dengan baik. Dari 39 harus mempunyai sikap dan perilaku yang
responden yang menyatakan peran petugas positif. Sikap dan perilaku petugas
kesehatan baik ada 13 (33,3 %) responden kesehatan merupakan pendorong atau
yang melakukan kunjungan antenatal tidak penguat perilaku sehat pada masyarakat
baik dan 26 (66,7%) responden yang untuk mencapai hal tersebut. Salah satunya
melakukan kunjungan antenatal dengan yaitu dapat mempengaruhi masyarakat
baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p- dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
value =0.007 (p < 0.05) hal ini ANC.
membuktikan bahwa ada hubungan yang Hasil penelitian ini juga didukung
bermakna antara peran petugas kesehatan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh
dengan kunjungan ibu hamil dalam Sriana (2005) yang membuktikan bahwa
melakukan kunjungan antenatal. ada hubungan yang bermakna antara peran
petugas kesehatan dengan kunjungan DAFTAR PUSTAKA
Antenatal care pada ibu hamil.
Berdasarkan uraian kuesioner Bobak,2005. Keperawatan Maternitas.
sebagian besar kurang baiknya peran Jakarta : EGC
petugas kesehatan responden terhadap Cunningham,F.G,et al, 2002. William
perilaku antenatal responden, petugas Obstetric. Jakarta : EGC
kesehatan tidak memberikan penyuluhan Depkse ,RI 2004. Administrasi Kesehatan .
tentang pelayanan ANC (56%), petugas Jakarta
kesehatan tidak memberikan solusi tentang Depkes ,RI 2006. Petunjuk pelayanan
masalah yang didapatkan ibu selama Antenatal. Jakarta
kehamilan (58%), petugas kesehatan tidak Depkes, RI 2007. Kesehatan Ibu dan Anak.
memberikan penyuluhan tentang bahaya Jakarta
pada kehamilan (56%) kemudian sebagian Depkes RI 2009. Indonesia Sehat 2025.
petugas kesehatan tidak mengukur fundus Jakarta
atas dan tes penyakit menular (65%). Effendi,Nasrun, 1998. Dasar - dasar
Beberapa upaya yang perlu Keperawatan Kesehatan Masyarakat.
dilakukan agar petugas kesehatan memberikan Buku Kedokteran. Jakarta : EGC
penyuluhan tentang pelayanan ANC, petugas Henderson, 2006. Buku Ajar Konsep
kesehatan memberikan solusi setiap masalah Kebidanan. Jakarta : EGC
yang didapatkan ibu selama kehamilan, petugas Luluvikas, 2008. Pelayanan Maternitas.
kesehatan memberikan penyuluhan tentang Jakarta : EGC
bahaya yang didapatkan pada kehamilan Mubarak ,et al. 2006. Buku Ajar Ilmu
kemudian petugas kesehatan mengukur fundus Keperawatan Komunitas 2, Jakarta :
atas dan melakukan tes penyakit menular,
Sagung Seto.
dalam memberikan informasi kepada ibu
Mustika ,2007. Peran Kebidanan. Jakarta:
hamil petugas kesehatan perlu melibatkan
Med press.
keluarga terutama suami atau orang tua hal
Notoatmodjo,s. 2007. Promosi Kesehatan
ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran
dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
keluarga dalam mewujudkan kesehatan
Cipta.
yang optimal bagi anggota keluarga lain ibu
Potter & Perry, 2005. Buku Ajar
hamil, dengan menyediakan ruang
Fundamental Keperawatan Konsep,
konseling.
Proses, dan Praktik. Volume 1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Jakarta : EGC.

Terdapat hubungan yang bermakna


antara pengetahuan ibu dengan kunjungan
antenatal, terdapat hubungan yang
bermakna antara dukungan keluarga
dengan kunjungan antenatal, terdapat
hubungan yang bermakna antara peran
petugas kesehatan dengan kunjungan
antenatal di Wilayah Kerja Puskesmas
Kebun Kopi Tahun 2015.
Dinas kesehatan agar dapat
menetapkan suatu kebijakan terhadap
pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
Bagi Puskesmas Kebun Kopi, diharapkan
agar melakukan kerja sama dengan bidan
praktik mandiri dan klinik bersalin serta
dapat memberikan informasi atau
melakukan penyuluhan kepada ibu hamil.
