Anda di halaman 1dari 122

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ACUTE LUNG OEDEMA (ALO) ec ACUTE

CORONARY SYNDROME (ACS) DENGAN PENERAPAN TERAPI FOOTBATH DAN


ACUPRESSURE UNTUK MENCEGAH KONSTIPASI
DI RUANG CARDIOVASCULER CARE UNIT (CVCU)
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG

oleh

Ns. Mery Yolanda,S.Kep,MM

NIP.19770604 200501 2004

INSTALASI PELAYANAN JANTUNG TERPADU

RSUP Dr. M DJAMIL PADANG

TAHUN 2020
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat dan rahmat Nya yang

selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk Nya. Salawat serta salam dikirimkan kepada Nabi

Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan hidayah-Nya, laporan ilmiah ini telah

dapat menyelesaikan laporan ilmiah ini dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Acute Lung Oedema(ALO) ec Acute Coronar Syndrome (ACS) Dengan Penerapan Terapi

Foodbath Dan Acupressure Untuk Mencegah Konstipasi di Ruangan Cardivascular Care

Unit (CVCU) RSUP Dr. M. Djamil Padang. Laporan ilmiah ini diajukan sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh kenaikan golongan IV c.

Terima kasih sebesar-besarnya Penulis ucapkan kepada Pengelola Perawatan Ibu Ns.

Linda,S.Kep, dan Ibu SPF Ns.Lina Yeni P,S.Kep atas bimbingan dan motivasinya serta teman-

teman di CVCU.

Penulis menyadari bahwa laporan ilmiah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan

penulis, oleh karena itu penulis perlu kritikan dan saran bagi kesempurnaan laporan ilmiah ini..

Akhir kata kepada-Nya jualah kita berserah diri, semoga laporan ilmiah ini bermanfaat

bagi kita semua.

Padang, November 2020

Peneliti
ii
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Acute Lung Oedema (ALO) ec Acute Coronary Syndrome
(ACS) denganPenerapan Terapi Footbath dan Acupressure untuk Mencegah Konstipasi di
RuangCardiovasculerCare Unit (CVCU ) RSUP Dr. M. Djamil Padang

ABSTRAK

Acute lung oedema (ALO) kardiogenik atau edema paru akut kardiogenik adalah salah
satu kondisi gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dengan tingkat kematian 10-
20%.ALO terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan
peningkatan filtrasi cairan transkuler kedalam alveoli.Peningkatan tekanan ini terjadi biasanya
akibat peningkatan tekanan di vena pulmonalis yang terjadi disebabkan meningkatnya tekanan
akhir sistolik ventrikel kiri dan atrium kiri

.Penanganan yang diberikan kepada pasien ALO lebih diprioritaskan untuk


mempertahankan fungsi paru (seperti pertukaran gas dan perfusi organ).Selain itu pada pasien
dengan gangguan jantung salah satu intervensi keperawatan yang dilakukan adalah manajemen
energi. Terapi footbath dan akupresure adalah salah satu terapi nonfarmakologi yang dapat
diberikan kepada pasien acute coronary syndrom (ACS) .

Tujuan penulisan ini adalah untuk memaparkan asuhan keperawatan pada pasien ALO ec
ACS dengan penerapan terapi footbath dan acupressure untuk mencegah konstipasi di ruangan
CVCU RSUP Dr. Mdjamil Padang.Metode penulisan ini adalah dengan penggunaan studi
kasus.Prosedurnya di awali dengan pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, penetapan
tujuan, pemilihan intervensi yang sesuai, implementsi dan evaluasi.

Diagnosa keperawatan yang ditemukan adalah gangguan pertukaran gas berhubungan


dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi, penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan irama, preload, afterload,dan kontraktilitas dan risiko infeksi. Hasil implementasi ini
adalah masalah kontipasi klien dapat dicegah sehingga mengurangi penggunaan energi
berlebihan pada klien.

Kata Kunci : ALO, ACS, Konstipasi, Terapi Footbath, Acupressure

Daftar Pustaka : 44 (2002-2017).


iii
DAFTAR ISI

Lembar Persetujua.…………………………………..……………………………… ……i

Ucapan Terima Kasih………………………………………………………………………ii

Abstrak ........................................................................................................................ .iii

Daftar Isi ....................................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................... 1

B. TujuanPenelitian.................................................................................................. 6

C. ManfaatPenelitian................................................................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teoritis Acut coronary syndrome .......................................................... 8

B. Konsep A c u t e L u n g E o d e m a .................................................................25

C. Konsep Konstipasi .............................................................................................35

D. Konsep terapi Footbath .......................................................................................38

E. Konsep terapi Accupresure ................................................................................39

iv
F. Konsep Asuhan Keperawatan..............................................................................42

BAB III LAPORAN KASUS

A. Pengkajian.......................................................................................................... 52

B. Analisa Data........................................................................................................64

C. Rencana Asuhan Keperawatan. ......................................................................... 66

D. Catatan Perkembangan........................................................................................79

BAB IV PEMBAHASAN

A. Pengkajian......................................................................................................... 83

B. DiagnosaKeperawatan........................................................................................ 89

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................................ 99

B. Saran..................................................................................................................100

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyumbang angka mortalitas di dunia

setiap tahunnya. Penyakit kardiovaskular menduduki peringkat pertama penyebab

kematian secara global dibanding penyebab lain. Data World Health Organization

(WHO,2017) menyatakan bahwa sekitar 17, 9 juta orang atau 31% penduduk

dunia meninggal pertahunnya yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.

Pada tahun 2015, lebih dari 17 juta kematian dini (dibawah usia 70 tahun)

disebabkan oleh noncommunicable diseases, 31% dari angka tersebut disebabkan

oleh penyakit kardiovaskular. Angka tersebut diperkirakan akan mengalami

peningkatan tiap tahun. Oleh karena itu, penyakit kardiovaskular menjadi

perhatian utama dunia saat ini.

Penyakit kardiovaskular diantara penyakit jantung koroner, penyakit

cerebrovascular, rheumatic heart disease, penyakit jantung bawaan, deep vein

thrombosis dan edema paru.Penyakit jantung koroner merupakan salah satu

daripenyakit kardiovaskular yang paling banyak menyumbangkan angka

mortilitas apabila tidak ditangani dengan tepat. Coronary artery disease adalah

penyakit yang disebabkan oleh adanya rupture plak pada pembuluh darah koroner

dan memicu pembentukan trombus di arteri koroner sehingga mengakibatkan

gangguan pada aliran darah ke otot jantung. Apabila aliran darah ke otot jantung

1
berkurang, maka akan terjadi kematian jaringan karena kekurangan oksigen

dan nutrisi (Cardiac Care Network, 2013).

Di Indonesia, pada tahun 2017 didapatkan data bahwa penyakit jantung

(29,0%) menduduki posisi kedua setelah stroke (29,2%) sebagai penyebab

kematian dini (Health Data, 2017). Menurut American Heart Association tahun

2014, penyakit jantung koroner diantaranya Unstable Angina Pectoris (UAP),

STElevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST Elevation Myocardial

Infarct (NSTEMI).Didunia lebih dari 3 juta penduduk pertahun diperkirakan

mengalami STEMI dan lebih dari 4 juta penduduk mengalami NSTEMI (Kumar

A, et al., 2009).Angka mortalitas dirumah sakit lebih tinggi pada STEMI namun

mortalitas jangka panjang didapati dua kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan

NSTEMI dalam rentang waktu 4 tahun (Paxinos, G., et al., 2012).Oleh karena itu,

manajemen yang optimal terhadap kondisi pada pasien yang mengalami NSTEMI

sangat penting untuk diperhatikan dan diberikan tindakan dengan cepat.

Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) yang dikenal

denganpenyakit yang disebabkan oleh penyempitan arteri koroner, sumbatan

arteri sementara atau mikroemboli dari trombus yang ditandai dengan adanya

peningkatan biomarkers jantung tanpa adanya gambaran elevasi ST segmen pada

hasil perekaman elektrokardiogram (Daga, LC, et al., 2011). Tanda dan gejala

Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) yang sering muncul adalah

nyeridada yang timbul pada saat istirahat atau dengan aktivitas minimal yang

berlangsung 10-20 menit atau lebih dan juga diikuti dengan diaphoresis (keringat

2
dingin), dyspnea, mual, muntah, nyeri perut bahkan sinkop serta kelelahan karena

iskemik ( American Heart Association, 2018).

3
Pada pasien dengan sindrom koroner akut, untuk meminimalkan konsumsi

oksigen oleh miokard, pasien perlu diistirahatkan.Pada masa pemulihan terutama

setelah serangan dan memasuki rehabilitasi fase 2, pasien sering mengalami

keluhan terkait fisiologis maupun psikologis (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2005).

Selama 8 minggu pertama pemulihan sangat penting untuk memahami gelaja yang

dikeluhan pasien, antara lain durasi tidur pendek (El-Mokadem, 2003 dalam

Muliantino, 2017). Berbagai studi menjelaskan durasi tidur kurang dari 6 jam per

hari menjadi gejala klinis penyakit jantung koroner. Sekitar 30% lebih individu

tidur kurang dari 6 jam per hari, hal ini mengakibatkan perasaan tidak bugar dan

kelelahan saat bangun, mengantuk di siang hari serta fatigue (Wang et al., 2016).

Studi lain menjelaskan bahwa durasi tidur yang pendek (kurang dari 6 jam per

hari) secara signifikan berhubungan positif dengan penyakit jantung koroner

(Sharma, Sawhney, & Panda, 2014). Studi lain menemukan durasi tidur yang

pendek sebanyak 35,3% dari 1071 pasien gangguan kardiovaskular di Keio

University Hospital dan berkontribusi 59,3% terhadap kualitas tidur yang buruk

(Matsuda et al., 2017). Penelitian yang dilakukan Grandner et al (2012)

menjelaskan hubungan signifikan durasi tidur yang pendek dengan infark

miokardium.

Sebanyak 56% pasien mengalami gangguan tidur di hari pertama

rawatan.Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasien sindrom

koroner akut memiliki kualitas tidur yang rendah di 3 hari pertama rawatan.

Mendapatkan kenyamanan untuk tidur sulit didapatkan karena pemantauan

kondisi oleh tenaga kesehatan, pencahayaan, kebisingan karena merawat pasien

lain, bunyi ventilasi

4
mekanik, dibangunkan untuk alasan perawatan, penggunaan obat penenang dan

inotrope, keparahan penyakit, dan pasien yang dibangunkan setiap pagi (Nesami

et al,. 2014)

Apabila kualitas tidur pasien dengan sindrom koroner akut terganggu, maka

akan berdampak buruk pada kualitas hidupnya. Buruknya kualitas tidur

menyebabkan adanya stimulasi saraf simpatik dan merangsang hormon adrenalin

sehingga tekanan darah meningkat, nadi meningkat dan begitu juga kebutuhan

oksigen oleh miokard meningkat (Tolba, 2018).

Penanganan gangguan tidur pasien di ruang intensif dapat diatasi dengan

mengatur sistem pencahayaan, dengan tingkat pencahayaan lingkungan yang tepat

dalam membantu pasien menimbulkan perasaan tenang dan nyaman (Engwall,

Fridh, Johansson, Bergbom & Lindhal, 2015). Cara lain yang digunakan untuk

meningkatkan kualitas tidur dapat dilakukan dengan cara memodifikasi

lingkungan yaitu menurunkan suara percakapan staf, menurunkan pencahayaan,

mengatur kegiatan rutin perawatan dimalam hari (Hardin, 2009 dalam afianti,

2017).

Penggunaan earplug dan eyes mask dapat mengurangi kebisingan ruangan

dan faktor pencahayaan saat pasien tidur. Earplug dan eyes mask dapat menjadi

salah satu alternative dari pengobatan untuk meningkatkan kualitas tidur pasien

yang dirawat diruang intensif (Dave,.et al, 2015).

RSUP Dr. M.Djamil Padang merupakan Rumah Sakit yang memiliki pusat

jantung regional.Dimana jantung merupakan bagian unggulan dari Rumat Sakit

ini. Berdasarkan data yang didapatkan dari ruangan CVCU pada bulan Oktober
5
2021 yaitu sebanyak 42 orang pasien sindrom koroner akut, 35 diantaranya adalah

pasien dengan diagnosa NSTEMI.Pada tanggal 29 November 2021, pasien Tn.T

(43 tahun) yang dirawat dengan diagnosa medis NSTEMI TIMI 5/7 GS 111,

keluhan nyeri dada dan nafas terasa sesak. Maka pasien harus diistirahatkan untuk

meminimalkan kinerja jantung selama proses penyembuhannya dengan

memberikan dukungan lingkungan yang nyaman untuk pasien beristirahat.

Oleh karena itu, berdasarkan pembahasan di atas peneliti tertarik untuk

menulis ilmiah tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Non ST

Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dan penggunaan earplug dan eyes

mask untuk meningkatkan kualitas tidur pasien di ruangan cardiovaskulercare unit

(CVCU) RSUP Dr. M. Djamil Padang.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk membuat

laporan ilmiah asuhan keperawatan pasien dengan Non ST

elevationMiocardial Infarction (NSTEMI) dengan penggunaan earplug dan

eyes mask untuk meningkatkan kualitas tidur pasien di Cardiovascular Care

Unit (CVCU) RSUP Dr. M. Djamil.

2. Tujuan khusus

6
a. Memaparkan hasil pengkajian pada pasien dengan Non ST

ElevationMiocardial Infarct (NSTEMI) di Cardiovascular Care Unit

(CVCU)RSUP Dr.M. Djamil Padang.

7
b. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Non ST

ElevationMiocardial Infarct (NSTEMI) di ruang Cardiovascular Care Unit

(CVCU)RSUP Dr.M. Djamil Padang.

c. Menjelaskan perencanaan berbasis bukti pada pasien dengan Non

STElevation Miocardial Infarct (NSTEMI) di ruang Cardiovascular

CareUnit (CVCU) RSUP Dr.M. Djamil Padang.

d. Menjelaskan implementasi dengan penggunaan earplug dan eyesmask

pada pasien dengan Non ST Elevation Miocardial Infarct (NSTEMI) di

ruang Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr.M. Djamil Padang.

e. Mengevaluasi asuhan keperawatan dengan penggunaann earplug dan

eyesmask pada pasien dengan Non ST Elevation Miocardial Infarct

(NSTEMI) di ruang Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP

Dr.M.Djamil Padang.

C. Manfaat

a. Bagi Profesi Keperawatan

Hasil dari laporan akhir ilmiah ini diharapkan menjadi referensi

dalam upaya meningkatkan manajemen asuhan keperawatan pada pasien

Non ST Elevation Miocardial Infarct (NSTEMI) dengan penggunaan

earplug dan eyes mask untuk mengoptimalkan kualitas tidur pasien

diruang Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr.M. Djamil Padang.

b. Bagi Rumah Sakit

Hasil laporan ilmiah ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam


pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien Non ST

8
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Teoritis Penyakit

a. Pengertian

Penyakit arteri koroner (Coronary Artery Disease) merupakan salah satu dari

penyakit kardiovaskular yang menyumbangkan angka kematian pertahunnya.Penyakit

arteri koroner terjadi ketika pembuluh darah arteri koroner mengalami

penyempitan.Biasanya penyempitan arteri disebabkan oleh lapisan lemak (plak) yang

menumpuk di dinding pembuluh arteri (atherosclerosis). Apabila hal tersebut terjadi

maka aliran darah pada arteri koroner akan terhambat (PERKI, 2015).Berkurangnya

aliran darah koroner menyebabkan suplai oksigen menurun dan terjadilah iskemia

miokardium. Bila keadaan tersebut berlanjut, miokard akan mengalami nekrosis

(infark miokard). (PERKI, 2015).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram dan

pemeriksaan biomarka jantung, sindrom koroner akut dibagi menjadi 3 yaitu, Angina

pektoris tidak stabil, Non ST elevasi miokard infark dan ST elevasi miokard infark

(PERKI, 2015). Non ST elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) adalah sebuah

kondisi dimana terjadi penyempitan arteri koroner yang berat, adanya sumbatan

sementara dari trombus yang ditandai dengan adanya peningkatan biomakers jantung

seperti troponin tanpa adanya gambaransegmen ST elevasi atau depresi segmen ST

9
pada pemeriksaan EKG dan sesuai dengan gambaran klinis berupa rasa tidak nyaman

pada dada (Anderson, 2012).

b. Etiologi

Ada 2 faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya sindrome koroner akut, yaitu

(Smeltzer, 2008) :

1. Modifiable risk factor

- Dislipidemia

Peningkatan kadar kolesterol atau trigleserida serum dalam darah merupakan

salah satu faktor resiko terjadinya hiperlipidemia..dislipidemia diyakini

sebagai faktor resiko mayor yang dapat dimodifikasi untuk perubahan secara

progresif atas terjadinya penyakit jantung. Peningkatan kadar lemak

berhubungan dengan proses aterosklerosis. Adapaun faktor resiko terjadinya

penyakitjantung koroner dengan lipid darah : total kolesterol plasma > 200

mg/dl, kadar LDL > 130 mg/dl, kadar trigliserid >150 mg/dl, kadar HDL < 40

mg/dl (Kumar, et al,.2007).