Yang dapat disampaikan melalui leaflet dan
poster.
DESKRIPSI KOMPLIKASI MATERNAL DI
PUSKESMAS PONED ADIPALA I
Susanti1, Lutvi Yusanti2
12
Program Studi D3 Kebidanan Stikes Al-Irsyad Al-Islamiyyah
santirnj@gmail.com

ABSTRAK
Salah satu upaya yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dalam
mendukung percepatan penurunan AKI dan AKN adalag melalui Puskesmas
PONED. Puskesmas PONED bertugas untuk menerima rujukan, melakukan
pelayanan kegawatdaruratan sebatas wewenang dan melakukan rujuan secara
aman, namun banyak indicator yang menunjukkan belum optimalnya fungsi
Puskesmas PONED. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
desain cross sectional, dilaksanakan di Puskesmas Adipala I dengan jumlah
sampel seluruh kejadian komplikasi maternal di Puskesmas PONED Adipala 1
tahun 2014 -2015 sejumlah 418 kejadian, dianalisis univariat. Hasil penelitian
bahwa kejadian komplikasi yang ditangani sebanyak 166 (39,7%) kejadian dan
yang dirujuk sebanyak 252 (60,3%) kejadian. Komplikasi kehamilan yang
ditangani sebanyak 118 (46,1%) kejadian, dan yang dirujuk sebanyak 138
(53,9%) kejadian. Komplikasi persalinan yang ditangani sebanyak 24 (20,3%)
kejadian, dan yang dirujuk sebanyak 94 (79,7%) kejadian. Komplikasi masa
nifas yang ditangani sebanyak 24 (54,5%) kejadian, dan yang dirujuk sebanyak
20 (45,5%) kejadian. Distribusi frekuensi kasus rujukan yang ditemukan di
Puskesmas PONED Adipala 1 sebagian besar merupakan rujukan dari BPM
yaitu sebanyak 292 kasus (69,9 %).

Kata Kunci : Komplikasi Maternal, Puskesmas PONED

Angka Kematian Ibu (AKI) (AKI) Provinsi Jawa Tengah tahun


merupakan salah satu indikator utama 2012 berdasarkan laporan dari
derajat kesehatan suatu negara. kabupaten/kota sebesar 116,
Berdasarkan Survei Demografi 34/100.000 kelahiran hidup,
Kesehatan Ibu Indonesia (SDKI) mengalami peningkatan bila
2012, AKI tercatat mencapai 359 per dibandingkan dengan AKI pada tahun
100 ribu kelahiran hidup, angka masih 2011 sebesar 116,01/100.000
jauh dari target Millenium kelahiran hidup. Jumlah kematian
Development Goals (MDGs) 2015 maternal terbanyak adalah di
yaitu sebesar 102 per 100.000 Kabupaten Brebes sebanyak 51
kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu kematian. Kasus kematian ibu di
Kabupaten Cilacap pada tahun 2013 percepatan penurunan AKI dan AKN
adalah sebesar 34 jiwa (Profil (Angka Kematian Neonatal) adalah
Kesehatan Kabupaten Cilacap 2013, melalui penanganan Obstetri dan
h.15) dan mengalami peningkatan Neonatal emergensi/komplikasi di
menjadi 36 jiwa pada tahun 2014 tingkat pelayanan dasar dengan
(Profil Kesehatan Kabupaten Cilacap Pelayanan Obstetri Neonatal
2014, h.15). Emergensi Dasar (PONED) di
Di Indonesia 80% kematian ibu Puskesmas yang didukung dengan
disebabkan komplikasi langsung keberadaan Rumah Sakit dengan
obstetri, terutama perdarahan (28%), Pelayanan Obstetri Neonatal
preeklampsia dan eklampsia (24%), Emergensi Komprehensif (PONEK)
infeksi (11%), komplikasi puerperium dalam suatu Collaborative
(8%), partus lama/macet (5%), trauma Improvement PONED-PONEK
obstetri (5%), emboli obstetri (3%) (Kemenkes RI 2013, h. 4).
dan lain-lain 11% (Zulhadi dkk 2013, Puskesmas PONED bertugas
h. 191). untuk menerima rujukan dari fasilitas
Setidaknya ada tiga kondisi yang rujukan dibawahnya yaitu Puskesmas
perlu dicermati dalam Pembantu dan Pondok Bersalin Desa,
menyelamatkan ibu yaitu sifat melakukan pelayanan
komplikasi obstetri yang tidak dapat kegawatdaruratan obstetri neonatal
diprediksikan dialami oleh siapa dan sebatas wewenang, dan melakukan
kapan akan terjadi, setiap kehamilan rujukan kasus secara aman ke Rumah
berisiko maka seharusnya setiap ibu Sakit (RS) dengan penanganan
mempunyai akses terhadap layanan prahospital (Kemenkes RI 2005, h. 4).
yang adekuat yang dibutuhkan saat Banyak indikator yang menunjukkan
komplikasi terjadi, sebagian besar belum optimalnya Puskesmas
kematian ibu terjadi pada masa PONED tersebut, antara lain kasus-
persalinan dan dalam 24 jam pasca kasus komplikasi maternal dan
persalinan yang merupakan suatu neonatal hanya sekedar lewat di
periode yang singkat sehingga akses Puskesmas untuk mendapatkan surat
terhadap dan kualitas pelayanan pada rujukan ke Rumah Sakit, bidan atau
periode perlu mendapatkan prioritas bidan desa banyak yang merujuk
agar mempunyai daya ungkit yang langsung ke RS (terutama ke
tinggi dalam menurunkan angka pelayanan swasta) tanpa melalui
kematian ibu (Triana dkk 2015, h 8). Puskesmas termasuk Puskesmas
Salah satu upaya yang telah PONED, petugas atau tim Puskesmas
dilaksanakan oleh Kementerian yang sudah dilatih PONED belum
Kesehatan dalam mendukung mempunyai rasa percaya diri yang
cukup untuk menangani kasus-kasus maka penulis tertarik melakukan
yang semestinya mampu ditangani penelitian dengan judul Deskripsi
atau paling sedikit melakukan Komplikasi Maternal di Puskesmas
pertolongan pertama sebelum dikirim PONED Adipala 1.
ke RS dengan berbagai alasan
(Bappenas, 2010). METODE PENELITIAN
Australia Indonesia Partnership Jenis penelitian adalah penelitian
for Maternal and Neonatal Health deskriptif dengan desain cross
(AIPMNH 2015, h. 2) menyebutkan sectional, dilaksanakan di Puskesmas
gambaran tersebut menunjukkan Adipala I. Populasi pada penelitian
bahwa dengan memampukan ini adalah seluruh kejadian
Puskesmas dengan pelayanan komplikasi maternal di Puskesmas
PONED, Puskesmas diharapkan PONED Adipala 1 tahun 2014 -2015
mampu mengatasi masalah kesehatan sejumlah 418 kejadian. Teknik
dan komplikasi maternal dan pemilihan sampel dalam penelitian ini
neonatal, demi mengurangi kamatian adalah total sampling, maka jumlah
ibu dan bayi/neonatal. sampel pada penelitian ini adalah
Data dari Dinas Kesehatan sebanyak 418 data ibu yang
Kabupaten Cilacap menunjukkan mengalami komplikasi.
bahwa tahun 2014 Puskesmas Adipala
merupakan salah satu Puskesmas HASIL
PONED di Cilacap peringkat ke-6 Penelitian dilakukan pada tahun 2016
untuk penanganan ibu hamil dengan di Puskesmas PONED Adipala 1
komplikasi kebidanan terbanyak yaitu dengan melihat data register PONED
221 kejadian dengan jumlah dan Kohort bersalin Puskesmas
perkiraan 213 kejadian atau mencapai PONED Adipala 1 tahun 2014 - 2015.
103,85%. Ditemukan AKI sebanyak 3 A. Macam Macam Kejadian
kasus, yaitu 2 kasus terjadi pada ibu Komplikasi Maternal di
nifas dan 1 kasus pada ibu bersalin. Puskesmas PONED Adipala 1
Berdasarkan umur, 2 kasus terjadi Tahun 2014-2015
pada ibu dengan usia > 35th dan 1 Kejadian komplikasi maternal
kasus pada rentan usia 20-34 tahun yang ditemukan di Puskesmas
(Profil Kesehatan Kabupaten Cilacap PONED Adipala 1 tahun 2014-2015
2014, h. 91) dan diketahui penyebab ada berbagai macam. Kejadian
dari kematian tersebut adalah karena komplikasi tersebut kemudian
perdarahan dan Preeklampsia Berat dibedakan menjadi komplikasi
(PEB) (Profil Puskesmas Adipala 1 kehamilan, komplikasi persalinan dan
2014) . Berdasarkan latar belakang komplikasi masa nifas.