- Kebiasaan merokok, penggunaan tembakau

Kandungan nikotin dalam rokok dapat mengganggu sistem kerja syaraf

simpatis dan meningkatkan kebutuhan oksigen pada miokard untuk

melakukan proses metabolisme. Nikotin juga merangsang

pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan frekuensi denyut jantung.

10
Karbon monoksida dalam rokok menyebabkan desaturasi Hb, menurunkan

langsung persediaan oksigen untuk jaringan diseluruh tubuh termasuk

miokard dan membentuk aterosklerosis.Nikotin, CO dan bahan lainnya dalam

rokok terbukti dapat merusak endotel pembuluh darah serta dapat

mempermudah terjadinya penggumpalan (Price, 2004).

- Hipertensi

Resiko serangan jantung secara langsung berhubungan dengan tekanan

darah.Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik minimal 140

mmHg atau tekanan diastolik paling rendah 90 mmHg. Peningkatan tekanan

darah akan meningkatkan resisten vaskular terhadap pemompaan darah dari

ventrikel kiri, sehingga kerja jantung menjadi bertambah. Ketika kerja jantung

bertambah, ventrikel akan mengalami hipertrofi untuk meningkatkan

kekuatan pompa, apabila terjadi proses aterosklerosis, maka persedian

oksigen untuk miokard akan berkurang (Price, et al.,2004).

- Diabetes mellitus

Diabetes melitus terjadi dengan ditandai dengan peningkatan kadar glukosa

dalam darah yang dapat menyebabkan proses penebalan membran basalis dari

kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria, sehingga terjadinya gangguan

aliran darah ke jantung. Kadar gula

yang tinggi dalam darah menyebabkan terjadinya peningkatan agregasi

trombosit dan memicu pembentukan trombus. Penderita diabetes melitu

cenderung lebih cepat mengalami degenarasi dan disfungsi endotel. Diabetes

melitus berhubungan dengan perubahan fisik - phatologi pada sistem


11
kardiovaskular, diantaranya disfungsi endothelial serta gangguan pembuluh

darah yang pada akhirnya meningkatkan resiko terjadinya coronary artery

disease (Black,J& Hawks.H, 2014).

- Faktor Psikososial

Peningkatan stressor, pengaruh dukungan sosial, kepribadian yang tidak

simpatik, kecemasan dan depresi secara konsisten dapat meningkatkan resiko

terkena aterosklerosis (Price, 2004).stressor dapat merangsang sistem

kardiovaskular dengan pelepasan catecholamine yang meningkatkan

kecepatan denytu jantung sehingga dapat menimbulkan vasokontriksi arteri

koroner.

- Obesitas

Berat badan berlebih merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung

koroner yang berkaitan dengan hiperlipidemia, kadar glukosa darah yang

tinggi dan hipertensi. Kejadian obesitas berpengaruh pada peningkatan

produksi sitokin dan peningkatan inflamasi pada endotelium.Kerusakan

endotelium merupakan pertanda awal terjadinya aterosklerosis. Kejadian

obesitas sangat erat kaitannya dengan dislipidemia. Dislipidemia pada orang

obesitas ditandai dengan peningkatan VLDL, trigliserida dan

kolesterol,peningkatan LDL disertai dengan penurunan HDL pada pasien

obesitas visceral (Monicha, 2016).

- Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik akan mengakibatkan sedikitnya tenaga yang

dikeluarkan dengan demikian asupan makanan yang dikonsumsi akan

12
menumpuk. Tumpukan asupan yang berlebihan akan mengakibatkan

timbulnya obesitas, hipertensi dan diabetes

melitus yang nantinya akan berkaitan dengan faktor risiko penyakit jantung

koroner (Suharto,2009 dalam Monicha,2016).

2. Nonmodifiable risk factor

- Riwayat keluarga

Penyakit genetik tidak muncul dengan sendirinya namun juga dipengaruhi

oleh faktor lain seperti lingkungan. Jika kedua orang tua menderita penyakit

jantung koroner sebesar 45% akan mewariskan kepada anak sedangkan salah

satu dari kedua orang tua menderita penyakit jantung koroner akan

mewariskan kurang lebih 30% resiko kepada anak.

- Usia (pria > 45 tahun, wanita >55 tahun)

Seiring bertambahnya usia mengakibatkan terjadinya perubahan pada organ

tubuh manusia salah satunya perubahan pada sistem kardiovaskular.

Perubahan yang terjadi pada organ jantung hampir tidak terlihat seperti

perubahan fisiologis pada ventrikel jantung yang menjadi kaku dan

berkurangnya keefesienannya dalam bekerja,

kurang responsif terhadap adrenalin, dinding pembuluh darah yang kurang

elastis kerena terjadinya penebalan pada dinding pembuluh darah. (Ummu,

2008). Pada lanjut usia, penyakit jantung biasanya disertai dengan hipertensi.

Hal ini menyumbangkan angka kematian pada usia lanjut tiap tahunnya

(Erhardt, 2009).

13
- Gender

American Heart Association (2018) menyatakan bahwa laki-lakiberesiko

lebih besar menderita penyakit jantung seperti di Amerika Serikat gejala

penyakit jantung sebelum usia 60 tahun didapatkan 1 dari 5 laki-laki,

sementara pada perempuan hanya terdapat 1 dari 17 perempuan. Namun

meskipun demikian penderita hipertensi usia diatas 50 tahun banyak terjadi

pada wanita karena adanya perubahan hormon estrogen akibat menopause

sehingga risiko penyakit jantung koroner ketika masa menopause lebih tinggi

pada wanita (Erhardt, 2009).

c. Patofisiologis

Sindroma koroner akut disebabkan oleh ketidakseimbangan antara kebutuhan

dan pasokan oksigen miokard yang menyebabkan kematian sel dan nekrosis miokard.

Penyebab utama hal ini terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi arteri

koroner, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari proses sekunder seperti

hipoksemia atau hipotensi dan faktor-faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen

miokard. Penyebab yang paling umum adalah pecah atau erosi plak aterosklerotik

yang mengarah pada penyelesaian oklusi ateri atau oklusi parsial dengan embolisasi

distal dari bahan trombotik.

Banyak episode dari iskemia miokard umumnya dipercaya berasal dari

penurunan mutlak dalam aliran darah miokard regional dibawah level-level paling

dasar, dengan subendokardium membawa sebuah beban terbesar dari defisit aliran

dari epikardium, apakah dipicu oleh sebuah penurunan besar dalam aliran darah

koroner atau sebuah peningkatan dalam kebutuhan oksigen. Beragam sindroma

koroner akut membagikan sebuah substrat patologi yang lebih-atau-kurang

14
umum.Perbedaan-perbedaan presentasi klinis dihasilkan secara besar dari perbedaan-

perbedaan dalam besaran oklusi koroner, durasi oklusinya, pengaruh berubahnya

aliran darah lokal dan sistemik, dan kecukupan kolateral-kolateral koroner.

Lapisan endothel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami

kerusakan karena berbagai faktor resiko, antara lain: faktor hemodinamik seperti

hipertensi, zat vasokonstriktor, mediator, rokok, diet aterogenik, dan kadar gula darah

berlebih. Terjadilah respon angiotensin II, yang menyebabkan vasokontriksi atau

vasospasme, dan menyetuskan efek protombik dengan melibatkan platelet dan faktor

koagulasi.Kerusakan endotel memicu terjadinya reaksi inflamasi, sehingga terjadi

respon protektif dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerotik. Plak

atherosklerotik yang terbentuk dapat menjadi tidak stabil dan mengalami ruptur dan

menyebabkan Sindrome koroner akut.

Mekanisme terjadinya penyempitan pembuluh darah koroner yang mengakibatkan

menurunnya suplai oksigen ke miokard dapat terjadi karena menyempitnya arteri

koroner yang disebabkan oleh trombus yang terdapat pada plak aterosklerosis yang

terganggu dan biasanya nonoklusif.Mikroemboli dari agregat trombosit dan kompenen

dari plak yang terganggu tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap keluarnya

markers miokard pada pasien NSTEMI.Plak oklusif juga dapat menyebabkan sindrom ini

namun dengan suplai darah dari pembuluh darah kolateral. Patofisiologi molekuler dan

seluler paling sering yang menyebabkan plak aterosklerosis terganggu adalah inflamasi

arterial yang disebabkan oleh proses non infeksi (misalnya lipid teroksidasi), dapat pula

oleh stimulus proses infeksi yang menyebabkan ekspansi dan destabilitas plak, ruptur

atau erosi dan trombogenesis. Makrofag yang aktif dan limfosit T yang berada pada plak

meningkatkan ekspresi enzim yang menyebabkan penipisan dan disrupsi plak yang dapat

menyebabkan NSTEMI (Anderson, J.L et al,.2014).

15
Tabel.2.1.Perubahan EKG karena cedera atau infark dengan arteri
coroner dan kerusakan daerah anatomi.

Perubahan EKG Cedera atau Infark Daerah kerusakan

terkait

V1-V2 LCA : LAD - cabang Sekat, bundelnya, cabang

septal bundle

V3-V4 LCA : LAD - cabang Dinding anterior LV

diagonal

V5-V6 , I dan aVL LCA : cabang LV dinding lateral tinggi

sirkumfleks

II,III,aVF RCA : cabang posterior Dinding inferior LV,

turun dinding posterior LV

V4R (II,III,aVF) RCA : cabang proksimal RV, dinding bawah LV,

dinding posterior LV

V1 sampai V4 (depresi Salah satu LCA Dinding posterior LV

ditandai) sirkumfleks atas RCA

d. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pada pasien NSTEMI ditandai dengan nyeri dada yang terasa

berat atau tekanan pada daerah restrosternal atau biasa disebut dengan angina yang

menjalar hingga ke lengan kiri, leher atau rahang yang dapat bersifat intermitten

(umumnya berlangsung selama beberpa menit) atau persisten.Keluhan ini juga dapat

diikuti dengan keluhan lainnya seperti fatique, diaphoresis, nausea, nyeri perut,

dyspnea dan syncope. Dapat juga ditemukan keluhan lain yang tidak khas seperti

epigastric pain, masalah pencernaan, nyeri dada seperti ditikam, atau bertambahnya

sesak nafas. Munculnya keluhan - keluhan tersebut setelah aktifitas atau berkurang

saat istirahat atau setelah penggunaan nitrat, mendukung diagnosis iskemia (Hamm,

CW, et al.2011).

16
Pasien - pasien yang mengalami NSTEMI tidak selalu datang dengan keluhan

rasa tidak nyaman pada daerah dada.Studi Framingham adalah studi pertama yang

menunjukkan gejala dan tidak disadari oleh pasien. Adanya infark pada jantung akan

menyebabkan kontraktilitas jantung menjadi menurun, dan pompa jantung juga

menurun. Penurunan pompa jantung ini mengakibatkan ketidakseimbangan suplai

oksigen ke miokardium sehingga pasien akan menjadi sesak nafas. Sesak pada pasien

NSTEMI juga disebabkan sebagai kompensasi tubuh akibat suplai darah yang tidak

adekuat keseluruhan tubuh. Adanya infark pada jantung kiri akan menyebabkan

darah akan menumpuk di ventrikel kiri dan paru-paru sehingga paru-paru menjadi

udema serta menimbulkan sesak nafas pada pasien, disamping itu perasaan cemas

juga bisa menimbulkan hiperventilasi(Haryanto, 2015).

e. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang dan diagnostik yang dilakukan pada pasien

NSTEMI, yaitu (PERKI, 2015):

a) Elektrokardiogram (EKG)

EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostik lini pertama dalam

penilaian pasien-pasien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus didapat dalam 10

menit setelah kontak medis pertama dan secepatnya diinterpretasikan oleh

dokter.Karakteristik abnormalitas gambaran EKG yang ditemui pada NSTEMI adalah

depresi segmen ST atau elevasi transient dan atau perubahan pada gelombang T

(inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normal).

17
Jumlah lead yang menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi segmen

ST mengindikasikan luas dan keparahan iskemia dan berkorelasi dengan prognosis.

Deviasi segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05 mV merupakan hal yang penting

dan spesifik dalam hal iskemik dan prognosis. Depresi segmen ST > 2 mm

meningkatkan resiko mortalitas.Inversi gelombang T juga sensitif untuk iskemik

namun kurang spesifik, kecuali bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan bermakna.

Jika EKG inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan sebaiknya

dilakukan saat pasien mengalami gejala dan gambaran EKG ini dibandingkan dengan

gambaran EKG saat pasien dalam kondisi asimtomatis. Perbandingan dengan EKG

sebelumnya akan sangat bernilai pada pasien-pasien dengan kelainan jantung

terdahulu, seperti hipertropi ventrikel kiri atau infark miokard sebelumnya. Perekaman

EKG sebaiknya diulangi setidaknya pada 3 jam (6-9 jam) dan 24 jam setelah masuk ke

rumah sakit. Pada kondisi dimana terjadi nyeri dada berulang atau muncul gejala-

gejala lainnya, pemeriksaan EKG dapat diulangi secepatnya.

Harus diingat bahwa gambaran EKG normal tidak menyingkirkan kemungkinan

NSTEMI. Terutama iskemik pada daerah arteri sirkumfleks atau iskemik ventrikel

kanan terisolasi dapat luput dari gambaran EKG 12 lead, namun dapat terdeteksi pada

lead V7-V9 dan pada lead V3R dan V4R.

b) Biomarker Jantung

Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis

miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.Troponin I/T

sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih

tinggi dari CK-MB.Peningkatan marka jantung hanya menunjukkan adanya

nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis

miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).Troponin I/T juga dapat

18
meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma

kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis.

c) Pemeriksaan non invasive

Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan

gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan

diagnosis banding.Hipokinesia atau akinesia segmental dari dinding ventrikel kiri

dapat terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat iskemia menghilang.Selain itu,

diagnosis banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, atau diseksi

aorta dapat dideteksi melalui pemeriksaan ekokardiografi.Jika memungkinkan,

pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus tersedia di ruang

gawat darurat dan dilakukan secara rutin dan sesegera mungkin bagi pasien

tersangka SKA.

Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal pasien masuk rumah sakit

untuk mengevaluasi kemungkinan dari pasien mengalami nyeri dada dan sebagai

skrining kongesti paru yang mempenagruhi prognosis dari diagnose. Radiografi

dari dada digunakan untuk mengidentifikasi penyebab paru dan adanya potensi

nyeri dada yang menunjukkan pelebaran mediastinum pada pasien dengan diseksi

aorta (Kumar,A, dkk, 2009).

d) Pemeriksaan invasive

Angiografi merupakan salah satu pemeriksaan invasif yang menggunakan

sineangiogram, suatu seri film atau gambar hidup dalam layar flouroskopi yang

diperkuat, yang mencatat perjalanan media kontras melalui berbagai tempat

pembuluh darah.Pencatatan informasi tersebut memberikan perbandingan

19
berbagai informasi dari waktu ke waktu.Empat tempat yang sering digunakan

untuk angiografi selektif adalah aorta, arteri koronaria, serta sisi kanan dan kiri

jantung (Muttaqin, 2009).

e) Stratifikasi resiko

Beberapa cara stratifikasi risiko telah dikembangkan dan divalidasi untuk

SKA. Beberapa stratifikasi risiko yang digunakan adalah TIMI (Thrombolysis

In Myocardial Infarction), dan GRACE (Global Registry of Acute Coronary

Events). Tujuan stratifikasi risiko adalah untuk menentukan strategi

penanganan selanjutnya (konservatif atau intervensi segera) bagi seorang

dengan NSTEMI.

f. Komplikasi

a) Edema Paru

Edema paru terjadi akibat peningkatan cairan interstitial paru dari batas negative

menjadi batas positif dan kegagalan jantung kiri untuk menerima balik dari paru

sehingga paru meningkatkan tekanan dan sirkulasi paru danmenimbulkan

kebocoran protein plasma dan cairan dalam kapiler paru sehingga terdengar bunyi

ronhki saat auskultasi (Smelzer & bare, 2008).

b) Aritmia Jantung

Aritmia yang terjadi setelah reperfusi awal dapat berupa manifestasi dari

kondisi berat yang mendasarinya, seperti iskemia miokard, kegagalan pompa,

perubahan tonus otonom, hipoksia, dan gangguan elektrolit (seperti hipokalemia)

20
dan gangguan asam-basa.Keadaan-keadaan tersebut memerlukan perhatian dan

penanganan segera.Blok AV derajat tinggi dulunya merupakan prediktor yang lebih

kuat untuk kematian akibat jantung dibandingkan dengan takiaritmia pada pasien

dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri <40% setelah infark miokard (PERKI,

2015).Dalam sebagian besar kasus aritmia adalah ringan dan sementara.Hal ini

dikendalikan dengan istirahat, nyeri dan obat-obatan. Tapi, mengancam kehidupan

aritmia dapat berkembang yang merupakan penyebab utama kematian selama 24

jam pertama setelah serangan (PERKI, 2015).

c) Gagal Jantung akut

Gagal jantung juga dapat terjadi sebagai konsekuensi dari aritmia yang

berkelanjutan atau sebagai komplikasi mekanis (PERKI,2015). Peningkatan marka

jantung seperti BNP dan N-terminal pro-BNP menandakan peningkatan stress

dinding miokardium dan telah terbukti berperan dalam menentukan diagnosis,

staging, perlunya rawat jalan atau pemulangan pasien dan mengenali pasien yang

berisiko mengalami kejadian klinis yang tidak diharapkan. Selain itu, nilai marka

jantung tersebut dipengaruhi beberapa keadaan seperti hipertrofi ventrikel kiri,

takikardia, iskemia, disfungsi ginjal, usia lanjut, obesitas dan pengobatan yang

sedang dijalani. Sejauh ini belum ada nilai rujukan definitif pada pasien-pasien

dengan tanda dan gejala gagal jantung setelah infark akut, dan nilai yang

didapatkan perlu diinterpretasikan berdasarkan keadaan klinis pasien. Diagnosis

gagal jantung secara klinis pada fase akut dan subakut didasari oleh gejala gejala

khas seperti dispnea, tanda seperti sinus takikardi, suara jantung ketiga atau ronkhi

pulmonal, dan bukti-bukti objektif disfungsi kardiak seperti dilatasi ventrikel kiri

dan berkurangnya fraksi ejeksi (PERKI,2015).

21
d) Syok kardiogenik

Ini mungkin berkembang setelah kerusakan otot jantung di seluruh area

jantung.Ini menyebabkan kegagalan pemompaan jantung.Hasil akhir adalah

tekanan darah yang sangat rendah dengan pasokan tidak memadai darah yang kaya

oksigen ke jaringan tubuh.Syok kardiogenik biasanya dikaitkan dengan kerusakan

ventrikel kiri luas, namun juga dapat terjadi pada infark ventrikel kanan.Baik

mortalitas jangka pendek maupun jangka panjang tampaknya berkaitan dengan

disfungsi sistolik ventrikel kiri awal dan beratnya regurgitasi mitral.Adanya

disfungsi ventrikel kanan pada ekokardiografi awal juga merupakan prediktor

penting prognosis yang buruk, terutama dalam kasus disfungsi gabungan ventrikel

kiri dan kanan. Indeks volume sekuncup awal dan followup serta follow-up stroke

workindex merupakan prediktor hemodinamik paling kuat untuk mortalitas 30

hari pada pasien dengan syok kardiogenik dan lebih berguna daripada variabel

hemodinamik lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penilaian dan

tatalaksana syok kardiogenik tidak mementingkan pengukuran invasif tekanan

pengisian ventrikel kiri dan curah jantung melalui kateter pulmonar namun fraksi

ejeksi ventrikel kiri dan komplikasi mekanis yang terkait perlu dinilai segera

dengan ekokardiografi Doppler 2 dimensi (PERKI, 2015).

g. Penatalaksanaan

a) Penatalaksanaan medis (Smeltzer, 2009)

i. Farmakologis

- Pemberian O2 (PERKI,2015)

22
Pemberian O2 diberikan pada pasien dengan hipoksemia klinis signifikan,

dengan SaO2<90% dan mengalami gagal jantung serta kesulitan dalam

bernafas.

- Anti iskemik Beta

blocker

Blocker memberikan efek terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan

turunnya konsumsi oksigen miokardium.Blocker beta sebaiknya tidak

diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler yang

signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan

kasus, preparat oral

cukup memadai dibandingkan injeksi. Blocker beta direkomendasikan bagi

pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika

terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat indikasi

kontra. Blocker beta oral sebaiknya diberikan dalam 24 jam pertama. Blocker

beta juga diindikasikan untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri

selama tidak ada indikasi kontra.Pemberian blocker beta pada pasien riwayat

pengobatan blocker beta kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan

kecuali bila termasuk klasifikasi Killip >III.

Nitrat

Nitrat memberikan efek dilatasi vena yang mengakibatkan berkurangnya

preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen

miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah

koroner baik yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis. Nitrat oral

23
atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode

angina. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut

sebaiknya mendapat nitrat sublingualsetiap 5 menit sampai maksimal 3 kali

pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena

jika tidak ada indikasi kontra. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia

yang persisten, gagal jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama

UAP/NSTEMI. Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh

menghalangi pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti

penyekat beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I).Nitrat

tidakdiberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg atau

>30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali permenit),

takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark ventrikel kanan. Nitrat tidak

boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi inhibitor

fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48 jam.

Calcium channel blockers

Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan sedikit

atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya verapamil dan

diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV Nodeyang menonjol

dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCBtersebut di atas mempunyai efek

dilatasi koroner yang seimbang.Oleh karena itu CCB, terutama golongan

dihidropiridin, merupakan obat pilihan untuk mengatasi angina

vasospastik.Studi menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya

memperlihatkan hasil yang seimbang dengan penyekat beta dalam mengatasi

keluhan angina.

24
Antiplatelet

Sebelum prosedur intervensi, pasien biasanya diberikan obat anti platelet

seperti aspirin dan clopidogrel.Klien juga diberikan heparin untuk mencegah

oklusi dan penyekat saluran kalsium atau nitrat untuk mengurangi spasme

coroner selama prosedur.Setelahprosedur, klien dapat melanjutkan obat-obat

ini untuk mencegah oklusi ulang atau spasme pembuluh darah.

Antikoagulan

Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang mendapatkan

terapi antiplatelet.Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko

perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen

tersebut.

Statin

Statin merupakan terapi penurun lipid paling efektif untuk menurunkan

kolesterol LDL dan aman tanpa efek samping.Statin menghambat secara

kompetetif koenzim 3 hidroksi 3-metilglutar (HMG CoA) reduktase yakni

enzim yang berperan pada sintesis kolesterol terutama dalam hati.Statin dapat

mengurangi serangan penyakit kardiovaskuler. Tanpa melihat nilai awal

kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor

hydroxymethylglutary- coenzyme A reductase (statin) harus diberikan pada

semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah menjalani terapi

revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra. Terapi statin dosis tinggi

hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi

25
untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL. Menurunkan kadar

kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.

Analgesic

Biasanya penggunaan analgesik pada pasien infark miokard adalah pemberian

IV morphine untuk mengurangi nyeri dan ansietas.Analgesik tersebut juga

dapat mengurangi preload dan afterload yang mana menurunkan kinerja

jantung dan merelaksasikan bronkiolus agar oksigenasi mencukupi. Respon

kardiovaskular pada morphine harus dimonitor karena dapat mempengaruhi

tekanan darah dan frekuensi nafas pasien

ACE Inhibitor

Ace inhibitor berfungsi untuk mencegah konversi angiotensin I ke angiotensin

II. Ketiadaan angiotensin II menyebabkan penurunan tekanan darah,

sekresi natrium dan cairan oleh ginjal (diuresis), dan penurunan kebutuhan

oksigen di miokard. Penggunaan ACE inhibitor pada

pasien setelah infark miokard dapat menurunkan angka mortalitas dan

mencegah remodeling sel miokard yang disertai dengan

onset gagal jantung. Sangat pentinguntuk memastikan apakah

pasien tidak mengalami hipotensi, hiponatremia, hipovolemik atau

hiperkalemia sebelum pemberian ACE inhibitor,Tekanan darah, output urine

dan serum level natrium, kalium dan kreatinin harus dimonitor.

26
Trombolitik

Terapi trombolitik digunakan pada pasien yang mengalami infark miokard

akut.Pemberian trombolitik harus melalui pengontrolan yang spesifik.Tujuan

dari oemberian terapi trombolitik adalah untukmenghilangkan trombus yang

ada di arteri koroner, membuka aliran darah yang tersumbat di arteri koroner,

meminimalkan luas area infark dan meningkatkan fungsi ventrikel jantung.

ii. Invasive procedure

Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

a. Pengertian

PCI adalah suatu teknik dimana suatu kateter berujung balon biasanya

dipasang pada arteri femoralis, arteri radialis, dan branchialis.Tindakan ini

dapat menghilangkan penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah

dapat menjadi normal kembali dan kerusakan otot jantung dapat dihindari

(Black & Hwaks, 2014). Pasien yang akan menjalani PCI sebaikanya

mendapatkan terapi antiplatelet ganda (DAPT) berupa aspirin dan

penghambat reseptor ADP sesegera mungkin sebelum angiografi. Adapun

pilihan penghambat reseptor ADP antara lain yaitu ticagrelor dosis loading

180 mg atau clopidogrel (PERKI, 2015).

b. Indikasi Tindakan PCI

Indikasi tindakan menurut Guidelines of the European Society ofCardiology

tahun 2008 yaitu pada pasien dengan CAD iskemia luas,total oklusi kronik

27
dan resiko tinggi CABG (Silber, et al, 2008). Trisnohadi (2006) pertimbangan

dilakukan tindakan PCI yaitu laboratorium kateterisasi jantung yang mampu

dan tersedia dengan backup surgical medical contact to ballon time <90

menit, resiko

tinggi STEMI syok kardiogenik dan kelas KILLIP lebih atau sama dengan 3,

kontrakindikasi fibrinolisasi, termasuk meningkatnya resiko perdarahan dan

perdarahan intracranial, persentasi terlambat.

c. Kontraindikasi PCI

Pasien dengan gagal jantung yang tidak terkontrol dengan hipertensi dan

aritmia, klien pasca stroke kurang dari 1 bulan, infeksi berat disertai demam,

gangguan keseimbangan elektrolit, perdarahan lambung akut yang disertai

anemia, wanita hamil, gagal ginjal, riwayat oerdarahan tidak terkontrol dan

intoksikasi digitalis (Kern,2008).

d. Komplikasi

Komplikasi dari tindakan PCI yaitu komplikasi vaskuler meliputi perdarahan,

hematoma, pseudaneorisma dan fistula arteriovenous, nefropati karena

kontras radiografi yang terjadi pada pasieninsufisiensi renal, usia tua dan syok

kardiogenik (Anderson, 2009).

b) Penatalaksanaan Keperawatan (Smeltser, 2010)

Pengurangan rasa nyeri dan tanda gejala iskemik

Kolaborasi dalam penanganan nyeri membutuhkan pemantauan khusus dalam

pemberian obat agar tujuan pemberiannya tercapai. Pengkajian respon pasien

28
saat pemberian terapi juga perlu dilakukan. Pemberian terapi oksigen selama

pemberian obat juga perlu diperhatikan.

Manajemen Nyeri

Pengkajian Nyeri Skala Analogi Visual (VAS). Skala analogi visual sangat

berguna dalam mengkaji intensitas nyeri.Skala tersebut adalah berbentuk

garishorizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya mengindikasikan nyeri yang

berat. Pasien diminta untuk menunjuk titik 17 10 pada garis yang

menunjukkan letak nyeri terjadi di sepanjang rentang tersebut.ujung kiri

biasanya menunjukkan “tidak ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan

biasanya menandakan “berat” atau nyeri yang paling buruk. Untuk menilai

hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat

pasien pada garis dari “tidak ada nyeri “diukur dan ditulis dalam sentimeter

(Nursalam, 2008).

Perawat melakukan pengkajian nyeri pada semua pasien dengan menanyakan

intensitas nyeri.Tunjukkan alat asesmen nyeri Visual Analog Scale (VAS)

pada pasien dewasa dan anak (> 9 tahun).Pasien diminta untuk memilih skala

yang sesuai tingkatan nyeri yang dirasakan. Gunakan skala nyeri dan

kelompokkan dalam 3 kategori:

a) 1 – 3: Nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari).

b) 4 – 6: Nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari).

c) 7 – 10 : Nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari) Kaji

ulang skala nyeri pasien dengan VAS/ Wong Baker setiap pergantian shift jaga

perawat atau apabila ada keluhan dari pasien.

29
Dalam pengkajian ulang tersebut, perhatikan: keadaan umum, kesadaran,

tanda-tanda vital, keluhan gejala penyerta, serta hal yang memperberat nyeri.

Nyeri ringan lakukan evaluasi ulang setiap 8 jam, nyeri sedang lakukan

evaluasi ulang setiap 4 jam, nyeri berat lakukan evaluasi ulang setiap 1

jam.Catat dan dokumentasikan semua kegiatan yang dilakukan pada lembar

catatan interdisiplin. Pengkajian ulang skala nyeri juga meliputi: a) Lokasi:

Bagian tubuh mana yang terasa nyeri b) Onset : Akut (nyeri kurang dari 14

hari), kronik (nyeri lebih dari 14 hari) c) Waktu : Intermiten atau terus menerus

d) Pencetus : Tuliskan pada saat apa pasien merasa nyeri e) Tipe : Tuliskan

tipe nyeri yang dirasakan pasien (seperti ditusuk, terbakar, tertekan) (Potter

and Perry, 2006)

Meningkatkan fungsi respirasi

Pengkajian pada sistem respirasi untuk mengetahui apakah ada tanda dan

gejala komplikasi pada paru-paru.Perawat harus status memantau volume

cairan untuk mencegah berlebihnya pada jantung dan paru-paru.

Pemberian adekuat perfusi pada jaringan

Bed rest selama fase perawatan dapat membantu mengurangi konsumsi

oksigen pada miokard.Pembatasan mobilisasi harus dilakukan sampai pasien

tidak merasa nyeri lagi dan keadaan hemodinamiknya stabil. Sangat penting

untuk melakukanpemeriksaan suhu dan denyut nadi perifer secara berkala

untuk memonitor perfusi jaringan.

Pengurangan ansietas

30
Penurunan level ansietas dan rasa takut sangat penting dilakukan untuk

mengurangi respon simpatis stress. Penurunan stimulasi simpatis dapat

menurunkan kerja yang berlebihan pada jantung, yang mana dapat mengurangi

nyeri dan tanda gejala iskemia lainnya.

Memonitor dan memanajemen komplikasi potensial

Perawat sangat perlu memperhatikan perubahan denyut dan irama jantung,

suara jantung, tekanan darah, nyeri dada, status respirasi, output urine, warna

kulit dan suhu tubuh, sensorium, perubahan EKG dan nilai laboratorium.

B. Istirahat dan Tidur

a. Konsep istirahat dan tidur

Tidur merupakan proses siklus psiologikal yang bergantian dengan periode

yang lebih lama dari terjaga. Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika

presepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikan

dengan aktivitas fisik yang minimal tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan

proses fisiologi tubuh dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal (Potter &

Perry, 2013).

Istirahat adalah keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional dan bebas

dari perasaan gelisah. Istirahat bukan berarti tidak melakukan

ktivitas sama sekali. Terkadang, jalan-jalan, nonton TV dsb juga dikatan sebagai

bentuk istirahat.

Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang otak, yaitu

:Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar SynchronizingRegion (BSR). RAS

31
dibagian atas batang otak diyakini memiliki sel-selkhusus yang dapat

mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus visual,

pendengaran, nyeri dan sensori raba serta emosi dan proses berfikir. Pada saat

sadar, RAS melepaskan katekolamin, sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan

serum serotonin dari BSR.