Tabel 1. Distribusi Kejadian ditangani dan dirujuk serta
Komplikasi komplikasi masa nifas yang
Maternal di Puskesmas PONED ditangani dan dirujuk.
Adipala
1 tahun 2014-2015

No Komplikasi frekuensi %
1 Komp.Kehamilan 256 61,2
2 Komp. Persalinan 118 28,2
3 Komp. Nifas 44 10,5
Total 418 100,0
Sumber : data primer 2016
Dalam tabel 2 dapat diketahui
Berdasarkan tabel 1 Distribusi bahwa sebagian besar komplikasi
kejadian komplikasi maternal di kehamilan adalah hipertensi
Puskesmas PONED Adipala 1 tahun kehamilan sebanyak 66 (25,8%)
2014-2015 dapat diketahui bahwa kejadian. Jumlah komplikasi
kejadian komplikasi terbanyak kehamilan yang ditangani sebanyak
adalah komplikasi pada kehamilan 118 kejadian, dan yang dirujuk
yaitu sebanyak 256 (61,2%) sebanyak 138 kejadian dari seluruh
kejadian, yang kedua adalah kejadian komplikasi kehamilan yang
komplikasi persalinan sebanyak 118 dirujuk.
(28,2%) kejadian, ketiga adalah
komplikasi pada masa nifas yaitu
sebanyak 44 (10,5%) kejadian.

B. Distribusi Frekuensi Kejadian


Komplikasi Maternal
Berdasarkan Tindak Lanjutnya di
Puskesmas PONED Adipala 1 Berdasarkan tabel 3 dapat
Tahun 2014-2015 diketahui bahwa sebagian besar
komplikasi persalinan adalah dengan
Distribusi frekuensi kejadian penyulit lain sebanyak 40 (33,9%)
komplikasi dibagi menjadi 2, yaitu kejadian. Jumlah komplikasi
kejadian komplikasi yang ditangani persalinan yang ditangani sebanyak
dan dirujuk. Data tersebut kemudian 24 kejadian, dan yang dirujuk
dijabarkan lagi menjadi 6, yaitu sebanyak 94 kejadian.
kehamilan yang ditangani dan
dirujuk, komplikasi persalinan yang
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kejadian Puskesmas PONED adalah
Komplikasi Maternal (Nifas) Berdasarkan
Tindak Lanjutnya di Puskesmas PONED
Puskesmas rawat inap yang mampu
Adipala 1 tahun 2014 -2015 menyelenggarakan pelayanan obstetri
dan neonatal emergensi/komplikasi
tingkat dasar dalam 24 jam sehari dan
7 hari seminggu (AIPMNH 2015,
h.6). Puskesmas PONED dapat
Berdasarkan tabel 4 dapat melakukan pengelolaan kasus dan
diketahui bahwa sebagian besar komplikasi tertentu sesuai dengan
komplikasi masa nifas adalah tingkat kewenangan dan
perdarahan yaitu sebanyak 42 kemampuannya atau melakukan
(95,5%) kejadian. Jumlah komplikasi rujukan ke rumah sakit atau rumah
masa nifas yang ditangani sebanyak sakit PONEK (Depkes, 2009).
24 kejadian, dan komplikasi yang Hasil penelitian menunjukkan
dirujuk sebanyak 20 kejadian. bahwa di Puskesmas PONED Adipala
1 tahun 2014-2015 ditemukan
PEMBAHASAN sebanyak 418 kejadian komplikasi
Upaya yang telah dilaksanakan maternal. Urutan pertama adalah
oleh Kementerian Kesehatan dalam komplikasi kehamilan yaitu sebanyak
mendukung percepatan penurunan 256 (61,2%) kejadian, kedua
AKI dan AKN (Angka Kematian komplikasi persalinan yaitu sebanyak
Neonatal) adalah melalui 118 (26,2%) kejadian, dan yang
penanganan Obstetri dan Neonatal ketiga adalah komplikasi pada masa
emergensi/komplikasi di tingkat nifas yaitu sebanyak 44 (10,5%)
pelayanan dasar dengan Pelayanan kejadian.