Fisiologis tidur melibatkan susunan saraf, saraf perifer, endokrin,

kardiovaskular, respirasi dan muskuloskeletal.Tiap kejadian tersebut dapat

diidentifikasikan atau direkam dengan electroencephalogram (EEG) untuk aktivitas

listrik otak, pengukuran tonus otot dengan menggunakan electromiogram (EMG)

dan electroculogram (EOG) untuk mengukur pergerakan mata.

b. Tidur pasien di ruangan intensif

Banyak pasien yang dirawat diruangan intensif mengalami penurunan

kualitas tidur karena faktor mental dan lingkungan.Pasien dengan diagnosa infark

miokard, meskipun bisa mengendalikan faktor lingkungan, perubahan fisiologis

atau gejala dari infark miokard itu sendiri telah mengubah pola tidur

pasien.Sebanyak 56% pasien mengalami gangguan tidur dihari pertama

rawatan.Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasien sindrom

koroner akut memiliki kualitas tidur

yang rendah di 3 hari pertama rawatan. Mendapatkan kenyamanan untuk tidur sulit

didapatkan karena pemantauan kondisi oleh tenaga kesehatan, pencahayaan,

kebisingan karena merawat pasien lain, bunyi ventilasi mekanik, dibangunkan

untuk alasan perawatan, penggunaan obat penenang dan inotrope, keparahan

penyakit, dan pasien yang dibangunkan setiap pagi (Nesami et al,. 2014)

32
c. Cara meningkatkan kualitas tidur

Untuk mendapatkan kualitas tidur yang memadai, pasien bisa mendapatkan

pengobatan baik farmakologi maupun non farmakologi.Penggunaan obat-obatan

pada pasien di ruang intensif diketahui memiliki dampak yang dapat mengganggu

pada tidur dan pola sirkadian, dimana ketika malam hari mengalami penurunan

kualitas tidur.Beberapa hal yang mengakibatkan gangguan tidur pada pasien di

ruang intensif diantaranya lingkungan, obat - obatan, penggunaan ventilator,

penyakit yang diderita oleh pasien (Hardin, 2009 dalam Afianti, 2017).Pada pasien

kritis yang menjalani perawatan di ruang intensif dan mengalami gangguan tidur,

umumnya digunakan sedasi untuk meminimalkan kegelisahan dan nyeri yang dapat

mengganggu kebutuhan tidur pasien tersebut.

Penanganan gangguan tidur pasien di ruang intensif dapat diatasi dengan

mengatur sistem pencahayaan, dengan tingkat pencahayaan lingkungan yang tepat

dalam membantu pasien menimbulkan perasaan tenang dan nyaman (Engwall,

Fridh, Johansson, Bergbom & Lindhal, 2015). Cara lain yang digunakan untuk

meningkatkan kualitas tidur dapat

dilakukan dengan cara memodifikasi lingkungan yaitu menurunkan suara

percakapan staf, menurunkan pencahayaan, mengatur kegiatan rutin perawatan

dimalam hari (Hardin, 2009 dalam afianti, 2017).

Penggunaan earplug dan eyes mask dapat mengurangi kebisingan ruangan dan

faktor pencahayaan saat pasien tidur. Earplug dan eyes mask dapat menjadi salah

satu alternative dari pengobatan untuk meningkatkan kualitas tidur pasien yang

dirawat diruang intensif (Dave,.et al, 2015). Pasien diberikan earplug untuk

menutup lubang telinga dengan tujuan mengurangi kebisingan yang ada diruang
33
rawatan sedangkan eyes mask untuk menutup mata dengan tujuan mengurangi

paparan cahaya ke mata (Tolba, 2018).

Earplug yang digunakan adalah earplug yang berbahan lunak terbuatdari busa

atau foam yang nyaman bila digunakan selama tidur.Bersihkan earplug dengan air

hangat atau sabun sebelum digunakan untuk mencegahkontaminasi bakteri keliang

telinga, lalu pasangkan ke lubang telinga pasien. Untuk penggunaan eyes mask,

perhatikan pemasangannya agar tidak terlalu ketat dan membuat pasien tidak

nyaman selama pemakaian. Pemakaian earplug dan eyes mask dilakukan mulai dari

pukul 7 malam sampai 10 malam (Tolba, 2018).

d. Cara penggunaan earplug dan eyesmask

1. Pemasangan dilakukan selama 4 jam di waktu tidur dalam waktu 4 hari

pelaksanaan termasuk hari pengkajian awal

2. Sevelumnya dilakukan pengkajian awal, pasien dibiarkan dulu semalam untuk

merasakan pengalaman tidur di ruangan. Evaluasi hemodinamik dan skala nyeri.

3. Evaluasi dilakukan setelah intervensi dilakukan pada pagi harinya

C. Asuhan Keperawatan Teoritis

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan pendekatan sistemik untuk mengidentifikasi masalah

keperawatan gawat darurat yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu pengkajian primer dan

sekunder (Musliha, 2010). Menurut Potter dan Perry (2010) tipe data pengkajian yang

dapat dikumpulkan oleh perawat berupa data objektif dan subjektif yang berasal dari

34
persepsi pasien dan keluarga, dengan mengkaji dan mengamati tanda gejala serta

keluhan pasien ataupun pengkajian yang telah dilakukan oleh tim kesehatan lainnya.

a. Pengkajian Primer

1) Airway

Pemeriksaan jalan nafas dengan tujuan untuk melihat apakah adanya

sumbatan jalan nafas baik karena sekret ataupun darah. Pasien NSTEMI biasanya

tidak memiliki keluhan dijalan nafas seperti tidak adanya sekret, tidak ada polip,

atau obstruksi jalan nafas. Akan tetapi harus dilakukan

pemantauan apakah ada bunyi suara nafas tambahan dijalan nafas yang harus

dibebaskan segera (Haryanto, 2015).

2) Breathing

Pemeriksaan pernapasan dengan tujuan mengelola pernapasan agar

oksigenasi adekuat. Pasien NSTEMI biasanya mengalami keluhan sesak

nafas, dyspnea, takipnea, pernapasan cepat dan dangkal, penggunaan otot

bantu pernapasan, SaO2 bisa menurun <90% (Haryanto, 2015).

3) Circulation

Pemeriksaan system sirkulasi disertai dengan kontrol pendrahan. Pasien

dengan NSTEMI biasanya datang dengang denyut nadi lemah, cepat, dan

tidak teratur/teratur, tekanan darah dapat meningkat atau menurun, CRT>2

detik, akral dingin, dapat terdengar suara jantung S3 dan S4, gallop

35
menunjukkan disfungsi ventrikel sistolik, murmur, irama jantung dapat

teratur/tidak, edema perifer, sianosis pada kulit dan membrane mukosa

(Musliha, 2011).

4) Disability

Pemeriksaan pernapasan dengan tujuan mengelola pernapasan agar

oksigenasi adekuat. Pasien NSTEMI biasanya mengalami keluhan sesak

nafas, dyspnea, takipnea, pernapasan cepat dan dangkal, penggunaan otot

bantu pernapasan, SaO2 bisa menurun <90% (Haryanto, 2015)

5) Exsposure

Adanya Gambaran EKG pada pasien NSTEMI adanya depresi segmen

ST pada sadapan tertentu (Cardiac care Network, 2013).

b. Pengkajian Sekunder

1. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya pasien datang ke pelayanan kesehatan dengan keluhan nyeri dada

dengan durasi >20 menit, sesak nafs, jantung terasa berdebar-debar,

diaphoresis, mual muntah, dan merasa pusing. Nyeri biasanya menjalar ke

punggung, leher, dan rahang bawah serta epigastrium. Pasien dengan penyakit

jantung biasanya juga mengalami kecemasan akibat perubahan kesehatan,

pasien akan terlihat gelisah dan cemas akan sakit yang dideritanya dan pasien

juga mengalami kelelahan dan kelemahan akibat ketidaaadekuatan suplai

oksigen ke seluruh tubuh untuk proses metabolisme (Haryanto,2015).

2. Riwayat kesehatan dahulu

36
Pasien dengan penyakit jantung koroner biasanya memiliki riwayat hipertensi,

diabetes melitus, merokok, kelainan pada otot jantung, ateriosklerosis korener,

dan disertai dengan penyakit miokardium sebelumnya atau tidak

(Kartika,2013).

3. Riwayat kesehatan keluarga

Pasien penyekit jantung koroner memiliki riwayat herediter yaitu penyakit

jantung, hipertensi, dan diabetes melitus (Kartika,2013).

a. Pemeriksaan fisik

1. Kepala

Inspeksi : lihat bentuk kepala, rambut dan kerontokan rambut.

Biasanya pasien jantung tidak memiliki keluhan pada kepala

2. Mata

Inspeksi : biasanya tidak ada gangguan, simetris kiri dan kanan,

mengalami anemis pada konjungtiva, sklera ikterik/tidak

3. Hidung

Inspeksi : biasanya tidak ada gangguan, simetris kiri dan kanan,

pembengkaka dan perdarah tidak ada

4. Telinga

Inspeksi: biasanya pada sebagian orang mengalami gangguan

pendengaran atau tidak mengalami

37
5. Mulut

Inspeksi : bisnya membran mukosa lembab dan terdapat bau keton

pada pasien dengan DM

6. Leher

Inspeksi : biasanya tidak terdapat pembesaran tyroid dan

pembengkakan KGB, namun terkadang disertai dengan pembesaran

atau distensi vena jugularis.

7. Thoraks Paru-paru

Inspeksi : biasanya disertai dengan penggunaan otot bantu

nafas, simetris kiri dan kanan, nafas dangkal dan cepat.

Palpasi : fremitus fokal normal/ menurun

Perkusi : redup / sonor


Auskultasi : vasikuler atau ronki, irama nafas tidak teratur

Jantung

Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba pada apeks lebih dari pada IC 5

(kardiomegali)

Perkusi : pekak pada IC

Auskultasi : biasanya terdapat murmur pada S3 dan S4

pada pasien yang disertai gagal katup atau disfungsi otot papilar.

Biasanya irama jantung dapat teratur dan tidak teratur.


38
8. Abdomen

Inspeksi : apakah adanya asites atau bekas luka operasi

Palpasi : distensi abdomen/tidak,

Perkusi : tympany

9. Genetalia

Inspeksi : lihat adanya hematuri dan kaji jumlah urine

10. Integumen

Inspeksi : biasanya disertai dengan diaphoresis dan akral yang dingin

serta terdapat udem pada beberapa daerah ekstremitas

b. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi

perfusi.

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan irama jantung,

afterload, perload dan kontraktilits

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

39
c. Rencana keperawatan

Tabel.2.5. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa NOC NIC

Gangguan Pertukaran Status Pernafasan : A. Manajemen Asam


Gas b.d Pertukarang Gas Basa : Asidosis Metabolik
ketidakseimbangan Indikator : Aktivitas :
ventilasi perfusi - Tekanan parsial O2 dalam 1. Pertahankan kepatenan
batas normal jalan nafas
- Tekanan parsial CO2 2. Monitor pola pernafasan

(PaCO2) dalam batas 3. Monitor adanya

normal kemungkinan penyebab

- Ph Arteri dalam batas sebelumk mencoba


normal mengatasi ketidak
- Saturasi Oksigen dalam seimbangan asam basa

batas normal 4. Tentukan kebutuhan


- Hasil rontgen dada dalam patologis antara intervensi
batas normal langsung dan perawatan
- Tidak ada dispnea saat pendukung
istirahat 5. Monitor penyebab

kurangnya atau rendahnya


Keseimbangan Elektrolit HCO3 atau kelebihan ion

dan Asam Basa hidrogen (uremic,


Indikator : ketoasidosis alkoholik,
- Denyut jantung apikal hipoksia, iskemik,

dalam batas normal insufiensi ginjal


- Irama jantung dalam batas 6. Monitor ketidak
normal seimbangan elektrolit yang
- Irama pernafasan normal berhubungan dengan

40
- Serum kreatinin dalam asidosis metbolik
batas normal 7. Berikan cairan sesuai
- Serum kalium dalam indikasi karena adana
batas normal kehilangan yang berlebihan
- Serum glukosa darah dikarenakan penyebab

dalam batas normal yang mendasar ( diare,


- Serum Ph dalam batas diuretik, )
normal 8. Monitor intake dan output
9. Kurangi penggunaan
oksigen

B. Terapi oksigen
Aktivitas
1. Bersihkan mulut, hidung,
dan sekresi trakea dengan
tepat

2. Pertahankan kepatenan

jalan nafas
3. Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan

4. Monitor aliran oksigen


5. Pantau tanda tanda

keracunan oksigen
6. Amati tanda-tanda

hipoventilasi

Penurunan Curah Keefektifan Pompa Jantung A. Perawatan Jantung


Jantung b.d perubahan Indikator : Aktivitas :
irama jantung ,after load, - Tekanan darah dalam 1. Secara rutin mengecek
pre load batas normal pasien baik secara fisik dan
- Ukuran jantung dalam psikologis sesuai dengan
batas normal kebijakan tiap agen

41
- Urine out put dalam batas 2. Instruksikan pasien tentang

normal pentingnya untuk segera


- Tidak ada angina melaporkan bila merasakan

- Tidak ada edem paru nyeri dada


- Tidak ada pucat 3. Evaluasi episode nyeri
- Tidak merasa lelah tanpa dada (intensitas, lokasi,
aktivitas radiasi, durasi, dan faktor,
yang memicu serta
Status Sirkulasi meringankan nyeri)

Indikator : 4. Monitor EKG, adakah


- Tekanan darah dalam perubahan segmen ST

batas normal sebagaimana mestinya


- MAP dalam batas normal 5. Lakukan penilaian
- Kekuatan nadi radialis komprehensif pada

normal sirkulasi perifer


- Saturasi O2 dalam batas 6. Monitor tanda vital

normal 7. Monitor tanda dan gejala


- CRT dalam batas normal penurunan curah jantung
- Tidak ada hipotensi 8. Lakukan terapi relaksasi
ortostatik sebagaimana mestinya
- Tidak ada suara nafas 9. Monitor sesak nafas,
tambahan kelelahan, takpinea, dan
- Tidak ada distensi vena orthopnea

leher
- Tidak ada wajah pucat

42
Perfusi Jaringan : Cardiac B. Manajemen Elektrolit :

Indikator : Hipokalemia

- Tidak ada aritmia Aktivitas :


- Enzim jantung dalam 1. Kumpulkan spesimen
batas normal untuk dilakukan analisis
- Tidak ada angina laboratorium kadar kalium
- tidak ada takikardi dan ketidakseimbangan
- keringat dalam batas elektrolit yang
normal berhubungan dengan
- tidak ada mual dan kalium
muntah 2. Monitor adanya gejala awal
hipokalemi untuk
mencegah kondisi yang
mengancam jiwa
(disritmia)
3. Monitor hasil lab yang

berhubungan dengan
hipokalemi, misalkan
(peningkatan glukosa ,
penurunan osmolaritas
urine)
4. Monitor fungsi ginjal dan

EKG
5. Berikan suplemen kalium

sesuai yang diresepkan


6. Cegah atau kurangi iritasi

akibat pemberian suplemen


kalium secara intravena
(misalnya pertimbangkan
pemberian infus saluran

43
sentral untuk konsentrasi
yang lebih besar dari 10
meq/L, encerkan potassium
IV secara adekuat)
7. Monitor adanya lonjakan

hiperkalemi
8. Monitor adanya diuresis

yang berlebihan
9. Berikan makanan tinggi

kalium ( pisang, sayuran


hijau dan produk susu)

C. Pengaturan
Hemodinamik
Aktivitas :

1. Lakukan penilaian

44
komprehensif terhadap

status hemodinamik
2. Monitor dan
dokumentasikan tekanan

nadi proporsional
3. Berikan pemeriksaan fisik

berkala
4. Identifikasi adanya tanda

dan gejala gangguan pada


sistem hemodinamik
5. Tentukan status perfusi
(apakah pasien terasa
hangat,dingin)
6. Lakukan auskultasi jantung

7. Berikan obat- obat


inotropik dan kontraktilitas
8. Monitor efek obat
9. Tinggikan kepala tempat

tidur
10. Tinggikan kaki tempat
tidur
11. Berikan vasodilator dan

vasokontriktor
12. Monitor kadar elektrolit

45
13. Monitor asupan dan

pengeluaran

Nyeri Akut b.d Agen Kontrol Nyeri A. Manajemen Nyeri


Biologis Indikator : Aktivitas :
- mengenali kapan terjadi
1. Lakukan penilaian nyeri
nyeri secara komprehensif
- Menggunakan tindakan
dimulai dari lokasi,
pencegahan nyeri
karakteristik,durasi,
- Menggunakan tindakan
frekuensi, kualitas,
pengurangan nyeri tanpa
intensitas dan penyebab.
analgesik
2. Kaji ketidaknyamanan
- Melaporkan gejala yang
secara nonverbal
tidak terkontrol pada
3. Pastikan pasien
tenaga kesehatan
mendapatkan perawatan
- Mengenali apa yang
dengan analgesic
terkait dengan gejala
4. Gunakan komunikasi yang
nyeri
terapeutik
5. Menyediakan informasi
tentang nyeri, contohnya
penyebab nyeri,

bagaimana kejadiannya,
mengantisipasi

46
ketidaknyamanan
terhadap
prosedur
6. Kontrol faktor
lingkungan
yang dapat
menimbulkan
ketidaknyamanan

d. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan tahap yang dilakukan setelah menyusun

intevensi untuk menyelesaikan masalah klien berupa serangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh perawat dapat meningkatkan status kesehatan yang

lebih baik dan dapat menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan perawat

diharuskan memiliki kemampuan kognitif (intelektual, kemampuan dalam

hubungan inter personal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan) untuk

mencapai rencana keperwatan (Hidayat, 2009).