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar Komplikasi kehamilan
(PONED) di Puskesmas yang merupakan komplikasi paling banyak
didukung dengan keberadaan Rumah ditemukan di Puskesmas PONED
Sakit dengan Pelayanan Obstetri Adipala 1, hal ini dapat disebabkan
Neonatal Emergensi Komprehensif karena berdasarkan hasil penelitian,
(PONEK) dalam suatu Collaborative penemuan komplikasi pada
Improvement PONED-PONEK kehamilan di Puskesmas Adipala 1
(Kemenkes RI 2013, h.4). tahun 2014-2015 ada berbagai macam
1. Macam Macam Kejadian yaitu abortus (iminen, insipiens,
Komplikasi Maternal di inkomplit, komplit), HEG, hipertensi
Puskesmas PONED Adipala 1 kehamilan (hipertensi, PER dan
Tahun 2014- 2015 PEB), perdarahan pervaginam,
ketuban pecah dini, IUFD, dan
penyulit lainnya (gawat janin, anemia seperti yang terdapat dalam penelitian
dan penyakit penyerta/febris). sebelumnya yang dilakukan oleh
Sebagian besar komplikasi kehamilan Huda, 2007.
adalah hipertensi kehamilan yaitu Menurut Kemenkes RI Nomor
sebanyak 66 (25,8%) dan sebagian 828/Menkes/Sk/Ix/2008 komplikasi
kecil adalah hamil dengan IUFD yaitu persalinan terdiri atas kelainan letak
sebanyak 4 (1,6%) kejadian. /pre sentasi janin (malpresentasi /
Hal ini seperti yang terdapat malposisi), partus macet/distosia,
dalam Keputusan Menteri Kesehatan infeksi berat / sepsis, kontraksi
RI Nomor 828/Menkes/ Sk/1x/2008 dini/persalinan premature, dan
bahwa komplikasi kehamilan terdiri kehamilan ganda (Kemenkes RI
atas abortus, HEG, perdarahan 2008). Beberapa artikel menyebutkan
pervaginam, hipertensi kehamilan ada beberapa penyulit lain yang
(preeklampsia dan eklampsia), berkaitan dengan komplikasi maternal
kehamilan lewat waktu, dan ketuban seperti partus lama/kala 1 lama (Dewi
pecah dini. Kehamilan berisiko 2015, h. 1) dan IUFD (Prabowo 2015,
seperti kehamilan dengan penyakit h. 1). Hal ini sesuai dengan hasil
penyerta, janin mati, gawat janin, penelitian yang menemukan beberapa
riwayat perdarahan masuk dalam komplikasi persalinan terdiri atas
komplikasi kehamilan seperti yang kejadian kala 1 lama/partus lama, kala
dikemukakan oleh peneliti 2 lama/partus macet, prematuree,
sebelumnya bahwa kehamilan risiko kehamilan ganda/gemeli,
tinggi adalah kehamilan yang malpresentasi & malposisi (presentasi
memiliki risiko meninggalnya bayi, bokong, letak lintang, dan presentasi
ibu, atau melahirkan bayi yang cacat muka), dan penyulit lainnya
atau terjadi komplikasi kehamilan (disproporsi kepala panggul, riwayat
yang lebih besar dari risiko pada SC, oedema portio, anemia,
wanita normal umumnya (UNIMUS, kondiloma, varises vagina, gawat
2009). janin, susp. BBLR atau dengan
Komplikasi kehamilan menjadi penyakit penyerta) serta tidak
komplikasi yang paling banyak ditemukan kejadian infeksi dan
ditemukan di Puskesmas Adipala 1 ruptura uteri. Sebagian besar
dapat pula disebabkan karena setiap komplikasi persalinan yang dijumpai
ibu hamil menghadapi risiko beban adalah komplikasi persalinan dengan
fisik, mental dan bahaya komplikasi penyulit lainnya yaitu sebanyak 40
kehamilan, persalinan dan nifas (33,9%) kejadian dan paling sedikit
dengan risiko kematian, kecacatan, adalah inpartu dengan premature dan
ketidakpuasan dan ketidaknyamanan
gemeli yaitu masing masing kehamilan yang ditangani sebanyak
sebanyak 4 (3,4%) kejadian. 118 (46,1%) kejadian yang didominasi
Komplikasi masa nifas menurut oleh kejadian komplikasi kehamilan
Sulistyawati (2009, h. 173-197) dengan HEG sebanyak 52 (100%)
terdiri atas perdarahan masa nifas dan kejadian, dan kejadian yang dirujuk
infeksi masa nifas. Berdasarkan hasil sebanyak 138 (53,9%) kejadian,
penelitian, komplikasi pada masa didominasi oleh kejadian hipertensi
nifas ditemukan kasus perdarahan dan kehamilan yaitu sebanyak 46 (69,7%).