47
e. Evaluasi keperawatan

Tahap evaluasi adalah tahap dimana melihat perbandingan sistemik

antara tujuan yang telah ditetapkan dengan yang direncanakan, serta yang

dilakukan pada pasien dengan kesinambungan evaluasi keperawatan

merupakan suatu kegiatan dalam melalui tindakan keperawatan yang

tentukan dengan tujuan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara

optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Hidayat,2009).

48
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Pasien Tn. T (43 tahun) masuk CVCU pada tanggal 29 November

2021 pukul 15.00 WIB. Pasien masuk dengan diagnosa medis Non

STEMI TIMI 5/7 GS 111, Hypertensi stage I, Diabetes Mellitus type II.

pengkajian dilakukan tanggal 29 November 2021 pukul 18.00 WIB.

2. Pengkajian primer

1) Airway

Jalan nafas paten

2) Breathing

Frekuensi nafas 24 kali/menit, pasien merasa sesak bila berbaring

lurus, tidak ada penggunaan otot bantu nafas, pergerakan dinding dada

simetris kiri dan kanan, ronkhi ada, SaO2 98% dan diberikan terapi

O2 nasal canule 5 liter/menit.

3) Circulation

Tekanan darah 149/86 mmHg, suhu tubuh 36,70C, akral teraba

hangat, denyut nadi 59 kali/menit, nadi perifer teraba lemah, MAP

107, CRT<3 detik, membran mukosa bibir dan kulit kering dan pucat,

49
intake 200 cc dan output (urine spontan) 350 cc (saat pengkajian jam

18.00 WIB.

4) Disability

GCS : 15 (E4M6V5), kesadaran Composmentis, pupil isokor,

ukuran pupil 2/2 mm, refleks pupil terhadap cahaya +/+, nyeri dada

(+), P : pasien mengatakan nyeri dada saat beraktivitas dan beristirahat,

Q : pasien mengatakan nyeri seperti ditimpa beban berat di dada, R :

pasien mengatakan nyeri menjalar kebagian kiri, S : pasien

mengatakan nyeri skala 4, T : pasien menngatakan nyeri terasa terus

menerus.

5) EKG / Exsposure

Sinus Tachicardia, QRS Rate 105 x/I, gelombang P normal, PR

interval normal (0,14), QRS durasi (0,065), ST depresi di lead II, III,

aVF, V4-V6 (hasil perekaman saat tiba di CVCU pukul 15.00 WIB),

Ulkus pada digiti III dan IV

3. Status kesehatan saat ini

Alasan Kunjungan/ keluhan utama

Pasien masuk IGD RSUP M Djamil Padang tanggal 29

November 2021 pukul 10.00 WIB dengan keluhan nyeri dada tiba - tiba,

nyeri terasa seperti terhimpit beban berat dan menjalar ke bagian kiri

tubuh. Tekanan darah 158/76 mmHg, HR 62 kali/menit, frekuensi nafas

50
24 kali/menit klien juga mengeluhkan nafas terasa sesak baik saat

istirahat maupun saat beraktivitas.

Pasien masuk ruangan CVCU tanggal 29 November 2021 pukul

15.00 WIB. Pada saat pengkajian tanggal 29 November 2021 pukul

18.00 WIB, pasien mengeluhkan nyeri skala 4 masih terasa namun

sesak nafas sudah berkurang karena pasien sudah terpasang O2 nasal

canula 4 L/menit. Klien tampak menahan nyeri dada dengan memegangi

bagian dada.Pasien mengeluh mulut terasa kering dan haus.Klien

mengatakan merasa mengantuk dan lelah namun sulit untuk tidur.

Faktor Pencetus

Pasien memaksakan diri untuk pergi bekerja.

Lama Keluhan

Pasien mengeluhkan nyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit

RSUP Dr. M. Djamil Padang. Sebelumnya pasien juga pernah dirawat

dengan keluhan yang sama.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi

Pasien langsung datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang ketika

nyeri dada sudah tidak teratasi dan semakin berat.

51
Diagnosa medis
NSTEMI TIMI 5/7 GS 111, DM Type II,Hipertensi Stage II, AKI Stage

Riwayat Kesehatan yang Lalu

Penyakit yang pernah dialami

Pasien mengatakan sudah memiliki riwayat hipertensi dan diabetes

mellitus Type II sejak 6 tahun yang lalu. Klien mengatakan sebulan yang

lalu juga dirawat dengan keluhan yang sama. Klien rutin mengonsumsi

klien mengatakan bahwa kedua orang tuanya juga memiliki riwayat

penyakit yang sama dengannya. terdapat luka di bagian jari kaki pasien

(digiti III dan IV). Pasien mengatakan luka berawal saat kakinya

tersandung dan luka sejak 2 bulan yang lalu. Luka dirawat dirumah

dengan cara dicuci dengan air bersih dan dibalut dengan kassa.

Alergi

Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan

Kebiasaan

Pasien memiliki riwayat sebagai perokok aktif dan konsumsi alkohol,

namun sudah dihentikan sejak didiagnosa diabetes mellitus type II 6

tahun yang lalu.

52
Pola Nutrisi

Pasien memiliki berat badan 73 Kg dan tinggi badan 160 cm. Keluarga

mengatakan pasien makan 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk, sayur dan

buah-buahan. Keluarga mengatakan bahwa pasien tidak memperhatikan

diet untuk penderita hipertensi dan DM. Pasien menyukai semua makanan

dan tidak ada pantangan makanan.Sebelumnya pasien tidak ada

mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.

Pola Eliminasi

PasienBAB 1x.hari dengan karakteristik feses berwarna coklat

kekuningan dan konsentrasi padat.Pasien BAK 6-7 kali/ hari dengan

karakteristik urine kuning cerah.Pasien tidak memiliki keluhan selama

BAK dan BAB.

Pola tidur dan Istirahat

Di Rumah :

Pasien mengatakan biasanya tidur 6-7 jam dalam sehari dimalam hari

mulai pukul 22.00-05.00 WIB.Terkadang pasien begadang karena

pekerjaannya dan mengalami kesulitan tidur bila lingkungan tidak

nyaman dan berisik.Biasanya pasien tertidur dalam suasana yang hening

dirumahnya.

Di Rumah sakit (pengkajian hari kedua rawatan) :


53
Pasien mengeluh sulit untuk tertidur, merasa lelah dan mengeluhkan suara

pasien lain dan keadaan ruangan yang berisik. Pasien mengatakan hanya

tidur sebentar lalu terbangun lagi, dan sulit untuk memulai tidur lagi jika

terbangun.

Pola Aktivitas dan latihan

Keluarga mengatakan pasien seorang pegawai di RSUP M Djamil dan

pasien mengatakan beberapa bulan terakhir ini kesulitan dalam

beraktivitas seperti biasa karena merasa cepat lelah dan sesak.

Pola bekerja

Pasien bekerja sebagai pegawai parkir yang masuk kerja di pagi hari

hingga sore hari, istrinya juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah

tangga dan pendidikan anak - anaknya.

5. Riwayat keluarga

Ada saudara (kakak) pasien yang meninggal karena hipertensi dan DM.

6. Pengkajian Sekunder

Pemeriksaan fisik/ Head to toe

Kepala

Inspeksi /Palpasi : bentuk kepala normal, tidak ada pembengkakan,

rambut tebal, tidak ada jejas dan lesi serta massa


54
Keluhan : pasien mengeluh terkadang merasa pusing

Mata

Fungsi Penglihatan : normal

Palpebra : tidak bengkak

Ukuran pupil : 3mm/3mm

Akomodasi : isokor

Konjungtiva : Anemis

Sklera : tidak ikterik

Edema palpebra : tidak ada

55
Telinga

Fungsi Pendengaran : baik

Fungsi keseimbangan : normal

Keluhan : tidak ada

Hidung dan sinus

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, massa tidak ada, cuping


hidung tidak ada, polip tidak ada, lesi tidak ada, akumulasi sekret tidak

ada

Pembengkakan : tidak ada

Pendarahan : tidak ada

Mulut dan tenggorokanInspeksi : bibir kering, stomatitis

tidak ada, lidah bersih

Keadaan gigi : caries gigi tidak ada

Membran mukosa : pucat

Kesulitan menelan : tidak ada

Leher

Inspeksi / palpasi : tidak ada pembesaran dan pembengkakan KGB

dan kelenjar tiroid

Thoraks

Inspeksi : normochest, simestris kiri dan kanan, pergerakan

56
dinding dada simetris kiri kanan

Palpasi : tidak teraba massa, fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi paru : sonor

Auskultasi paru : ronkhi ada, wheezing tidak ada

Auskultasi jantung : reguler dan tidak ada murmur dan tidak ada gallop

Gambaran EKG : sinus tachycardia, QRS Rate 105 x/I, gelombang

P normal, PR interval normal (0,14), QRS durasi (0,065), ST depresi di

lead II, III, aVF, V4-V6 (saat masuk CVCU)

Sirkulasi

Frekuensi nadi : 59 kali/menit (saat pengkajian pukul 18.00 WIB)

SaO2 : 98%

Tekanan darah : 149/86 mmHg

Suhu tubuh : 36,70C

Sianosis : tidak ada

Pucat : wajah tampak pucat

Turgor : baik

57
Abdomen

Inspeksi : tidak ada asites

Auskultasi : bising usus (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), distensi abdomen (-)

Perkusi : thympani

Jenis diet : diet yang diberikan adalah ML DD DJ RG II

Nafsu makan : kurang

Frekuensi BAB : 1x/2 hari, konsistensi feses : encer

Keluhan makan : pasien merasa mual

Keluhan BAB : tidak ada

Frekuensi BAK : per jam, urine spontan

Nilai intake : 400 cc (15.00-21.00 WIB)

Nilai output : 750 cc (15.00-21.00 WIB)

58
Penggunaan kateter : pasien menolak dipasang kateter urine intermitten

Keluhan BAK : tidak ada

Ektremitas

Inspeksi : ekstremitas kiri atas terpasang IV line NaCl 0,9%

500cc/24 jam, drip ISDN 7 mg/jam, ekstremitas kanan atas terpasang

manset tensimeter dan tidak ada edema pada ektremitas, terdapat ulkus

pedis digiti III dan IV

Massa otot : baik

Kekakuan : tidak ada

Kejang : tidak ada

555 555
Motorik :555 555

59
7. Data Laboratorium (29 November 2021)

Tabel 3.3 Data Laboratorium Tn.T tanggal 29 November-30 November 2021)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

Hb 12,4 g/dl 14-18 g/dl

Leukosit 9.000 /mm3 5.000 -10.000 /mm3 Normal

Trombosit 425.000/mm3 150.000- 400.000/mm3

Hematokrit 36% 40 - 48% Normal

GDS 240 mg/dl <200 mg/dl

Ureum 79 mg/dl 10,0 - 50,0 mg/dl

Kreatinin 1,6 mg/dl 0,8 - 1,3 mg/dl

Kalsium 9,7 mg/dl 8,1 - 10,4 mg/dl Normal

Natrium 138 Mmol/L 136 - 145 Mmol/L Normal

Kalium 3,4 Mmol/L 3,5 - 5,1 Mmol/L

Klorida serum 104 Mmol/L 97 - 111 Mmol/L Normal

CK-MB 37 u/l < 24 u/l

HBsAg Reaktif

60
Data Laboratorium (30 November 2021)

pH 7,410 7,35 - 7,45 Normal

PCO2 22,7 mmHg 35 - 45 mmHg

PO2 96,5 mmHg 88 - 100 mmHg Normal

HCO3- 19,1 mmol/L 22 - 26 mmol/L

BE -1, mmol/L -2 - 2 mmol/L Normal

61
8. Pengobatan

Tabel 3.4 Terapi Farmakologis Tn.T

No. Nama Obat Tanggal Pemberian

Terapi Oral

1 Aspilet 160 mg 29 November 2021

2 Aptor 1 x 100 mg 29 November 2021

3 CPG 1 x 75 mg 29 November 2021

4 Atorvastatin 1 x 40 mg 29 November 2021

5 Candesartan 1 x 8 mg 29 November 2021

6 Adalat oros 1 x 30 mg 29 November 2021

7 HCT 1 x 25 mg 29 November 2021

8 Bisoprolol 1 x 2,5 mg 29 November 2021

9 Ranitidine 2 x 50 mg 29 November 2021

10 Laxadine 1 x 10 mg 29 November 2021

11 Diazepam 5 mg (k/p) 29 November 2021 (bila perlu)

12 V-block 2 x 6,25 mg 30 november 2021

Terapi Parenteral

1 IVFD NaCl 0,9% 500 cc/ 24 jam + KCL 29 November 2021

62
40 meq /24 jam

2 Lovenox 2 x 0,6 cc 29 November 2021

3 Drip criticall ill insulin 50 unit (29 November 2021) saat tiba

diruangan sudah selesai.

4 Drip ISDN 7 mg/jam 29 November 2021

63
B. Analisa Data (29 November 2021)

Tabel 3.4 Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan

Data Subjektif : Ketidakseimbangan Gangguan pertukaran gas


-Pasien mengatakan nafas ventilasi - perfusi
terasa sesak

Data Objektif :
- pH :7,535 (peningkatan
pH)
- PCO2 : 20,9 mmHg

(penurunan)
- HCO3- : 17,8 mmol/L
(penurunan)
- Frekuensi nafas 24
kali/menit (meningkat)
- Terdengar ronkhi

dilapang paru
- wajah klien tampak
pucat

Data Subjektif : Perubahan irama jantung Penurunan curah jantung


perubahan irama jantung
- pasien mengatakan
dada terasa sesak

- Pasien mengatakan dada


berdebar-debar dan nyeri

64
Perilaku/emosional

- Klien mengatakan cemas


dengan keadaaannya

- Klien mengeluh merasa


lelah

Data Objektif :
- TD 149/86 mmHg
- HR : 59 kali/menit
- MAP : 107

- Nilai intake : 400 cc


(15.00 - 21.00 WIB)

- Nilai output : 750 cc


(15.00 - 21.00 WIB)
- BB : 73 kg

- Nadi perifer teraba


lemah

- Sinus Takikardia , QRS


Rate 105 x/I, gelombang

65
P normal, PR interval
normal (0,14), QRS

durasi (0,065), ST
depresi di lead II, III,
aVF, V4-V6,

Data subjektif : Agen cidera fisiologi : Nyeri Akut


- P : Klien mengeluh nyeri kekurangan suplai O2 ke
saat beraktivitas dan jaringan miokard
istirahat

- Q : pasien mengatakan
nyeri dada seperti
ditekan beban berat
- R : pasien mengatakan
nyeri menjalar ke bahu
kiri

- S : pasien mengatakan
nyeri skala 4
- T : pasien mengatakan
nyeri hilang timbul

Data Objektif :
- Pasien tampak gelisah
dan sesekali memegangi
dada
- Ekspresi wajah tampak
meringis

66
C. Rencana Asuhan Keperawatan

Tabel 3.5 Rencana Asuhan Keperawatan

No. NANDA NOC NIC

1 Gangguan pertukaran Status Pernafasan : Manajemen Asam Basa :


gas b.d Pertukaran Gas Alkalosis Respiratorik
ketidakseimbangan Indikator : Aktivitas :
ventilasi - perfusi - Tekanan parsial O2 dalam 1. Pertahankan kepatenan
batas normal jalan nafas
- Tekanan parsial CO2 2. Monitor pola pernafasan
(PaCO2) dalam batas 3. Monitor adanya

normal kemungkinan penyebab


- pH arteri dalam batas sebelum mencoba

normal mengatasi ketidak


- Saturasi Oksigen dalam seimbangan asam basa
batas normal 4. Tentukan kebutuhan
- Tidak ada dispnea saat patologis antara intervensi

istirahat langsung dan perawatan


pendukung

Keseimbangan Elektrolit 5. Monitor penyebab

dan Asam Basa kurangnya atau rendahnya


Indikator : HCO3- atau kelebihan ion
- Denyut jantung apikal hidrogen (uremic,
dalam batas normal ketoasidosis alkoholik,
- Irama jantung dalam batas hipoksia, iskemik,
normal insufiensi ginjal
- Irama pernafasan normal 6. Monitor ketidak
- Serum kreatinin dalam seimbangan elektrolit

67
batas normal yang berhubungan dengan
- Serum kalium dalam batas alkalosis respiratorik
normal 7. Berikan cairan sesuai
- Serum glukosa darah indikasi karena adana
dalam batas normal kehilangan yang
- Serum Ph dalam batas berlebihan dikarenakan
normal penyebab yang mendasar
(diare, diuretik)
8. Monitor intake dan output
9. Kurangi penggunaan
oksigen

Terapi oksigen
Aktivitas
1. Bersihkan mulut, hidung,

68
dan sekresi trakea dengan
tepat

2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Berikan oksigen tambahan

seperti yang diperintahkan


4. Monitor aliran oksigen
5. Pantau tanda tanda
keracunan oksigen
6. Amati tanda-tanda

hipoventilasi

Monitor Pernafasan
Aktivitas :
1 Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas

1. Catat pergerakan dada,

ketidaksimetrisan
2. Monitor suara nafas
tambahan

3. Monitor pola nafas

4. Monitor sekresi

pernafasan pasien

2 Penurunan Curah Keefektifan pompa jantung Perawatan Jantung : Akut


jantung b.d Perubahan Indikator : Aktivitas :
irama jantung - TD sistolik 90-120 mmHg - Evaluasi nyeri dada
- TD diastolic 60-90 mmHg - Auskultasi bunyi jantung
- Disritmia tidak ada - Monitoring intake dan

69
- Denyut perifer yang kuat output
- Pengeluaran Urin normal - Montoring hasil EKG

- keseimbangan Intake dan - Monotoring hasil labor

Output selama 24 jam CK

- Suara jantung abnormal - Monitoring nilai lab untuk

yang tidak terdengar elektrolit, yang dapat

- Angina (-) meningkatkan resiko

- Edema perifer yang tidak disritmia

tampak - Monitoring faktor yang

- Sesak saat istirahat menentukan dalam

berkurang pemberian oksigen

Status Sirkulasi (seperti PaO2 dan level Hb


Indikator : dan curah jantung), jika

- Saturasi Oksigen 90- sesuai

100 % - Cegah pembentukan

70
- Fatique berkurang trombus perifer (seperti
- CRT <3 detik mengubah posisi setiap 2
- Wajah tidak pucat jam dan memberikan
- Tidak terjadi penurunan antikoagulan dengan
suhu tubuh dosis rendah)

- Memberikan medikasi

Perfusi Jaringan : Cardiac untuk

Indikator : mengurangi/mencegah
- Tidak ada aritmia nyeri, jika diperlukan

- Enzim jantung dalam batas


normal Manajemen elektrolit :
- Tidak ada angina Hipokalemia
- tidak ada takikardi Aktivitas :
- keringat dalam batas - Kumpulkan spesimen
normal untuk dilakukan analisis
- tidak ada mual dan muntah laboratorium kadar
kalium dan
Sleep ketidakseimbangan

Indikator : elektrolit yang


- Waktu tidur mencukupi berhubungan dengan
- Tidur berkualitas kalium
- Dapat tidur di malam hari - Monitor adanya gejala
- Merasa nyaman dengan awal hipokalemi untuk
lingkungan tidur mencegah kondisi yang
mengancam jiwa
(disritmia)
-Monitor hasil lab yang

berhubungan dengan
hipokalemi, misalkan

71
(peningkatan glukosa ,
penurunan osmolaritas
urine)
-Monitor fungsi ginjal dan
EKG

- Berikan suplemen kalium

sesuai yang diresepkan


-Cegah atau kurangi iritasi

akibat pemberian
suplemen kalium secara
intravena
- Monitor adanya lonjakan
hiperkalemi

- Monitor adanya diuresis

yang berlebihan

72
- Berikan makanan tinggi
kalium (pisang, sayuran

hijau dan produk susu)

Sleep Enhancement
Aktivitas :
- Lakukan pengkajian pola
tidur pasien
-Monitor pola tidur pasien
dan tanda fisik seperti

sleep apnea, hambatan


jalan nafas,
nyeri/ketidaknyamanan,
dan frekuensi urine) serta
faktor psikologis
- Pengaturan lingkungan

yang nyaman untuk tidur


pada pasien (penggunaan
earplugdan eyesmask).
- Pertahankan lingkungan
yang kondusif untuk
istirahat dan

penyembuhan

2 Nyeri akut (chest) b.d Kontrol nyeri Manajemen Nyeri


Agen cidera biologi : Indikator : Aktivitas :

kekurangan suplai O2 - Menilai lamanya Nyeri - Lakukan penilaian nyeri


ke jaringan miokard - Menilai faktor penyebab secara komprehensif
- Penggunaan non dimulai dari lokasi,
analgesic untuk karakteristik, durasi,

73
mengurangi nyeri frekuensi, kualitas,
Penggunaan analgesic intensitas dan penyebab.
yang disarankan - Kaji ketidaknyamanan

- Melaporkan tanda /gejala secara nonverbal


nyeri pada tenaga - Pastikan pasien

kesehatan Laporkan gejala mendapatkan perawatan


yang tidak terkontrol dengan analgesic
- Menilai gejala nyeri - Gunakan komunikasi
- Melaporkan bila nyeri yang terapeutik
terkontrol
- Menyediakan informasi
tentang nyeri, contohnya
Tingkatan Nyeri
penyebab nyeri,
Indikator :
bagaimana kejadiannya,
- Nyeri dilaporkan
mengantisipasi
- Ekspresi wajah nyeri Ketidaknyamanan

74
D. Catatan Perkembangan
Hari / tanggal : Kamis/ 29 November 2021 Ruangan : CVCU
Nama : Tn. T No. RM : 00.75.67.56

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

Gangguan pertukaran gas b.d S:


ketidakseimbangan ventilasi - perfusi 1. Memberikan posisi dengan - Pasien mengatakan merasa nyaman
meninggikan kepala tempat tidur dengan posisi kepala yang ditinggikan

sesuai kenyamanan pasien yaitu 450 450


untuk memaksimalkan ventilasi
- Pasien mengatakan sesak nafas sudah
2. Memberikan terapi oksigen 5 L/menit berkurang dari sebelumnya

via nasal canul - Pasien mengatakan saat berbaring


1. Memonitoring ketidakseimbangan nafas masih terrasa sesak
elektrolit dengan melihat hasil O :
laboratorium lengkap - RR : 24 kali/menit
2. Memberikan terapi diuretik sesuai - pH : 7,535
indikasi (oral HCT 1x25mg) - PCO2 : 20,9 mmHg

3. Memonitoring intake seperti cairan - PO2 : 92,6 mmHg


yang masuk melalui oral dan terapi - HCO3- : 17,8 mmol/L

75
cairan intravena yang dihitung setiap - BE : -1,9 mmol/L
enam jam -Ronkhi (+/+) pada lapang paru
4. Memonitoring output dari keluaran - Gelisah (-)
urin yang dihitung setiap 6 jam - K 3,4 Mmol/L
5. Melakukan balance cairan intake dan -Intake 350 cc (15.00 - 18.00)

output -Output 620 cc (15.00 - 18.00)


6. Memberikan diet nutrisi sesuai A :
indikasi berupa makanan lunak Masalah gangguan pertukaran gas
belum teratasi dengan nilai pH

76
dibawah normal, intepretasi nilai
AGD (Alkalosis Respiratorik
terkompensasi sebagian)dan pasien
masih mengalami peningkatan pola

nafas
P:
Intervensi dilanjutkan dengan manajemen
asam basa dan terapi oksigen

Penurunan Curah jantung b.d Perubahan S:


irama jantung 1. Memantau tanda - tanda vital - Pasien mengatakan masih merasa
2. Melakukan balance cairan intake dan sesak pada dada

output setiap 3 jam -Pasien mengatakan dada masih terasa


3. Melakukan perekaman EKG berdebar - debar
4. Membaca hasil EKG O:
5. Monitoring hasil laboratorium yang - TD : 160/84 mmHg
berhubungan dengan hipokalemi - HR : 71 kali/menit
(peningkatan glukosa, penurunan - Irama jantung : reguler

osmolaritas urine) - SaO2 : 98%


6. Mengevaluasi apakah adanya edema - Fatigue masih ada

77
perifer - Disritmia (-)
7. Memberikan terapi oral aspilet 1x8 gr, -Denyut perifer teraba lemah
artovastatin 1x4 gr -Intake 350 cc (15.00 - 18.00 WIB)
8. Koreksi kalium 40 meq/ 24 jam dalam -Output 620 cc (15.00 - 18.00 WIB)
NaCl 0,9% -EKG : sinus tachycardia, QRS Rate

9. Pertahankan lingkungan yang 105 x/I, ST depresi di lead II, III, aVF,
kondusif untuk istirahat dan V4-V6 (hasil EKG belum diperbarui)
penyembuhan A : intervensi keefektifan pompa jantung
dan status sirkulasi belum mencapai hasil

78
ditandai dengan masih banyak indikator
yang belum tercapai
P:
- Perawatan jantung akut

- Monitor status sirkulasi


-Manajemen cairan dan elektrolit

Nyeri akut (chest) b.d Agen cidera S:

biologi : kekurangan suplai O2 ke jaringan 1. Melakukan pengkajian nyeri setiap -Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
miokard 2. Kaji ketidaknyamanan secara kiri masih ada terasa hilang timbul
nonverbal -Skala nyeri 4 pukul 19.00 WIB
3. Pastikan pasien mendapatkan -Skala nyeri 4 pukul 23.00 WIB
perawatan dengan analgesic -Skala nyeri 4 pukul 03.00 WIB
4. Kontrol faktor lingkungan yang dapat -Skala nyeri 4 pukul 07.00 WIB
menimbulkan ketidaknyamanan O:
5. Ajari untuk menggunakan tehnik -Pasien tanpak gelisah dan meringis
non-farmakologi dalam mengurangi -Klien tampak masih memegangi dada

nyeri : teknik relaksasi nafas dalam sebelah kiri


6. Memberikan terapi obat ISDN drip 7 - RR 24x/menit
cc/jam. A:

79
7. evaluasi efektifitas analgetik, tanda Masalah nyeri akut belum teratasi
dan gejala (efek samping) P:
Intervensi manajemen nyeri dan terapi
analgetik sesuai order dokter dengan drip
IV dilanjutkan

80
Hari / tanggal : Jumat / 30 November 2021 Ruangan : CVCU
Nama : Tn. T No. RM : 00.75.67.56

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

Gangguan pertukaran gas b.d - Memberikan posisi dengan S :


ketidakseimbangan ventilasi - perfusi meninggikan kepala tempat tidur - Pasien mengatakan merasa nyaman
sesuai kenyamanan pasien yaitu 450 dengan posisi kepala yang ditinggikan

untuk memaksimalkan ventilasi 450


-Memberikan terapi oksigen 5 L/menit - Pasien mengatakan sesak nafas sudah
via nasal canul berkurang dari sebelumnya

- Memonitoring ketidakseimbangan
elektrolit dengan melihat hasil O :
laboratorium lengkap - RR : 20 kali/menit
- Memberikan diet nutrisi sesuai - SaO2 : 98 %
indikasi berupa makanan lunak - pH : 7,410 (normal)
- PCO2 : 22,7 mmHg (menurun)
- HCO3- : 19,1 mmol/L (menurun)

- BE : -1,8 mmol/L
- Gelisah (-)
A:

81
Masalah gangguan pertukaran gas
teratasi
P:
Intervensi selesai

Penurunan Curah jantung b.d Perubahan S:


irama jantung 1. Memantau tanda - tanda vital : - Pasien mengatakan masih merasa
cenderung belum stabil sesak pada sudah berkurang
2. Melakukan balance cairan intake dan - Klien mengatakan bisa tidur namun ia

output setiap 3 jam merasa mengantuk (evaluasi jam

3. Monitoring hasil laboratorium 07.00 WIB)


4. Mengevaluasi apakah adanya edema O :
perifer - TD : 127/70 mmHg
5. Memberikan terapi oral Clopidogrel - HR : 75 kali/menit

75x1 - SaO2 : 98%


6. Pertahankan lingkungan yang -Denyut perifer teraba lemah
kondusif untuk istirahat dan - Intake 650 cc (15.00 - 18.00 WIB)
penyembuhan (penggunaan ear plug -Output 870 cc (15.00 - 18.00 WIB)
dan eyes mask hari pertama mulai jam
21.00 - 07.00 WIB) A : intervensi keefektifan pompa jantung

82
dan status sirkulasi belum mencapai hasil
ditandai dengan masih ada indikator yang
belum tercapai
P:
- Perawatan jantung akut

- Monitor status sirkulasi


-Manajemen cairan dan elektrolit

Nyeri akut (chest) b.d Agen cidera S:

biologi : kekurangan suplai O2 ke jaringan 1. Melakukan pengkajian nyeri -Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
miokard 2. Kaji ketidaknyamanan secara kiri sudah berkurang, namun terasa
nonverbal hilang timbul
3. Pastikan pasien mendapatkan -Skala nyeri 3 pukul 15.00 WIB

perawatan dengan analgesic -Skala nyeri 3 pukul 21.00 WIB


4. Gunakan komunikasi yang terapeutik O:
5. Kontrol faktor lingkungan yang dapat -Klien tampak masih memegangi dada
menimbulkan ketidaknyamanan sebelah kiri saat nyeri datang
6. Ajari untuk menggunakan tehnik - RR 21x/menit

83
71

non-farmakologi dalam mengurangi A:


nyeri : relaksasi nafas dalam Masalah nyeri akut belum teratasi
7. Terapi obat ISDN drip 7 cc/jam. P:

Intervensi manajemen nyeri dan terapi


analgetik sesuai order dokter dengan
drip IV dilanjutkan

84
Hari / tanggal : Sabtu/1 Desember 2021 Ruangan : CVCU
Nama : Tn. T No. RM : 00.75.67.56

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

Penurunan Curah jantung b.d Perubahan 1. Memantau tanda - tanda vital S:


irama jantung 2. Melakukan balance cairan intake dan - Pasien mengatakan masih merasa
output setiap 3 jam sesak pada dada namun sudah
3. Membaca hasil EKG berkurang
4. Monitoring hasil laboratorium -Klien mengatakan tidur semalam dan
5. Mengevaluasi apakah adanya edema terbangun jam 5 pagi saat

perifer pemeriksaan EKG pagi rutin


6. Memberikan terapi oral dan (CPG 75 O:
mg x 1, aptor 100 mg x 1) - TD : 134/76 mmHg
7. Berikan makanan tinggi kalium - HR : 74 kali/menit
(pisang, sayuran hijau, susu) - Irama jantung : reguler

8. Pertahankan lingkungan yang - SaO2 : 99%


kondusif untuk istirahat dan - Fatigue masih ada
penyembuhan (penggunaan ear plug - Disritmia (-)
dan eyes mask hari pertama mulai jam -Denyut perifer teraba lemah
21.00 - 07.00 WIB) -Intake 800 cc (15.00 - 18.00 WIB)

85
-Output 650 cc (15.00 - 18.00 WIB)
A : intervensi keefektifan pompa jantung
dan status sirkulasi belum mencapai hasil
ditandai dengan masih ada indikator yang
belum tercapai

P:
- Perawatan jantung akut
- Monitor status sirkulasi

-Manajemen cairan dan elektrolit


-Pasien direncanakan untuk tindakan

PCI senin (3 desember 2018)