komplikasi nifas lainnya (penyakit Jumlah komplikasi persalinan yang
lainnya) serta tidak ditemukan kasus ditangani sebanyak 24 kejadian, di
infeksi postpartum. Sebagian besar dominasi oleh kejadian malpresentasi
komplikasi pada masa nifas adalah & malposisi sebanyak 10 (35,7%)
perdarahan, yaitu sebanyak 42 kejadian dan yang dirujuk sebanyak 94
(95,5%). (79,7%) kejadian, yang didominasi
oleh komplikasi persalinan dengan
2. Distribusi Frekuensi Kejadian penyulit lainnya sebanyak 36 (90 %)
Komplikasi Maternal Berdasarkan kejadian. Jumlah komplikasi masa
Tindak Lanjutnya di Puskesmas nifas yang ditangani sebanyak 24
PONED Adipala 1 Tahun 2014- kasus (54,5 %), didominasi
2015 seluruhnya, yang dirujuk sebanyak 20
Tugas Puskesmas PONED dalam kasus (45,5 %) kejadian, yang
buku pedoman PONED 2005 tidak didominasi kasus perdarahan sebanyak
lepas dari sistem rujukan. Tugas 18 (42,9 %) kejadian.
tersebut yaitu menerima rujukan dari Hal ini dapat disebabkan karena
fasilitas rujukan dibawahnya dan kejadian komplikasi maternal yang
melakukan pelayanan ditemukan diluar kewenangan
kegawatdaruratan obstetri neonatal Puskesmas PONED, seperti yang
sebatas wewenang, serta melakukan terdapat dalam Asutralia Indonesia
rujukan kasus secara aman ke Rumah Partnership for Maternal and
Sakit dengan penanganan prahospital Neonatal Health (AIPMNH 2015,
(KEMENKES RI 2005, h. 4). h.6) bahwa salah satu tujuan
Hasil penelitian di Puskesmas Puskesmas PONED adalah
Adipala 1 menunjukkan bahwa menangani kasus yang disesuaikan
jumlah kejadian komplikasi maternal kewenangannya, dalam hal ini
sebagian besar dirujuk yaitu sebanyak melakukan stabilisasi dan segera
252 (60,3%) kejadian dan yang melakukan rujukan secra benar, cepat
ditangani sebanyak 166 (39,7%) dan tepat. Menurut Kemenkes RI
kejadian. Jumlah komplikasi (2013, h.74-76) mengenai kasus
kasus yang memerlukan rujukan mempunyai rasa percaya diri yang
segera ke Rumah Sakit yaitu, ibu cukup untuk menangani kasus kasus
hamil dengan panggul sempit, riwayat yang semestinya mampu ditangani
bedah saecar, perdarahan antepartum atau paling sedikit melakukan
hipertensi kehamilan, ketuban pecah pertolongan pertama sebelum dikirim
disertai mekonium kental, TFU 40 cm ke RS dengan berbagai alasan
atau lebih, primipara pada fase aktif (Bappenas, 2010). Hal ini juga seperti
kala satu persalinan dengan yang terdapat dalam buku AIPMNH,
penurunan kepala 5/5, anemia berat, 2015 mengenai Puskesmas PONED,
disproporsi kepala panggul, dan bahwa kasus kasus yang bisa
penyakit penyerta. ditangani di Puskesmas PONED
Setiap kasus dengan sangat tergantung pada kesiapan tim,
kegawatdaruratan maternal dan ketersediaan alat, obat, dan sarana
neonatal yang datang ke Puskesmas pendukung lainnya.