Nyeri akut (chest) b.d Agen cidera 1. Kaji ketidaknyamanan secara S:

biologi : kekurangan suplai O2 ke jaringan nonverbal -Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
miokard 2. Gunakan komunikasi yang terapeutik kiri sudah berkurang
3. Kontrol faktor lingkungan yang dapat -skala nyeri 3 pukul 07.00 WIB
menimbulkan ketidaknyamanan -skala nyeri 3 pukul 15.00 WIB
4. Ajari untuk menggunakan tehnik O:

non-farmakologi dalam mengurangi - Pasien tampak gelisah


nyeri (relaksasi nafas dalam) - Mual (-)

86
5. cek instruksi dokter tentang jenis obat, -Klien tampak masih memegangi dada
dosis dan frekuensi serta cek riwayat sebelah kiri
alergi (tidak ada alergi), terapi obat - RR 20x/menit
ISDN drip 5 cc/jam. A:
6. evaluasi efektifitas analgetik, tanda Masalah nyeri akut belum teratasi

dan gejala (efek samping) P:


Intervensi manajemen nyeri dan terapi
analgetik sesuai order dokter dengan drip
IV dilanjutkan

87
Hari / tanggal : Minggu/ 2 Desember 2021 Ruangan : CVCU
Nama : Tn. T No. RM : 00.75.67.56

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


Penurunan Curah jantung b.d Perubahan
irama jantung 1. Memantau tanda - tanda vital : S:
cenderung belum stabil - Pasien mengatakan masih merasa
2. Melakukan balance cairan intake dan sesak pada dada namun sudah
output setiap 3 jam berkurang

3. Monitoring hasil laboratorium - Pasien mengatakan tidur cukup dan


4. Mengevaluasi apakah adanya edema terbangun saat dibangunkan perawat
perifer untuk terapi obat
5. Memberikan terapi oral dan intravena O:
sesuai dengan order dokter - TD : 121/79 mmHg
6. Pertahankan lingkungan yang - HR : 69 kali/menit
kondusif untuk istirahat dan - Irama jantung : reguler

penyembuhan (penggunaan ear plug - SaO2 : 99%


dan eyes mask hari pertama mulai jam - Fatigue masih ada
21.00 - 07.00 WIB) Denyut perifer teraba lemah
-Intake 1000 cc (08.00 - 14.00 WIB)

88
-Output 1.020 cc (08.00 - 14.00 WIB)

A:
Intervensi keefektifan pompa jantung
dan status sirkulasi belum mencapai
hasil ditandai dengan masih banyak

indikator yang belum tercapai


P:
- Perawatan jantung akut
- Monitor status sirkulasi
- Manajemen cairan dan elektrolit

- Pasien rencana untuk tindakan PCI


besok

Nyeri akut (chest) b.d Agen cidera - Kaji ketidaknyamanan secara S:

biologi : kekurangan suplai O2 ke jaringan nonverbal - Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
miokard - Gunakan komunikasi yang terapeutik kiri sudah berkurang tapi kadang
-Kontrol faktor lingkungan yang dapat muncul kembali
menimbulkan ketidaknyamanan - Pasien mengatakan nyeri di skala 3
-Ajari untuk menggunakan tehnik pukul 15.30 WIB
non-farmakologi dalam mengurangi O:

89
nyeri : teknik relaksasi nafas dalam - Pasien tampak tenang
- RR 21x/menit
A:
Masalah nyeri akut belum teratasi
P:

Intervensi manajemen nyeri dan terapi


analgetik sesuai order dokter
(pasien rencana PCI besok)

90
Hari / tanggal : Senin / 3 Desember 2021 Ruangan : CVCU
Nama : Tn. T No. RM : 00.75.67.56

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


Penurunan Curah jantung b.d Perubahan - Memantau tanda - tanda vital Jam 10.00 WIB
irama jantung - Melakukan balance cairan intake dan S:
output setiap 3 jam - Pasien mengatakan masih merasa
-Pasien hari ini rencana PCI pagi jam sesak pada dada namun sudah
10.00 WIB berkurang

-Memberikan terapi oral dan intravena O:


sesuai dengan order dokter - TD : 131/75 mmHg
- Pertahankan lingkungan yang - HR : 70 kali/menit
kondusif untuk istirahat dan - Irama jantung : reguler

penyembuhan - SaO2 : 99%


- Fatigue masih ada
-Denyut perifer teraba lemah
-Intake 1500 cc (08.00 - 14.00 WIB)
-Output 1020 cc (08.00 - 14.00 WIB)
-Wajah dan ekstremitas pucat (+)

A:

91
Intervensi keefektifan pompa jantung
dan status sirkulasi belum mencapai
hasil ditandai dengan masih banyak
indikator yang belum tercapai

92
P:
- Perawatan jantung akut
- Monitor status sirkulasi
-Manajemen cairan dan elektrolit

-Pasien dibawa ke cath lab untuk


tindakan PCI
- Rencana dipindahkan ke bangsal
jantung bila stabil
- Intervensi dilanjutkan diruangan
bangsal jantung

Nyeri akut (chest) b.d Agen cidera 1. Kaji ketidaknyamanan secara S:

biologi : kekurangan suplai O2 ke jaringan nonverbal - Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
miokard 2. Gunakan komunikasi yang terapeutik kiri sudah berkurang tapi kadang
3. Ajari untuk menggunakan tehnik muncul kembali
non-farmakologi dalam mengurangi - Pasien mengatakan nyeri di skala 3
nyeri (relaksasi nafas dalam) O:
- Pasien tampak tenang

- RR 20x/menit
A:
Masalah nyeri akut belum teratasi

93
P:
Intervensi manajemen nyeri dan
terapi analgetik sesuai order dokter
(pasien dibawa ke cathlab)

94
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Seorang pasien berinisial Tn. T (43 tahun) datang ke RSUP Dr. M. Djamil

Padang melalui IGD pada tanggal 28 November 2021 pukul 10.00 WIB dengan

diagnosa medis NSTEMI TIMI 5/7 GS 111, Hipertensi stage I, Diabetes mellitus

type II. Pasien masuk IGD dengan keluhan nyeri dada seperti ditekan beban berat

sejak 4 jam yang lalu, nyeri menjalar ke tubuh bagian kiri. Tekanan darah 158/76

mmHg, denyut nadi 62 kali/menit, frekuensi nafas 24 kali/menit, SaO 2 98% dan

suhu 36,7 0C.

Pasien masuk ruangan CVCU tanggal 28 November 2021 pukul 15.00

WIB.Pada saat pengkajian tanggal 28 November 2021 pukul 18.00 WIB.Tingkat

kesadaran composmentis dan GCS (Glasgow Coma Scale) E4V5M6. Pasien

mengeluhkan nyeri dada masih terasa dengan skala 4 (sedang) serta dada terasa

berdebar - debar. Nafas sesak, pasien tampak meringis. Dalam PERKI, 2015

dinyatakan bahwa pasien dengan iskemik miokard mengeluhkan nyeri berupa rasa

tertekan beban berat di daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang,

area interskapular, bahu atau epigastrium. Keluhan nyeri tersebut berlangsumg >

20 menit yang biasanya disertai diaporesis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak

nafas dan sinkop.

Dari hasil pengkajian primer pada tanggal 28 November 2021 pukul 15.00

WIB, pasien mengalami peningkatan frekuensi nafas 24 kali/menit, sesak saat

berbaring, serta terdengar ronkhi dilapang paru. Hal ini sesuai dengan manifestasi
95
klinis pasien NSTEMI yang mengalami gejala pulmonal berupa sesak nafas,

ortopnea dan takipnea akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang dapat

menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru menuju alveoli, sehingga

mengakibatkan terjadinya udema paru yang dimanifestasikan dengan batuk dan

sesak nafas (Smeltzer, 2008). Pada saat dilakukannya auskultasi paru, terdengar

suara ronkhi dikedua lapang paru.Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan

dan sirkulasi paru yang menyebabkan cairan masuk terdorong ke dalam paru

(Smeltzer, 2008).

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai analisa gas

darah yang abnormal yaitu pasien mengalami alkalosis respiratorik dengan pH

darah meningkat, HCO3 dan PCO2 dibawah batas normal.Alkalosis respiratorik

didefenisikan sebagai penyebab dari hiperventilasi sehingga paru - paru

mengeluarkan banyak CO2 (Fournier, 2009).Hal ini terlihat dari kondisi pasien

yang mengalami sesak nafas akibat nyeri dada yang dirasakannya.

Pada pengkajian sirkulasi, didapatkan data frekuensi nadi 59 kali/menit,

tekanan darah 149/86 mmHg, MAP 107, peningkatan tekanan darah merupakan

refleksi dari meningkatnya tahanan perifer (Systemic Vascular Resistance).

Peningkatan tekanan darah indikasi klinis peningkatan afterload. Peningkatan

afterload dapat memperberat kerja jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen

miokard (Halimuddin,2016).

Pada pengkajian disability, didapatkan pasien mengeluh nyeri dada terasa

seperti ditekan beban berat dengan skala 4, dan pasien mengatakan nyeri hilang

timbul dan nyeri dirasakan lebih dari 20 menit. Tanda dan gejala yang biasanya

96
dirasakan oleh pasien dengan NSTEMI ditandai dengan nyeri dada yang terasa

berat atau tertekan pada daerah retrosternal yang menjalar kebagian lengan kiri,

leher atau rahang, yang bersifat intermitten atau persisten. Adanya keluhan

tersebut setelah aktivitas fisik atau berkurang saat istirahat atau setelah

penggunaan nitrat, mendukung diagnosis iskemia (PERKI, 2015).

Pengkajian eksposure didapatkan hasil perekaman EKG pada saat pasien

masuk ke CVCU dengan hasil EKG Sinus Tachycardia, QRS Rate 105 x/I,

gelombang P normal, PR interval normal (0,14), QRS durasi (0,065), ST depresi

di lead II, III, aVF, V4-V6. Dapat dilihat, ST depresi terdapat pada lead II, III,

aVF yang menunjukan adanya infark di dinding inferior jantung. Dalam PERKI

(2015), EKG yang mungkin dijumpai pada psien NSTEMI yaitu adanya depresi

ST segmen atau inversi gelombang T.

Pengkajian riwayat kesehatan dahulu dan riwayat keluarga, pasien

mengatakan sudah 6 tahun memiliki riwayat Diabetes Mellitus dan Hipertensi.

Kedua orangtua pasien juga memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat keluarga, diabetes mellitus dan hipertensi merupakan faktor resiko

penyebab dari kejadian sindrome koroner akut. Penelitian yang dilakukan oleh

Leander et al (2001) dalam Pramadiaz (2016), juga menyatakan terdapat

hubungan antara riwayat keluarga pernah menderita PJK dengan kejadian infark

miokard, dengan adanya riwayat keluarga pernah menderita PJK berisiko dua kali

lebih besar pada laki-laki dan 2,1 kali pada perempuan untuk terjadinya SKA.

Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawe et al (2003) dalam

Pramadiaz (2016), yang menyatakan ada perbedaan yang signifikan antara riwayat

97
keluarga dengan kejadian PJK, dengan adanya riwayat keluarga berisiko 1,7 kali

lebih besar dibandingkan yang tidak.

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap

pemompaan darah dari ventrikel kiri.Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga

ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses

aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang.

Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan

rendahnya kadar oksigen yang tersedia. Secara sederhana dikatakan peningkatan

tekanan darah mempercepat aterosklerosis dan arteriosclerosis, sehingga rupture

dan oklusi vaskuler terjadi 20 tahun lebih cepat daripada orang normotensi (Price,

et al., 2004).

Kondisi pasien juga dipengaruhi oleh pola diet dan aktivitas sehari-harinya.

Faktor gaya hidup seperti pola makan yang kurang baik seperti makanan siap saji

yang tinggi natrium lemak dan kolesterol serta kurangnya konsumsi serat dapat

meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler (Depkes RI, 2007).

Penulis mengambil kesimpulan bahwa penyebab pasien menderita penyakit

penyakit jantung koroner NSTEMI adalah pola hidup yang tidak terkontrol.Selain

itu, pasien juga memiliki riwayat keluarga dengan diabetes mellitus dan

hipertensi.

B. Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian maka didapatkan masalah keperawatan dan dapat

ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu 1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan

dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi; 2) Penurunan curah jantung


98
berhubungan dengan perubahan irama jantung ; 3) Nyeri akut (dada) berhubungan

dengan agen cidera biologis.

Implementasi dilakukan pada pasien dari tanggal 28 November 2018 - 01

Desember 2018 sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat.Implementasi

dilakukan dengan baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan tenaga medis

lainnya.

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi perfusi

Dalam standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), (2016), gangguan

pertukaran gas merupakan kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan/atau

eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler.Berdasarkan pengkajian

faktor resiko yang ditemukan pada pasien yaitu keabnormalan dari hasil analisa

gas darah arteri yang disebabkan karena ketidakseimbangan perfusi jaringan

(Hermand. T.H.,2014).

Data pengkajian yang mendukung tegaknya diagnosa ini diantaranya pasien

mengeluh nafas terasa sesak, frekuensi nafas 24 kali/menit (meningkat), terdengar

ronkhi dilapang paru, wajah tampak pucat, hasil pemeriksaan analisa gas darah pH

7,535, PCO2 20,9 mmHg, HCO3- 17,8 mmol/L.

Dari diagnosa ini, kriteria hasil yang diharapkan untuk dicapai setelah pasien

diberikan asuhan keperawatan adalah status pernafasan : pertukaran gas

(Moorhead. S,.et al, 2014). Outcome tersebut dipilih sebagai indikator

99
keberhasilan terhadap keefektifan pertukaran gas pasien dengan kriteria hasil

didapatkan analisa gas darah dalam rentang normal, frekuensi pernafasan serta

terutama pernafasan dalam rentang normal, tidak ada dyspnea dan sesak nafas

berkurang.

Intervensi yang dipilih untuk mecapai kriteria hasil tersebut diantaranya

manajemen asam basa : alkalosis metabolik , terapi oksigen dan monitor

pernafasan (Bulechek, G.M., 2013). Implementasi yang diberikan berdasarkan

perencanaan kepada Tn.T adalah mengupayakan pasien untuk tetap tenang dan

memberikan posisi yang nyaman untuk pasien dengan meninggikan kepala 45 0

untuk mengurangi sesak nafas dan memaksimalkan ventilasi pasien. Derajat

kemiringan 450 saat meninggikan kepala adalah posisi yang efektif bagi pasien

dengan gangguan kardioplumonal karena adanya penggunaan gaya gravitasi yang

dapat membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada

diafragma sehingga dapat memaksimalkan fungsi respirasi (Potter & Perry, 2010).

Pemberian oksigen dindikasikan pada pasien dengan hipoksemia, saturasi

oksigen <90% dan mengalami gagal jantung dan kesulitan bernafas. Tn.T

diberikan terapi oksigen dengan nasal canule 5 L/menit sesuai oder dokter dengan

saturasi O2 98% dan nilai AGD yang abnormal.

Evaluasi akhir pasien setelah dilakukan tindakan adalah masalah kerusakan

pertukaran gas teratasi sebagian ditandai dengan nilai AGD dalam rentang normal,

frekuensi nafas 19 kali/menit, pasien tidak sesak dan tampak lebih nyaman.

Rencana tindak lanjut pasien dipindahkan ke bangsal jantung dengan pemantauan

pernafasan, pemberian terapi oksigen dengan nasal canul 4 liter/menit sesuai order

100
dan pemberian medikasi lajutan untuk mencegah nyeri berulang yang

berdampak pada gangguan pernafasan.

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama

jantung

Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan pada yang diperoleh dari pengkajian

primer diantaranya pasien mengeluhkan nyeri dada dan nafas terasa sesak, TD

149/86 mmHg, nadi 59 kali/menit, nadi teraba lemah, perubahan warna kulit dan

membrane mukosa (pucat), konjunctiva anemis, perubahan hasil EKG ; Sinus

Tachycardia , QRS Rate 105 x/I, gelombang P normal, PR interval normal (0,14),

QRS durasi (0,065), ST depresi di lead II, III, aVF, V4-V6, ST elevasi aVR, nilai

elektorlit Natrium 132 Mmol/L, nilai intake Nilai intake : 400 cc (15.00 - 21.00

WIB) Nilai output : 750 cc (15.00 - 21.00 WIB). Hal ini sejalan dengan diagnosa

SDKI (2016), yang menyatakan bahwa penegakkan diagnosa keperawatan

penurunan curah jantung diikuti dengan gejala perubahan tekanan darah,

perubahan frekuensi nadi, frekuensi nafas, perubahan EKG, kelelahan, dan

perubahan warna kulit.

Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat

menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).

Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium

karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), disritmia dan

remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel) PERKI

(2015).Pada diagnosa ini, hasil yang diharapkan untuk dicapai setelah pasien

101
mendapatkan asuhan keperawatan adalah keefektifan pompa jantung dan

status sirkulasi dalam batas normal (Moorhead.,S.,et al, 2014). Intervensi yang

diberikan sesuai dengan yang disarakan diantaranya yaitu merawat jantung akut,

manajemen cairan dan elektrolit, dan sleep enhancement (Bulechek, 2013).

Implementasi yang dilakukan pada Tn.T adalah membatasi aktivitas pasien

yang membahayakan curah jantung, menginstruksikan kepada pasien untuk

melaporkan adanya nyeri dada berulang dan melakukan pemeriksaan EKG untuk

melihat perkembangan jantung pasien. Perbandingan dengan EKG sebelumnya

akan sangat bernilai pada pasien dengan kelainan jantung terlebih dahulu, seperti

hipertrofi ventrikel kiri atau infark miokard sebelumnya dan perekaman EKG

sebaiknya diulangi setidaknya ppada 3 jam dan 24 jam setelah masuk ke rumah

sakit (Hamm, CW, et al.,2011).

Pasien juga diberikan terapi oral sesuai instruksi dokter aspilet (1x8gr).

Dalam PERKI (2015), pasien NSTEMI diberikan terapi farmakologi antiplatelet

berupa aspirin. Pada Tn.T diberikan aspirin oral 1x8 gram bertujuan untuk

menghambat perkembangan oklusi akibat platelet.Pemberian antiplatelet yang

cepat pada pasien dengan sindrome koroner akut memiliki outcome yang baik

karena beberapa penelitian menyatakan tingkat mortilasnya lebih rendah 7-30 hari

dibanding pasien yang terlambat diberikan antiplatelet (PERKI, 2015).

Tn.T juga mendapatkan terapi clopidogrel 75 mg. Pemberian clopidogrel

bertujuan untuk menghambat secara ireversible reseptor adenosine diphospate

sehingga menyebabkan reduksi agregasi platelet melalui mekanisme yang berbeda


102
dari aspirin. Pemberian aspirin dengan clopidogrel lebih baik dalam

menurunkan mortalitas kardiovaskular dan serangan jantung berulang jika

dibandingkan pemberian aspirin saja (PERKI,2015).

Selain terapi farmakologis, Tn.T juga diberikan intervensi secara mandiri oleh

perawat diantara pengurangan rasa cemas, meningkatkan kualitas tidur,

memonitor intake dan output pasien, pemberian posisi yang nyaman dan

perawatan sirkulasi.Pada pasien jantung rasa cemas dan kualitas tidur

mempengaruhi kinerja jantung. Pasien dengan gangguan kardiovaskular

khususnya pasien miokardial infark mengalami gangguan tidur dan rasa cemas

karena stress atau kecemasan yang dialami pasien dapat merangsang sistem saraf

simpatis untuk mengeluarkan katekolamin, glukagon dan hormon kortisol-steroid

yang mempengaruhi SSP dalam meningkatkan rasa gelisah, nafas cepat, hipertensi

dan ketegangan otot. Demikian juga dapat menstimulasi fungsi RAS (Reticular

Activating System) yang mengatur seluruh fase siklus tidur, meningkatkan sleep

latency dan menurunkan efisiensi tidur yang meliputi peningkatan fekuensi

bangun di malam hari (Robbins et al., 2004 dalam Suwartika, 2015).

Salah satu penyebab gangguan tidur pasien di ruangan intensif adalah faktor

lingkungan seperti cahaya dan kebisingan. Penggunaan earplug dan eyes mask

dapat mencegah paparan cahaya dan meminimalkan kebisingan ruangan.

Penggunaan earplug dan eyes mask pada pasien yang dirawat dianggap

murahsecara finansial dan non-invasif serta mudah digunakan (Tolba, 2018).

Evaluasi akhir pada pasien terkait penurunan curah jantung setelah tindakan

keperawatan adalah masalah penurunan curah jantung teratasi sebagian ditandai

103
dengan tekanan darah 124/72 mmHg, nadi : 78 kali/menit, SaO2 98%, fatigue

berkurang, tekanan vena jugularis tidak ada, tidak adanya disritmia, denyut perifut

kuat, intake 500cc/6 jam, output 570 cc/ 6 jam, tidak ada edema perifer serta

pasien merasa lebih nyaman saat tidur dan tidak ada tanda - tanda komplikasii

vaskuler. Rencana tindak lanjut dari diagnosa keperawatan penurunan curah

jantung adalah monitoring tanda-tanda vital yang akan dilakukan di bangsal

jantung.

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi

Diagnosa nyeri akut diangkat berdasarkan hasil data pengkajian primer

disability yaitu pasien mengeluhkan nyeri dada terasa seperti ditekan beban

beratdengan skala 4, dan pasien mengatakan nyeri hilang timbul dan nyeri

dirasakan lebih dari 20 menit serta pasien juga tampak meringis dan mengusap

daerah dada yang nyeri. Sesuai dengan Herdman. T.H.,et al (2014), menegakkan

diagnosa nyeri akut harus disertai dengan data ekpresi wajah, fokus pada sendiri,

keluhan standar skala nyeri, mengekpresikan perilaku, perubahan tekanan darah,

perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi nafas dan perubahan posisi

untuk menghindari nyeri.

Nyeri pada pasien infark miokard diakibatkan karena penuruanan suplai

oksigen ke sel-sel miokard yang memicu terjadinya metabolisme anaerob.

Metabolisme anaerob akan menyebabkan akumulasi asam laktat dan akan

mengiritasi sel sarafmiokard serta mengirimkan pesan nyeri ke saraf - saraf

miokard dan serabut posterior bagian atas. Perangsangan saraf ini memenculkan

104
sensasi nyeri dada dibagian kiri dan dapat menyebar ke bahu, lengan kiri dan

rahang (Blaack & Hawks, 2014).

Outcome yang diharapkan setelah pasien mendapatkan asuhan keperawatan

adalah keefektifan tingkat nyeri dengan indikator pasien melaporkan adanya nyeri,

nyeri berkurang, ekspresi wajah dan gelisah akibat nyeri juga berkurang

(Moorhead. S.,et al, 2014). intervensi yang diberikan pada Tn.T untuk mengatasi

nyeri yang dirasakan adalah dengan manajemen nyeri dan pemberian analgesik.

Pasien yang mengeluhkan nyeri pada NSTEMI harus diberikan nitrat untukdilatasi

pembuluh darah coroner dan mengurangi nyeri dada pada pasien (PERKI,

2015).Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan volume darah dan meningkatkan

retribusi volum sirkulasi darah yang menghasilkan aliran balik di ventrikel.Dengan

demikian kebutuhan oksigen di dinding jantung serta miokard menurun. Adapun

terapi Nitrat yang didapatkan Ny. Y adalah ISDN 3x50 mg dan drip ISDN 7 mg/

jam melalui IV.

Evaluasi akhir pada pasien terkait diagnosa keperawatan nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera biologis teratasi sebagian.Di tandai dengan

pasien hanya mengeluhkan nyeri sedikit dengan skala 2 pada dada.Pasien

mengatakan sudah merasa nyaman dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya

dan pasien tanpak tenang. Pasien pindah ruangan ke bangsal jantung untuk

pemantauan pemulihan

105
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa

NonST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI), maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Pengkajian primer pada Tn.T didapatkan keluhan nyeri dada sejak 4 jam

sebelum masuk rumah sakit, nyeri seperti ditekan beban berat, menjalar ke

tubuh bagian kiri dengan durasi > 20 menit dengan skala nyeri 4. Pasien

tanpak sesak dengan frekuensi pernapasan 24x/menit, Nadi 59 kali/menit,

suhu 36,7’C, dan TD 149/86 mmHg.

2. Diagnosa keperawatan yang di angkat pada Tn. T adalah gangguan

pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi,

penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung,

dan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.

3. Intervensi yang direncanakan yaitu manajemen jalan nafas, manajemen

asam basa : alkalosis respiratorik, terapi oksigen, perawatan jantung : akut,

perawatan sirkulasi, manajemen cairan dan elektrolit, sleep enhancement,

manajemen nyeri dan terapi administrasi analgetik.

4. Implementasi yang diberikan yaitu penggunaan earplug dan eyes mask

untuk mengoptimalkan kualitas tidur pasien di ruang rawatan intensif

106
5. Hasil evaluasi keperawatan yang didapatkan yaitu gangguan pertukaran

gas teratasi sebagian, penurunan curah jantung teratasi sebagian dan nyeri

akut teratasi sebagian.

B. Saran

1. Bagi profesi keperawatan

Hasil dari penulisan ilmiah ini diharapkan dapat meningktakan

kualitas keperawatan yaitu dengan cara :

a. Menjadikan laporan ilmiah ini sebagai contoh dalam melaksanakan

asuhan keperawatan pada pasien Non ST Elevation

MyocardialInfarction (NSTEMI).

b. Menerapkan penggunaan earplug dan eyes mask sebagai intervensi

keperawatan mandiri untuk mengoptimalkan kualitas tidur pasien

diruang rawat intensif.

c. Melaksanakan komunikasi interpersonal dalam melakukan tindakan

keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

2. Bagi institusi Rumah Sakit

Hasil dari laporan Ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi

alternatif dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien

Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dengan penggunaan

earplug dan eyes mask untuk mengoptimalkan kualitas tidur pasien di

Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr. M.Djamil Padang.

107
108
109
110
DAFTAR PUSTAKA

Afianti, N., & Mardhiyah, A. (2017). Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas Tidur

Pasien di Ruang ICU. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 5(1).

doi:https://doi.org/10.24198/jkp.v5i1.353

American Heart Association. (2014). Guideline For The Management Of Patients

With Acute Coronary Syndromses. Journal Of American College Of

Cardiology.

American Hearts Association. (2018). Heart Diseases and Stroke Statistic 2018 At-a-

Glance. America Heart Association.

Black, Joyce & Hawks, JH. (2014). Keperawatan Medical Bedah Volume 3. Edisi 8

Jakarta : Elsevier.

Bulechek. G. M., Butcher. H. K. 2013. Nursing Intervention Classification edisi 6.

The United States Of America

Cardiac Care Network. (2013). Management Of Acute Coronary Syndromes In

Remote Communities. Kori Kingsburry.

Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach to STEMI and NSTEMI. J Assoc Physicians

India. 2011 Dec; 59 Suppl:19-25


Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan 2007. Departemen Kesehatan RI

Dossey, B. M., Keegan, L., & Guzzetta, C.E. (2005). No Title Holistic Nursing: A

Handbook for Practice.

Engwall,M. Fridh, I. Johansson,L. Bergbom,I. Lindahl, B. (2015). Lighting, sleep and

circandian ryhtm : An intervention study in the intensive care unit.

Intensive and Critical Care Nursing. https://doi.org/10.1016/j.iccn.2015.07.001

Grandner, M. A., Jackson, N. J., Pak, V. M., & Gehrman, P. R. (2012). Sleep

disturbance is associated with cardiovascular and metabolic disorders: Sleep

disturbance and cardiometabolic disorders. Journal of Sleep Research, 21(4),

427-433.doi:10.1111/j.1365-2869.2011.00990.x

Halimuddin. (2016). Tekanan darah dengan Kejadian Infark Pasien Acute Coronary

Syndrome. Idea Nursing Journal Vol. VII No.3 2016.

Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC

Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients

presenting without persistent ST-segment elevation The Task Force for the

management of acute coronary syndromes (ACS) in patients presenting

without persistent ST-segment elevation of the European Society of

Cardiology (ESC). European Heart Journal (2011) 32, 2999– 3054


Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC

Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients

presenting without persistent ST-segment elevation The Task Force for the

management of acute coronary syndromes (ACS) in patients presenting

without persistent ST-segment elevation of the European Society of

Cardiology (ESC). European Heart Journal (2011) 32, 2999– 3054

Hariyanto, A & Sulistyowati, R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 1.

Yogyakarta : Ar-ruzz Media

Health Data (2017). Indonesia Health Statistics. Diakses pada tanggal 12 Desember

2018 di www.healthdata.org

Herdman. T. H. 2014. Nursing Diagnosis : Defenitions and Clasification. Oxford

: Willey Blackwell.

Kartika, D. (2013). Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Salemba

Medika

Koushal Dave, Ashia Qureshi, L. Gopichandran. Effects of Earplugs and Eye Masks

on Perceived Quality of Sleep during Night among Patients in Intensive Care

Units. Asian J. Nur. Edu. and Research 5(3): July-Sept.2015; Page 319-322

Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management, Part

I.Mayo Clin Proc. 2009;84(10):917-938


Matsuda, R., Kohno, T., Kohsaka, S.,Fukuoka, R., Maekawa, Y., Sano, M., Fukuda,

K. (2017). The prevalence of poor sleep quality and its association with

depression and anxiety scores in patients admitted for cardiovascular disease:

A crosssectional designed study. International Journal of Cardiology,

228, 977–982. http://doi.org/10.1016/j.ijcard.2016.11.091

Monicha, Mijil putri. 2016. Analisis Kebiasaan Makan, Riwayat Asupan Saturated

Fatty Acids (SAFA), Monounsaturated Fatty Acids (MUFA), Polyunsaturated

Fatty Acids (PUFA) dan Serat pada Pasien Penyakit Jantung Koroner.

Skripsi Universitas Airlangga. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Surabaya

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcome

Classification. United States : Elsevier

Muliantono, Herawati, Masfuri (2017). Relaksasi Benson untuk Durasi Tidur

Pasien Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Endurance.

http://doi.org/10.22216/jen.v3i3.2788

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat dengan pendekatan NANDA NOC

NIC. Yogyakarta: Nuha Medika

Nesami, M.B. Gorji, M.A.H. Rezaie. S. et al. (2014) The Effect of accupressure on

the quality of sleep in patients with acute coronary syndrome in CCU. Iran J

Crit Care Nurs 2014;7(1):7-14


Paxinos G, Katritsis DG. Current Therapy of Non-ST-Elevation Acute Coronary

Syndromes. Hellenic J Cardiol 2012; 53: 63-71

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. (2015). Pedoman

Tatalaksana Gagal Jantung. PERKI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta :

PPNI

Potter, P.A & Perry A.G. 2010. Buku ajar keperawatan fundamental. Ed 7. Buku 3.

Jakarta : EGC

Potter. P.A. & Perry,A.G. (2013). Fundamental of Nursing; Eighth Editions.

Louis: Mosby Elsevier, Inc.

Pramadiaz.A.T, Fadli.M, Mulyani.H. Hubungan Faktor resiko Terhadap Kejadian

Sindroma Akut pada Pasien Dewasa Muda di RSUP Dr.M. Djamil Padang.

Jurnal Kesehatan Andalas volume 5. 2016

Price. A., Sylvia. M., Loraine. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit, Volume 1. Jakarta: EGC

Sharma, M., Sawhney, J. P. S., & Panda, S.(2014). Sleep quality and duration -

Potentially modifiable risk factors for Coronary Artery Disease? Indian

Heart Journal, 66(6), 565–568. http://doi.org/10.1016/j.ihj.2014.10.412


Smeltzer, Suzane. C., and Bare, Brenda G., (2008). Buku Ajar Kesehatan Medical

Bedah, Volume 2, Edisi 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Tolba, A. Mohammed. W.Y, et al. 2018. Effect Earplugs and Eyes MAsk on Sleep

Quality Among Patient with Acute Coronary Syndrome at Assiut University

Hospital. Journal of Health, Medicine and Nursing Vol 51, 2018

Ummu, A. 2008. Faktor-Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner. Skripsi . Jakarta :

Univeritas Indonesia

Wang, D., Li, W., Cui, X., Meng, Y., Zhou, M., Xiao, L.,Chen, W. (2016). Sleep

duration and risk of coronary heart disease: A systematic review and meta-

analysis of prospective cohort studies. International Journal of Cardiology,

219, 231–239.http://doi.org/10.1016/j.ijcard.2016.06.027

WHO (2017). Cardiovascular disease (CVDs). World Health Organization. Diakses

pada tanggal 12 Desember 2018 di www.who.int

Anda mungkin juga menyukai