PONED, harus langsung dikelola
sesuai dengan prosedur tetap. Setelah 3. Distribusi Frekuensi Kasus
dilakukan stabilisasi kondisi pasien, Rujukan Komplikasi Maternal di
kemudian ditentukan apakah pasien Puskesmas PONED Adipala 1
akan dikelola di tingkat Puskesmas Tahun 2014-2015
PONED atau dirujuk ke Rumah Sakit Salah satu tugas dari Puskesmas
PONEK untuk mendapatkan PONED adalah menerima rujukan
pelayanan yang lebih sesuai dengan dari fasilitas rujukan dibawahnya dan
kegawatdaruratannya dalam upaya melakukan pelayanan sebatas
penyelamatan jiwa ibu dan anak. wewenang, serta melakukan rujukan
Selain itu, banyaknya kasus yang kasus secara aman ke Rumah Sakit
dirujuk dapat disebabkan karena dengan penanganan prahospital
penanganan komplikasi di tingkat (Kemenkes RI, 2005, h. 4).
komplikasi belum berjalan dengan Hasil penelitian menunjukan bahwa
baik. Penelitian sebelumnya jumlah kasus maternal yang
mengungkapkan bahwa banyak ditemukan di Puskesmas PONED
indikator yang menunjukkan belum Adipala 1 tahun 2014-2015 sebanyak
optimalnya Puskesmas PONED 418 dan sebagian besar merupakan
tersebut, antara lain kasus kasus rujukan dari BPM/desa yaitu
komplikasi maternal dan neonatal sebanyak 292 (69,9 %) kejadian serta
hanya sekedar lewat di Puskesmas sebagian kecil adalah bukan rujukan
untuk mendapatkan surat rujukan ke BPM/desa, yaitu 126 (30,1 %)
Rumah Sakit, petugas atau Puskesmas kejadian. Hal ini dapat disebabkan
yang sudah dilatih PONED belum karena bidan bidan sudah memiliki
inisiatif untuk merujuk pasiennya ke variabel yang berhubungan dengan
Puskesmas. Hal ini seperti yang komplikasi obstetri meliputi penolong
diungkapkan oleh Rukmini dan persalinan OR=4,32 (95% CI: 0,49-
Ristrini, 2015 bahwa inisiatif 37,98); paritas OR=1,86 (95% CI:
melakukan rujukan untuk kasus 0,83-4,16); sikap OR=1,66 (0,94-
maternal khususnya oleh bidan sangat 2,94)[ riwayat komplikasi hamil
dibutuhkan untuk daerah perdesaan sebelumnya OR=1,79 (0,83-3,83) dan
karena merekalah yang banyak tempat persalinan OR=1,18 (95% CI:
mengetahui perkembangan ibu sejak 1,01-3,26.
awal kehamilan. Hasil pemeriksaan Selain itu dapat pula disebabkan
kehamilan dapat digunakan untuk karena kebijakan dari jaminan
menentukan seorang ibu hamil kesehatan, bahwa bagi pemilik
memerlukan pelayanan rujukan atau jaminan kesehatan harus periksa di
dapat melahirkan dengan persalinan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas
normal. Rujukan akan memperbesar dan Rumah Sakit. Hal ini sama
kesempatan ibu hamil mendapatkan seperti penelitian sebelumnya yang
pelayanan kesehatan yang lebih baik, dilakukan oleh Rumita, 2012 bahwa
dan sudah ada upaya pertolongan sebagian besar pengguna Jampersal,
yang maksimal. memperoleh pelayanan di Puskesmas.
Berdasarkan penelitian Rumita Faktor pendukung keberhasilan
(2014) bahwa dari 106 kasus yang Puskesmas PONED salah satunya
layak dirujuk dan sebanyak 33 kasus adalah adanya jaminan kesehatan
tidak layak dirujuk. Hal ini seperti JKRS dan Jamkesmas
kemungkinan dikarenakan Umur (Kemenkes RI 2005, h.6).
bidan rata-rata adalah 41 tahun,
ratarata masa kerja bidan adalah 41 KESIMPULAN
tahun, dan rata-rata pengalaman bidan Distribusi frekuensi kejadian
merujuk adalah 17 tahun. Dari 17 komplikasi yang ditangani sebanyak
responden bidan sebanyak 23,4% 166 (39,7%) kejadian dan yang
memiliki pengetahuan yang rendah. dirujuk sebanyak 252 (60,3%)
Berdasrkan penelitian (Huda, kejadian. Komplikasi kehamilan yang
bahwa prevalensi komplikasi obstetri ditangani sebanyak 118 (46,1%)
46,8%, komplikasi pada waktu hamil kejadian, dan yang dirujuk sebanyak
dan persalinan merupakan yang 138 (53,9%) kejadian. Komplikasi
terbanyak (12,27%) dan paling sedikit persalinan yang ditangani sebanyak
adalah komplikasi waktu hamil dan 24 (20,3%) kejadian, dan yang
nifas masing-masing 2,27%. Model dirujuk sebanyak 94 (79,7%)
multivariat akhir mendapatkan lima kejadian. Komplikasi masa nifas yang
ditangani sebanyak 24 (54,5%) Pelayanan Obstetri Neonatal
kejadian, dan yang dirujuk sebanyak Emergensi Dasar,
20 (45,5%) kejadian. (https://ml.scribd.com/doc)
dilihat pada 01 Oktober 2015
UCAPAN TERIMA KASIH _________, 2008. Keputusan
Penulis mengucapkan terimakasih Kementrian Kesehatan
kepada panitia prosiding Seminar Republik Indonesia Nomor
Nasional STIKES Al-Irsyad Al- 125/MENKES/SK/II/2008
Islamiyyah Cilacap atas tentang Pedoman
diterbitkannya artikel penelitian ini. Penyelenggaraan Program
Jaminan Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA Masyarakat Tahun 2008,
AIPMNH, 2015. Peningkatan Mutu (hukum.unsrat.ac.id/men/me
Pelayanan KIA melalui nkes2008_125.pdf), dilihat
Peningkatan Pelayanan 10 Oktober 2015
Puskesmas Mampu PONED. _________, 2013. Buku Saku
Jakarta Pelayanan Kesehatan Ibu di
Dewi Rika, 2015, (http://www. Fasilitas Kesehatan Dasar
scribd. com/jtptunimus) dilihat & Rujukan, UNICEF,
04 Oktober 2015 Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap, _________, 2013. Pedoman
2013. Profil Kesehatan Penyelenggaran Puskesmas
Kabupaten Cilacap tahun 2013, Mampu PONED, dilihat 29
Dinas Kesehatan Kabupaten September 2015 (https:
Cilacap, Cilacap //ml.scribd.com/doc)
_________, 2014. Profil Kesehatan _________, 2013. Percepatan
Kabupaten Cilacap tahun 2014, Penurunan Angka Kematian
Dinas Kesehatan Kabupaten Ibu di Indonesia, Jakarta
Cilacap, Cilacap Rumita Ena Sari , 2014, Analisis
Huda Lasmita N, 2007, Kesehatan, Kelayakan Rujukan
Akses Pelayanan Kesehatan Persalinan Oleh Bidan
dengan Komplikasi Obstetri di Puskesmas PONED Di
Banda Sakti, Lhokseumawe RSUD Pirngadi Medan, JMJ,
Tahun 2005, Jurnal Kesehatan Volume 2, Nomor 2,
Masyarakat Nasional Vol. 1, November 2014, Hal : 99 -
No. 6, Juni 2007 113

Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia, 2005. Buku Acuan
Sulistyawati. A, 2009. Buku Ajar
Asuhan Kebidanan pada Ibu
Nifas, Penerbit Andi, Jakarta
Triana, Ana dkk, 2015. Buku ajar
kebidanan kegawatdaruratan
mataernal dan neonatal, CV
Budi utama, Yogyakarta
Viviarist, http:
//digilib.unimus.ac.id/downlo
ad.php dilihat 10 Oktober
2015
Zulhadi, dkk. 2013. Problem dan
Tantangan Puskesmas dan
Rumah Sakit Umum Daerah
dalam Mendukung Sistem
Rujukan Maternal di
Kabupaten Karimun Provinsi
Kepri Tahun 2012, Jurnal
Kebijakan Indonesia, vol.2.
no 4, hh 189-201, dilihat 29
September 2015

Anda mungkin juga menyukai